Jims comperation
Perusahaan besar di negara Eropa, Laura Chow wanita 26 tahun berjalan di belakang pria yang berwajah tampan dan memiliki rahang yang tegas, pria yang sudah menikah satu tahun lalu dengan seorang wanita cantik yang berkibar di dunia entertainment.
Laura berjalan cepat saat keduanya sampai di depan pintu lift, wanita itu menekan tombol lift agar pintu terbuka.
Saat bosnya sudah masuk, Laura juga masuk tapi belum sempat menekan tombol lift suara teriakan seorang wanita menggema membuat Laura mengurungkan niatnya.
"Honey!"
Celine masuk dengan dengan wajah ceria dan senyum mengembang.
Bruk
Menubruk tubuh tegap suaminya Celine langsung mendaratkan kecupan di bibir Jimmy dengan lembut.
Laura yang berada dalam satu lift dengan sepasang suami istri itu hanya menunduk, karena hal seperti ini sudah biasa dia lihat bahkan lebih.
"Selamat siang Laura, bagaimana pekerjaan mu hari ini." sapa Celine dengan senyuman.
"Baik Nyonya," Balas Laura tak kalah ramah.
Celine bergelayut di lengan suaminya dengan tangannya yang mengusap dada bidang Jimmy. sedangkan Jimmy hanya diam sesekali pria itu mengusap pinggang Celine yang ramping.
"Baguslah, kau harus memastikan pekerjaan mu baik, agar suami ku ini tidak membuat mu kerepotan, bukan begitu honey." ucap Celine sambil mengusap rahang suaminya yang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus.
"Tanpa kau suruh dia sudah tahu apa yang harus dia kerjakan, aku menggunakan dia karena kinerjanya yang bagus." Suara datar nan serak itu terdengar seksi ditelinga Celine, membuat wanita itu sedikit kesal.
Jimmy adalah pria tampan dan panas, mendengar suaranya saja sudah membuat semua wanita menjerit histeris, dan suara Jimmy selalu Laura dengarkan setiap waktu beruntung sekali bukan Laura ini sebagai sekertaris Jimmy.
Laura hanya tersenyum, wajahnya tetap menunduk tidak akan mendongak jika tidak bicara.
Sedangkan Celine hanya mecebikkan bibirnya.
Ting
Laura bernapas lega saat pintu lift terbuka, wanita itu membiarkan suami istri itu keluar lebih dulu.
"Laura kau bersiap untuk pergi, aku tidak ingin menunggu meskipun hanya satu detik." Ucap Jimmy tanpa menoleh kebelakang di mana Laura yang berjalan dibelakangnya.
"Baik Tuan,"
Sebelum masuk ruangan Jimmy, Celine mengentikan kakinya dan bicara pada Laura.
"Buatkan aku minum dingin, dan antar kedalam." Titahnya.
"Baik Nyonya."
Brak
Pintu ruangan Jimmy tertutup rapat, Laura yang masih berdiri tidak jauh meremat kedua tangannya.
*
*
Ummm...yess baby...
Tok...tok...tok..
Suara ketukan pintu tak membuat kegiatan dua orang didalam sana terganggu, membuat Laura yang berdiri di depan pintu dengan membawa minuman menelan ludah.
"Ummm honey, ituhh." kepala Celine mendongak saat merasakan sesapan kuat di pucuk dadanya.
"Masuk!!"
Suara serak yang Laura yakini Jimmy membuat Laura menelan ludah, kedua tangannya semakin kuat mencekram nampan yang ia pegang.
"Pemandangan apa lagi yang akan aku lihat." Gumamnya dengan tarikan napas dalam.
Laura membuang napas sebelum masuk kedalam, rasanya di ingin kabur saja kalau tidak ingat di pecat. Mengingat dirinya masih membutuhkan uang.
Ceklek
Mata Laura mengarah pada dua sejoli yang duduk di kursi kerah Jimmy, Laura berjalan tanpa mau menatap dua orang yang sedang bercumbu.
