NovelToon NovelToon

Esnared By A Mad King

BAGIAN 01

...SELAMAT MEMBACA...

Demi mengakhiri peperangan yang tak kunjung usai serta menyelesaikan semua konflik, akhirnya Kerajaan Vetezia dan Kerajaan Syremis memutuskan untuk berdamai yang kemudian subtansi dari perdamaian itu tertuang dalam sebuah perjanjian yang kemudian perdamaian ini disebut sebagai Hestphalia.

Perdamaian Hestphalia secara bersamaan telah mengurangi berbagai konflik baik internal maupun eksternal dua kerajaan tersebut dan untuk waktu lama rakyat dari dua kerajaan itu hidup makmur bahkan baru-baru ini Raja dari kerajaan Vetezia dirumorkan menjalin hubungan amat dekat dengan putri tertua Syremis.

Namun, sebuah insiden mengerikan terulang kembali dan melahirkan peperangan. Kerajaan Syremis yang dikenal sebagai tempat lahirnya penyihir hebat berusaha melakukan pengkhianatan, melanggar semua perjanjian Hestphalia namun sihir yang hebat belum mampu menaklukkan Vetezia karena Vetezia memiliki kekuatan tempur dan pertahanan amat unggul ketimbang kerajaan lain.

Oleh karena itu, Rowan Terrence berhasil menghancurkan sebagian Syremis tanpa belas kasih kemudian menculik putri pertama Syremis ke dalam Sanctia—tempat suci untuk melakukan pemujaan terhadap dewa—Sanctia di Syremi yang bertepat di Kota Hest itu sudah tak utuh, sebagaian dindingnya hitam dan hancur akibat ledakan sihir dan bentrok antar pasukan.

Di luar Sanctia masih terdengar keributan, asap mengepul bersama ledakan demi ledakan namun setelah berjam-jam berlalu tidak terdengar lagi suara, pertanda bahwa sudah ada pemenang dan Ziria yakin bahwa pemenangnya adalah pasukan yang dipimpin oleh pria gila berambut hitam dengan mata biru cerah di hadapannya, Rowan Terrence.

Di hadapan pendeta yang ketakutan setengah mati, Rowan mengenggam kedua tangan Ziria lalu beralih mengusap sedikit noda darah kering di wajah wanita tersebut. Penampilan keduanya kotor dan penuh darah, kulit bersih mereka pun tampak kusam, kondisi sama dengan pendeta yang dipaksa untuk meresmikan hubungan mereka dengan beberapa saksi dari pihak Rowan yang merupakan seorang ksatria.

"Sekarang kamu jadi milikku, Ziria."

Suara berat Rowan menyengat telinga Ziria. Entah siapa yang menyebarkan rumor bahwa ia dan Rowan menjalin hubungan karena kenyataannya Raja negara tetangga ini yang terobsesi padanya dan terus memancing perhatian publik terhadap hubungan yang bahkan enggan Ziria bentuk terutama untuk hubungan yang sekarang.

"Hentikan semuanya. Aku sudah memenuhi keinginanmu."

Rowan menipiskan pandangan, rasa persahabatan tadi raib lalu dirapatkannya Ziria ke tubuhnya, mencengkeram kuat pinggul wanita itu.

"Aku hanya berjanji untuk tidak menghancurkan Syremis seutuhnya bukan karena dirimu, tapi karena aku memang tidak mampu melakukannya. Selain itu ... jangan lupa bahwa kamu adalah pengkhianat yang menerima belas kasihku."

"K-kamu menipuku?!"

Senyum Rowan terlukis. "Lagi pula pusat Manamu mungkin telah hancur, jadi kamu tidak bisa menggunakan sihir lagi jadi menurutku jika kamu kembali sekarang dan menemui keluargamu yang tersisa, apakah mereka akan menerimamu yang sudah tidak berguna?"

Ukh! Kenapa dia tahu itu?!

Ziria menggigit pipi bagian dalam. Menggunakan terlalu banyak Mana untuk menciptakan dinding pertahanan di seluruh Syremis memang nyaris menghancurkan inti mana dalam tubuhnya, tapi kemungkinan itu bisa diperbaiki dan ia bisa sepenuhnya menggunakan sihir karena si Syremis Ziria adalah penyihir tingkat sembilan dan memiliki jabatan sebagai wakil ketua menara sihir.

