Gadis cantik yang bernama Adinda khairunnisa, keluar dari dalam kamarnya dengan wajah yang penuh ceria, dia lansung mencari sang ayah ke dapur rumahnya.
"Pagi... Ayah Dinda yang paling tanpa sejagat raya!" sapa Adinda kepada sang ayah, yang sedang asik membuat sarapan untuk mereka berdua.
"Pagi juga bidadari cantik ayah...!" sahut sang Ayah, melempar senyum manisnya kepada putrinya.
"Ayah lagi masak apa Yah?" tanya Adinda mendekat ke arah sang ayah.
"Ini ayah bikin roti bakar, sama susu coklat untuk putri ayah." ujar Pak Anton menunjuk ke nampan yang sudah berisi dua porsi roti bakar, segelas susu coklat panas, dan teh manis, yang siap untuk di santap.
"Aahhh.... Sayang ayah banyak banyak." memeluk Ayahnya dari samping, tak lupa mendaratkan kecupan manis di pipi sang ayah, membuat pak Anto terkekeh, walau sudah beranjak dewasa, anak gadisnya itu tetap saja manja kepadanya.
"Ayah juga sayang Dinda banyak banyak sayang, selamat ulang tahun ya cantik ayah, umur kamu semakin bertambah, putri cantik ayah semakin dewasa, apa pun yang terjadi ayah mohon tetap lah kuat ya nak, ayah sayang Dinda, nanti kita ke makam bunda ya sayang." ujar Pak Anton, Adinda memang tidak mau di kasih kue ulang tahun, karena karena kelahirannya sang bunda malah pergi dan menyisakan ayahnya yang selalu sedih sepanjang waktu, membuat Adinda tidak mau merayakan ulang tahunnya.
"Terimakasih ayah, terimakasih sudah jadi ayah sekaligus bunda untuk Adinda, terimakasih sudah menemani hari hari Dinda, tetaplah temani Adinda sampai sukses Yah, tanpa Ayah Dinda ngak tau gimana hidup Dinda." ujar Adinda berkaca kaca.
"Hmmm.... In Sya Allah sayang, tanpa ayah pun kamu harus bisa kuat, bisa jaga diri, jangan menyalahkan apa pun yang terjadi ya nak." ujar sang Ayah, seperti kata kata perpisahan.
"Ayah ngomong apa sih, pokoknya Adinda maunya sama ayah selamanya, temani Adinda." ujar Adinda tidak suka.
"Iya sayang, ayah ngomong kaya gitu kan, besok kamu wisuda, dan akan kuliah entah itu di negeri orang, ngak mungkin ayah nemanin kamu. kan ayah kerjanya di sini, belum lagi nanti kamu ketemu jodoh dan menikah, tentu saja kita akan berpisah, kamu ikut sama suami kamu." kekeh sang ayah.
"Ngak mau, aku mau kuliah di sini aja, dan klau aku menikah, aku maunya ayah ikut tinggal bersama aku." rajuk Adinda yang tidak mau berpisah dengan sang ayah.
"Astaga, anak ayah ini, kenapa semakin hari semakin manja saja." kekeh sang ayah mengacak rambut Adinda gemas.
"Ayah..... Rambut Dinda jadi kusut, Dinda udah capek loh ya nguncirnya." rengek Adinda manja kepada sang ayah.
"Hahaha.... Nanti ayah kuncirin lagi." kekeh Pak anton, memang lah pak Anton sangat suka menguncir rambut sang anak, dari kecil Adinda tidak pernah berambut pendek, dia selalu berambut panjang, katanya biar mirip bunda, jadi lah pak Anton belajar menguncir maupun mengepang rambut sang putri, hingga sekarang pun masih suka menguncirin rambut sang anak.
"Ayo makan, keburu dingin loh sarapannya." ujar Pak Anton.
Mereka makan dengan tenang, sesekali masih mengobrol.
"Si Rizka kok jarang main ke sini sayang, biasanya ngak pernah absen tuh ke rumah." tanya sang ayah.
"Ngak tau Yah, katanya lagi banyak urusan." jawab Adinda mengedikan bahu.
Pak Anton hanya mengangguk anggukan kepalanya.
"Trus pacar kamu kok ngak pernah juga main ke sini?" tanya lagi pak Anton.
"Lagi sibuk latihan basket Yah." sahut Adinda.