"Ah, honey jangan gigit." Desahh Celine sambil membusungkan dada.
Laura menaruh gelas minuman di atas meja, ia buru keluar sebelum melihat hal yang lebih gila lagi.
Meskipun tidak terlihat jelas tapi Laura tahu apa yang sedang di lakukan atasanya itu, apalagi jika bukan menyusu di bukit kembar milik istrinya itu, apalagi melihat pugung polos Celine yang memang duduk membelakangi Laura saat masuk.
"Bos psikopat." Gumam Laura yang mengutuk Jimmy saat bercumbu tidak tahu tempat.
*
*
Jerman, Badara Hamburg ..
Laura sudah tiba sejak sepuluh menit yang lalu, wanita itu menunggu kedatangan Jimmy di ruang tunggu.
Tempat pukul lima sore waktu setempat, dua orang pria berjalan menuju kearahnya.
Laura menahan napas, pesona Jimmy memang tidak diragukan lagi, auranya yang sangat tajam membuat hawa sekitar menjadi sedikit berbeda.
"Selamat sore tuan." Laura menunduk menyapa Jimmy yang baru tiba bersama seorang pria aisistennya.
"Nona Laura, selama pergi anda bisa mengirim file ke email saya." Ucap Emir pada Laura.
"Baik tuan Emir." Laura mengangguk.
"Mari Tuan," Emir membersihkan Jimmy untuk menuju pintu sebelah barat, di mana jet pribadi sudah siap untuk membawa mereka.
Laura mengikuti dari belakang sambil menarik kopernya, meskipun bukan kali pertama pergi bekerja, tapi kali ini pengalaman Laura pergi hanya dengan Jimmy, karena biasanya ada asisten Emir yang akan ikut.
Keduanya masuk kedalam kabin pesawat, Laura memilih duduk di seberang kursi di mana Jimmy duduk. Rasanya canggung sekali tidak ada yang bisa Laura ajak bicara, karena biasanya asisten Emir adalah partnernya berbicara di kala melakukan perjalanan bisnis.
Jimmy fokus pada majalah yang ada di tangannya, pria itu tidak peduli dengan sekitar.
Sedangkan Laura memilih untuk mempelajari apa saja yang akan dilakukan saat bertemu klien nanti.
Menjadi sekertaris yang memiliki gaji besar memang tidak mudah, jika hanya mendengar saja katanya enak, tapi yang menjalani selalu di tuntut menjadi perfeksionis dan cekatan. Kepintaran adalah nomor satu dan selama dua tahun Laura bekerja dengan sangat baik hingga bisa mendapatkan bonus di setiap akhir bulan.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama, keduanya langsung menuju hotel, perjalanan yang cukup lama membuat Laura merasa lelah meskipun didalam pesawat sempat tertidur dan tidak melakukan apapun.
"Jangan lupa pagi-pagi sekali kau harus sudah bersiap."
Laura mengangguk sebelum keluar dari kamar Jimmy. Wanita itu menuju kamarnya sendiri yang bersebelahan dengan kamar Jimmy.
Dengan tubuh yang lelah, Laura langsung melempar tubuhnya di atas ranjang empuk, tulangannya rasanya kaku dan sakit, karena lelah perjalanan akhirnya Laura tertidur, hingga bunyi alarm ponselnya membuat matanya yang masih berat terbuka.
"Em, kenapa waktu cepat sekali." katanya dengan suara serak dan mata yang masih lengket.
Tidak ingin terlambat dan kesiangan, serta mendapat teguran dari sang bos, Laura memilih untuk segara bersiap sampai beberapa saat Laura sudah rapi dengan pakaian kerjanya, rambutnya yang diikat tinggi membuat leher jenjang dan mulusnya terekspos. Laura segera keluar dan menuju kamar Jimmy.
Bel pintu berbunyi saat Jimmy baru saja keluar dari kamar mandi, sudah tahu siapa yang datang Jimmy yang hanya memakai handuk putih melilit di pinggangnya berjalan santai untuk membuka pintu.
