NovelToon NovelToon

Dendam Gadis Teraniaya

Awal mula.

.

.

.

Hai, hai, hai. Ketemu lagi dengan aku author abal abal. Aku membuat karya baru. Kali ini bertema wanita kuat, bully dan balas dendam.

Penasaran baca yuk! Langsung aja, ya.

.

.

.

Dipagi hari yang cerah, seorang gadis sedang mengayuh sepedanya. Dengan riangnya ia mengantar kue untuk dititipkan di warung-warung milik tetangganya.

Mentari nama gadis itu, seorang gadis yatim piatu yang hidup sebatang kara setelah kedua orang tuanya meninggal beberapa tahun lalu.

"Hari ini bikin kue apa, Tari?" tanya Bu Aminah.

"Kue brownies coklat Bu, hari ini tidak sempat buat banyak," jawab Mentari.

"Gak apa-apa, besok-besok bisa buat lebih," ucap Bu Aminah. Wanita paruh baya yang sudah menganggap Mentari sebagai anaknya sendiri.

"Tari berangkat sekolah dulu ya, Bu," pamit Mentari.

"Hati-hati ya, Nak," pesan Bu Aminah.

"Terimakasih Bu," ucap Mentari. Kemudian Mentari pun mengayuh sepedanya menuju sekolah.

Mentari Magdalena Perwira, gadis berusia 18 tahun. Yang kini bersekolah di sekolah swasta. Ia terpaksa pindah sekolah karena sering di-bully oleh teman sekolahnya. Merasa tidak tahan iapun pindah kesekolah yang baru. Berharap di sekolah ini nanti tidak akan ada pembullyan lagi.

Dengan semangat Mentari mengayuh sepedanya agar tidak terlambat. Karena ini adalah hari pertamanya masuk sekolah.

"Ah. Akhirnya sampai juga," monolog Mentari.

Mentari segera menyimpan sepedanya didekat parkiran khusus motor.

SMA xxxx adalah sekolah swasta untuk orang-orang kaya. Mentari harus bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekolah ini.

"Selamat pagi, dimana ruang Kepala sekolah?" tanya Mentari. Tapi yang ditanya malah ketus dan tidak menjawab.

Mentari hanya mengedikan bahunya, lalu melanjutkan langkahnya mencari ruangan Kepala sekolah.

"Kenapa siswa siswi disini tidak ada yang ramah?" gumam Mentari. Akhirnya iapun menemukan ruang Kepala sekolah.

Tok ... Tok. Mentari mengetuk ruangan tersebut.

"Masuk!" perintah suara dari dalam. Perlahan Mentari memutar handle pintu dan mendongakkan kepalanya.

"Selamat pagi, Pak," sapa Mentari.

"Selamat pagi," jawab Pak Kepala sekolah yang bernama Farid.

"Perkenalkan nama saya, Mentari Magdalena Perwira. Pindahan dari SMA negeri 1.

"Hmmm." jawab Pak Farid.

"Sekarang saya akan membawamu ke kelas 12 IPA A," kata Pak Farid.

Mentari pun mengikuti Pak Farid membawanya. Bel sekolah baru saja berbunyi menandakan bahwa siswa siswi segera masuk ke kelas mereka masing-masing.

"Selamat pagi, Bu Fitri," sapa Pak Farid.

"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bu Fitri.

"Saya membawa siswi baru, pindahan dari SMA negeri 1," jawab Pak Farid.

"Suruh dia masuk, Pak," kata Bu Fitri.

Mentari pun disuruh masuk oleh Pak Farid. Mentari hanya tertunduk tanpa berani menatap mereka. Setelah itu Pak Farid pun pergi.

"Anak-anak. Perkenalkan dia adalah siswi baru, perkenalkan nama kamu," ucap Bu Fitri.

"Hai teman teman, perkenalkan nama saya Mentari Magdalena Perwira. Saya pindahan dari SMA negeri 1," ucap Mentari memperkenalkan diri.

"Saya harap kalian semua bisa menerima saya sebagai teman," ucapnya lagi.