"Sekolahnya bareng ayah, apa mau naik motor sendiri?" tanya Pak Anton saat mereka keluar rumah, Adinda yang akan berangkat sekolah, sang ayah yang akan berangkat ke kantor.
"Dinda bawa motor sendiri aja Yah, nanti klau aku pulang cepat, bisa lansung pulang, dan nunggu ayah di rumah, siap siap mau kemakam Bunda." ujar Adinda.
"Baiklah klau gitu, kamu hati hati ya sayang, jangan ngebut ngebut bawa motornya." ucap Pak Anton.
"Siap komandan!" memberi hormat ala ala tentara, dan tidak lupa mencium tangan sang ayah, mengecup pipi ayahnya kanan kiri.
Setelah melakukan salam perpisahan yang penuh drama itu, Adinda lansung tancap gas menuju sekolahnya, yang berjarak setengah jam dari rumahnya.
"Haa... Anak itu." gumam Pak Anton menatap ke pergian sang anak dengan lekat dan pandangan sulit di artikan.
Setelah Adinda hilang dari pandangan pak Anton, baru lah dia masuk ke dalam mobil, dan juga berangkat ke kantor.
Tin tin
"Din Woiii... Adinda!" pekik teman sekelasnya yang baru datang dan memarkir motornya tidak jauh dari motor Adinda.
"Apasih, berisik bego!" kesal Dinda, temanya itu memang suka membuat Adinda naik darah.
"Widihhhh.... Pagi pagi udah ngegas aja bu!" ledek temanya.
Adinda hanya acuh dan melangkahkan kakinya keluar parkiran dan di ikuti oleh Sandi.
"Din, loe sama Dion baik baik aja kan?" tanya Sandi serius.
"Baik baik aja, kenapa emang." ujar Adinda menaikan alisnya.
"Ohhh... Ngak kok, kirain loe berantem apa gimana gitu, soalny beberapa kali gue ketemu sama Dion dan sahabat loe itu siapa namanya?" tanya Sandi lagi.
"Rizka!" jawab Adinda singkat.
"Ahhh iya itu." angguk Sandi.
"Mata loe aja kali salah orang, emang sih beberapa hari ini kita jarang ketemu, soalnya Rizka lagi nyiapin diri untuk masuk kampus yang dia mau, dan Dion sedang latihan basket, kan Dion latihan bareng loe!" ucap Arimbi.
"Mungkin gue salah lihat." ucap Sandi, namun dalam hati dia menggerutu.
"Dasar Dion sableng selingkuh sama sahabat pacarnya, kaya ngak ada perempuan lain aja, udah gitu matanya katarak kali ya, masa Adinda secantik ini di selingkuhin sama tampang ondel ondel macam itu." gumam Sandi.
"Haiii.... Sayang, kamu kok baru datang?" tanya Dion menghampiri Adinda yang berjalan di koridor sekolah.
"Iya, lagian ngapain buru buru, kitakan cuma gladiresik buat besok doang." sahut Adinda.
Dion mengangguk tanda mengerti.
"Kita lansung ke aula aja, soalnya anak anak pada kumpul di sana." ujar Dion.
Adinda hanya mengangguk tanda mengerti dan mereka berjalan sambil bergandengan tangan, menuju aula.
"Nempel teruss......"
"Haisss..... Dunia serasa milik berdua."
"Penerbangan ke mars jam berapa ya?"
"Jomblo gigit jari."
"Keknya habis wisuda, kita dapat undangan deh."
Sepanjang jalan ke aula, Adinda dan Dion dia ledekin oleh teman teman mereka.
"Yang, lepas ih.... Malu di ledekin." gumam Adinda.
"Biarin aja sih Yang, mereka itu cuma sirik sama kita, lagian aku kan kangen sama kamu Yang, udah beberapa hari kita ngak ketemu." ujar Dion yang tidak mau melepaskan tangannya dari tangan kekasihnya itu.
Adinda hanya pasrah, karena Dion semakin erat aja memegang tangannya.
"Nanti kita ke cafe pelangi yuk, udah lama kita ngak ke sana, temani aku belu es cream." ujar Adinda.
"Aduh.... Gimana ya Yang, aku ngak bisa deh, soalnya aku mau latihan basket soalnya." ujar Dion dengan wajah penuh sesal.
"Oh, ya udah deh klau ngak bisa." ucap Adinda dengan wajah yang kecewa.