"Sel-"
Glek
Laura menelan ludah dan langsung menunduk cepat.
"Selamat pagi tuan," Sapanya dengan suara yang gugup.
"Hm, masuklah!" titah Jimmy sambil membuka pintu lebar.
Dengan kaki yang berat Laura melangkah masuk, "Sial, kenapa suami orang tidak tahu diri," umpatnya dalam hati melihat bagaimana santainya Jimmy yang menunjukan roti sobek dan dada bidangnya membuat Laura benar-benar merasa seperti wanita ca*bul.
"Pantas saja Celine begitu tergila-gila dengannya," Gumamnya lagi, sambil membayangkan bagaimana jika tubuh kekar itu sedang berkeringat.
" Oughh, shitt!!"
*
*
Assalamualaikum 🤗 datang lagi dengan karya baru, sebenarnya ngak baru sih ya, ini pindahan dari lapak sebelah 🤭 ada problem di kontrak jadi emak bawa kesini sayang ahh kalau mau di hapus 😂
Jangan lupa berikan dukungan 🤗🤗🤗
Laura memilih untuk merapikan tempat tidur Jimmy dari pada memelihara otaknya yang terus tercemar, karena selain menjadi sekertaris Laura juga merangkap menjadi pelayan pribadi Jimmy jika sedang melakukan perjalanan bisnis.
Laura mengetahui dan hafal apa saja yang diperlakukan Jimmy hingga detailnya, Laura lah yang melayani pria beristri itu.
"Anda ingin sarapan di kamar atau-"
"Pesankan saja, aku ingin makan dikamar." Potongnya sambil memakai kemeja putih di depan Laura.
Laura hanya mengangguk dan menghubungi pihak restoran hotel.
"Tidak perlu di seduh, bawakan saja bahan mentahnya." ucap Laura dari telepon.
Laura membalikkan tubuhnya dan hampir terjungkal kebelakang saat Jimmy tiba-tiba berdiri dibelakangnya.
"T-tuan." jantung Laura berdebar cepat, wajahnya syok dan pucat.
"Sial!! Kenapa pria ini selalu membuat ku terkejut, dan kenapa jantungku berdebar-debar begini," Laura merutuki wajah Jimmy yang begitu dekat dengannya, "Wajahnya, ish.. otak ku!" Laura memejamkan mata sambil menggeleng keras.
Pletak!
"Auwsss, tuan sakit." Laura menyentuh keningnya yang terasa sakit.
Ternyata Jimmy menyentil keningnya.
"Kenapa dengan otak mu? Kau tidak lihat ini," Jimmy mengangkat tangan kirinya yang memegang dasi.
Laura menelan ludah, bagian seperti ini yang selalu menguji adrenalin, jiwa nya meronta hormon libidonya mendadak naik.
"T-tuan apakah anda belum bisa memakai dasi sendiri?" Tanya Laura dengan wajah yang gugup. jujur saja Laura merasa jantungnya sedang tidak baik-baik saja sejak melihat atasanya itu memakai handuk yang melingkar di pinggang.
"Aku membayar mu, jadi lakukan tugas mu!" ucap Jimmy dengan suara yang tegas.
Laura memejamkan matanya dan meraih dasi dari tangan Jimmy.
Jimmy duduk di kursi sisi ranjang, ia tahu betul jika sekertaris yang merangkap menjadi pelayannya ini memiliki tinggi hanya sebatas dada, mungkin tangannya tidak akan sampai untuk memasang dasi di lehernya jika ambil berdiri.
Dengan modal pengendalian diri agar tidak terlihat nervous, Laura menarik napas beberapa kali, ia berdiri di depan Jimmy yang duduk, bahkan kedua kakinya masuk di antara sela-sela paha Jimmy yang terbuka.
"Tuhan, kenapa dengan pria ini," Gumam Laura sambil memasang dasi dengan hati-hati tidak ingin membuat kesalahan yang akan membuat pria yang membuatnya merasa panas ini marah.