"Sekarang silahkan duduk," ucap Bu Fitri.

Mentari pun menuju kursi kosong. Meskipun merasa canggung, ia tetap memberanikan diri. Para siswa siswi memandang sinis kearah dirinya. Karena pakaian yang ia kenakan berbeda jauh dari siswi yang ada disini.

"Orang miskin bisa-bisanya sekolah disini," cibir Siska.

"Kita lihat saja, sampai dimana ia bisa bertahan," Priscilla menimpali.

"Kita akan buat dia menyesal sudah masuk ke sekolah ini," ucap Aprilia.

"Sekarang kita mulai pelajaran," ucap Bu Fitri.

Pelajaran pertama pun dimulai. Para siswa siswi pun belajar, ada juga yang bermain-main. Mereka semua anak orang kaya, hanya Mentari lah yang berbeda.

Satu setengah jam pelajaran pertama pun usai. Jam istirahat pertama pun dimulai. Semua keluar dari kelas menuju kantin.

Hanya Mentari yang pergi ke taman sekolah. Dengan bekal yang ia bawa, ia ingin makan disana.

"sepertinya disini para siswa siswi nya kurang bersahabat. Tidak beda jauh dengan sekolah ku yang dulu," batin Mentari.

"Tapi aku harus bertahan agar bisa lulus dengan baik," batinnya lagi. Kemudian iapun mulai makan.

Bel sekolah kembali berbunyi pertanda waktu istirahat sudah habis. Mentari sudah berada didalam kelas, karena ia tidak ingin memberikan kesan buruk dihari pertamanya masuk sekolah.

"Selamat siang anak-anak," sapa Pak Bakri.

"Selamat siang, Pak," jawab mereka serempak.

Pak Bakri pun memulai belajar mengajarnya. Para siswa siswi tidak ada yang berani dengan guru yang satu ini. Selain tegas ia juga terlihat sangar.

Mereka pun memulai pelajaran yang diberikan oleh guru tersebut. Mentari termasuk murid yang pintar, jadi ia tidak kesulitan untuk mengerjakan tugas tersebut.

"Kalau sudah selesai, segera dikumpulkan," ucap Pak Bakri. Mentari yang lebih dulu bangkit, karena tugasnya sudah selesai.

"Boleh juga tuh anak," batin Ferdinan. Siswa paling tampan di sekolah ini.

Setelah meletakkan tugasnya diatas meja guru, Mentari kembali ke bangkunya.

Tidak berapa lama bel sekolah berbunyi kembali menandakan pelajaran selesai. Dan para siswa siswi pun segera mengumpulkan tugas mereka, meskipun ada yang belum selesai.

"Hai...." sapa Ferdinan. Mentari menoleh.

"Kamu memanggilku?" tanya Mentari.

"Hmmm. Boleh pulang bareng?" tanya Ferdinan basa-basi.

"Aku pakai sepeda," jawab Mentari tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Oh ... gua pake motor, gak apa-apa gua bareng loe," kata Ferdinan.

"Ada juga yang mau negur aku," batin Mentari.

Dari kejauhan ada sepasang mata sedang memperhatikan mereka. Ia pun mengepalkan tangannya.

"S*al. Sama gue, loe bersikap dingin. Sama anak baru loe bersikap hangat," batin gadis itu, siapa lagi kalau bukan Siska.

Siska adalah anak pemilik sekolah ini, tidak ada yang berani kepadanya. Kecuali Ferdinan yang selalu menolak ajakannya.

"Awas saja loe anak baru," gumam Siska sambil mengepalkan tangannya. Kemudian iapun pergi dari tempat itu.

"Ini sepedamu?" tanya Ferdinan saat mereka sudah tiba diparkiran.

Secara kebetulan, sepeda milik Mentari letaknya berdampingan dengan motor milik Ferdinan.

"Oh ya. Kita dari tadi belum kenalan," kata Ferdinan.

"Perkenalkan, namaku Ferdinan Putra Prianggoro," ucap Ferdinan memperkenalkan dirinya.

"Kamu sudah tau, kan. Siapa namaku?" tanya Mentari.