"Jangan marah dong Yang, besok aja kita ke sana ya, aku janji." ujar Dion.
"Hmmm... Baiklah klau gitu." ujar Adinda.
Bersambung.....
Haiii... mamak hadir lagi ya, dengan karya baru, semoga kalian suka.
Jangan lupa like komen dan Votenya.
Buat yang kasih bintang, kasih mama bintang lima ya, biar mamak semakin semangat untuk menulis.
untuk menunggu up novel mamak yang ini, kalian boleh baca karya mamak yang lainnya ya, semuanya sudah tamat kok😁😁😍😍😍
*Aira si gadis dingin.
*Suamiku yang tidak di anggap.
*Nikah Rahasia.
*Ketika suami tidak lagi jadi harapan.
*Cobalah jadi aku sebentar saja.
*Suami cacat ku.
*Bersamamu aku bahagia.
*Aku Bukan Pelakor.
"Selamat ulang tahun Adinda." ujar Lusi, Rini dan Sari serempak, mereka adalah teman teman satu gank dan satu lagi Rizka.
"Makasih makasih, kalian sahabat terbaik gue emang." girang Adinda, teman temannya memang tidak memberi apa apa, karena mereka tau Adinda tidak akan mau merayakan hari ulang tahunnya, cukup ucapan saja dia sudah sangat senang.
"Din, pulang sekolah mau kemana?" tanya Lusi.
"Seperti biasa, pulang kerumah, nunggu ayah, trus ke makam bunda." ujar Adinda tersenyum, tapi di senyumnya itu ada goresan luka yang tersimpan.
"Yahhh... Padahal kami mau aja kamu ke cafe pelangi loh." ujar Rini yang tau sahabatnya itu memang menyukai es cream di cafe tersebut.
"Haa... Benar kah, aku memang mau ke sana, tadi ngajak Dion, tapi katanya ngak bisa, katanya lagi latihan," keluh Adinda.
"Ya udah, ngak ada Dion tapi kan ada kita kita, jadi perginya sama kita aja." sahut Lusi.
"Baiklah, kita kesana bareng bareng." semangat Adinda.
"Rizka kemana sih, kok akhir akhir ini jarang kumpul sama kita sih." ucap Rini.
"Tau tuh anak, ngilang mulu kerjaannya." Sari.
"Dahlah, ngak usah di pikirin, sekarang kita masuk ke aula, nanti di omelin guru, klau tau kita masih kumpul di sini." celetuk Sari.
Mereka melangkah masuk ke aula, dan Dion dari tadi sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
"Itu bukannya Dion ya sama Rizka." tunjuk Rini ke arah dua orang berbeda kelamin itu, yang sepertinya sedang berbicara serius.
"Loh iya, ngapain dia berduaan, awas saja klau sampai selungkuh gue duluan yang hajar mereka." geram Lusi, yan memang tidak menyukai penghianatan, karena orang tuanya berpisah karena orang ke tiga.
"Dah lah, ngak usah negatif tingking gitu, kita samperin aja ke sana, mana tau mereka ada masalah." ujar Dinda yang memang sedikit kaget melihat kelakuan dua orang itu.
ke empat remaja itu menghampiri Dion dan Rizka yang tampak sedang membicarakan hal penting.
"Kalian lagi ngapain berdua di sini?" tanya Adinda, yang du ikuti oleh teman temannya.
"Ehhh, s-sayang, A-dinda!" kaget dua orang itu, dan muka mereka lansung pucat pasi, seperti seorang pencuri yang ketahuan.
"Kok pada kaget gitu, kek habis ngelihat hantu." ujar Adinda santai, padahal dalam hati ada rasa gimana gitu, masalahnya, cowoknya ngak pernah dekat sama teman temannya, kenapa sekarang sangat akrab dengan Rizka, ada apa gerangan, pikir Adinda namun dia ngak mau suudzon dulu.
"Eh, bukan gitu, kamu itu datang tiba tiba dan ngagetin kita," elak Dion yang berusaha menormalkan rasa gugupnya.
Mata Adinda memicing menatap ke aras Rizka
"Kamu ngapain sama pacar aku Riz?" sentak Adinda.
"I-itu aku ketemu ngak sengaja kok sama dia di sini." gugup Rizka.
"Ngak sengaja, tapi kalian ngomong serius kami lihat." sela Lusi.