"Akh!"

Ziria memekik kesakitan saat telapak tangan besar Rowan menekan pusat perutnya. "Bagaimana jika kuhancurkan sekalian hingga kamu tidak ada kemungkinan menggunakan sihir lagi dan kabur dariku?"

"Bajingan gila!" maki Ziria dan tidak lama kesadarannya hilang.

...***...

...Kerajaan Vetezia, Istana Sol....

Sejak kepulangan Rowan dan pasukan perang, istana mulai bergaduh tentang kemenangan setengah yang Rowan raih ditambah dibawanya putri tertua Syremis sebagai seorang selir yang akan mengisi Paviliun et Luna.

Semua orang mengatakan bahwa Rowan semakin gila. Paviliun et Luna terletak di dalam istana pribadi milik raja yakni Istana Sol dan seharusnya ditempati permaisuri tapi sejak dulu itu memang dibiarkan kosong seolah memang dipersiapkan untuk wanita lain.

Permaisuri Vetezia, Clair Hordis sudah menahan amarah sejak kepulangan Rowan namun tetap diam di kediamannya yang jauh dari Istana Sol sedangkan di Istana Sol saat ini, Rowan tampak santai sambil menikmati secangkir teh di ruang santai.

"Apa dia sudah bangun?"

Rowan bertanya sambil mengusap bibir cangkir.

"Sudah, Yang Mulia," jawab kepala pelayan.

Senyum Rowan lantas terlukis. Sejak dibawa ke Vetezia, Ziria tidak sadarkan diri selama dua hari dan mungkin itu pinalti dari menggunakan terlalu banyak Mana hingga cadangan pada inti manapun terkuras habis.

"Aku akan menemuinya."

Rowan meninggalkan ruang santai dan berjalan menuju kamarnya, sementara itu Ziria mengernyit kuat demi menepis rasa pening yang mendera kepala lalu matanya mendapati seorang gadis muda berseragam pelayan terkejut melihat dirinya sudah sadar sejak tadi.

Aku pasti berada di Vetezia. Sial, ini lebih buruk dibanding Syremis.

Ziria berusaha meninggalkan ranjang, langkahnya tidak seimbang dan nyaris terjatuh tapi setiap kali gadis muda itu berusaha membantunya, sebanyak itu pula Ziria mengabaikannya. Saat ini, ia pasti terlihat menyedihkan karena bagaimanapun dirinya adalah pengkhianat yang dicintai orang gila seperti Rowan dan hidup sampai sekarang karena belas kasih.

"Katakan saja, Ziria. Aku akan membantumu pergi kemanapun yang kamu inginkan. Jangan memaksakan diri."

Ah!

Sepasang tangan berkulit tan menelusup di ketiaknya dan ketika Ziria mendongak, ia mendapati Rowan mengulum senyum menyebalkan.

"Kalau begitu bawa aku ke Syremis."

Ziria menjawab penuh kebencian namun Rowan hanya mengedikkan bahu dan membopong Ziria untuk kembali ke tempat tidur.

"Kamu keluarlah dan bawakan makanan untuknya." Rowan mendelik tajam ke arah pelayan.

"B-baik, Yang Mulia."

Sekarang Rowan duduk di tepi ranjang sambil menatap lekat Ziria yang menyandar di punggung ranjang dengan kaki diselonjorkan dan enggan menatapnya.

"Kamu yakin akan kembali ke Syremis setelah melihat ini?"

Rowan mengeluarkan surat kabar dari laci nakas dekat sisi kiri kepala ranjang. Itu surat kabar yang dkeluarkan di Syremis dan dalam satu kedipan mata, tangan Ziria langsung menyambar surat kabar tersebut, hendak memastikan apakah Syremis baik-baik saja tapi betapa terkejutnya Ziria saat mendapati berita mengenai dirinya yang dicap sebagai pengkhianat yang lebih mementingkan keselamatan seorang diri.

