SMA Negeri 6 Bandung
Ini adalah hari pertamaku. Masuk sekolah di sekolah baru sebagai siswa pindahan. Aku belum banyak mengenal orang di sekolah ini. Jangankan guru-guru, teman pun belum ada yang aku kenal sama sekali.
Aku berjalan perlahan memasuki halaman sekolah, tiba-tiba-
"Aowww!"
Punggungku terasa sakit. Seseorang menabrakku dari belakang. Seperti ada sebuah kepala manusia membentur tubuhku. Mungkin orang yang menabrakku itu tinggi badannya sekitar 165 cm.
Untuk remaja seumuran anak SMA kelas sepuluh, aku termasuk janggung. Tinggi badanku sekitar 175 cm. Tubuh tinggi dan atletis, aku warisi dari Ayahku. Alis tebal, hidung mancung, mata coklat dan lesung di pipi juga ditularkan Ayah padaku. Tetapi, kulit putih, rambut lurus, bulu mata yang lentik, bibir merah muda dan tipis di amanahkan Bunda kepadaku.
Maka tak heran sewaktu aku masih duduk di bangku SMP, ketika masih sekolah di kota Jakarta dulu, aku termasuk siswa yang banyak disukai siswi di sekolahku.
Ahmad Faeyza Putra Sanjaya, biasa dipanggil Eyza. Cowok cool, putih, tinggi dan kharismatik begitu sih menurut teman-temannya terutama yang cewek. Sayang banget sama kedua adik kembarnya. Kalau soal belajar, lumayanlah. Nilainya nggak pernah dibawah delapan, tapi dia nggak gampang suka sama cewek, cuma ceweknya aja tuh yang pada ngejar, sudah seperti Angsa, nggak boleh lihat Eyza lewat bawaannya pengen ikut ( Maaf, agak lebay dikit kasih gambarannya, maklum abis nonton film india hehehe ... ).
"Maaf, Maaf ya! Gue nggak sengaja, tadi buru-buru takut keburu bel sekolah bunyi."
Salah seorang siswa meminta maaf padaku karna menabrakku dari belakang.
"Nggak apa-apa, santai aja. Lain kali hati-hati ya!" jawabku sambil tersenyum kemudian berlalu dari hadapannya.
"Tunggu sebentar!"
Baru beberapa langkah aku berjalan. Tiba-tiba saja siswa itu memanggilku. Aku pun berhenti lalu menoleh ke arahnya, tidak jadi melanjutkan langkahku, kemudian dia menghampiriku.
"Elo, murid baru ya?" tanya siswa itu padaku.
"Iya, gue pindahan dari Jakarta," jawabku menjelaskan penasarannya.
"Oh, pantesan gue baru liat lo disini!"
Reno masih saja terus menatapku.
"Bukannya sekarang tahun ajaran baru ya? Pasti banyak siswa baru yang bakal lo lihat nanti," celetukku dengan santai, sambil aku masukkan kedua tanganku ke dalam saku celana.
"Eh, iya juga sih. Kenalin, Gue Reno anak kelas satu!" ucap Reno sambil mengulurkan tangannya, mengajakku bersalaman. Lalu aku pun mengeluarkan tangan kananku dari dalam saku celana sebelah kanan untuk membalas jabat tangannya.
"Gue Eyza, gue juga kelas satu!"
Tanganku masih menggenggam tangan Reno.
" Oh, yaa! Berarti kita sekelas dong? Lo kelas satu berapa?" tanya Reno padaku, kemudian melepaskan genggaman tangannya.
"Kelas satu-dua!" jawabku singkat.
"Tuh, kan pas banget kita emang sekelas."
Reno senang akhirnya mendapatkan teman baru yang sekelas dengannya.
"Eh, iya ya! mudah-mudahan kita bisa berteman baik ya," jawabku pada Reno.
"Iya, gimana kalau kita duduk sebangku aja?" ajak Reno yang tidak langsung aku jawab.
"Mmmmm boleh juga!" jawabku menyetujui usul Reno.
"Oke, kalau begitu deal ya kita duduk bareng?" Reno bertanya sekali lagi untuk memastikan kalau aku setuju dengan usulnya.