Sedangkan Jimmy terlihat santai dengan wajahnya yang datar, tidak seperti Laura yang merasakan panas dingin dalam waktu bersamaan.
Grep
Laura terperanjat saat tubuhnya terhuyung dan menempel erat di dada Jimmy, bemper depannya menabrak kuat sehingga membuat Laura meringis kecil.
Jimmy menarik pinggang Laura membuat wanita itu terduduk di atas paha Jimmy.
"T-tuan," Cicit Laura dengan wajah pucat.
Tatapan mata Jimmy membuat seluruh tubuh Laura meremang hingga sebuah benda kenyal mendarat di lehernya membuat Laura membelalakan matanya dengan wajah memerah.
Enghh
Laura meleguh kecil saat merasakan sesapan dilehernya beberapa kali hingga membuat sekujur tubuhnya melemas tanpa bisa menolak, seperti ada sengatan listrik yang tiba-tiba membuatnya tak berdaya.
"Kau menginginkan ku," Suara serak dengan pucuk hidung yang bergerak pelan di bibir Laura, matanya terpejam namun hangat napas Jimmy mampu membuat akal sehat Laura tidak bekerja.
Laura memejamkan matanya saat pucuk hidung tinggi itu bergerak pelan di atas bibirnya, biarkan dia menikmati suasana panas seperti ini, katakan Laura tidak tahu diri, selama dua tahun dirinya membangun benteng tinggi untuk tidak goyah, tapi sekarang begitu mudah ia merubuhkan benteng yang ia buat dengan menikmati sentuhan Jimmy yang membuatnya tak berdaya.
"Laura kau menginginkan ku!" suara serak Jimmy kembali terdengar, kali ini dengan kecupan tipis disudut bibir Laura yang membuat Laura semakin memejamkan matanya erat.
"Tidak, ini terlalu indah untuk dilewatkan, aku tidak akan membuka mata jika ini hanya anganan semu," Ucap Laura di dalam hati.
Suasana panas yang membuat jiwanya goyah, Laura tidak ingin terbangun jika ini hanya sebuah mimpi belaka.
Melihat reaksi Laura yang diam saja, membuat Jimmy membuka matanya dan menatap wajah cantik sekretarisnya yang juga memejamkan mata, mengamati wajah Laura yang terkadang alisnya bergerak naik turun dan menukik tajam seperti sedang berpikir keras.
Fyuuhh
Laura membuka matanya cepat saat merasakan hembusan angin menerpa wajahnya, tatapan matanya terkunci pada bola mata Jimmy yang hitam pekat menatapnya seolah membawanya masuk kedalam tanpa bisa kembali.
"Laura," Suara serak Jimmy disertai usapan lembut di pipi Laura, membuat suasana semakin mencekam.
Jimmy menatap bola mata berwarna amber yang Laura miliki dengan tatapan sayu, bola mata yang Jimmy sukai sejak melihat Laura masuk ke kantornya.
"Tu-"
"Panggil nama ku Laura," Suara Jimmy terdengar serak namun begitu tegas.
Laura menelan ludah, apalagi jamari basar Jimmy merayap di lehernya dengan usapan lembut ibu jarinya.
"Ini tidak benar Ji-jimmy, kamu sudah menikah." Sisi baik Laura sedang bekerja, jika saat menutup matanya Laura ingin egois dan merasakan bagaimana tangan kekar ini menyentuhnya lebih, tapi saat membuka mata dan menatap wajah Jimmy, Laura tersadar jika semua hanyalah rayuan hasrat yang datang.
Jimmy masih menatap dalam manik mata amber yang berkedip pelan, begitu indah sampai membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Ya, aku sudah menikah lalu," Jimmy memajukan wajahnya dan kembali menyerang leher Laura membuat Laura langsung mendongak diiringi lenguhan kecil.
Laura mengeluarkan suara saat tangan besar Jimmy merembet turun hingga jemari kokoh itu menyentuh dua aset miliknya.
Jimmy menyeringai dan menjauhkan kepalanya, menatap wajah Laura yang mana wanita itu justru mengigit bibir bawahnya membuat Jimmy menggeram dalam.
