Aulia memandangi wajahnya yang semakin hari semakin tirus saja. Tak ada lagi pipi chubby dan mata indah. Kini penampilannya begitu berantakan.
Dengan gusar Aulia beranjak dari tempatnya, meninggalkan meja rias minimalis berwarna putih. Berjalan gontai mendekati ranjang lalu merebahkan tubuhnya yang terasa semakin lemah tak bertenaga.
"Mas, sebenarnya apa yang membuatmu berubah? Pernikahan ini baru berjalan 6 bulan, seharusnya tak sedingin ini bukan?" Celotehnya entah pada siapa.
Setetes bening mulai membasahi pipinya. Selama 6 bulan ini suaminya jarang pulang kerumah. Sering memarahinya dan bahkan dengan tega nya ia bermesraan didepan Aulia.
Matanya yang bengkak dan sembab akibat terus menangis itu kini terpejam secara perlahan. Aulia merasa begitu lelah dan membutuhkan waktu yang panjang untuk istirahat.
Sementara itu, Aiden tengah sibuk di kantor nya. Pria yang baru-baru ini di angkat jabatannya menjadi direktur utama di perusahaan keluarganya itu begitu serius menjalani tugasnya.
Beberapa berkas yang harus di selesaikan hari ini juga menjadi kesibukannya.
"Aid, apa kamu tak akan pulang lagi?" Tanya seseorang dengan nada sedikit ketus.
Aiden berdecih lalu menutup berkas yang tengah di bacanya. Matanya menyipit menatap pria yang tengah duduk di depannya.
"bukan urusanmu. Kau tahu aku sedang sibuk."
"oh...ayolah, kamu sekarang sudah menikah. Istrimu pasti menunggumu setiap hari bukan? sudah 3 malam kamu pulang dini hari, apa kamu tak kasihan dengan Aulia?"
Brak...
Dengan keras Aiden menggebrak mejanya. Tapi pria di hadapannya hanya diam saja seolah tak takut. Matanya justru semakin tajam menatap wajah Aiden. Seolah menantangnya.
"sudah ku katakan, itu bukan urusanmu. Lagipula aku menikahinya hanya untuk..."
"jangan menyesal karena perbuatan mu sendiri. Belum tentu Aulia yang melakukannya, aku yakin kamu telah salah paham pada wanita itu."
"Tiger!" Seru Aiden marah. "jika kamu berada disini hanya untuk berbicara omong kosong sebaiknya pergilah. Aku sibuk."
Tiger menghembuskan nafasnya kasar. Memang sulit sekali berbicara dengan Aiden. Pria itu sangat egois dan juga susah di berikan pengertian. Padahal sebagai seorang sahabat, dia hanya tak ingin Aiden nanti akan menyesali perbuatannya. Meski Tiger sendiri tak tahu apa Aulia benar-benar bersalah atau tidak.
Hanya saja, Tiger merasa jika Aulia tak mungkin melakukan hal yang begitu kejam terhadap wanita lain. Selama mengenalnya, Aulia begitu lembut juga penuh kasih.
"oke, aku pulang." Akhirnya Tiger pun memilih untuk pulang. Tak ingin mencari ribut dengan Aiden.
Aiden mengepal kan tangannya kuat. Dia kesal dengan sikap Tiger yang selalu saja membela Aulia.
"Aku akan buat wanita licik itu membayar segala perbuatannya." Desis Aiden penuh amarah.
Kilatan kebencian terpancar dari sorot matanya yang tajam. Aiden sudah muak dan tak ingin lagi berpura-pura lembut kepada Aulia. Tugasnya sudah selesai menjerat wanita itu kedalam perangkap nya. Kini dirinya hanya tinggal menaburkan jarum dan racun kedalamnya.
"Amora, aku merindukanmu." Lirihnya detik kemudian.