" Iya .... Ya udah yuk kita ke kelas, kayanya sebentar lagi bel sekolah bunyi!"
Aku ajak Reno masuk ke dalam kelas, kami pun berjalan bersama menuju kelas.
Sesampainya di dalam kelas kami mencari bangku yang masih kosong, setelah melihat kesekeliling ruangan akhirnya kami mendapatkan meja dan bangku yang masih kosong.
Di bangku nomor empat. Di deretan meja guru, kami duduk di situ. Aku taruh tas diatas meja, kemudian duduk di dekat tembok, karna sejak masih duduk di sekolah dasar aku paling suka duduk dekat tembok, biar bisa bersandar.
Bel sekolah pun berbunyi, pertanda kegiatan belajar mengajar akan di mulai.
"Selamat pagi anak-anak!" Seorang laki-laki bertubuh tinggi, kulit sawo matang, rambut ikal dengan jenggot cukup tebal di dagunya, tanpa kumis yang biasa jadi pasangannya. Laki-laki itu tidak langsung duduk di bangku tapi berdiri di hadapan para siswa.
"Selamat pagi Pak!" jawab para siswa bersama-sama.
"Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh," ucap laki-laki itu memberi salam kepada para siswa di kelas ini.
"Wa'alaikum salam warrohmatullohi wabarokaatuh," jawab kami serentak.
"Perkenalkan saya Pak Basri Hasanuddin, guru agama islam di kelas satu, sekaligus juga sebagai wali kelas kalian! mungkin kalian baru pertama kali melihat saya karna baru pertama kali kalian masuk ke sekolah ini. Kecuali Reno, dia sudah sangat kenal dengan saya," ucap Pak Basri kepada kami.
Kami pun menganggukan kepala. Entah mengerti atau bingung kenapa Reno bisa sangat kenal dengan Pak Basri, sedangkan dia juga baru pertama masuk sekolah, sama seperti kami.
"Ren, lo kok bisa kenal Pak basri? Kan lo juga baru pertama masuk sekolah ini sama kaya gue dan yang lainnya," bisikku di telinga Reno.
"Eh, ituuu, sebenarnya gue nggak naik kelas. Harusnya gue udah kelas dua sekarang, karna banyak bunga merah merekah di raport gue. Gue jadi harus ngulang lagi di kelas satu deh. Makanya, gue kenal banget sama Pak Basri!" ungkap Reno sambil tersenyum malu-malu kepadaku.
" Oh, begitu .... Jadi lo veteran dong di sini? Tapi tenang aja, kita bisa jadi team work yang baik kok. Kita berjuang sama-sama biar bisa cepet lulus dari sini," ucapku pada Reno, sambil ku tepuk-tepuk punggung Reno perlahan.
Aku lihat Reno tersenyum. Wajahnya kembali bersemangat. Benar-benar mirip veteran pejuang 45 yang lagi mengenang masa-masa perang. Seakan jiwanya kembali bangkit, ingin berjuang melawan penjajah.
Reno Sasongko. Kalau dilihat-lihat lumayan cakep sebenarnya, cuma agak lemot aja. Baik hati dan setia kawan. Cuma teman-temannya aja yang nggak setia sama dia, buktinya dia ditinggal sendiri di kelas 1 yang lain udah pada pergi ke kelas 2 hehehehe.
"Anak-anak, sekarang perkenalkan diri kalian masing-masing. Tidak usah berdiri di depan, cukup berdiri di tempat duduk kalian masing-masing. Dimulai dari sebelah kiri dulu, di meja paling depan deretan meja guru!" ucap Pak Basri, membuat aku dan Reno terkejut karna lagi asik ngobrol berbisik-bisik.
Para siswa pun berdiri satu persatu memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan saya Rani Maharani, saya dari SMP Negeri 1 Bandung!"
"Perkenalkan saya Sri Wulansari, saya dari SMP Negeri 1 Bandung!"
"Perkenalkan saya Burhan Sholehuddin, saya dari SMP negeri 2 Bandung!"