"Itu tadi aku ngak sengaja ketemu teman kamu di sini sayang, katanya lagi ada masalah, jadi aku tanya lagi ada masalah apa, trus dia curhat sama aku." bela Dion.
"Ohhh, dari kapan kamu perhatian sama perempuan lain, perasaan selama ini kamu cuek sama masalah orang, kenapa sekarang tiba tiba jadi sok peduli!" selidik Adinda.
"Dia kan teman kamu sayang, masa aku diam aja pas dia punya masalah." bela Dion.
"Kemaren waktu Lusi ada masalah kamu kok cuek aja, malah Lusi sangat kacau waktu itu." sarkas Adinda, lansung membuat Dion bungkam, tidak tau mau ngomong apa lagi.
"Sudah lah Din, aku minta maaf, jangan jadi berantem gara gara aku," ujar Rizka dengan wajah sok menderita.
"Kamu juga kenapa Riz? punya masalah kenapa ngak cerita sama kami, justru cerita sama Dion, maksud kamu apa?" sinis Lusi yang melihat gelagat tidak baik dari Rizka.
"Emang separah apa sih masalah kamu, sampai sampai harus Dion yang turun tangan, bukanya kamu ngak dekat sama Dion selama ini," ujar Rini.
"Tau tuh, kenapa harus Dion, kan ada kami teman kamu." ujar Sari.
"Iya aku akui aku salah, ngak cerita sama kalian, soalnya kan kita udah lama ngak kumpul, jadi aku ngak tau lagi mau curhat sama aku, jadi tadi ada Dion aku curhat sama Dion." Bela Rizka
"Ngak main bareng itu kan kamu sendiri yang ngehindarin kita, setiap di ajak main kamu yang ngak mau, dengan banyak alasa, lagi mager lah, lagi sibuk ini itu, sekarang seolah olah teraniaya, dan seperti orang ngak punya teman dan curhat sama cowok teman sendiri, maksudnya apaan, biar terlihat menyedihkan, cari perhatian dari cowok teman sendiri!" sinis Lusi.
"Astaga ngak gitu kok!" kesal Rizka yang dari tadi di sudutkan oleh teman temannya.
"Udah udah, kalian jangan bikin Rizka makin tertekan, dia udah banyak masalah, jadi jangan kalian tambahin lagi." bela Dion.
"Wooowww... Dion yang cuek sekarang jadi Dion sangat perhatian sama teman pacarnya, sampai lupa hari ini kekasih sendiri ulang tahun, loe udah ngucapin selamat sama pacar loe." cibir Lusi.
Deg....
Dion lupa hari ini ulang tahun sang ke kasih, dia menatap Adinda dengan perasaan bersalah.
"Udah lah, yuk kita ke sana, takut guru marah, lagian ada yang lebih penting dari ulang tahun aku. Rizka lagi butuh Dion sekarang, maklum lagi ada masalah, kita kan ngak boleh tau masalahnya." ujar Adinda meninggalkan Dion dan Rizka.
"Sayang... Maaf aku lupa, sayang." panggil Dion namun ngak di hiraukan sama Adinda dan teman temannya, dia ingin mengejar Adinda namun tangannya di pegang oleh Rizka dengan tatapan memohon, akhirnya Dion tidak jadi pergi malah duduk di dekat Rizka.
Beberapa jam melakukan gladi bersih akhirnya selesai juga, dan dua orang yang tadi pagi mereka temui tidak lagi kelihatan batang hidungnya.
"Kemana tuh, si caper sama cowok bego." sinis Lusi.
"Udah pergi, Dion mau latihan basket, klau Rizka lagi pusing, jadi mau lansung pulang." ujar Adinda.
"Kamu yakin?" tanya Sari.
Adinda hanya mengedikan bahu acuh.
"Yuk lah, kita ke cafe pelangi, ngapain mikirin mereka." santai Adinda, walau hatinya berkata lain.
"Yuk lah, gaskeun...." sahut Rini berbinar.
Ke empat remaja itu komvoi membawa kendaraan masing masing ke cafe pelangi.
"Kamu mau pesan apa Din, hari ini aku yang traktir," ujar Sari, dia ingin membelikan kado ulang tahun untuk Adinda, tapi pasti akan di tolak, klau di traktir makan pasti anak itu tidak akan menolak, apa lagi di traktir di cafe ke sukaannya.