Aiden merasa sesak saat mengingat wanita berambut panjang itu. Matanya tertutup rapat membayangkan kekasihnya yang telah pergi untuk selamanya. Amora adalah cinta pertama Aiden. Mereka menjalin kasih selama di bangku SMA. Tapi, semua kenangan manis itu sirna ketika tiba-tiba saja bayangan Aulia melintas.
"Si*l." Umpatnya kesal.
Aiden menjadi tak berselera untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pria itu pun memilih untuk pulang lagipula sudah jam 12 malam.
...*****************...
Tiger menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Aiden. Pria berwajah tampan itu menurunkan kaca mobilnya. Hatinya sesak mengingat Aulia ada di dalam rumah mewah itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu atau memang dia sendiri yang memilih pergi. Entah kenapa aku merasa jika kamu bukanlah penyebab kematiannya."
Matanya terus menatap keatas, dimana kamar Aulia berada. Dia tahu apa yang di rencanakan Aiden selama ini. Tapi, Tiger tak bisa mengatakannya pada siapapun. Bagaimana pun dia sudah berjanji akan mendukung apapun yang sahabat nya itu lakukan. Termasuk menipu dan menyakiti Aulia.
Hingga beberapa menit kemudian jendela kamar itu terbuka. Nampak Aulia keluar, wanita itu mendongak menatap langit yang sangat kelam.
Tiger dapat melihat semuanya dengan jelas. Wajah sedih dan penuh luka itu begitu membuat dadanya semakin sesak.
"apa aku salah?" Tanyanya pada diri sendiri. "haaaah... sungguh membuat pusing." Ujarnya lalu menyalakan mesin mobilnya dan pergi.
Aulia melihat kebawah tepatnya keluar gerbang rumahnya saat mendengar deru mobil. Melihat mobil hitam yang menjauh membuatnya mendesah kecewa, ia pikir suaminya telah kembali.
"sudah larut tapi kenapa mas Aid belum pulang ya? Apa memang akhir-akhir ini di kantor begitu sibuk."
Aulia pun memutuskan untuk kembali masuk kedalam. Melanjutkan tidurnya karena matanya sudah sangat mengantuk.
Sekitar jam 2 Aiden tiba di rumah. Pria itu masuk kedalam dengan malas. Rasanya ingin sekali meninggalkan rumah ini. Hatinya keberatan dengan keberadaan Aulia.
Rumah bertingkat 2 ini begitu sepi karena hanya dirinya dan Aulia yang tinggal. Mereka tak memperkerjakan pelayan karena Aulia merasa mampu mengerjakan semuanya sendiri.
Langkah Aiden terhenti di ruang tengah, matanya menatap foto yang tertempel di dinding. Foto pernikahannya dengan Aulia.
"Seharusnya Amora yang ada di sana bukan dirimu." Decihnya.
Aiden mengingat bagaimana kekasihnya itu pergi untuk selamanya. Ingatan tentang kejadian pahit itu berputar kembali di ingatannya.
Amora adalah gadis periang. Pintar dan juga supel. Aiden sangat mencintainya. Ia tahu semua hal tentangnya termasuk masalah dalam keluarganya. Ibu Amora menikah kembali dengan pria beranak satu. Sejak saat itu, Amora menjadi sering menyendiri bahkan tak ada lagi senyum di bibirnya.
Aiden sangat terluka melihatnya. Memaksa Amora menceritakan semua permasalahannya. Dan rupanya semua karena adik tirinya yang begitu egois. Selalu meminta apapun yang dimiliki Amora. Membuat ibunya yang dulu selalu memeluknya kini mengabaikannya.
Hingga kejadian pahit itu pun terjadi. Amora dengan sengaja melompat dari atas gedung sekolah yang tinggi. Gadis itu menulis sebuah pesan terakhir kepada Aiden, ia lakukan ini agar adiknya bisa sepenuhnya memilki ibunya.
Dengan kesedihan yang mendalam dan rasa benci Aiden bersumpah akan membalas segala rasa sakit Amora.