"Perkenalkan saya Syarifuddin, saya dari SMP Negeri 2 Bandung!"
Akhirnya tibalah sampai pada giliranku untuk memperkenalkan diri, aku pun segera berdiri.
"Perkenalkan saya Ahmad Faeyza Putra Sanjaya, biasa di panggil Eyza, saya dari SMP Negeri 15 Jakarta!"
Semua mata tertuju padaku, sampai aku duduk pun mereka masih menatapku. Terutama mereka, para kaum hawa. Aku hanya tertunduk kemudian bergumam dalam hati, "Duh, kenapa sih masih pada lihatin gue aja, gue jadi berasa lagi jadi Siwon Super Junior yang lagi konfrensi pers hahaha ... "
Sampai akhirnya tibalah siswa terakhir memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan saya Ujang Suryana, saya dari SMP Negeri 4 Bandung!"
"Jadi cuma gue di sini, siswa pindahan dari Jakarta? Yang lain dari Bandung semua, pantesan aja pada lihatin gue, cuma gue sendiri yang beda daerah asalnya," bisikku dalam hati.
"Nah, anak-anak. Kalian sudah memperkenalkan diri kalian masing-masing, sudah pada tahu nama teman-temannya ya? Hari ini Bapak tidak memberikan pelajaran apa-apa, hanya perkenalan saja. Mungkin setelah ini ada acara perkenalan bagi siswa baru dari kakak kelas kalian! Kalau begitu Bapak pamit, Wassalamu'alaikum Warrohmatullohi wabarokaatuh." Pak Burhan mengucapkan salam sekaligus pamit untuk meninggalkan kelas.
"Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokaatuh!" jawab kami serentak mengiringi kepergian Pak Burhan meninggalkan kelas.
**Sampai di sini dulu ya para *r*eaders sekalian, perkenalan dengan Eyza dan teman-teman barunya, insya Allah kita lanjut lagi nanti di episode berikutnya.
See you 😉
Tet tet tettttttttttt !
Bel istrirahat berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas.
"Za, ke kantin yuk! Gue laper banget," ajak Reno. Kemudian disusul Ujang ingin ikut dengan kami.
"Abdi teh boleh ikut sama kalian?" ucap Ujang dengan logat bahasa sunda halusnya.
Ujang Suryana, orang sunda asli. kelihatannya sih alim, Sopan, tutur katanya halus, kalem. Punya tampang yang lumayan kasep, menurut teman-teman ceweknya. Khususnya para tetangganya.
Pokoknya cewek kalau didekat dia bawaannya adem aja deh. Belum lagi kalau lagi ngomong, suka keluarin hadits gitu. Gue aja yang cowok tenaaaang bawaannya kalau dia lagi ngomong, berasa lagi dikasih tausiyah.
"Boleh, boleh kok. Kalau ujang mau gabung sama kita, iya kan Ren?" ku lirik Reno, sambil aku angkat kedua alisku yang tebal.
"Iya, boleh kok. Ya udah yuk, ntar keburu bel istirahatnya bunyi lagi!" ajak Reno, lalu kami bertiga segera pergi ke kantin.
Sampai kantin.
"Za, lo mau makan bakso ga? Disini tuh, baksonya enak banget, kaya di mall gitu."
Tawaran Reno padaku, dan langsung aku setujui, karna waktu di Jakarta, aku paling senang makan bakso.
"Masa sih? Boleh deh," jawabku singkat, lalu kami bertiga menghampiri tukang bakso di kantin itu.
"Mang, baksonya tiga mangkok ya! Eh, lo mau makan bakso juga, Jang?" tanya Reno pada ujang yang sedang melihat kesekeliling kantin. Entah apa yang dia cari, apa mungkin lagi cari tukang cilok deket rumahnya ya?!
"Boleh deh. Abdi makan bakso juga. jangan terlalu pedas!" jawab ujang dengan tutur katanya yang halus.
"Lo, liatin apa sih, Jang? Daritadi gue perhatiin celingak-celinguk aja," tanya Reno pada ujang yang masih melihat sekeliling. Namun seketika berhenti setelah Reno bertanya.