"Aku tahu kau juga menginginkan ini,"
"Emm..Jimmy!"
*
*
New York
Celine baru saja keluar dari mobil yang menjemputnya di bandara, hari ini Celine melakukan pemotretan di New York. Tanganya meraih ponselnya dan menghubungi seseorang tentu saja suami tercinta memangnya siapa lagi.
"Tumben sekali Jimmy belum menghubungi ku," gerutunya sambil menunggu panggilannya di angkat.
"Shitt, Jimmy jangan sampai aku menyusul mu karena ini." Katanya dengan wajah menahan kesal.
"Miss Celine,"
Celine menatap seorang pria tinggi dengan kulit putih yang tersenyum padanya.
"Andrew,"Katanya sambil mengulurkan tangan.
Celine yang tadinya sebal kini berganti dengan senyum mengembang sempurna.
"Mari saya antar ke kamar anda." Ucap pria bernama Andrew itu.
Celine tentu saja senang dan langsung mengikuti pria yang sedang menarik kopernya itu.
"Jangan mengabaikan ku Jimmy, ini bukan dirimu." Gumam Celine saat melihat ponselnya tidak ada notif apapun dari Jimmy, suaminya.
Sedangkan pria yang Celine pikirkan sedang berbagi peluh dengan sekertaris yang ternyata membuat Jimmy begitu syok, Laura masih memiliki keperawanan di usianya 26 tahun. Kebanyakan wanita 17 tahun sudah melepaskan masa vir*gin nya pada pria yang mereka sukai, tapi ini.
Jimmy seperti mendapatkan jacpot pagi ini, dia yang menyentuh Laura untuk pertama kali.
"Jimmy aku tidak tah--arrghh.."
Tubuh Laura mengejang hebat saat puncak kenikmatan menghantamnya berulang kali membuat tubuhnya lemas, hingga sebuah hentakan kuat disertai erangan panjang membuat tubuh Laura semakin bergetar hebat merasakan semburan panas memenuhi rahimnya.
"Arrghh Laura!!" Jimmy menghentak kuat dan menekan dalam membuat kedua kaki Laura melingkar erat di pinggang Jimmy.
Betapa bahagianya hati Laura mendengar namanya disebut di ujung pelepasan Jimmy, ia pikir Jimmy tidak akan menyebut namanya, tapi siapa sangka jika pria itu mengingat dirinya dan bukan Istrinya.
"Jika aku hamil, aku akan pergi membawa benih pria beristri yang membuatku melupakan segalanya, katakan aku gila, tapi aku tidak segila wanita lain yang akan merebut suami mereka." Ucap Laura dalam hati dengan mata terpejam dan bibir yang tersenyum tipis.
...Jangan lupa bantu author rating bintang 5 ya sayang 😘😘...
Seperti oase di padang pasir, Jimmy merasakan dahaganya yang terbayar sehingga membuat dirinya begitu puas setelah melakukan percintaan dengan Laura, sang sekertaris yang selama ini menutupi keindahan tubuhnya dengan sangat baik.
Bahkan Jimmy tidak puas hanya menyentuh Laura satu kali, dalam sehari Jimmy sudah menyentuh Laura sebanyak tiga kali sudah seperti aturan meminum obat. Laura diberikan jeda istirahat hanya sebentar untuk makan dan membersihkan sisa percintaan mereka, dan Jimmy akan kembali membuat Laura mengerang nikmat di bawahnya, menyebut namanya berulang kali yang membuat telinga Jimmy merasa candu dengan suara seksi Laura.
Hari yang seharunya untuk bekerja Jimmy habiskan untuk melakukan cocok tanam di tempat yang baru, siapa sangka ternyata tubuh Laura membuatnya candu bahkan Jimmy sempat membandingkan kenikmatan yang ia dapatkan dari Laura dan Celine istrinya.