Kenapa? Kenapa? padahal aku sudah mempertaruhkan segalanya untuk Syremis bahkan sampai memenuhi keingingan bajingan gila ini demi menyelamatkan sebagian dari kalian? Lalu, aku yakin kakak tidak akan percaya hal itu, tapi ... 

Kedua tangan Ziria sedikit gemetar sementara Rowan mengulum senyum. "Kamu sekarang adalah istriku. Kita sudah mengikat satu sama lain di Sanctia, jadi rumahmu adalah tempat dimana aku berada."

Rowan mengambil alih surat kabar lalu tersenyum pada Ziria namun satu tamparan justru dilayangkan oleh wanita itu ke wajahnya.

"Kamu yang melakukan semua ini, kan? Kamu pasti mengancam pendeta di Sanctia waktu itu untuk menyebarkan informasi palsu!"

Rowan yang hendak marah justru tergelak pendek kemudian kedua tangannya membingkai wajah Ziria yang terlihat kecil, rasanya Rowan bisa menghancurkan tulang rahang Ziria jika menangkupnya terlalu kuat.

"Ah, itulah salah satu hal yang sangat aku suka darimu, Ziria. Kamu sangat pintar sampai bisa menebak sejauh itu."

Rowan tidak membunuh sang pendeta tapi menawan istri dan anaknya dengan imbalan kebebasan namun syaratnya sang pendeta harus mengatakan pada perusahaan surat kabar bahwa Ziria menikahi Rowan demi pengampunan nyawa untuk diri sendiri.

"Sebaiknya istirahatlah sebanyak mungkin sampai pulih karena kamu harus menyiapkan diri untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang istri."

...BERSAMBUNG .....

BAGIAN 02

...SELAMAT MEMBACA...

Sudah tiga hari berada di Istana Sol sembari memulihkan diri tidak membuat Ziria lebih baik. Wanita itu menjelajahi setiap sudut istana tapi ada beberapa tempat yang tidak boleh dimasuki.

Namun setidaknya ia tampak bersyukur karena sejak kemarin Rowan tidak menunjukkan batang hidung dan yakin bahwa pria itu sibuk mengurus masalah internal setelah membawanya kemari. Semua orang pasti tidak akan menerima bahwa putri kerajaan musuh dijadikan selir.

Mereka pasti mengatakan, 'bagaimana jika ja*lang itu mengkhianati anda?!' atau 'apa anda berniat menjatuhkan harga diri Vetezia dengan menjadikan wanita itu seorang selir?!

Ziria mengembuskan napas lalu matanya beralih pada pelayan muda yang telah diganti. Namanya adalah Donna, memiliki tubuh tegap, tinggi, sorot mata tegas dan selalu mengawasi gerak geriknya. Melihat dari bagaimana tangan Donna saat menuang teh, Ziria sudah bisa menebak bahwa dayang itu adalah orang terlatih dalam bertarung, mungkin seorang kesatria wanita.

Rowan benar-benar menaruh penjagaan ketat padaku! Sial!

"Apakah di Vetezia tidak ada sesuatu mengenai sihir?" Ziria bertanya.

Sejak pagi ia berada di perpustakaan, membaca beberapa buku tentang Vetezia yang dikenal sebagai kerajaan yang wilayahnya sering diserang monster.

Donna diam sejenak, matanya bergerak mengamati rak-rak kayu raksasa yang disesaki buku-buku. "Saya tidak tahu."

Ck, dia menunjukkan kebenciannya secara terang-terangan.

Mata dayang itu memicing tak senang, menjawab sambil mengarahkan mata ke tempat lain kemudian kepalanya sedikit terangkat angkuh. Ziria juga tidak mau mempermasalahkan hal semacam itu, lagi pula ia tidak berharap dicintai atau disukai oleh orang disitu.

Mendengar hembusan napas Ziria, alis Donna sedikit menukik kesal. Wanita berstatus selir di depannya masih tetap tenang dan anggun sambil melanjutkan baca buku ketika dirinya menjawab tak sopan dan bertingkah angkuh.

"Kami memiliki beberapa orang diberkati sihir. Berbeda dengan Kerajaan Pengkhianat yang penyihirnya berserakan dijalanan, kami hanya memiliki segelintir orang berbakat di bidang itu."

