Hi guys ketemu lagi dengan cerita author Dewi ...😘
Mohon dukungan like, komen dan subscribe ya guys ...❤️
Yang mau kasih bintang juga silahkan...🌟
Cast Visual
Mayaza Azzura Alena Kendrick
Gavin Kaivan Volland
Alula Gistara Prameswari sebagai sahabat/teman dekat Mayaza
"Mayaza Azzura Alena Kendrick. Dengan sangat berat hati kamu saya pecat!"
"Apa, Pak? Kenapa tiba-tiba saya di pecat Pak? Memang saya salah apa?" Tanya Mayaza beruntun. Kaget sudah pasti, bagaimana gak kaget coba, tiba-tiba saja dia mendengar pernyataan yang sangat menakutkan bagi para karyawan bawahan seperti dirinya.
Jantung Mayaza berdegup kencang ia berharap ini hanya prank.
Tapi prank untuk apa? Ini bukan bulan April, jadi sudah jelas bukan April mop. Kalau di ingat-ingat, ini juga bukan hari ulang tahunnya.
Lalu ini semua apa?
Prank buat apa?
Laki-laki paruh baya yang sedang duduk di hadapannya itu membuang napas beratnya. Dia tak kunjung juga menjawab pertanyaan dari Mayaza, hanya menatap tajam dengan penuh iba.
Sebenarnya Mayaza sangat benci di tatap bosnya seperti ini, seolah-olah ia adalah orang yang perlu dikasihani. Padahal Mayaza hanya butuh jawaban.
"Pak, ini pasti cuma prank, kan?" Tanya Mayaza memastikan.
"Aduh ... ternyata bapak bisa bercanda juga ya. Hahaha ...."
Bibir Mayaza masih bisa tertawa juga ternyata, padahal pria paruh baya yang duduk di depannya ini masih memasang wajah masam seperti tadi.
Lagi-lagi pria paruh baya atasan Mayaza yang bernama Pak Regan itu kembali menghela napas panjangnya. Lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi goyang yang empuk yang tengah ia duduki sambil menatap lekat ke wajah Mayaza yang masih sedikit tertawa.
"Mayaza, ini bukan sebuah lelucon, apalagi prank seperti yang kamu bilang tadi." Tegur pak Regan.
Perasaan Mayaza yang tadinya sudah mulai merasa tenang, tiba-tiba kembali merasa terancam.
"Maksud bapak, saya beneran di pecat, Pak?" Tanya Mayaza dengan sangat hati-hati.
Pak Regan mengangguk kemudian menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat.
"kalau bisa di tebak sih sepertinya itu pasti uang pesangon." Batin Mayaza menatap amplop berwarna coklat itu.
"Berapa ya pesangonku?"
"Lima belas juta?"
"Dua puluh juta?"
"Atau bahkan lima puluh juta?"
"Ih, apaan sih, posisi lagi terancam begini malah sempat-sempatnya memikirkan duit. Dasar aku ini!" Batin Mayaza lagi.
"Apa ini, Pak?" Tanya Mayaza setelah amplop berwarna coklat itu di terimanya.
Meski yang di harapkannya berisi duit tapi tetap saja Mayaza harus berpura-pura gak tau dong.
"Itu surat pemecatan kamu, Mayaza. Maaf saya tidak bisa memberi pesangon untuk kamu, sebab perusahaan melarangnya." Jawab pak Regan dengan berat hati memberi penjelasan kepada Mayaza.
"Apa?!"
"Jadi aku serius di pecat, dan tanpa pesangon?"
"Benar-benar tragis bin miris!" Gumam Mayaza sambil mengigit bibir bawahnya.
Untuk memastikan perkataan Pak Regan, Mayaza membuka amplop coklat itu, lalu membacanya.
Dan benar saja, Mayaza di pecat dari perusahaan itu. Padahal dua tahun yang lalu Mayaza harus bersusah payah berusaha agar bisa di terima bekerja di sini, dengan mengalahkan banyak pesaing yang juga ingin mendapatkan pekerjaan.
Lalu tiba-tiba saja di pecat?
"Tapi, alasannya apa pak? Seingat saya, saya tidak pernah melakukan kesalahan fatal." Tanya Mayaza mendesak.
"Ya benar, Mayaza. Kamu memang tidak pernah melakukan kesalahan apapun pada perusahaan. Tapi kesalahanmu pada Pak Zakra, selaku direktur perusahaan ini." Jelas Pak Regan.
