Di kantor yang cukup rapih, bersih dan tertata buku buku tebal, seorang pria sedang duduk di kursi kebesarannya, dimana ia kini membuka mata ketika asisten kepercayaan membangunkan, padahal sudah seharian lembur.
Tok ..
Tok ..
"Theo, kita harus segera ke rumah sakit sekarang!" ujar Wisnu, membuka pintu.
Ya .. Wisnu sendiri teman baik Theo dan sudah lama magang di perusahaan kakaknya Theo dulu.
Bahkan kali ini sejak Theo harus kembali merintis dari nol pabrik sang kakak sambil kuliah, ia harus berjuang banting setir kuliah nya mengurus perusahaan textile sang kakak yang kecelakaan di jalan tol dengan keadaan mendadak, yang membuat Theo masih mendalami kasus kematian yang menimpa kakaknya, murni bukan kecelakaan biasa menurutnya, beruntung ia punya teman baik bernama Wisnu yang selalu membantunya, apalagi ia sudah lama magang di perusahaan tersebut, yang membuat Theo percaya pada Wisnu.
"Haduh, selalu ganggu. Ga bisa sedetik aja tidur nyaman?"
"Bisa .. Itu pun jika Lo ingin jadi bocah tengil yang hobinya nongkrong di cafe, atau di club malam. Ayolah Theo .. Buka mata, janji Lo sampai kedua keponakan Lo besar bukan?"
'Pensiun dini, 12 tahun lagi umur udah keburu Tua! Sepertinya ada cara lain.' batin.
Mendengar ocehan itu lagi membuat Theo menghela nafas, dimana ia meraih jasnya dan merapihkan pakaian ketika hendak berdiri.
"Rumah sakit Kasih Setia, bukannya lo ingin miliki rumah sakit itu secepatnya, bukan hanya menjadi pemilik bukan. Lo juga ingin segera tahu tes dna itu asli atau rekayasa bukan?"
"Hmm .. Benar, gue harus memenangkan tender itu. Rumah sakit itu harus gue kendalikan, bahkan dokter Gila itu tidak bisa mengelak. Serahkan kunci mobilnya sekarang Wis ..!"
"Eet ... Enggak!! gue aja yang nyetir. Gak aman lo yang bawa, inget gue belum ingin ke surga secepat mungkin." gerutu Wisnu, melewati Theo menuju parkiran.
"Kayak yakin aja, lo masuk surga." balas Theo.
"Sial lo, berharap emang ga boleh?"
"Hah .. Takdir lo jomblo sejati, sampai gue sold."
"Grrrr .." gertakan gigi Wisnu menahan sabar.
Tak ingin kalah Theo yang membalas, yang membuat Wisnu diam dan tidak menggubris ocehannya, sehingga fokus pada perjalanannya kali ini.
Tak khayal, mereka memang bicara santai ketika berdua sebagai teman baik. Tidak sedikit dari seluruh karyawan pabrik melihat para bos kini, semua menunduk hormat dan bahkan kagum akan ketampanan dua sosok pria yang melewati mereka saat bekerja di pabrik bagai auto imun.
[ Muda, tampan, lajang benar benar sosok pria sempurna. Hanya saja sosok Wisnu asisten yang tak kalah manis dengan lesung di pipi, namun sosok owner mereka tak kalah tampan, yakni lebih kharismatik meski arogan, dingin dan mudah pemarah, apalagi mata biru itu ..? ]
Bisikan itu membuat Wisnu menggeleng kepala, sudah pasti karyawan pabrik sedang membicarakan mereka yang akan pergi hari ini.
"Ayo lanjutkan pekerjaan kalian semua! Jangan ada yang bengong!" teriak Wisnu, yang mengekor langkah Theo.
Dan para karyawan pabrik langsung kembali ke tempat semula.
Dan saat ini, menuju rumah sakit, membawa mereka sampai dalam waktu tempuh 35 menit, tak lama sosok Wisnu yang mendapat pesan dari asisten mansion, membuat langkah Theo berhenti.