"Benaran ya, nanti kamu bokek lagi, aku kan mau makan sepuasnya." kekeh Adinda.
"Ngak masalah, yang penting kamu senang." sahut Sari.
"Baiklah klau kamu memaksa, aku ngak bisa menolaknya." kekeh Adinda dan lansung memesan makanan yang dia mau, tentu saja tidak lupa dengan es cream ke sukaannya.
"Astaga anak ini." kekeh Lusi sambil geleng geleng kepala, melihat pesanan Adinda, dan jangan lupa es cream jumbo.
"Emang habis sebanyak itu Din?" tanya Rini bergidik ngeri melihat makanan di depan matanya.
"Huu... Pasti habis, sebelum menerima kenyataan di depan mata," celetuk Adinda tanpa sadar.
"Cih... Ngak usah di pikirin teman sama cowok kek gitu, kamu cantik dan pintar, masih banyak cowok cowok keren di luar sana yang menyukai kamu." hibur Lusi, dia tau perasaan Adinda saat ini, karena dia pernah merasakan hal seperti itu.
"Hmm... kalian benar, ngapain mikirin mereka, sekarang mikirin kuliah dulu, jadi orang berhasil dan membanggakan ayah dan bunda." ujar Adinda sambil memakan es creamnya.
Bersambung....
Adinda sudah sampai di rumah, dia sedang bersiap siap menunggu ke dagangan sang ayah, mereka akan ke makam bundanya.
"Assalamualaikum...." ucap salam sang ayah yang baru masuk ke dalam rumah.
"'Wa'alaikum salam..." sahut Adinda bersemangat menyambut kedatangan ayahnya.
"Wahhh.... Anak ayah sudah cantik banget, udah ngak sabar ke rumah bunda ya." ujar Pak Anton mengecup dahi sang anak.
"Iya dong, aku udah ngak sabar ngasih tau bunda, klau besok hari wisuda ku, dan aku sebentar lagi mau masuk bangku kuliah." semangat Adinda.
"Hmmm... Baiklah, ayah bersih bersih dulu ya, abis itu kita lansung ke makam bunda." ujar Pak Anton.
"Assalamualaikum bunda, anak cantik bunda datang nih," gumam Adinda sambil mencabut rumput rumput liar di atas makam bundanya.
Setelah membersihkan makam sang bunda, tak lupa Adinda membaca yasin dan surat surat pendek di sana, dan tak lupa berdo'a.
"Bun, Adinda kangen bun, ingin rasanya Dinda merasakan pelukan bunda, tapi Adinda ngak di takdirkan untuk di peluk bunda, tapi ngak pa apa, ada ayah yang selalu memberikan pelukan itu untuk Dinda bun."
"Bunda tau ngak, ayah itu banyak yang naksir, sering di goda janda cantik, tapi ayah ngak mau, katanya ayah hanya mau di persatukan sama bunda di akhir nanti."
"Bunda adalah wanita beruntung memiliki ayah, cinta ayah sama bunda sampai akhir dan tidak ada yang bisa meruntuh ke setiaan ayah, semoga Dinda nanti juga di berikan jodoh seperti ayah ya bun."
"Bun, besok Dinda wisuda dan sebentar lagi Dinda bakal jadi mahasiswa, ah, ngak terasa Dinda sudah besar aja ya bun, bunda tenang di sana ya, Dinda akan jaga ayah dengan baik, sampai nanti ayah bertemu sama bunda lagi."
"Bun, Dinda pulang dulu ya, soalnya sudah mau hujan, live you bunda muacchhhh..." Dinda mengecup batu nisan sang bunda dengan penuh perasaan.
Pak Anton hanya diam memperhatikan anaknya yang sedang curhat di pusara sang istri.
"Ayah ngak mau ngomong sama bunda, aku kasih waktu seperti biasa, aku ke depan mau beli minum dulu" ujar Adinda memang seperti itu dari dulu, Adinda akan memberi waktu untuk sang ayah.
"Baiklah, jangan lama lama." ujar Pak Anton tersenyum lembut dan mengusap rambut sang anak.
Adinda meninggalkan makam sang bunda, dan menuju penjual minuman yang tidak jauh dari sana.
"Neng Dinda sudah selesai?" tanya si mamang yang memang sudah kenal dengan Adinda dan ayahnya, karena mereka tiap bulan bakal datang ke makam itu.