"Oke kalau kesalahanku padanya seperti yang dikatakan sama Pak Regan tadi memang benar adanya, tapi kenapa harus berimbas pada pekerjaan saya, pak!"
"Tapi namanya itu tidak profesional, pak. Urusan saya sama Pak Zakra itu kan ranah pribadi, bukan masalah pekerjaan, kenapa imbasnya ke karir saya." Ucap Mayaza berusaha membela diri, kali aja berguna.
"Saya tau, Mayaza. tapi, apa iya saya harus membantah perintah Pak direktur? Tentu itu mengancam posisi saya, Mayaza."
"Huft!"
"Baiklah, kali ini saya harus mengalah. Kembali berdebat juga percuma, kalau begitu saya permisi dulu Pak." Pamit Mayaza bangkit dari duduknya.
Keluar dari ruangan Pak Regan, Mayaza berjalan lesu menuju ke ruangan divisi tempatnya bekerja.
Setelah ini dia harus membereskan barang-barangnya, dan juga berpamitan pada teman seperjuangannya.
"Za, ada apa? Kok lemas gitu sih, keluar dari ruangannya pak Regan. Habis diomelin ya?" Tanya Airin, begitu melihat Mayaza masuk ke ruang divisinya.
Suara Airin yang cukup keras tadi, tentu saja membuat Mayaza jadi pusat perhatian. Pasalnya semua orang yang ada di ruangan ini refleks melihat ke arah Mayaza. Pasti kepo dengan jawaban yang bakal dia utarakan.
"Gue di pecat!" Ucap Mayaza sambil berjalan menuju meja kerjanya tempat biasa di mana dia mengerjakan tugas demi tugas yang diberikan oleh perusahaan. Ah, tepatnya kini menjadi mantan meja kerja.
Kalau namanya sudah berubah menjadi mantan, berarti wajib di lupakan. Seperti dirinya yang rajin banget melupakan barisan para mantan. Eh.
"Hah? serius lo, Za? Jangan bercanda deh!" Celetuk Bima.
"Iya, Za, gak lucu tau bercanda kek gitu." Ucap Jessy.
Dan banyak lagi celetukan-celetukan yang lainnya yang tak Mayaza pedulikan.
Dibandingkan menjawab kekepoan mereka, Mayaza lebih memilih membereskan barang-barangnya.
Melihat ada yang tengah beres-beres, teman-teman satu ruangan kantornya beranjak menghampiri.
"Lo serius, Za?" Tanya Airin dengan suara lirih untuk memastikan dan Mayaza pun mengangguk.
"Aaarggh ... Mayaza ... gue sedih kalau lo pergi."
"Gue juga sedih, Za."
"Apalagi gue, Za. Kalau lo pergi, nanti siapa dong yang bakalan jadi partner ghibah kita? Huhuhu ...."
Selanjutnya, suasana berubah menjadi hening, sendu, dan penuh linangan airmata perpisahan.
Teman-teman kantor satu devisi dengan Mayaza secara bergantian berpelukan sebagai tanda perpisahan.
Tadinya sih Mayaza gak mau nangis, tapi karena kebawa suasana, jadinya ikutan nangis deh.
Tak di pungkiri ini cukup membuat Mayaza sedih. Selain kehilangan pekerjaan, dia juga harus berpisah dengan teman-temannya yang selama ini melewati masa-masa susah senang bersama.
Keluar dari kantor dengan predikat di pecat secara tidak terhormat, membuat kepalanya sedikit mendidih. Untung saja gak sampai meledak. Coba deh, kalau beneran meledak, bakalan serem pasti.
"Ah, aku harus mendinginkan pikiran, sedih boleh frustasi jangan. Apalagi sampai depresi. Ih, jangan sampai. Bukan Mayaza namanya jika terus-terusan meratapi nasib."
jarum jam di tangan kanannya sudah menunjukkan pukul satu siang, Mayaza memutuskan untuk mampir ke kafe langganannya tempat biasa dia nongkrong bercengkrama bersama teman-temannya.
Eits ... Meskipun Mayaza di pecat tanpa pesangon, tapi dia masih mampu kok buat sekedar duduk santai di kafe sambil menikmati es kopi favoritnya, gak tau kalau hari-hari berikutnya.