Laura meleguh saat merasakan tenggorokannya kering, matanya bergerak perlahan terbuka, pemandangan yang pertama ia lihat wajah Jimmy yang sedang menatapnya dengan senyum.
Bibir Laura ikut tertarik untuk membalas senyum Jimmy, rasanya masih seperti mimpi jika pada akhirnya Laura terlempar di atas ranjang dengan sang atasan.
"Enghh," Laura menelan ludah, tenggorokannya begitu kering, susah sekali untuk mengeluarkan suara.
"Mau minum," Tanya Jimmy yang mendapat anggukan dari Laura.
Bercinta dalam waktu yang lama membuat Laura kehausan, mulutnya tidak berhenti mendesahhkan dan mengerang setiap kali Jimmy melakukan hentakan yang membuatnya terus menjerit nikmat.
Membantu Laura untuk minum, Jimmy menatap wajah kusut Laura yang justru terlihat seksi dimatanya.
"C-cukup," ucap Laura sambil mendorong tangan Jimmy mundur.
Jimmy menaruh kembali gelas ke atas nakas, Laura menarik tubuhnya untuk bersandar di bahu rajang, memegangi selimut untuk menutupi dada kebawah, bagian tubuhnya yang polos.
"Sepetinya aku tidak bisa bekerja, aku kesulitan berjalan." ucap Laura yang merasakan nyeri dan perih dibagian intinya.
Pertama kali saja sudah membuatnya susah berjalan, apalagi ini sudah tiga kali Jimmy membuatnya tak bisa menggunakan tulangnya untuk menyangga tubuhnya.
Jimny tersenyum, ia begitu senang membuat Laura terkapar tak berdaya.
"Tidak masalah, aku akan membawa orang ku untuk menggantikan mu." Balas Jimmy yang ikut duduk di samping Laura.
Laura mengangguk lega, tubuhnya terasa lelah dan tulang-tulangnya terasa begitu sakit semua setelahnya.
"Laura,"
Laura yang di panggil menoleh, menatap kearah Jimmy yang juga sedang menatapnya.
"Kena-"
Drt... Drt... Drt...
Ponsel Jimmy berdering membuat obrolan keduanya terhenti.
"Mungkin Nyonya Celine yang sejak tadi mencari mu," Ucap Laura sambil memberikan senyum tipis.
Laura tahu sejak tadi ponsel Jimmy terus berdering, tapi pria itu tidak perduli karena sedang berpacu kuda dengan nya.
Jimmy menatap wajah Laura lamat-lamat, sebelum mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan dari Celine.
Laura membuang napas kasar saat melihat pugung tegap Jimmy berjalan kearah balkon.
"Gunakan waktu yang ada Laura, kau tidak perlu memilikinya karena dia memang bukan milik mu," Gumamnya sambil beranjak dari kasur dan berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi.
"Honey, kau tega sekali melupakan aku."
Suara Celine membuat Jimmy menghela napas.
"Bagaimana pekerjaan mu?" Tanya Jimmy yang memilih membahas topik lain, dia tidak suka mendengar Celine merajuk, yang ada hanya membuatnya pusing.
"Honey apa lebih penting pekerjaan ku dari pada hatiku yang sedang kesal." Celine mengerucutkan bibirnya, tangannya sibuk mengaduk-aduk minumnya dengan sedotan yang ia pegang.
Jimmy memijit pelipisnya, istrinya ini selalu bikin pusing kalau sedang bertelepon.
"Hm, bukankah kamu sedang melakukan pemotretan? Kamu harus melakukanya dengan baik agar kamu terlihat sempurna di depan para pengemar mu."
Celine yang mendengar ucapan suaminya terseyum, ia mengangguk setuju.
"Ya, kamu benar aku sedang menunggu waktu. Aku akan melakukan yang terbaik agar aku bisa membuat suamiku bangga." Katanya dengan senyum mengembang.
Jika karirnya semakin naik maka sudah pasti semua orang akan melihat betapa beruntungnya Jimmy memiliki istri seperti dirinya, bagi Celine pengakuan semua orang adalah pencapaian tersendiri untuk nya, selain itu agar tidak ada wanita gatal yang mengharapkan bisa bersanding dengan Jimmy, hanya dirinya yang pantas untuk Jimmy.