"Hmmm, aku tau," jawab Ferdinan tanpa ia sadari panggilannya berubah menjadi aku kamu.

"Namamu Mentari, nama yang bagus seperti orangnya," kata Ferdinan.

"Biasa aja, yuk jalan," ajak Mentari.

Sebenarnya Mentari mudah akrab dengan seseorang. Hanya saja mereka tidak ada yang ingin berteman dengannya. Hanya karena ia miskin.

Mentari pun mengayuh sepedanya dan disampingnya Ferdinan membawa motor dengan sangat pelan.

"Kenapa kau mengikuti ku?" tanya Mentari.

"Suka-suka aku lah," jawab Ferdinan.

"Terserah kamu deh," ucap Mentari pada akhirnya.

.

Baru permulaan ya readers semua. Jadi belum seru. Kalau suka dukung ya. Terimakasih.

.

.

.

Mendapat masalah.

.

.

.

Ferdinan mengikuti Mentari hingga kerumahnya. Rumah kecil yang ia beli dengan uang peninggalan orang tuanya. Itupun sudah sangat bersyukur bagi Mentari.

"Ini rumahmu?" tanya Ferdinan. Mentari mengangguk.

"Jelek dan kecil," jawab Mentari.

"Gak apa-apa yang penting ada tempat berteduh," ucap Ferdinan.

"Terimakasih, ya. Sudah mau mengikuti aku sampai sini," ucap Mentari.

"Iya. Sama-sama, aku pulang," pamit Ferdinan.

"Fer!" panggil Mentari. Ferdinan menghentikan langkahnya kemudian menoleh.

"Untuk mu," ujar Mentari. Lalu memberikan kotak berisi kue yang ia bawa tadi.

"Kalau mau, makanlah. Kalau tidak mau, buang saja," ucap Mentari.

"Terimakasih," ucap Ferdinan.

"Aku pulang," katanya berpamitan. Mentari mengangguk.

Setelah itu Ferdinan pun pergi tanpa menoleh lagi. Mentari memilih masuk kedalam rumah.

"Sepertinya dia pria yang baik," gumam Mentari.

Kemudian iapun melaksanakan pekerjaannya, yaitu membereskan rumah dan sebagainya. Baru setelah itu ia mandi dan beristirahat.

Ferdinan tiba di mansion. Ia turun dari motornya yang sudah terparkir.

"Sudah pulang?" tanya Marshanda mamanya Ferdinan.

"Hmmm," jawab Ferdinan.

"Ya sudah langsung mandi sana, setelah itu kita makan," ucap Marshanda.

Ferdinan menyerahkan kotak berisi kue pemberian Mentari. Marshanda pun membukanya.

"Kamu beli, sayang?" tanya Marshanda.

"Seseorang memberikannya kepadaku Ma," jawab Ferdinan tanpa menoleh. Karena ia sudah berjalan menaiki tangga.

Marshanda tersenyum melihat putranya sudah mau berteman dengan seseorang. Karena yang ia tau, putranya sulit sekali bergaul dengan orang lain. Bahkan teman pria sekalipun.

Marshanda mengambil satu dan mencicipinya, "enak."

Satu kata yang keluar dari mulut wanita berusia 38 tahun itu. Tapi bila dilihat dia seperti baru berusia 20an tahun.

Bila ia berjalan dengan putranya, orang mengira bahwa mereka adalah kakak adik.

Ferdinan meletakkan tas miliknya diatas ranjang, ia berbaring sejenak diatas ranjang tersebut. Tangannya ia rentangkan keatas.

"Aneh. Kok aku bisa nyaman bila berdekatan dengannya," gumam Ferdinan.

Oya. Alasan Ferdinan menolak setiap perempuan dekat dengannya. Karena ia mengidap suatu penyakit kulit yang tidak bisa bersentuhan dengan perempuan. Sebab itulah ia menjadi tertutup pada orang disekitarnya.

Ferdinan tersenyum, kemudian secara perlahan-lahan matanya pun terpejam. Sementara sang mama yang sudah menunggu untuk makan pun merasa heran. Karena sudah hampir satu jam Ferdinan belum juga keluar dari kamarnya.