Masa bodohlah sama hari-hari yang akan datang, yang penting sekarang pikirannya harus adem dulu, plus mengembalikan mood yang tadi sempat hancur.
"Mbak, saya pesan es kopi kaya biasa ya." Ucap Mayaza pada salah satu pelayan kafe. Kebetulan dia sudah paham sama pesanan Mayaza sebagai pelanggannya, jadi gak perlu ngasih tau lagi apa yang mau di pesan.
"Baik, Mbak, di tunggu ya." Jawab pelayan itu sambil berjalan meninggalkan meja Mayaza.
Sambil menunggu pesanannya datang, Mayaza mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya, lalu mulai memainkannya.
"Mayaza?" Terdengar suara wanita memanggilnya yang terdengar sangat familiar suaranya di telinga Mayaza.
Karena penasaran Mayaza mendongakkan wajahnya untuk melihat siapa yang memanggilnya.
"Loh, Alula? Lo ngapain jam segini di sini? Gak kerja lo?" Tanya mazaya begitu mengetahui bahwa yang tadi memanggilnya adalah sahabatnya semasa duduk di sekolah menengah atas dulu.
Alula menjatuhkan bokongnya di kursi tepat di hadapan Mayaza.
"Gue lagi libur, Za. Tepatnya sih, gue cuti karena pulang kampung. Nih, gue baru aja balik dari kampung, terus mampir ke sini dulu karena haus. Lo sendiri kenapa jam segini keliaran?" Tanya Alula heran.
"Gue baru aja di pecat, La." Jawab Mayaza jujur. Ya iyalah masa mau bohong kan dosa. Bukan Mayaza namanya kalau suka bohong.
"Apa?! Lo di pecat, Za? Emang lo ada kesalahan gitu?"
"Kalau kesalahan ke perusahaan sih, gue gak ada. Tapi, gue punya kesalahan sama direkturnya." Jelas Mayaza, mungkin ini saatnya dia jujur tentang kenapa dia sampai di pecat sama perusahaan tempatnya bekerja.
"Tadi waktu pamitan sama orang-orang kantor, aku nggak ngasih tau sama mereka perihal sebab pemecatanku. Meski banyak dari mereka yang bertanya yang tau alasannya hanya aku, Pak Regan, dan Pak Zakra si direktur genit itu." Ucap Mayaza menjelaskan dengan jujur.
"Sama direktur? Salah apa emang, lo?" Tanya Alula penasaran.
"Kemarin pak direktur ngelamar gue buat di jadiin istrinya, La, dan gue tolak mentah-mentah." Ucap Mayaza dengan sedikit menurunkan suara, takut ada yang dengar selain dirinya dan Alula.
"Yah, kenapa gak lo terima aja, Za? Enak lo jadi istrinya direktur. Duitnya banyak, Za. Auto lo jadi sultan, Za."
"Ish, nih orang yang dipikirin cuma duit doang." Batin Mayaza sambil menghembuskan napas kasar sebelum menjelaskan lebih detail lagi.
"Coba kalau lo jadi gue, La. Emangnya lo mau diperistri sama laki-laki yang seumuran sama kakek lo, dan di jadiin istri ke tiga? Lo mau, La?"
"Idiih ... Ya gak mau lah, Za." Ucap Alula dengan wajah yang tadinya berbinar, kini berubah menampilkan raut jijik.
"Nah, kaya gitu juga alasan gue, La. Si direktur itu udah tua, dan gue mau di jadiin istri ke tiga, ya gue ogahlah. Sejomblo-jomblonya gue, dan semiskin-miskinnya gue, gue nggak akan menggadaikan masa depan hanya demi harta. Hidup cuma sekali kok di bikin nggak enak, kan gue yang rugi." Ucap Mayaza menjelaskan dengan menggebu.
Untung saja kafe lagi sepi, jadi bisa di pastikan tadi nggak ada yang dengar penjelasannya.
"Wah, parah tuh bos lo, Za." Jawab Alula menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Keputusan lo benar banget, Za. Gue juga nggak rela kalau lo di jadiin istri ke tiga, apalagi sama aki-aki."
"Makanya gue lagi kesal banget nih, La. di pecat karena ketidak profesionalan si direktur. mana gue nggak di kasih pesangon lagi." Gerutu Mayaza kesal dengan wajah cemberut.