Mata Ziria langsung berbinar. "Apakah kalian juga memiliki semacam menara sihir? Atau pusat penelitian dimana orang-orang berbakat itu berada?"

Donna mengernyit bingung karena Ziria tiba-tiba bersemangat. Yah, Donna berpikir mungkin karena sihir memiliki korelasi yang kuat dengan Syremis.

"Tentu saja. Kami bahkan memiliki beberapa tempat semacam itu dan tidak kalah dengan Kerajaan Pengkhianat."

"Ehem! Dimana kita bisa menemukannya?" Ziria berdehem sambil fokus membaca kembali, berpura-pura tidak terlalu tertarik.

"Aku tidak akan memberitahumu karena bisa saja kamu merencanakan hal buruk."

Ziria menahan decakan. Tentu saja dia akan melakukan hal buruk tapi itu tidak akan menyakiti orang lain karena mungkin hanya sedikit merugikan. Mana adalah energi yang dimiliki semua makhluk hidup namun tidak semua bisa menggunakannya dengan baik. Jika sungguh ada pusat penelitian sihir di Vetezia, Ziria yakin batu Mana melimpah ruah disana mengingat bahwa banyak monster kuat yang memiliki batu Mana di dalam tubuh dan Mana yang berada dalam batu tersebut bisa diserap.

Dengan menyerap mana dari batu-batu itu ... aku yakin bisa memulihkan inti manaku sedikit demi sedikit lalu menggunakan sihir teleportasi.

...***...

Bersama rombongannya, Rowan baru kembali ke Istana Sol setelah meladeni ocehan para orang penting di istana pusat. Sungguh hari ini membuat kepalanya berdenyut ditambah Ziria langsung menghindar setelah melihat kedatangannya.

Sebelum hari benar-benar petang, Rowan memanggil Donna ke dalam ruang kerja kemudian menanyakan tentang apa saja yang Ziria lakukan selama ia tidak ada.

"Nyonya menanyakan sesuatu tentang sihir. Dia juga tampak tertarik dengan menara sihir atau semacamnya."

Ekspresi Rowan berubah. Lelah yang tergantung di wajahnya sedikit tercampur keterkejutan dan ketakutan samar. Namun, pria berusia 30 tahun tersebut langsung menormalkan raut wajahnya kemudian meminta Donna untuk memanggil Ziria turun makan malam bersamanya.

Sekarang, di atas meja panjang telah tersaji jamuan makan malam. Ditemani cahaya dari sihir penerang yang terperangkap dalam ruang kaca pada lampu gantung hias yang tersemat di atas langit-langit ruang makan, Ziria tidak mengeluarkan sepatah kata pun pada pria berkulit tan yang tidak menunjukkan wajah sejak kemarin tapi sekarang sudah duduk jauh di seberangnya dengan mata tidak pernah lepas darinya.

"Sepertinya kedatanganku justru membuatmu murung." Rowan berkomentar.

Ziria melirik Rowan sejenak lalu kembali fokus mengunyah, enggan menjawab dan itu memancing emosi para pelayan yang setia berdiri tak jauh dari mereka.

Rowan menyeringai tipis sambil menompang wajah, menatap Ziria cukup intens. "Kamu sudah cukup pulih. Jadi, malam ini kita akan tidur bersama."

Mata Ziria terbelalak kemudian ditatapnya Rowan dengan berang. Dia bangkit berdiri meninggalkan kursi tapi Rowan bergerak seperti hembusan angin dan sudah meraih tubuh Ziria dari belakang dan mendekapnya. Para pelayan di sana menerima delikan tajam dari Raja Vetezia tersebut sehingga undur diri dari ruang makan sementara Ziria berusaha menyingkirkan tangan besar yang melingkar di perutnya.

"Jangan menyentuhku lebih dari in—"

Perkataan Ziria terputus bersama sapuan lembut dari bibir tebal Rowan di tengkuknya. Pria itu dengan berani memutar paksa tubuh Ziria hingga saling berhadapan. Kilat kemarahan di mata biru Rowan semakin jelas sedangkan Ziria menahan napas sesaat, wajah Rowan terlalu dekat.