"Eh, itu. Abdi teh lagi cari adik sepupu. Sekolah disini juga tapi beda kelas sama Ujang," jawab Ujang coba menjelaskan.
"Udah yuk, kita makan dulu. Tuh baksonya udah jadi! Kita ngobrolnya di meja aja, sambil makan," ku ajak Reno dan Ujang. Kami pun berjalan mencari meja kantin yang masih kosong.
"Adik sepupu lo kelas berapa memangnya?" tanya Reno penasaran.
"Adik sepupu Abdi teh, kelas satu-lima. Namanya Cempaka," jawab ujang, kemudian memakan bakso dihadapanya.
"Cewek?" tanya Reno, yang membuatku ingin berceletuk.
"Ya iyalah. Ren, namanya Cempaka," ucapku pada Reno yang kadang rada lemot orangnya.
"Eh, iya ya. Hehehe," jawab Reno sambil menggarukan kepalanya yang tidak gatal.
"Nanti aja Jang, cari sepupu lo! Habisin baksonya dulu, bentar lagi bel bunyi. Habis ini kan kita ada acara perkenalan sama kakak kelas. Semua kelas satu di kumpulin. Ntar juga lo ketemu sama sepupu lo," ucapku pada Ujang meyakinkan dia.
Tet tet tettttttttt !
Bel masuk kelas berbunyi. Para siswa tergesa-gesa menghabisan sisa makananya, kemudian berlarian kembali ke kelasnya masing-masing.
Didalam kelas.
"Adik-adik, sekarang kita ada acara perkenalan dengan kakak-kakak kelas ya!"
Ucap seorang Kakak kelas. Kak Rina namanya, dia salah satu pengurus osis di sekolah ini.
"Nanti kalian yang ditunjuk. Diminta memperkenalkan diri kalian dan menunjukan bakat kalian didepan kakak-kakak dan teman-teman kalian, mengerti ya?"
Kak Rina mencoba menjelaskan acara apa saja dalam perkenalan itu. Lalu meminta para siswa keluar kelas, berkumpul dilapangan sekolah.
Satu persatu para Kakak kelas memperkenal dirinya, juga jabatan mereka dalam kepengurusan Osis. Tapi ada satu orang yang belum datang dan memperkenalkan dirinya sebagai wakil ketua Osis.
Kini giliran para siswa memperkenalkan dirinya, sekaligus menunjukan bakat mereka. Ada yang membaca puisi, ada yang berpantomim, ada yang ber-stand up comedy.
Semua siswa tertawa mendengar lelucon Syarif teman sekelasku, ketika dia sedang melawak. Patut ku akui dia memang pintar melucu. Bisa membuat orang disekitarnya tertawa lepas, ketika dia sedang bercerita lucu.
Tibalah saatnya giliranku menunjukan bakat yang aku punya.
"Hei kamu, kesini. Ayo perkenalkan diri dan bakatmu!" ucap salah seorang kakak kelas. Kak Doni namanya.
Aku pun segera berdiri, lalu memperkenal diri.
"Assalamu'alaikum. Nama saya Eyza, kelas satu-dua. Saya bisa bermain gitar dan bernyanyi," ucapku sedikit gugup karna mereka orang-orang baru yang belum aku kenal semua.
"Oke. Pas banget tuh, daritadi belum ada yang menghibur kita dengan nyanyian," ucap Ka Doni, lalu mengambil bangku, kemudian diletakkan didekat para kakak kelas yang sedang berdiri. Sedikit menyamping agar bisa dilihat oleh yang lainnya juga, kemudian Kak Doni menyerahkan gitar kepadaku.
Aku duduk dan mulai memainkan gitar kemudian bernyanyi. Mereka yang melihat pun ikut bernyayi, dan sesekali menggoyangkan bahunya. Karna lagu ini memang sudah tidak asing lagi dikalangan anak sekolah.
Aku terus menyanyikan lagu 'Kamu' milik Coboy Junior. Sampai akhirnya tiba pada reff lagu.