"Tanpa pesangon? Wah, benar-benar tuh ya bos lo. Masa perusahaan besar mecat karyawan dengan seenaknya hanya karena urusan pribadi, dan nggak di kasih pesangon lagi. Kalau gue jadi lo udah gue maki-maki tuh direktur." Ucap Alula menambahkan terlihat ikut kesal dengan masalah temannya.
"Tuh, aki-aki emang nyebelin banget. Padahal perusahaan itu bukan miliknya, dia cuma jadi direktur doang." Jawab Mayaza ketus.
"Kalau gitu, kenapa nggak lo aduin aja ke pemilik perusahaan?"
"Gue nggak tau siapa pemilik perusahaannya, La. Nggak pernah liat orangnya juga, padahal udah dua tahun kerja di sana."
"Ya udah, Za, lo sabar aja, siapa tau ini yang terbaik buat lo. Gue pikir-pikir kalau lo tetap kerja di sana juga nggak enak, karena pasti tuh direktur bakalan ngelakuin sesuatu yang lain ke lo."
"Iya juga ya." Jawab Mayaza mengangguk sambil menerawang.
"Benar juga apa yang dikatakan Alula, si direktur aki-aki itu nggak akan bakalan diam saja kalau dirinya tetap kerja di sana. Bisa jadi bosnya malah berbuat yang nggak baik ke dirinya. Kalau gitu, mending di pecat kan?" Batin Mayaza.
"Eh, Za, tapi lo jangan khawatir, di kantor gue lagi ada lowongan kok, tepatnya di divisi yang sama kayak gue. Ya, meskipun cuma di bagian marketing, nggak kayak jabatan lo di tempat kerja kantor lo sebelumnya. Terus, lo juga tau sendirilah, kalau kantor gue bukan perusahaan besar seperti mantan kantor lo." Ucap Alula menjelaskan secara rinci.
Mendengar Alula bilang di kantornya ada lowongan, seketika membuat Mayaza seperti mendapat angin segar. Senyum pun terbit dari bibirnya.
"Wah, serius lo? Gue mau kok, La. Nggak masalah kerja di bagian apa aja, yang penting halal plus gue nggak jadi pengangguran." Ucap Mayaza antusias.
"Ya udah, kalau begitu besok lo datang aja ke kantor gue bawa surat lamaran kerja. Kalau gue tebak sih, lo bisa langsung di terima, secara pengalaman lo kerja di perusahaan besar itu dua tahun."
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Selesai nongki dan bercengkerama bareng Alula, Mayaza memutuskan untuk pulang ke kontrakannya. Tentu saja sendirian karena Alula di jemput bareng pacarnya. Lagian juga nggak mungkin bareng, kan beda arah.
Untungnya kost tempat tinggal Mayaza nggak jauh dari kafe tadi, dan nggak jauh juga dari mantan kantor. Sengaja Mayaza menyewa kost yang dekat sama kantor, biar irit ongkos. Eh, sekarang malah di pecat.
Mayaza berjalan dengan santai, dengan perasaan yang sedikit sudah lebih baik, menyusuri jalan setapak pulang menuju tempat kostnya.
Sebenarnya sih, pengin sambil nyanyi. Tapi karena ini di pinggir jalan raya, maka Mayaza mengurungkan keinginannya itu. Bisa-bisa nanti dianggap nggak waras lagi.
Lagi asik jalan, tiba-tiba saja bajunya basah karena terciprat oleh sebuah mobil yang lewat.
"Kurang ajar tuh mobil." Rutuk Mayaza kesal.
"Nih, rasain sepatu gue." Gumam Mayaza sambil melepas sepatu, lalu langsung saja dia lemparkan ke arah mobil itu.
Dan .... Kena kaca belakangnya?
"Kok bisa?"
"Kirain nggak nyampe."
Terus mobil itu berhenti.
"Duh, sial! Pasti habis ini aku bakal di maki-maki sama si pemilik mobil itu lagi." Batin Mayaza.
"Gawat!"
"Aku harus apa ini?"
Badan Mayaza udah gemetaran, jantungnya juga rasanya mau keluar dari tempatnya, karena sangat ketakutan dan sampai nggak bisa mikir lagi nggak tau harus berbuat apa lagi, akhirnya dia memutuskan untuk berbaring saja di atas tanah. Tepatnya sih, pura-pura pingsan.
Semoga saja dengan kepura-puraan ini si empunya mobil nggak bakal maki-maki, dan nggak minta ganti rugi.
Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Dalam hati Mayaza menghitung, namun tak kunjung ada tanda-tanda si pemilik mobil tadi menghampirinya. Tepatnya, nggak ada suara jejak kaki orang mau menghampirinya yang saat ini dia lagi pura-pura pingsan.
Eh, tapi harusnya Mayaza senang dong, karena itu berarti dia nggak jadi di marahi sama si empunya mobil, gara-gara kaca mobilnya dia lempari sepatu.
Sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki yang kayaknya lagi berjalan ke arahnya. Hmm ... mungkin si pemilik mobil.
Mata Mayaza terus terpejam, sedangkan suara langkah kaki itu semakin mendekat.
Sebenarnya Mayaza sudah tak tahan dengan posisinya seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, kalau nggak kayak gini, dia bakal diomelin. Pikir Mayaza.
"Walah, kok malah pingsan toh. Bukannya ini yang tadi lempar sepatu ke kaca mobil, ya?" Ucap si pemilik mobil.
Dari suaranya Mayaza yang sedang berpura-pura pingsan bisa menebak kalau yang berbicara ini laki-laki yang sudah cukup umur. Dan dari suaranya juga, dia yakin kalau dia nggak bakal di marahi, meskipun dia nggak pura-pura pingsan begini.
"Pak Sasmadi .... " Terdengar suara teriakan orang dari jauh.
Mayaza tak tau siapa Pak Sasmadi, kan dia lagi pura-pura pingsan.
"Iya, tuan."
Ooh, ternyata orang yang lagi melihat dirinya ini namanya pak Sasmadi.
"Ini orangnya pingsan, Tuan." Jawab pak Sasmadi pada majikannya.
"Aduh Pak Sasmadi, udah, biarin aja, paling cuma pura-pura. Ayo cepat berangkat." Ajak seseorang yang dari tadi dipanggil tuan oleh pak Sasmadi.
"Ternyata si tuan itu bisa tau kalau aku cuma pura-pura pingsan." Batin Mayaza.
"B - baik, Tuan." Jawab pak Sasmadi, yang kemudian berjalan menjauh dari posisi Mayaza yang pura-pura pingsan.
... ❤️❤️...
Happy Reading 🥰 😘
TBC 📒
DON'T FORGET FOR LIKE , VOTE COMMENT AND SUBSCRIBE🌟🌟 THANK YOU ❤️🖤
BACA JUGA KARYA NOVEL AKU YANG LAINNYA DENGAN JUDUL TERTERA DI BAWAH INI, SIAPA TAU SUKA & JADIKAN BACAAN FAVORIT KALIAN SEMUA 📌🤗
"Haah ..." Pekik Mayaza membuang napas panjangnya, akhirnya bisa bernapas lega karena aktingnya berhasil.
Setelah mendengar suara deru mobil melaju, Mayaza pun membuka mata, dan langsung bangun dari kepura-puraan.
Tunggu ...
Ada sesuatu yang mengusiknya dari tadi. Tepatnya semenjak mendengar suara seseorang yang di panggil tuan oleh pak Sasmadi tadi. Kok kayaknya Mayaza familiar dengan suara itu ya? Tapi siapa?
"Bodo amat deh, yang penting aku selamat dari caci maki si pemilik mobil itu. Meskipun seharusnya sih, aku yang maki-maki tuh orang gara-gara udah bikin bajuku basah." Gumam Mayaza sambil melanjutkan perjalanannya pulang ke tempat kost.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Pagi ini Mayaza sudah rapi, dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor tempat Alula kerja. Di sana Mayaza mau melamar pekerjaan, seperti yang dikatakan Alula kemarin, kalau di sana lagi buka lowongan.
Semalam Mayaza sudah menyiapkan surat lamaran kerja, beserta berkas-berkas yang di butuhkan. Dia juga melampirkan surat pengalaman kerja dari mantan kantor kemarin. Untungnya, kemarin pak Regan bersedia ngasih surat pengalaman kerja.
"Oke, Mayaza you look so perfect." Gumam Mayaza di depan cermin dengan penuh percaya diri.
"Dengan wajah yang lumayan good looking ini, membuatku tidak usah bersusah payah buat pakai make up terlalu tebal cukup dengan make up tipis aja. Lah wong sudah cantik dari lahir kok di tambah lagi dengan warna kulitku yang pada dasarnya hitam manis ciri khas warna kulit wanita Indonesia." Gumam Mayaza masih dengan posisi dandan di depan cermin.