Marshanda yang penasaran pun segera kekamar putranya. Marshanda hanya menggeleng kepala saat melihat putranya tertidur tanpa melepas sepatu dan pakaian seragam sekolah.

Marshanda tidak ingin mengganggu pun segera kembali ke meja makan. Tadinya ia ingin makan bersama putranya. Tapi tidak jadi.

Sementara Mentari sedang menemui Bu Aminah untuk melihat jualan kuenya.

"Ehh. Nak Mentari," ucap Bu Aminah.

"Bagaimana Bu? Apa kuenya laku?" tanya Mentari.

"Laku atuh, Nak. Wong kuenya uenak kok," jawab Bu Aminah.

"Alhamdulillah ya Bu," ucap Mentari.

"Iya. Besok dibanyakin ya, Nak. Baru 2 jam saja kuenya sudah ludes semua," kata Bu Aminah sembari menyerahkan uang hasil penjualan kue tersebut.

"InsyaAllah Bu," ucap Mentari.

"Kalau begitu aku mau belanja, Bu," ucap Mentari.

"Silahkan ambil sendiri, kalau tidak cukup uang bisa ngutang dulu," kata Bu Aminah.

Mentari tersenyum. Ia merasa bersyukur dipertemukan dengan orang baik seperti Bu Aminah.

Setelah selesai belanja, Mentari pulang kerumahnya.

Keesokan harinya seperti biasa, Mentari mengantar kue sebelum pergi ke sekolah. Kali ini ia membuat kue lebih banyak dari kemarin. Setelah itu baru ia pergi kesekolah dengan sepeda yang selalu menemaninya kemana-mana.

Sementara di mansion keluarga Prianggoro. Ferdinan sedang sarapan bersama keluarganya.

"Fer, teman kamu beli dimana kue yang kemarin?" tanya Marshanda.

"Dia bikin sendiri Ma," jawab Ferdinan.

"Kue?" tanya Ferdy sang papa.

"Yang semalam Papa makan itu loh," jawab Marshanda.

"Masih ada Ma?" tanya Ferdinan.

"Kalau gak salah masih ada satu didalam kulkas," jawab Marshanda.

Ferdinan pun bangkit dari duduknya dan berjalan kearah kulkas. Ia melihat ada satu potong kue, dan mencicipinya.

"Ternyata memang enak, pantas saja Mama suka. Dan tidak terlalu manis, lumer di mulut," gumam Ferdinan. Lalu melahap habis kue tersebut.

Ferdinan pun berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi kesekolah. Dengan mengendarai motor, Ferdinan menancap gas agar secepatnya tiba di sekolah.

"Lima menit lagi pintu gerbang akan tertutup," gumam Ferdinan saat ia sudah tiba disekolah.

Kebetulan Mentari pun baru selesai menyimpan sepedanya. Beberapa pasang mata melihat keduanya dari kejauhan.

"Kue pemberianmu enak. Terimakasih," ucap Ferdinan saat keduanya ingin masuk.

"Mamaku dan Papaku juga suka," ucap Ferdinan lagi.

"Syukur deh kalau begitu. Aku pikir orang kaya seperti kalian tidak menyukainya," ujar Mentari.

"Awas saja loe cewek miskin," ucap Siska sambil mengepalkan tangannya.

"Bagaimana kalau nanti pulang sekolah kita kerjain dia," usul Aprilia.

"Ide bagus, mari masuk kelas," ajak Siska.

"Dia tidak tahu berurusan dengan siapa?" tanya Priscilla.

"Yang pasti, dia akan mendapat masalah bila berurusan dengan gue," jawab Siska.

Siska tersenyum sinis. Banyak rencana jahat bersarang di otaknya.

Bel sekolah pun berbunyi pertanda akan segera dimulai pelajaran. Siswa siswi segera masuk kedalam kelas masing-masing. Hanya Mentari yang masuk terlebih dahulu.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Bu Fitri.