💓 💓 💓 💓 💓 💓 💓
Mungkin inilah rasanya
rasa suka pada dirinya
sejak pertama aku bertanya
facebookmu apa, nomormu berapa
Mungkin inilah rasanya
cinta pada pandang pertama
senyuman manismu itu
membuat aku, dag dig dug melulu
Tiba-tiba dari kejauhan. Seorang siswi berseragam sekolah serba panjang, dengan kerudung putih panjang sampai menutup dada. Kulitnya putih bersih, tubuhnya tinggi semampai. Berjalan perlahan menuju kakak-kakak kelas yang berdiri didekatku.
Seketika, aku langsung terdiam seperti patung. Jari jemariku seperti tak mampu lagi memetik senar gitar. Jantungku berdegup kencang. Iramanya sudah tidak lagi beraturan, jadi mirip Shahrukh Khan di fim Jab Tak Hai Jaan pas lagi ngamen ketemu Katrina Kaif.
Sarah Amelia Prasetyo. Wakil ketua Osis di sekolah ini. Selain menjabat sebagai wakil ketua Osis, dia juga aktif dalam kepengurusan Rohis di sekolah ini. Orangnya baik, murah senyum, cantik udah pasti ya! Kalau nggak, ngapain gue sampe bengong waktu pertama kali lihat dia. Udah kaya lihat miss universe lagi melambaikan tangannya ke gue, pas turun dari mobil limosin. Dia juga cerdas, punya bakat menyanyi dan main gitar sama kaya gue. Wah, pas banget kan kalau gue jadian sama dia hehehe.
Gadis itu tersenyum padaku, begitu sadar kalau daritadi aku bengong menatap dia.
"Ya Allah, itu senyum adem banget sih, berasa abis disiram air se-ember gue," ungkapku dalam hati, namun tiba-tiba Ka Doni mengagetkan aku.
"Hei Boy! kamu mau nyanyi apa mau bengong?"
"Eh, iya. Ini aku lanjutin lagi Kak!"
Aku mulai memainkan gitar dan bernyanyi lagi, tapi mataku terus saja menatapnya. Gadis itu hanya tertunduk melihat aku terus memandanginya.
"Oke. Kamu boleh ke tempat duduk kamu lagi," ucap Kak Doni setelah aku selesai menunjukan bakatku, kemudian mengambil gitar yang aku pegang.
"Nah, adik-adik. Ini namanya Kak Sarah, wakil ketua Osis di sekolah ini, sekaligus sekretaris umum Rohis disini."
Kak Doni memperkenalkan Ka Sarah kepada kami. Kak Sarah tersenyum kemudian mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum Warohmatullohi wabarokatuh. Maaf sebelumnya saya datang terlambat, karna ada sedikit urusan. Selamat datang untuk adik-adik semua, semoga kalian senang di sekolah ini dan bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar disini dengan baik. Siapa saya disini, tadi sudah disebutkan sama Ka Doni ya! Saya nggak bisa berpanjang lebar karna hari sudah semakin siang. Bel pulang sekolah pun akan segera berbunyi. Sekian dari saya, wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh."
Kak Sarah mengakhiri pidato singkatnya.
Para siswa pun berhampuran, pergi meninggalkan lapangan sekolah. Kembali ke kelasnya masing-masing.
"Za, tadi lo kenapa sih. Bengong aja?" tanya Reno membuyarkan lamunanku akan senyuman Kak Sarah barusan.
"Gue habis lihat bidadari Ren!" jawabku yang malah membuat Reno tertawa.
"Hahaha seriusan lo? Ada bidadari siang-siang begini di sekolah kita?"
"Beneraaaan!"
Reno diam mendengar jawabanku, kemudian menatapku.
"Mungkin dia lagi cari selendangnya yang hilang kali Za!" celetuk Reno padaku.
Mendengar celetukan Reno, aku tatap matanya dengan serius, " Lo pikir gue Jaka Tarub! " ucapku yang membuat Reno tambah tertawa geli.
" Hehehe... Habisnya- halu lo kebangetan Za. Mana ada bidadari siang bolong begini di sekolah kita. Yang ada tukang es cendol tuh! lagi mangkal di depan sekolah," jawab Reno yang membuatku memasang ekspresi wajah cemberut.