"Kalau begitu hati-hati, aku sedang sibuk. jika tidak bisa kau hubungi mungkin aku sedang melakukan pekerjaan yang penting." Pekerjaan penting bagi Jimmy tidak seperti pekerjaan penting yang seperti Celine pikirkan, karena Jimmy memiliki pekerjaan sibuk lainya, seperti mengerjai Laura sampai kelelahan.
"Hm, kau juga hati-hati honey. jangan terlalu lama dekat dengan sekertaris mu, aku takut jika dia menggoda mu, dan jika itu terjadi aku tidak akan membuat hidupnya tenang." Ucap Celine dengan nada menggebu-gebu.
"Hm, kau tidak perlu mengingatkan ku. Karena tanpa dia goda, akupun sudah tergoda lebih dulu," ucap Jimmy hanya dalam hati, ibu jarinya mengusap bibir bawahnya saat mengingat bibirnya membuat Laura takluk.
*
*
Setelah cukup lama berendam dengan air hangat dan aroma sabun yang menenangkan, Laura berniat untuk keluar dari bathtub. Tapi belum sempat bangun tubuhnya tiba-tiba terhempas kembali saat merasakan sebuah tangan menarik perutnya untuk kembali duduk.
"Jimny, emm." Laura menahan napas saat pugung polosnya bersandar di dada bidang Jimmy.
"Kenapa tidak menungguku hm," Jimmy mengecup bahu polos Laura dengan lembut, harum aroma sabun menyapa indera penciuman Jimmy.
"Sudah selesai menelponnya? Kenapa cepat sekali." Ucap Laura yang justru mengabaikan pertanyaan Jimmy.
Biasanya suami Istri yang sedang berjauhan akan menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol, tapi pria dibelakangnya ini tidak seperti pria yang ia bayangkan.
"Untuk apa, dia sedang sibuk begitu juga denganku." Jawabnya dengan tangan bergerak mengusap perut bawah Laura di dalam air.
"Jim, eghh." Laura mendesis saat merasakan jemari besar Jimmy berkeliaran di bawah sana.
Laura sampai mengigit bibirnya merasakan sensasi yang membuatnya ingin berteriak.
"Jimny, bagaimana jika aku hamil."
Deg
Pergerakan tangan Jimmy berhenti begitu juga dengan bibirnya yang sedang bergerak seperti lintah, menghisap darah pada kulit.
Laura sempat tertegun merasakan reaksi Jimmy dengan pertanyaannya tadi.
Namun hanya sebentar karena Jimmy kembali melakukan kegiatan yang tadi sempat terhenti.
"Oughh Jimmy," Laura mendesis saat merasakan jari besar dan panjang Jimmy melesak keluar masuk dibawah sana.
"Itu tidak akan terjadi Laura, karena Celine tidak akan pernah hamil begitu juga dengan dirimu."
Deg
Jantung Laura terpompa cepat, wajahnya yang tadi menikmati sentuhan jemari Jimmy kini berganti dengan wajah tegang.
Dengan gerakan cepat Laura memutar posisi duduknya menghadap Jimmy.
Di tatapanya wajah Jimmy yang juga menatapnya, ada pancaran kesedihan dan kekecewaan di dalam sana, Laura mengusap rahang tegas Jimmy dengan jari lentiknya.
"Apa kau tidak ingin memiliki seorang anak?" Tanya Laura yang beranggapan jika Jimmy tidak ingin memiliki anak atau sebaliknya Celine lah yang tidak ingin mengingat karir wanita itu sebagai publik figur.
Jimmy menghela napas berat, tatapan matanya begitu sayu menatap Laura.
"Bukan aku yang tidak ingin, tapi Tuhan memberiku kekurangan dalam hidupku. Yaitu tidak bisa memiliki anak."
*
*
Jangan lupa rating bintang 5 ya sayang 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!