"Aku tidak minta persetujuanmu."

Rowan lantas membopong Ziria, meninggalkan makan malam begitu saja, berjalan menuju kamar.

"Aku bilang tidak! Jika kamu melakukannya, aku akan membunuh diriku sendiri!"

Ziria meraung setelah tubuhnya dilempar ke ranjang. Wanita berambut blonde dengan mata bak permata zamrud tersebut duduk di ranjang sambil menggigit lidah hingga berdarah. Rowan terkejut dan langsung memasukkan ibu jari demi mencegah gigi-gigi itu menjepit lidah.

"Sialan! Apa kamu gila?!"

Urat leher Rowan timbul dan mengencang bersama suara yang ditinggikan. Raja Vetezia tersebut tidak peduli bahwa ibu jarinya terluka saat Ziria berganti mengigit ibu jarinya.

"Kita hanya akan tidur bersama. Aku tidak akan melakukan hubungan badan, apa kamu sudah bisa tenang!" bentak Rowan.

Mata Ziria makin nyalang, menyiratkan keraguan amat besar sementara Rowan yang masih terkejut setengah mati atas tindakan Ziria mulai memikirkan hal lain. Wanita yang tengah menggigit ibu jarinya itu terlihat seperti kucing yang marah dan hendak mencakarnya kapan saja.

"Jika kamu mati, aku akan melahap habis sisa Syremis."

Ziria tersentak kemudian langsung membebaskan ibu jari Rowan dari mulutnya.

"Lihat itu, kamu sungguh menyebalkan." Rowan menarik dagu Ziria kemudian menjulurkan ujung lidah untuk membersihkan noda darah di sudut bibir wanita itu.

Tsk!

Rowan menyebikkan bibir saat Ziria langsung mendorong dada bidangnya, membuat jarak di antara mereka.

"Tidurlah di sisi kanan."

Rowan lantas beranjak, berjalan menuju lemari dan menanggalkan seluruh pakaian tanpa peduli bahwa Zirian masih di sana. Saat pakaian atas telah ditanggalkan, punggung lebar dan berotot Rowan tampak mengkilap di bawah cahaya lampu, tapi banyak bekas sayatan lebar dan panjang di punggung pria itu.

"Apa itu semua didapat dari pertarungan melawan monster?" Ziria bertanya-tanya.

"Menolak setiap sentuhanku, tapi matamu seolah hendak menerkamku. Apa aku salah, Istriku?" Rowan sedikit menoleh, menatap Ziria sambil tersenyum mengejek.

...BERSAMBUNG ......

BAGIAN 03

...SELAMAT MEMBACA...

"Apa kalian sudah tahu?"

"Pasti tentang Yang Mulia dengan selir baru, kan?"

"Ya. Mereka tidur bersama dan selir itu masih berada disana sepanjang malam!"

Kehebohan sudah melingkup Istana Sol sejak pagi hari. Seorang pelayan tanpa sengaja masu ke kamar Rowan untuk melakukan pekerjaan seperti biasa, tapi matanya justru menangkap Rowan tidur sambil mendekap Ziria, keduanya begitu lelap.

"Apakah kalian akan terus bergosip?"

Ah!

Para pelayan terkejut saat wanita setengah baya muncul sambil memegang tongkat kecil. Itu adalah Ersla, kepala dayang di Istana Sol dan dialah yang mengatur seluruh dayang dan pelayan di kediaman ini berbeda dengan Odian, pria paruh baya yang menjabat sebagai kepala pelayan. Odian bertugas mengelola keperluan rumah tangga dalam istana, merangkap banyak tugas termasuk mendisiplinkan pekerja di istana.

Sementara itu, Paviliun et Luna sudah dibersihkan dan ditempati oleh Ziria. Kamar mewah dan lapang tempatnya berada tidak memicu sedikitpun rasa senang.

"Seharusnya Anda tersenyum lebar menempati Et Luna."

Ziria yang duduk di hadapan meja rias menatap pantulan cermin dari Donna yang fokus menata rambutnya.

"Apa kamu akan senang saat menjadi diriku?"