Setelah hatinya benar-benar pulih, Aiden pun mulai melancarkan aksinya. Mendekati Aulia, pura-pura mencintai lalu melamarnya. Dan kini wanita itu telah berada di dalam genggamannya.
"Aulia..." Teriaknya kencang dari luar kamarnya.
Aulia yang tengah terlelap pun langsung terbangun karena terkejut. Buru-buru membuka pintu dan menatap Aiden penuh tanya.
"ada apa mas? Kenapa teriak-teriak?" Aulia hendak menyentuh tangan Aiden, tapi dengan kasar Aiden menepisnya.
"kenapa tak ada makanan di meja? kamu sengaja?" Bentaknya.
Aulia meringis mendengar bentakan keras itu. Hatinya kembali berdenyut. Aiden benar-benar telah berubah, tak lagi bersikap manis terhadapnya.
"bukan begitu, aku selalu menyiapkan makan malam untuk mu mas. tapi setiap malam mas tak pernah menyentuhnya jadi malam ini...aku pikir..."
"Banyak alasan." Sela Aiden. "kerjamu di rumah ini apa saja? Menyiapkan makan malam saja tak becus." Aiden mendorongnya hingga sedikit terhuyung.
Pria itu tak peduli tetap berjalan masuk lalu duduk di atas ranjang.
"mas, sebenarnya ada apa denganmu? kenapa mas akhir-akhir ini jadi berubah?" Tanya Aulia.
Aiden tersenyum sinis.
"kamu ingin tahu?" Tanyanya dengan nada sarkas.
Aulia menelan ludahnya. Entah kenapa ia merasa jika apa yang akan dikatakan Aiden pasti akan melukai hatinya. Meski begitu kepalanya tetap mengangguk.
Aiden berdecih merasa tak seru lagi. Ia pikir bukan waktunya untuk mengungkap semuanya. Ia belum puas melihat Aulia menderita.
"aku lelah, malam ini tidurlah di ruang tamu." Usirnya dengan cuek.
Aulia tak mengatakan apapun lagi. Wanita itu merasa tidak nyaman dengan perasaannya, maka memilih untuk diam saja mengikuti apa yang di perintahkan suaminya.
...****************...
TBC......
Mohon...komen...like nya ya...🥰
Biasanya setiap pagi Aiden akan meminta Aulia membuat teh hangat lalu membawanya ke kamar. Tapi, akhir-akhir ini pria itu tak lagi meminta apapun padanya. Setiap pagi akan bangun lebih awal lalu pergi begitu saja tanpa sarapan.
Aulia semakin bingung dengan tingkah Aiden yang berubah drastis. Bahkan pria itu tak lagi menyentuhnya. Hanya dua kali saja mereka melakukan hubungan suami istri. Itupun di saat malam pertama dan saat Aiden pulang dengan keadaan mabuk. Setelahnya pria itu seolah enggan menyentuhnya bahkan hanya tidur bersama diatas kasur yang sama pun pria itu seolah tak mau.
"Aku harus mencari tahu sendiri." Ujar Aulia dengan yakin.
Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Dia bertekad akan mengunjungi Aiden ke kantornya. Memastikan jika pria itu tak melakukan hal buruk di belakangnya.
Hanya mengenakan pakaian sederhana dan rambut di gerai begitu saja. Penampilan Aulia sama sekali tak terlihat seperti seorang istri direktur sebuah perusahaan besar.
"Aulia..." Panggil seseorang saat Aulia hendak memasuki mobilnya.
"mamah!" Aulia terkejut mendapati mertuanya kini tengah berdiri di ambang pintu gerbang.
Wanita paruh baya itu sepertinya tak membawa mobilnya. Dengan cepat Aulia berlari untuk membuka pintu pagar yang tingginya tak main-main itu.
"mamah kenapa? Mana mobil mamah? Apa sopir tak mengantar?" Tanya Aulia khawatir saat melihat keadaan mertuanya yang nampak lesu.