Tet tet tettttttttttttt !
Bel sekolah berbunyi, para siswa bersiap-siap untuk pulang.
"Ya udah. Gue balik duluan Za, sampe ketemu besok ya!"
Reno pun pergi meninggalkan kelas.
Aku masih saja duduk termenung. Senyum manis Ka Sarah masih saja mengganggu pikiranku.
"Woiiii Za, Pulang! Bidadari lo juga nggak bakalan nginep disini, dia harus pulang ke khayangan." Teriak Reno dari balik pintu kelas, kemudian berlari meninggalkan aku.
"Sialan lo Ren!" jawabku sedikit kesal tapi kemudian tertawa sendiri.
" Hehehe .... "
💘 💘 💘 💘 💘
Sampai di rumah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Kamu udah pulang Za?" Bunda menjawab salamku.
"Iya, Bun. Sudah!"
Kemudian, kucium tangan Bunda, dan tak lupa aku kecup juga keningnya. Kebiasaan yang tak pernah hilang sejak aku kelas 3 SD.
"Dya dan Dita belum pulang Bun?" tanyaku pada Bunda akan keberadaan dua adik kembarku.
"Assalamu'alaikum," ucap Dya dan Dita bersama. Maklum mereka anak kembar jadi selalu kompak, tapi nggak selalu juga sih.
"Nah, itu mereka baru pulang!" baru saja Bunda ingin memberitahukan ternyata mereka sudah memberi salam.
Dya dan Dita menghampiri Bunda dan aku yang sudah berada di dekat meja makan. Kemudian mereka mencium tangan Bunda, baru setelah itu mencium tanganku. Aku pun membalas dengan mencium kening mereka.
Kenalin nih guys! Dua adik kembar gue. Namanya Anindya dan Anindita, walaupun mereka kembar tapi sifat mereka nggak sama persis. Anindya biasa dipanggil Dya, lahir lima menit lebih awal dari Anindita. Sifatnya sedikit tomboy dan agak keras kepala. Kalau gue nasehatin nggak langsung bisa diterima. Kita harus berdebat kecil dulu, baru deh dia bisa terima, tapi anaknya baik kok, sopan dan nggak gampang di deketin cowok.
Satu lagi namanya Anindita, biasa di panggil Dita. Kebalikan dari Dya. Dita itu anaknya feminim banget, senang baca novel romantis, baik, sopan dan penurut. Kalau gue nasehatin pasti dia langsung nurut, nggak banyak ngebantah.
Dita seneng sama cowok yang alim, sopan dan rapih. Apalagi kalau itu cowok agamanya bagus, demen banget tuh Dita. Nah! Kebalikan dari Dita. Kalau Dya lebih suka cowok yang gaul dan stylist, tapi walaupun mereka punya sifat yang berbeda, gue sayang banget sama mereka berdua, nggak ada yang gue beda-bedain.
"Masak apa Bun? Aku udah laper banget nih!" ucap Dya sambil memegang perutnya yang sudah keroncongan menahan lapar.
"Hari ini Bunda masak sayur asem, tempe goreng, telor balado, sama ayam rica-rica, ada lalapan dan sambal juga," jawab Bunda sambil menata piring di meja, kemudian menyuruh kami mengganti pakaian dan cuci tangan.
"Wuiiiih mantaaap nih, jadi nggak sabar pengen buru-buru makan," ucapku sambil menahan air ludah karna sudah sangat tergiur dengan masakan Bunda.
"Ganti pakaian kalian dulu, jangan lupa cuci tangan, baru kemudian kita makan bareng!" ucap Bunda sambil mendorong pelan tubuhku, agar segera ke kamar dan berganti pakaian.
Setelah berganti pakaian dan bersih-bersih. Kami makan bersama. Bunda menyendok nasi untukku dan kedua adikku. Kami pun makan dengan lahapnya, karna memang lumayan capek dan bikin lapar. Hampir setengah hari mengikuti kegiatan di sekolah.
"Jangan lupa setelah ini kalian sholat dzuhur ya!" Bunda mengingatkan kami.