"Selamat pagi Bu guru," jawab mereka serentak.

"Hari ini kita ujian dadakan," kata Bu Fitri.

"Huuuu" teriak mereka semua. Hanya dua orang yang terdiam, yaitu Ferdinan dan Mentari.

"Jangan bilang kalian tidak belajar," kata Bu Fitri.

"Ibu tidak bilang kemarin-kemarin," ucap siswa 1.

"Haruskah Ibu bilang dulu baru kalian mau belajar?" tanya Bu Fitri.

"Bukan begitu Bu, setidaknya kalau Ibu kasih tau. Kita bisa siap-siap," ucap siswa 2.

"Baiklah, sekarang kalian kerja soalan yang sudah Ibu bagikan, Ibu beri kalian waktu 90 menit dari sekarang," ucap Bu Fitri.

"Baik Bu," jawab mereka serentak.

Mentari pun mulai fokus menjawab soalan yang diberikan oleh Bu Fitri.

"Aku harus semangat," gumam Mentari dengan pelan, agar tidak terdengar murid lain.

Ferdinan sesekali menoleh ke Mentari. Hal itu tidak luput dari pantauan Siska dan kedua temannya.

"Awas saja loe cewek s*alan, akan gue buat loe dikeluarkan dari sekolah ini," batin Siska sambil mengepalkan tangannya kuat dibawah meja.

"Loe sudah menarik perhatian cowok gue, maka bersiaplah untuk menerima balasan dari gue," batin Siska lagi.

Akhirnya Siska tidak fokus dalam pelajaran. Karena di otaknya hanya tersimpan rencana-rencana jahat.

Waktu satu jam sudah terlewati, Siska belum menjawab satupun soalan yang diberikan oleh guru. Hanya karena ia anak pemilik sekolah ini. Jadi tidak ada yang berani menegurnya. Para guru masih sayang dengan pekerjaan mereka.

Mentari sudah selesai menjawab semuanya, sekarang ia ingin menyerahkan kertas jawaban ke meja guru. Di susul oleh Ferdinan yang juga sudah selesai.

Waktu berlalu, hingga kini jam pelajaran sudah usai. Mereka semua bersiap-siap untuk pulang.

Saat tiba di tempat parkir, seseorang memukul Mentari dari belakang. Hingga tidak sadarkan diri.

.

Kalau suka dukung ya. Semoga kalian semua tidak kecewa. Maklum saja aku ini baru belajar.

.

.

.

Dianiaya.

.

.

.

Mentari membuka matanya. Ia menatap sekeliling dan merasa asing.

"Ini dimana? Tadi aku diparkiran untuk mengambil sepeda. Mengapa ada disini?" batin Mentari.

"Sudah sadar loe?" tanya Siska. Ketiganya pun mendekat kearah Mentari yang masih terlihat lemah.

"Apa yang kalian lakukan kepadaku?" tanya Mentari.

"Hahaha. Pertanyaan macam apa itu?" tanya Aprilia.

"Dengar ya cewek kismin. Mulai sekarang loe jauhi cowok gua, Ferdinan. Kalau tidak, loe terima sendiri akibatnya," ancam Siska.

"Tapi aku tidak pernah dekat-dekat dengan Ferdinan. Aku hanya secara tidak sengaja bertemu dengannya dan jalan bersama. Itupun tidak terlalu dekat," jawab Mentari.

"Aku tidak peduli, yang penting jauhi Ferdinan, mengerti...!" Bentak Siska.

"Hajar aja Sis," ucap Priscilla mengompori.

Siska kemudian menjambak rambut Mentari. Dan membenturkan kepalanya Kedinding gudang tersebut. Kening Mentari pun berdarah. Kembali ia tidak sadarkan diri.

Siska dan kedua sahabatnya pun pergi dari tempat itu.

Sementara Ferdinan sedang menunggu Mentari diparkiran. Ia melihat sepeda Mentari masih ada disitu. Dan tidak bergerak sama sekali. Ferdinan yakin kalau Mentari belum pulang.