Dengan cekatan Aulia menggandeng lengannya. Memapahnya untuk masuk kedalam.
Sarah adalah ibu mertua yang baik dan pengertian. Selama menikah dengan Aiden, Sarah selalu memperlakukan Aulia seperti putrinya sendiri. Aulia merasa memiliki seorang ibu begitu bertemu dengannya. Bukan berarti dia tak memiliki ibu selama ini. Aulia memilikinya, meski hanya sekedar ibu sambung. Karena ibu kandungnya telah tiada saat dia berusia 7 tahun.
"Kamu mau kemana?" Tanya Sarah menelisik penampilan Aulia yang rapi.
"tadinya Lia mau kekantor mas Aiden, Mah." Jawabnya sambil menyodorkan segelas air hangat pada Sarah.
"oh...ya sudah, kamu pergi saja. Mamah akan menunggu disini."
"tidak-tidak" Aulia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "lagipula aku hanya ingin melihat mas Aiden bekerja tak ada hal penting."
Sarah menganggukkan kepalanya. Wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat keadaan rumah yang begitu rapi dan bersih. Dia sangat suka dengan berada di rumah anaknya ini. Sangat nyaman dan tenang.
Aulia menyentuh lengan Sarah dengan lembut.
"Mah, kenapa mamah bisa naik taksi? Mobil mamah kemana? lalu sopir pribadi mamah?" Tanya Aulia tanpa jeda. Kebiasaannya jika merasa cemas pasti seperti itu.
"mobil mamah di bengkel. Tadi mamah membawanya sendiri di tengah jalan ban nya pecah." Terang Sarah sambil terkekeh pelan.
Rasanya hangat sekali di perhatikan seperti itu oleh menantunya. Aiden saja yang putra kandungnya tak pernah se perhatian ini. Itulah sebabnya dia sangat menyayangi Aulia. Merasa beruntung karena memiliki menantu yang begitu baik.
Akhirnya Aulia pun memilih untuk menemani mertuanya di rumah. Memasak bersama dan mengobrol seharian penuh. Sarah tak begitu mengenal keluarga Aulia karena Aiden dan Aulia hanya berpacaran sekitar dua bulan lalu keduanya memutuskan untuk menikah.
Saat sudah menjadi menantu pun Sarah tak pernah mendapatkan kesempatan untuk berkumpul dengan orangtua Aulia karena mereka sulit sekali untuk di ajak bertemu. Hanya bertemu saat dihari pernikahan Aulia dan Aiden saja.
"Apa ibu dan ayahmu begitu sibuk Aulia?"
"ayah memang sibuk karena harus mengurus perusahaannya. Tapi mamah selalu ada di rumah."
"lalu kenapa sangat sulit di ajak bertemu? Ibumu seperti menghindari mamah." Keluh Sarah merasa kecewa karena besannya tak pernah mau di ajak untuk bertemu atau sekedar untuk acara makan malam.
Aulia sungguh merasa tak enak. Dia hanya bisa tersenyum canggung.
"Uumm...mamah memang begitu. Apapun yang berhubungan denganku mamah tak akan peduli." Tutur Aulia sedih mengingat sikap ibu sambungnya selama ini.
Sarah yang melihat raut kesedihan di wajah menantunya langsung mengusap punggung Aulia dengan lembut.
"ceritakan tentangmu, mamah ingin tahu." Pintanya.
Aulia pun mulai menceritakan seperti apa keluarganya. Ayahnya yang menikah kembali setelah kematian ibunya. Lalu ibu sambungnya yang tak pernah menyayanginya. Hingga sang kakak tiri yang begitu ia sayangi. Karena hanya kakak tirinya yang begitu peduli terhadapnya.
"Sekarang kakak sudah bahagia di atas sana." Aulia menghapus airmatanya yang berlinang. Mengingat sang kakak yang begitu dia sayangi.
"maafkan mamah sudah membuka luka lamamu."
"tidak, memang seharusnya mamah tahu."