Donna tersentak, pergerakannya tampak berhenti saat tak sengaja menangkap sorot mata tersinggung dari wanita itu.

"Permaisuri bahkan tidak diperbolehkan memasuki Et Luna, seolah ini sudah dipersiapkan untuk Anda." Donna kembali melirik ke arah cermin.

"Aku tidak peduli hal itu."

Ziria lantas berdiri setelah Donna menyelesaikan pekerjaannya. Dalam balutan gaun sederhana yang membentuk lekuk tubuh idealnya, Ziria tampak begitu anggun dan menawan, lengkap dengan sorot mata tegas dan penuh intimidasi.

Tidak heran jika Yang Mulia tergila-gila padanya.

Donna tahu bahwa wanita yang berdiri di depannya adalah penyihir tingkat tinggi, seseorang yang mungkin akan disebut penyihir agung di Kerajaan Vetezia, tapi saat ini wanita itu hanyalah sebuah cangkang kosong, tidak ada keahlian hebat apapun kecuali kecantikan dan kepribadian yang membuat majikannya tergila-gila.

"Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan tentangku, tapi ..."

Napas Donna tercekat saat Ziria meletakkan tiga jari di titik vital pada lehernya. " ... itu pasti bukan hal yang buruk."

Ziria tersenyum tipis sambil menjauh sementara kedua tangan Donna secara tak sadar telah bersiap mencabut pedang yang tersampir di pinggang. Jelas bahwa Ziria mengeluarkan energi membunuh, bukan candaan tapi kenapa tiba-tiba? Donna bergidik.

"Sekarang kamu bisa keluar. Aku mau sendirian saja di kamar," perintah Ziria.

Donna tidak banyak bicara lagi dan segera pergi dari sana namun sebelum itu ia memastikan bahwa semua jendela dan pintu telah terkunci sedangkan di dalam sana, senyum Ziria terulas amat lebar.

"Lengah sekali."

Dalam genggaman tangan kirinya terdapat batu Mana hexagonal sebesar ibu jari wanita dewasa. Sejak Donna masuk untuk melayaninya, Ziria merasakan Mana terpisah menguar dari wanita itu, bukan Mana dari dalam tubuh, tapi dari benda lain namun siapa sangka itu adalah batu Mana yang cukup bagus.

"Sepertinya dia tidak menyadari bahwa ini ada di saku roknya atau dia sengaja? Yah, aku tidak peduli karena ini sangat menguntungkan bagiku."

Ziria bersenandung kecil lalu mulai memposisikan diri duduk bersila tegap di atas karpet, menimang batu tersebut di kedua tangan yang bertumpu lalu memejamkan mata untuk menyerap Mana dari batu tersebut.

Kekh!

Persendian Ziria mengencang. Batu kecil itu menyimpan Mana tidak biasa dan langsung bergerak tak tentu dalam aliran tubuhnya. Ziria berusaha fokus, mengontrol fungsi tubuh dan mencari pusat Mana yang berpusat pada tengah perutnya. Perlahan penglihatan alam bawah sadar Ziria terbuka, sebuah inti mana berbentuk kelereng biru yang diselimuti retakan tertangkap oleh indera keenamnya. Penuh kehati-hatian Ziria lantas menyerap Mana secara perlahan untuk mengisi celah pada tiap retakan pada inti Mana namun tubuhnya belum terlalu kuat untuk menerima semua itu hingga terjadi efek samping cukup fatal.

Huph! Ah!

Batu mana terlepas dari tangannya bersama tubuh nyaris terantuk saat memuntahkan darah. Keringat sebesar biji jagung bermunculan di tubuhnya, menandakan bahwa energinya amat terkuras padahal ia yakin baru menyerap mana selama lima menit.

Sial! padahal sedikit lagi! Aku harus menyerapnya lebih lama!"

Dalam kesadaran yang kian menipis, ujung jemari Ziria berusaha meraih batu yang masih menyisakan sedikit Mana tersebut namun saat sedikit lagi mendapatkannya, batu tersebut hancur di bawah sepatu hitam mengilap milik seseorang.