"Eh, aku bukannya sombong ya, dengan mengaku kalau aku good looking. Tapi emang banyak kok yang bilang gitu ke aku, terlebih kaum adam, dan barisan para mantan. Eh!"
"Aku cuma pakai cream siang sama suncreen saja, di tambah lipstik berwarna soft simpel tapi cukup elegan. Ya, itu sih menurutku, nggak tau kalau orang lain." Gumam Mayaza masih berdiri memandangi wajah manisnya di depan cermin kamarnya.
Kemeja putih dengan di lapisi blouse berwarna hitam, serta celana bahan hitam panjang menjadi pilihan outfit yang di kenakan Mayaza hari ini.
Mayaza tipe orang yang tidak suka tampil terbuka, apalagi pakai rok di atas lutut, itu nggak pernah dia lakukan selama menjadi orang kantoran. Meskipun belum berhijab, setidaknya dia masih berpenampilan sopan di tempat-tempat umum.
Drtt ... Drrttt ....
Ponsel Mayaza bergetar yang dia taruh di atas nakas samping tempat tidurnya, segera dia menyambarnya, dan ternyata Alula yang menelpon.
"Iya, La."
"Za, lo jadi nggak ngelamar kerja di tempat gue?" Tanya Alula dari seberang telpon genggamnya.
"Iya, jadilah, ini gue udah siap-siap, bentar lagi berangkat." Jawab Mayaza dari balik telpon genggamnya.
"Ya udah, lo tunggu gue jemput ya."
"Eh, nggak usah, La, gue bisa berangkat sendiri kok. Lagian kost tempat lo kan udah dekat ke kantor, masa mau jemput gue dulu, entar lo bisa telat lho."
"Nggak papa kali, kek sama siapa aja. Kost lo tuh jauh dari kantor, Za. Lo juga nggak ada kendaraan kan? Jadi lebih baik gue jemput aja."
"Ya udah deh, terserah lo."
"Oke, aku nggak akan nolak rejeki dari orang yang mau ngasih tumpangan. Lumayan kan, irit ongkos." Gumam Mayaza riang.
Tak membutuhkan waktu lama. Alula pun tiba di tempat kost Mayaza. Mereka segera bergegas berangkat menuju kantor perusahaan tempat Alula bekerja.
Sesampainya di halaman parkir kantor, Alula segera mengajak Mayaza turun dari mobilnya yang sudah terparkir cantik di parkiran kantor.
"Wah, ternyata kantor lo udah berubah ya, La. Dulu kan belum segede gini waktu gue sering lewat sini." Ucap Mayaza menatap sekeliling perusahaan Volland Corp setelah sampai di parkiran kantor.
"Bukan kantor gue, Za." Jawab Alula sambil ngaca di spion mobilnya.
"Ya, maksudnya kantor tempat lo kerja, Alula ...!" Geram Mayaza.
"Hehehe ... bercanda aja kali, Za. Udah yuk masuk, entar gue tunjukin ke resepsionis." Ajak Alula menggandeng tangan Mayaza, dan mereka pun mulai memasuki kantor.
"Permisi Mbak Yola yang cantik." Ucap Alula ketika sampai di depan meja resepsionis.
"Iya, Alula, ada apa?" Tanya si Mbak resepsionis yang bernama Yola itu tersenyum ramah.
"Ini Mbak, ada temanku yang mau melamar kerja di sini." Jawab Alula menujuk ke arah Mayaza, dan Mayaza pun tersenyum ke arah Mbak Yola.
"Ooh, mau melamar kerja ya?" Tanya Mbak Yola tersenyum ramah.
"Silahkan duduk dulu ya, Mbak, soalnya bagian HRD yang mau interview belum datang." Ucap Mbak Yola menunjukkan sebuah sofa panjang di sebelah meja resepsionis.
"Terima kasih Mbak." Jawab Mayaza mengangguk dan segera menuju sofa itu lalu mendudukinya.
"Za, gue masuk kerja dulu ya. Selanjutnya lo bisa ngikutin arahan dari Mbak Yola." Pamit Alula.
"Ya udah sana. Kerja yang rajin ya, jangan mikirin jodoh mulu."
Alula mencebik tanpa menjawab gurauan Mayaza, lalu dia mulai pergi meninggalkan Mayaza di ruang tunggu dekat resepsionis.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Saudari Mayaza Azzura Alena Kendrick, betul?" Tanya orang di depannya, si ketua HRD di kantor ini.