"apa mamah boleh tahu apa yang menyebabkan kakak mu meninggal?" Tanya Sarah penasaran.
Aulia menghela nafas panjang. Dia sendiri pun tak begitu tahu pasti. Saat itu kakaknya selalu bercerita tentang kekasihnya. Berjanji akan mempertemukan mereka. Tapi, sebulan kemudian kakaknya di kabar kan tewas akibat bunuh diri. Aulia tak tahu apa penyebabnya, karena selama ini kakaknya terlihat baik-baik saja. Tak terlihat memiliki masalah.
Mendengar cerita menyedihkan itu Sarah tak bisa menahan airmatanya. Ikut menangis lalu memeluk Aulia dengan erat.
"Kakak mu sudah bahagia sekarang." Bisiknya dengan lembut.
"iya Mah."
Sarah melepaskan pelukannya lalu menghapus airmata Aulia.
"cukup bersedih nya, sekarang mamah ingin tahu bagaimana keadaan rumah tangga kalian saat ini? kenapa akhir-akhir ini Aiden jarang pulang tepat waktu?"
Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat Aulia gelagapan. Bagaimana menjelaskannya. Ia tak ingin mertuanya menjadi khawatir dengan kondisi rumah tangga nya saat ini. Jika Sarah tahu kalau Aiden telah melakukan hal buruk terhadapnya bisa-bisa Sarah marah besar dan memarahi Aiden habis-habisan.
Memikirkan itu membuat Aulia memilih untuk tidak mengatakannya. Ia berbohong dan berharap Sarah tak akan mencurigainya.
"mas Aid sangat sibuk. Mamah kan tahu bulan depan akan ada perilisan minyak wangi di perusahaan mas Aiden. Jadi..." Aulia meremas jemarinya sendiri. Gugup takut Sarah akan curiga dengan kebohongannya. "mas Aid sering lembur." Lanjutnya dengan cemas.
Menatap wajah Sarah yang nampak biasa saja. Sepertinya wanita paruh baya itu percaya.
"Umm...kamu tak apa kan jika Aiden terus sibuk dengan pekerjaannya?"
"tentu tidak Mah." Jawab Aulia dengan cepat.
Sarah menepuk paha Aulia pelan.
"makanya segeralah program hamil. Agar kamu ada teman nanti. Jika ada anak kamu tak akan kesepian lagi, mamah juga ingin segera menimang cucu."
Perkataan Sarah membuat Aulia semakin tertohok. Ia pun menginginkan hal itu, berharap segera memiliki momongan. Tapi, melihat sikap Aiden yang seperti ini sekarang membuat Aulia ragu untuk menyampaikan keinginannya. Lagipula Aiden pernah mengatakan tak ingin terburu-buru menjadi orangtua. Dia ingin lebih lama menikmati karirnya tanpa harus memikirkan masa depan anak-anak. Secara tak langsung Aiden mengatakan jika dia tak menginginkan seorang anak.
"kok diam, kamu mau kan ikut program hamil? Nanti mamah akan bujuk Aiden."
"ah...itu..biar aku saja yang bicara dengan mas Aid, Mah."
"baiklah." Sarah setuju. Lagipula memang seharusnya seperti itu. Itu hak Aulia dan Aiden untuk memutuskan semuanya.
...*******************...
TBC ........
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Waktunya untuk makan siang bagi Aiden dan semua karyawannya. Pria berwajah tampan dengan tatapan matanya yang tajam itu menyentuh perutnya yang terasa perih. Tadi pagi dia tak sarapan karena buru-buru pergi. Bukan karena ingin segera tiba di kantor, tapi ia sengaja menghindari Aulia.
Aiden mulai merasa tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak menyiksanya. Setiap hari di hantui rasa bersalah terhadap Amora karena telah mengingkari janji mereka.
Meski saat ini Amora sudah tidak ada lagi tapi Aiden masih tetap memegang janjinya. Untuk tidak mencintai dan menikah dengan wanita lain selain Amora.