Ziria menengadah untuk menatap siapa pelakunya namun kesadaran yang semakin meredup membuat pandangannya buram.

"Wanita ini!"

Rowan baru saja datang untuk menjemput Ziria sarapan bersama, tapi saat masuk, ia malah mendapati pemandangan yang membuat emosinya tersulut.

"Apa yang kamu lakukan?!"

Rowan mencengkeram kuat rahang Ziria, tidak peduli bahwa rintihan mulai terdengar samar dari mulut wanita tersebut.

"Sialan! Aku sudah bersikap baik sejauh ini, tapi kamu masih berniat kabur dariku?!"

Ah!

Ziria meringis saat Rowan menyeret paksa tubuhnya ke atas ranjang. Di saat kesadarannya melemah, ia melihat pria itu menanggalkan kemeja dan berada di atas tubuhnya dengan kedua tangan berada di sisi kepalanya.

"Jangan berani menyentuhk—"

Bibir kering Ziria yang berusaha melontarkan penolakan segera lembab oleh sapuan kasar dan panas dari Lidah Rowan. Tanpa permisi dan lembut, pria berkulit tan dengan tubuh kekar penuh luka tersebut mendesak Ziria untuk merespon setiap sentuhannya. Namun yang bisa Ziria lakukan hanyalah mencengkeram sekuat tenaga lengan besar Rowan agar berhenti menyentuhnya lebih dari itu.

...***...

Ah!

Ziria terkejut, sepasang matanya terbelalak setelah sadar sepenuhnya namun ketika matanya bergerak untuk melihat kondisi sekitar, kamarnya tidak memiliki penerangan sama sekali lalu pintu balkon terbuka lebar.

Balkon tidak kosong. Rowan berdiri menggunakan piyama tidur hitam dengan V kneck panjang yang mengekspos dada bidang serta otot perut dan di tangan kanan Rowan terdapat piala berisi wine, ia terlihat mengusir rasa dongkol dengan menikmati udara dingin di malam hari sedangkan Ziria yang mengingat semuanya setelah menyerap Mana dari batu tersebut tampak panik dan hendak menghampiri Rowan, memaki pria itu karena telah menyentuhnya saat tidak berdaya namun, saat bergerak terdengar bunyi rantai yang cukup bising.

Apa-apaan ini?! 

Ziria melotot saat menyadari kedua tangan dan kakinya dirantai sedangkan Rowan yang menangkap suara itu langsung meninggalkan balkon dan menghampiri Ziria yang telah duduk di atas ranjang dalam kondisi tubuh telanjang yang hanya tertutup selimut. Walau hanya dibantu cahaya minim dari bulan yang memancar dari arah balkon, Rowan bisa melihat jejak-jejak yang ia tinggalkan di tubuh wanita itu.

"Jika tidak sedikit lebih cepat, mungkin aku sudah kehilanganmu." Mata biru Rowan tampak berkilau saat menghalangi cahaya bulan di balik punggungnya sedangkan Ziria menelan ludah dengan sulit.

"Baji*ngan gila! Kamu sudah menyentuhku seutuhnya, tapi masih menyinggung masalah itu?!" Ziria mengepalkan tangan, membiarkan buku-buku jarinya memucat.

"Aku tidak tahu sampai dimana kamu sudah memulihkan inti Mana, tapi aku yakin itu belum pulih seutuhnya jadi kamu tidak akan bisa kabur karena rantai itu memiliki sihir pengekang yang kuat."

Ziria mengeritkan gigi disusul alis yang menukik curam melihat rantai tersemat pada kaki dan tangannya tampak mengilap saat terkena sedikit cahaya bulan. Ziria benar-benar ingin menghancurkan rantai itu tapi Rowan-lah yang paling bermasalah.

"Aku membencimu!" Ziria meraung.

Trang!

Rowan melempar asal piala berisi setengah wine bersamaan tangan kiri yang menekan kuat bahu Ziria hingga wanita itu terbaring kembali di kasur. Rowan menatap Ziria yang berada di bawahnya dan wanita itu sungguh memandangnya penuh kebencian.

"Sayangnya aku sangat menginginkanmu," balas Rowan.

...BERSAMBUNG ......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!