"Sudah mang, ini lagi nunggu ayah, yang lagi pacaran sama bunda." kekeh Adinda.
"Neng Dinda bisa aja." ujar si mamang ikut terkekeh.
"Haiii... Sayang, mas merindukan mu sayang, mas sudah ngak sabar ingin bertemu dengan kamu, rasanya rindu mas ini sudah ngak bisa di tahan lagi sayang, mas sangat mencintaimu sayang." gumam Pak Anton sambil menitikan air matanya.
"Sayang, kamu lihat lah, anak kita sudah besar sekarang, dia sudah tujuh belas tahun aja sekarang, seumuran dengan kepergian kamu, mas sudah menjalankan amanah kamu, untuk menjaganya dengan baik, dan mas ngak ingin dia punya ibu lain selain diri kamu, mas takut kamu cemburu, makanya mas ngak mau nikah lagi, mas juga ngak mau saat kita bertemu, kamu merajuk, dan semakin ngak mau ketemu mas, jadi mas memilih ngak menikah lagi, asal di alam ke abadian nanti, kita bisa berkumpul selamanya, mas menunggu saat itu sayang." gumam pak Anton.
"Sayang, mas pulang dulu ya, takutnya anak gadis mu itu akan mengusil si Edo." kekeh Anton.
"Assalamualaikum istri ku." ujar Anton yang juga mengecup batu nisa sang istri, lalu berdiri dan meninggalkan makam tersebut.
"Udah puas pacarannya Yah." goda Adinda.
"Sebenarnya sih belum puas, tapi takut anak ayah ini akan mengusili si mamang lagi, jadi ayah buru buru aja." kekeh Pak Anton, membuat Adinda merengut kesal.
"Apa sih Yah, mana ada Adinda usil ngak ada ya." cibik Dinda.
"Iya iya ngak ada, anak ayah mah anak baik." ujar pak Anton tersenyum kepada sang anak.
Mang Edo hanya terkekeh melihat Adinda yang merajuk itu.
"Ya sudah ayo kita pulang, nanti keburu hujan loh, belum nanti yang mau mampir makan dulu." ujar pak Anton.
"Yuk lah." ujar Adinda memeluk tangan sang ayah.
"Ntar dulu, tadi jajan apa, mau main pergi pergi aja." oceh sang ayah.
"Eh iya, Dinda lupa." kekehnya.
Pak Anton hanya geleng geleng melihat tingkah sang anak.
"Jajan apa aja dia Do?" tanya pak Anton.
"Cuma teh botol, roti dua biji sama tisu pak, jadi total lima belas ribu." ujar mang Edo.
Pak Anton memberikan uang kertas meras satu lembar.
"Makasih ya Do." ujar pak Anton dan berjalan meninggalkan pemakaman umum itu.
"Ehhh Pak, ini kembaliannya!" teriak mang Edo.
"Ngak usah, buat anak anak kamu aja." ujar pak Anton.
"Makasih pak." ujar mang Edo berkaca kaca, pak Anton memang seperti itu, selalu memberi dia uang lebih, dan kadang datang juga membawakan sembako untuk beberapa orang penjaga makam dan para pedang kecil di makam ini.
"Orangnya baik bangat ya pak." tanya seseorang yang tadi sempat memperhatikan pak Anton tadi.
"Iya Tuan muda, sangat baik malah, dia ngak segan segan membantu kami orang susah ini, dia selalu memberi kami uang lebih, setiap bulan itu suka kasih kami sembako." terang mang Edo.
"Anaknya berapa orang itu?" tanyanya lagi.
"Anaknya cuma Neng Adinda doang Tuan muda, istrinya meninggal saat melahirkan neng Dinda, tapi ngak pernah mau menikah lagi, katanya dia takut istri cemburu, dan nanti di keabadian ngak bisa di basangin sama bundanya Neng Adinda." ujar mang Edo.
"Suami setia." gumam orang itu.
"Iya suami setia, sayang anak, anaknya dia yang mengurus, di urus sama pembantu hanya saat di tinggal kerja doang tuan, bahkan sampai sekarang mereka hanya tinggal berdua saja." lanjut si mamang.
Orang itu hanya manggut manggut mendengar ucapan si mamang, matanya tak lepas memandang kepergin pak Anton dan Adinda yang berjalan bergandengan tangan.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!