Anindya menonton televisi setelah sholat dzuhur. Anindita membaca novel yang belum juga di selesaikan sampai tamat. Sedangkan aku, lebih memilih istirahat di kamar setelah sholat dzuhur.
Aku hempaskan tubuh lelahku diatas kasur, lalu ku pejamkan mata serapat mungkin. Tapi tetap saja, senyuman yang bikin adem hati itu tidak juga pergi dari pikiranku.
Senyuman Kak Sarah yang manis, semanis es cream. Manisnya sampai ke hati. Tatapan mata yang teduh membuatku semakin berhalusinasi. Seragam sekolah yang serba panjang menutup tubuhnya yang tinggi semampai. Kerudung putih melekat di kepala, panjang sampai menutup dada. Malah membuat Kak Sarah semakin terlihat anggun dan dewasa.
Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya. Belum pernah aku sekagum ini pada gadis berkerudung, karna mantan-mantan pacarku sebelumnya tidak ada yang memakai hijab. Tapi ini, baru kali ini aku terpesona pada pandangan pertama.
"Oh, Tuhan. Mungkinkah aku jatuh hati pada makhlukmu yang satu ini?" ungkapku dalam hati, yang tiba-tiba melebur bersama suara adzan ashar dari masjid depan rumah.
"Allahuakbar allahuakbar, allahuakbar allahuakbar .... "
Segera aku bangkit dari tempat tidur, untuk berwudhu dan melaksanakan sholat ashar.
Malam hari.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ayah sedang sibuk dengan berkas pekerjaannya di ruang kerja. Bunda, Dya dan Dita sedang asyik menonton sinetron favorite mereka. Sedangkan aku, lagi-lagi memilih sendiri duduk di teras depan rumah sambil memainkan gitarku.
"Bun, Kak Eyza kenapa sih? Daritadi kelihatan aneh. Dÿari abis makan siang demen banget menyendiri. Sekarang duduk sendirian di teras," tanya Dya kepada Bundanya.
"Mungkin lelah aja, butuh istirahat," ucap Bunda lalu kembali menonton televisi.
"Bener tuh Bun. Daritadi Kak Eyza kelihatan aneh. Coba dengerin deh Bun, lagu yang lagi dia nyanyiin tuh!" Dita tak mau kalah. Membantu Kakaknya Dya, meyakinkan Bunda.
Aku jatuh cinta
'tuk kesekian kali
baru kali ini kurasakan
cinta sesungguhnya
tak seperti dulu
"Bener tuh Bun, itu kan lagu orang yang lagi jatuh cinta! Tapi apa iya Kak Eyza jatuh cinta secepat itu? Baru juga hari pertama masuk sekolah," celetuk Dya, yang langsung di hentikan Bunda.
"Hussss udah ah, masih kecil bahas cinta-cintaan. Ayo sekarang pada ke kamar. Besok masuk pagi!" ucap Bunda memerintahkan Dya dan Dita ke kamar mereka.
"Iya Bun!" Dita menjawab perintah Bunda, lalu menarik lengan Dya yang sedikit malas melangkah karna masih asyik menonton.
"Jangan lupa, sebelum tidur sholat isya dulu!" ucap Bunda sedikit berteriak, karna Dya dan Dita sudah berjalan menuju kamar.
Di dalam kamar Dya dan Dita tidak langsung tidur. Selesai sholat isya mereka mengobrol terlebih dahulu.
"Kak, aku yakin deh kalau Kak Eyza lagi jatuh cinta," ucap Dita dengan yakin sekaligus penasaran.
"Memangnya kalau orang jatuh cinta kaya begitu Dit?" tanya Dya dengan polosnya.
"Menurut novel yang aku baca sih begitu Kak!" jawab Dita yang membuat Dya menatapnya lama.
"Memang kamu lagi baca novel apa? Awas ya kalau sampai baca novel dewasa" ucap Dya, membuat Dita mengerutkan keningnya.
"Ya nggaklah Kak. Mana berani aku baca novel dewasa. Aku tahu diri kali, umurku baru berapa?!" jawab Dita sedikit kesal dituduh baca novel dewasa.