"Tiger, aku butuh makan siang. Tapi, rasanya malas harus ke kantin. Bisa kamu pesankan makanan online untuk ku?" Tanyanya pada Tiger yang hendak pergi melangkah keluar.
Tiger selalu sahabat juga asisten pribadinya hanya bisa mengangguk lalu segera melakukan perintah itu. Pria yang lebih tinggi dari Aiden itu memesan beberapa makanan juga kopi panas untuknya.
"aku juga akan makan bersamamu. Karena sepertinya kamu butuh teman saat ini." Ujar Tiger mengurungkan niatnya ke kantin.
Aiden tersenyum tipis. Memang tak pernah salah, Tiger selalu tahu apa yang tengah di rasanya. Sambil menunggu pesanan datang mereka akhirnya mengobrol.
"Kamu tahu, aku merasa bersalah kepada Amora." Cicit Aiden, memijat pelipisnya yang berdenyut.
"kenapa? Apa yang telah kamu lakukan memangnya?"
Aiden menghembuskan nafas kasar. Berpindah tempat duduk di dekat Tiger lalu memejamkan matanya. Tiger hanya diam memperhatikan wajah Aiden yang nampak tak karuan.
"Aku berjanji untuk selalu setia padanya. Tapi, aku malah menikah dengan wanita licik itu."
Kening Tiger berkerut.
"apa maksudmu? Aulia tidak licik. Aku bisa melihatnya...dia..."
"dia apa? kamu tahukan ceritanya selama ini?" Sela Aiden cepat. Mata terpejam nya terbuka, menatap Tiger tajam.
"Aid, sebaiknya kamu selidiki yang sebenarnya. Aku merasa ada yang aneh. Cerita Amora tentang Aulia."
Aiden terkekeh kecil lalu menggelengkan kepalanya. Dia mengingat bagaimana kacau nya Amora setiap bercerita tentang adik tiri nya yang selalu merebut segalanya itu. Keegoisan Aulia, ketamakan dan juga kelicikannya. Hingga Amora pun akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
"Aku percaya pada kekasihku." Jawab Aiden tak terbantahkan.
Tiger berdecak. Tangannya menepuk bahu Aiden dengan kuat.
"kamu harus bisa menerima kenyataan, sekarang Amora sudah tiada. Jangan terus berlarut dalam kubangan yang sama. Sekarang kamu sudah menikahi Aulia, perlakukan dia layaknya istrimu." Nasihat Tiger, ia tak ingin jika Aiden nanti akan terjebak dalam idenya yang menurutnya tidak masuk akal itu.
Tiger merasa jika Aulia tak seburuk yang dia dengar. Dia tahu seperti Amora, gadis itu selalu mencari perhatian setiap orang dengan cara apapun. Dan sialnya, Aiden tak pernah mau menerima kenyataan itu. Ia tetap percaya pada Amora, mungkin karena terlalu cinta. Tiger berdecak, itulah sebabnya kenapa sampai saat ini dia tak pernah memiliki kekasih karena tak ingin terjerat dalam hubungan yang rumit.
Tok...Tok..
Ketukan di pintu menghentikan acara mengobrol keduanya. Rupanya pesanan mereka telah datang. Aiden dan Tiger pun segera menikmati acara makan siangnya dalam diam. Tak ada lagi yang bersuara. Sepertinya keduanya kini tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
Tiger sesekali melirik Aiden. Jelas sekali pria itu tengah banyak pikiran saat ini. Entah apa yang dia pikirkan, Tiger tak ingin mencampuri terlalu dalam.
...********************...
Aulia tersenyum sembari melambaikan tangannya. Mertuanya izin untuk pulang setelah seharian penuh menghabiskan waktu bersama. Rumah kembali sepi, hanya tinggal dirinya saja.
"aahh....aku jadi rindu dengan kak Amora." Ujarnya.