"Iya, pak, saya Mayaza." Jawab Mayaza mengangguk.
"Selamat Mayaza, kamu di terima bekerja di sini. Dan kamu bisa mulai bekerja esok hari."
Mayaza dibuat melongo seketika.
Beginikah cara masuk di perusahaan Volland Corp? Tanpa tes dan wawancara terlebih dulu? Bahkan baru sekitar semenit yang lalu dia masuk ke ruangan ini.
"Bagaimana Mayaza, kamu bersedia kan, bekerja di perusahaan ini?"
"Eh? Oh, ya jelas bersedia dong, Pak, saya kan lagi butuh kerjaan. Tapi kok, Bapak nggak interview saya dulu sih, cuma lihat CV saya doang." Ucap Mayaza melontarkan unek-unek.
"Iya, saya nggak perlu interview kamu lebih lanjut. Dengan melihat berkas lamaran kamu yang di sertai pengalaman kerja di Alexander Company, saya yakin kamu ini orang yang cukup kompeten. Jadi tanpa pikir panjang, kamu saya terima bekerja di sini."
Senyum Mayaza mengembang. Ternyata modal banyak pengalaman kerja dari mantan beberapa perusahaan tempatnya bekerja dulu, memudahkannya untuk di terima di sini. Yup, Mayaza memang sudah mengantongi beberapa pengalaman kerja bukan cuma di Alexander Company saja. dia juga pernah bekerja di beberapa perusahaan ternama di Jakarta sebelum dia bergabung di mantan perusahaannya kemarin, dan dari banyak pengalamannya itu di dunia kerja memudahkan dia melamar kerja.
"Serius nih, pak?" Tanya Mayaza memastikan.
"Si Bapak ketua HRD mengangguk mantap.
"Ye ye ... akhirnya dapat kerja lagi, dan nggak jadi pengangguran."
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Hah? Serius lo langsung di terima gitu aja tanpa ditanyain macam-macam?" Tanya Alula setelah Mayaza menceritakan tentang kabar di terimanya dia di perusahaan yang sama dengan Alula.
"Iya, sebenarnya gue juga heran sih, masa cuma bermodal CV yang gue buat aja, udah bikin gue diterima kerja dengan mudahnya."
"Ye ... Alexander Company kan perusahaan gede, Za. Lo aja dulu berjuang mati-matian kan, biar bisa kerja di sana?"
"Hu'um, gajinya juga gede, makanya gue betah kerja di sana. Sayangnya si direkturnya itu yang genit. Andai kalau gue tau siapa sebenarnya owner perusahaan itu, udah gue aduin tuh sikap semena-menanya si direktur aki-aki itu, dan pastinya gue masih kerja di sana."
"Ya udahlah, Za, lupain aja, yang penting kan sekarang lo udah dapat kerjaan lagi, sekantor lagi sama gue. Coba lo ingat deh, udah lima tahun semenjak kita lulus sekolah, kita udah jarang sama-sama lagi, Za." Ucap Alula.
"Iya juga, ya."
"Eh, Za, mending sekarang lo siap-siap, terus bawa baju buat kerja besok sama perlengkapan-perlengkapan yang lainnya." Saran Alula.
"Buat apa? Emangnya kita mau kemana?" Tanya Mayaza mengeryitkan dahi.
"Ke kost gue. Malam ini mendingan lo nginap di tempat gue. Gue kangen pengin ngobrol panjang lebar sama lo."
"Ck! Ya, tinggal lo yang nginep di sini aja, kenapa jadi gue yang repot." Protes Mayaza.
Alula memutar bola matanya.
"Tempat kost gue lebih dekat ke kantor, dan besok hari pertama lo masuk kerja, jadi mending lo nginep di tempat gue aja, biar besok gue nggak jemput lo dulu ke sini."
"Ya, lo nggak perlu jemput gue besok." Jawab Mayaza yang masih ogah-ogahan menuruti kemauan Alula.
"Lo mau berangkat kerja naik angkot? Di hari pertama masuk? Serius?"
HAPPY READING 📘✳️
TBC 😘🌹
UPDATE CHAPTER: SETIAP HARI 🥰
DON'T FORGET FOR LIKE, COMMENT AND SUBSCRIBE 🌟 THANK YOU ❤️🖤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!