Ferdinan kembali masuk kekelas. Dan tidak mendapati siapa-siapa disana. Ferdinan kembali ketempat parkir. Dan menemukan tas milik Mentari tergeletak ditanah.

"Apa yang terjadi dengan Mentari? Tadi aku tinggal sebentar ke toilet, tapi dia sudah tidak ada," batin Ferdinan.

Ferdinan mencoba menghubungi Mentari, tapi ia baru sadar tidak mempunyai kontak Mentari.

"Dimana kamu sebenarnya, Mentari?" batin Ferdinan.

Ponsel Ferdinan pun berdering pertanda panggilan masuk. Ferdinan melihat ponselnya yang ternyata dari sang Mama.

"Halo Ma," jawab Ferdinan.

"Halo sayang, cepat kerumah sakit. Papamu kecelakaan," ucap Marshanda dengan nada gemetar.

"Baik Ma, Mama tenang saja ya, Papa tidak akan kenapa-kenapa," ucap Ferdinan.

Ferdinan pun segera pergi kerumah sakit. Tas Mentari pun ikutan dia bawa. Ferdinan seperti orang gila membawa motornya. Dengan kecepatan tinggi tanpa menghiraukan bahaya yang mungkin bisa saja menimpa dirinya.

"Bagaimana keadaan Papa, Ma?" tanya Ferdinan saat sudah berada di rumah sakit.

"Belum tau, dokter masih memeriksanya didalam," jawab Marshanda yang masih menangis sesenggukan.

Ferdinan pun memeluk Mamanya dan berusaha untuk menenangkan nya.

"Mama tenang saja, ya. Papa akan baik-baik saja," ucap Ferdinan sambil mengusap lembut pundak sang Mama.

"Kemana sebenarnya Mentari? Apa yang terjadi padanya?" batin Ferdinan.

Dalam pikirannya masih memikirkan nasib Mentari, yang belum ia ketahui sekarang ada dimana?.

"Fer!" panggil Marshanda. Tapi Ferdinan seperti tidak mendengar.

Marshanda meleraikan pelukannya. Dan melepaskan diri dari pelukan putranya itu.

"Ferdinan!" panggil Marshanda lagi.

"Ah, ya Tari, ada apa?" tanya Ferdinan.

"Siapa Tari, Nak?" tanya Marshanda curiga.

"Bukan ... Bukan siapa-siapa," jawab Ferdinan mengalihkan pandangannya kearah lain.

Marshanda semakin curiga melihat tingkah anaknya itu. karena tidak biasanya dia seperti itu.

"Ada apa sebenarnya? Bicara sama Mama," tanya Marshanda.

"Sebenarnya Mentari murid baru di sekolah kami, dan aku merasa nyaman berdekatan dengannya. Tapi tadi saat aku pergi ke toilet. Saat aku kembali ke parkiran, dia sudah tidak ada. Sementara sepedanya masih ada dan tas nya tergeletak ditanah," jawab Ferdinan.

"Kamu menyukai nya?" tanya Marshanda.

"Mama?!"

Marshanda tersenyum, "Mama yakin kalau kamu menyukainya," jawab Marshanda.

"Sudahlah, gak usah dibahas. lebih baik kita fokus pada keselamatan Papa," ucap Ferdinan. Padahal pikirannya tidak bisa menghilang dari memikirkan Mentari.

Pintu ruang operasi pun terbuka. Karena keadaan pasien cukup parah, jadi langsung dibawa keruangan operasi.

"Bagaimana keadaan Papa saya dok?" tanya Ferdinan.

"Alhamdulillah, Pak Ferdy selamat. Dan operasinya berjalan lancar. Karena kepalanya terbentur dengan keras membuat ia harus dioperasi," jawab dokter.

"Syukurlah," jawab Ferdinan dan Marshanda berbarengan.

"Oya, tolong diurus administrasi nya, karena sebentar lagi Pak Ferdy akan dipindahkan keruang perawatan," ucap dokter tersebut.

Ferdinan langsung kebagian administrasi, untuk mengurus biayanya.

"Fer, sebaiknya kamu pulang saja dulu, biar Mama yang menjaga Papamu," kata Marshanda.