Matanya melirik jam yang melekat di dinding. Masih ada waktu untuk mengunjungi kakaknya karena belum terlalu sore. Aulia pun segera mengambil tas nya lalu pergi.
Hanya butuh setengah jam untuk tiba di sebuah pemakaman umum. Dengan hati-hati Aulia memarkir mobilnya.
"Mamah..." Aulia menghentikan pergerakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil saat melihat ibu tirinya tengah berada di makam sang kakak.
Aulia memilih untuk diam di dalam mobil. Ia tak ingin bertemu dengan ibunya untuk saat ini. Moodnya bisa rusak nanti. Karena tahu, pasti ibunya akan mengatakan hal-hal menyakitkan jika bertemu. Karena begitulah selama ini.
Keningnya mengerut saat melihat hal aneh yang di lakukan ibu tirinya. Matanya terus mengawasi dengan tajam. Sayangnya dia tak bisa mendengar apa yang di katakan karena jaraknya yang begitu jauh.
Rada melemparkan buket bunga keatas makam sang anak dengan wajah marah. Sungguh perbuatannya tak layak dilakukan olehnya. Bukannya mendoakan, wanita tua yang masih terlihat cantik itu justru memaki sang anak yang kini terbujur kaku di dalam tindihan tanah merah.
"Dasar tidak berguna. Aku memintamu untuk melenyapkannya bukan menyuruhmu mengakhiri hidupmu sendiri." Decihnya penuh amarah.
Matanya melihat sekitar pemakaman yang sepi. Merasa aman tak ada yang melihat maka buru-buru Rada pergi. Langkahnya terhenti saat melihat mobil hitam yang terparkir di samping mobilnya. Merasa tak mengenali mobil itu ia pun segera masuk kedalam mobilnya lalu pergi.
Rada memang tak tahu jika Aulia kini memiliki mobil. Karena Aulia tak pernah membawa mobilnya ketika berkunjung kerumahnya.
"Kenapa mamah melempar bunganya bukan menaburkannya?" Aulia masih merasa heran dengan tingkah ibu tirinya.
Cepat-cepat Aulia pun keluar dan segera mendekati makam Amora. Meski sudah hampir setahun lebih, tapi bunga-bunga yang menghiasinya terlihat segar. Bahkan bunga-bunga itu nampak baru.
"Sebenar siapa yang selalu menabur bunga-bunga ini? Tak mungkin mamah kan!" Serunya merasa tak yakin karena melihat apa yang di lakukan ibu tirinya barusan.
Aulia berjongkok lalu berdoa. Dia selalu berharap bisa mendapatkan bukti, satu saja. Apa alasan Amora mengakhiri hidupnya sendiri. Kenapa Amora bisa melakukan hal itu padahal selama ini dia terlihat baik-baik saja.
Hampir setengah jam Aulia berada di sana. Wanita itu hampir lupa waktu saking rindunya dengan sang kakak.
Daaarr...
Suara petir yang cukup kuat membuat Aulia harus segera pergi sebelum hujan turun.
"Kakak, aku akan kembali lagi nanti." Ujarnya lalu mengecup batu nisan itu.
Sementara itu, di kantor.
Aiden dan Tiger nampaknya akan segera pulang. Hari ini Aiden terpaksa pulang tepat waktu karena paksaan Tiger.
"Lihat kan, langit menggelap. Kamu mau tinggal di kantor?"
"iya, aku akan pulang. Cerewet sekali jadi pria."
Tiger hanya mengangkat bahunya mendengar protesan Aiden.
Benar saja, beberapa menit kemudian hujan pun turun. Aiden berdecih di dalam mobilnya. Jalanan macet dan hujan lebat. Sungguh menyebalkan baginya.
Aulia pun nampaknya terjebak macet. Dengan gusar ia melihat jam tangannya. Sudah mau jam 7 malam dan jalanan masih padat. Mobilnya sulit sekali bergerak terjebak didalam kemacetan.
...******************...
TBC ........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!