"Trus novel apa yang kamu baca?" tanya Dya penasaran.
"Novel 'Mengejar Cinta Halal' " jawab Dita singkat.
"Oh, memangnya apa yang dibilang dalam novel itu?" Dya bertanya kembali, masih dengan rasa penasaran.
"Jika kau tidak ditakdirkan dengan orang yang namanya sering kau sebut dalam doamu. Mungkin kau akan disatukan dengan orang yang sering menyebutmu dalam doanya," jawab Dita membuat Dya diam tertegun mendengarnya.
"Kenapa Kak? Jangan baper. Ka Eyza yang jatuh cinta, ntar Kakak yang baper hehehe," jawab Dita meledek.
"Siapa yang baper? Justru Kakak lagi bingung, apa hubungannya kata-kata dalam novel itu sama sikap Ka Eyza yang aneh?" jawab Dya yang malah membuat Dita tertawa.
"He he he he memang nggak ada hubungannya Kak. Itu cuma kesimpulan aku aja setelah baca novel. Biasanya, orang yang senang menyendiri. Kalau nggak lagi jatuh cinta ya lagi banyak hutang hahaha," jawab Dita yang malah membuat Dya kesal, lalu menggelitik pinggang Dita.
"Kamu Tuh, dasar ya!"
"Udah Kak, udahhhh geli tau!" Dita menggeliatkan tubuhnya karna kegelian.
tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.
Tok!
Tok!
Tok!
"Hei sudah malam ini masih bercanda aja, ayo pada tidur besok masuk pagi." Teriak Bunda perlahan dari balik pintu kamar.
"Iya Bun, kita baru mau tidur nih!" ucap Dita sedikit mengeraskan suaranya agar di dengar Bunda.
"Tuh, kamu sih Kak. Di omelin Bunda deh, udah ah yuk kita tidur!" ucap Dita, lalu menarik selimut.
"Habis kamu ngeledek terus. Kakak udah tanya serius," jawab Dya sambil menarik selimutnya juga.
"Tapi aku yakin Kak, kalau Ka Eyza lagi jatuh cinta!" Dita mencoba mengajak ngobrol Dya lagi.
"Haduuhhh, kamu daritadi bahas jatuh cinta terus, jangan-jangan kamu yang sebenarnya lagi jatuh cinta!" ucap Dya membuat Dita tersudut.
"Nggak Kak, Enak aja. Aku suka baca novel romantis bukan berarti aku lagi jatuh cinta," balas Dita.
Tok! Tok ! Tok!
"Tuh, kan Bunda ketok pintu lagi. Udah yuk ah, tidur!" ucap Dya, lalu mereka pun berusaha memejamkan mata.
Sementara itu, diteras depan. Aku masih memainkan gitar dan bernyanyi. Tiba-tiba Bunda menghampiri lalu duduk disampingku kemudian memegang bahuku.
"Kamu belum tidur Za? Sudah jam berapa ini? Besok kan masuk pagi!"
Bunda mencoba membuka obrolan denganku.
"Belum ngantuk Bun!" jawabku dan langsung menghentikan permainan gitarku.
"Memangnya kamu lagi mikirin apa?"
"Nggak ada kok Bun," balasku.
"Kamu nggak bisa bohong sama Bunda, Eyza. Bunda kenal banget bagaimana kamu, nggak biasanya kamu menyendiri begini. Ayo cerita sama Bunda, ada apa?" tanya Bunda padaku sekali lagi.
Aku letakkan gitarku di lantai. Ku tatap wajah Bunda, kemudian bertanya.
"Waktu Bunda di SMA dulu, apa Bunda pernah jatuh cinta?" tanyaku pada Bunda, yang tidak langsung di jawab olehnya. Bunda hanya menatap mataku, tatapan yang teduh lebih teduh dari tatapan Kak Sarah. Tatapan Bunda yang selalu membuat aku merasa nyaman, dan membuat aku merasa tenang dalam keadaan apapun, bahkan disaat hatiku sedang gelisah seperti ini.
💕🌷💕🌷💕🌷💕🌷💕🌷💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!