"Tapi Ma ...."

"Bilang pada pelayan untuk menyiapkan pakaian ganti untuk Papa dan Mama," potong Marshanda.

Ferdinan tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah mamanya. Ferdinan pun pulang ke mansion dengan pikiran yang masih tertuju kepada Mentari.

"Mengapa pikiran ku selalu padanya?" batin Ferdinan.

"Mentari sebenarnya apa yang terjadi padamu?" batin Ferdinan.

Ferdinan pulang ke mansion dengan mengendarai motornya.

Saat diperjalanan, hampir saja ia tertabrak mobil karena pikirannya kurang fokus.

"Aish, ada apa denganku," gumam Ferdinan.

Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju mansion. Setibanya di mansion. Ferdinan buru-buru masuk kedalam rumah.

"Bik...." panggil Ferdinan dengan berteriak.

"Iya tuan muda, ada apa?" tanya pelayan yang bernama Darsih.

"Bik, tolong siapkan pakaian untuk Papa dan Mama, sekarang," perintah Ferdinan.

"Baik tuan muda, saya akan siapkan," jawab Darsih.

Ferdinan kemudian naik keatas kekamarnya. Ia ingin mandi, setelah itu baru kembali ke rumah sakit.

Sementara didalam gudang...

Siska dan kedua temannya datang lagi, mereka menyiksa Mentari dengan brutal. Jeritan kesakitan menggema diruangan itu.

"Apa salahku pada kalian? Mengapa kalian memperlakukan aku seperti ini?" tanya Mentari.

Tapi ketiga gadis itu seperti kesetanan, mereka terus menyiksa Mentari.

"Salahmu adalah, karena kamu dekat dengan Ferdinan," ucap Siska sambil mencengkram erat rahang Mentari.

"Akh...." jerit Mentari. Mentari hanya bisa menangis.

Ia teringat lagi saat disekolah yang terdahulu. Ia juga di bully hampir setiap hari oleh rekan sekelasnya.

"Ya Tuhan, mengapa nasibku seperti ini? Aku tidak minta terlahir seperti ini Tuhan," batin Mentari.

"Kau cabut saja nyawaku Tuhan, jangan siksa aku seperti ini. Aku tidak sanggup," batin Mentari.

Semua itu hanya bisa Mentari ungkapkan dalam hati. Ia sendiri tidak tahu salahnya apa? Mengapa setiap ia bersekolah selalu diperlakukan seperti ini?.

Karena sudah tidak sanggup lagi. Mentari pun pingsan. Siska dan kedua temannya terlihat sangat senang.

"Mari kita pergi," ajak Siska. Ketiganya pun pergi dari tempat itu.

Disisi lain...

Ferdinan baru selesai mandi. Saat ini ia sedang berpakaian santai. Dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit lagi.

Ferdinan pun keluar dari kamarnya, dan berjalan menuruni tangga.

"Bik!" panggil Ferdinan.

"Iya tuan muda," sahut Darsih.

"Apa sudah siap semua?" tanya Ferdinan.

"Sudah, tuan muda. Saya simpan diruang tamu," jawab Darsih.

"Oya bik. Malam ini saya tidak pulang. Saya akan menunggu papa dirumah sakit," kata Ferdinan.

"Baik, tuan muda," ucap Darsih.

Ferdinan pun kembali ke rumah sakit. Kali ini ia mengendarai mobil sport miliknya.

Setelah keluar dari gerbang, Ferdinan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sehingga tidak butuh waktu lama ia sudah datang ke rumah sakit.

Ferdinan masuk tanpa mengetuk pintu. Dilihatnya sang Mama sedang duduk dikursi dekat ranjang rumah sakit.

Kepalanya disandarkan disisi ranjang tersebut. Tangannya mengelus-elus lengan suaminya.

"Bagaimana keadaan Papa?"

.

Baca ini harus sedikit bersabar. Karena dari awal pemeran wanitanya lemah. Tapi nanti dia akan menjadi kuat. Demi untuk membalaskan dendamnya.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!