# Loby Rumah Sakit :
"Ah .. Theo, bibi Yani bilang. Pengasuh di mansion .."
"Ingin berhenti lagi, sudah gue duga. Dua bocah ini, dalam satu bulan ganti pengasuh sudah 3x, bosan gini terus. Cari pengasuh lagi aja, beres kan." ujar Theo dengan wajah kesal.
"Mereka masih anak anak, menurut gue dia butuh perhatian lebih. Lo gak punya waktu sedikit pun memperhatikan mereka, gue rasa sih begitu. Apa ga cari pengasuh yang handal, bongkar pasang ga baik untuk citra lo sebagai bos dengan banyak usaha bukan? Apalagi perkembangan mereka berdua."
"Cih .. Tutup mulut Wis, lo kan tahu, gue begini sibuk ingin pensiun dini. Lagi pula jika mereka ga suka pengasuhnya, tinggal cari yang baru. Beri tahu bibi, untuk buka lowongan besar besaran. Satu pengasuh dengan gaji tinggi, dengan syarat yang sudah gue berikan! Dengan begitu pengasuh bakal bertahan hadapin anak anak itu." tegas Theo, membuat Wisnu menelan saliva.
Gleuk ..
"Baiklah, karena udah jadi keputusan."
"Ah .. Theo satu lagi, sepertinya gue melupakan berkas yang kita bawa, Lo duluan saja. Gue segera menyusul bawa berkasnya, gue kembali ke mobil dulu."
Mendengar perkataan Wisnu, maka Theo berjalan lebih dulu menemui seseorang.
Sementara Theo yang sudah di sambut ahli waris rumah sakit, dirinya melangkah maju ingin mendekat pria paruh baya yang sudah melihatnya.
Namun sosok wanita berlari begitu saja dari arah lain dan berlawanan, yang membuat pandangan Theo berhenti memberi jalan pada wanita tersebut yang terlihat buru buru, nampak wanita itu memakai daster kembang kembang dengan sandal jepit, kulitnya yang putih dan cantik membuat pandangan Theo hanya melihat sekilas.
Srrrrtth ..
Angin, dari helaian rambut wanita itu berlari mengenai sedikit wajah Theo, yang berhenti berdiri karena terburu buru, yang mampu Theo tidak menabrak, tapi tetap saja mengenai dirinya sedikit. Ingin marah rasanya dan berteriak pada wanita itu, namun Theo sudah kehilangan jejak langkah wanita itu, sebab punggungnya sudah belok ke arah lorong lain.
"Oh ... Syiiet .. Dasar wanita gila, jalan tidak hati hati. Dia hampir mengenai jas yang hampir kotor karena ulahnya. Tidak tahu jas ini mahal edisi terbaru." umpat Theo yang merapihkan jasnya, bak orang jijik.
"Theo .. Kenapa dengan wajah lo yang begitu?" tanya Wisnu, yang dari arah lain membawa satu map coklat.
"Kotoran ga jelas lewat, lalat yang hampir nabrak jas mahal gue ..."
Hiss ..
Hal itu membuat Wisnu mengrenyit salah satu alisnya, dan melihat sekeliling siapa yang sudah membuat Theo kesal sepagi ini.
Dan untuk saat ini mereka pun ke ruangan khusus yang disana sudah di tunggu seseorang, Theo pun memenangi tender kepemilikan rumah sakit setia dalam kurun waktu yang hampir cukup alot.
Kini mata Theo senyum, melirik Wisnu saat semuanya telah selesai.
"Silahkan tanda tangan semuanya Pak Theo!"
"Baik, saya berterimakasih. Saya merasa terhormat untuk semua ini."
"Ini adalah kerja keras pak Theo. Selamat sekali lagi atas kepemilikan RS. SETIA KASIH!" ujar Gun, ahli waris rs yang mengalami kebangkrutan terlilit hutang dan mempercayakan pemilik barunya kepada Theo.
Dan kali ini mata Theo yang melihat WhatsApp, berita dari seseorang, ia menyadarkan pikirannya pada seseorang yang mirip tadi melewatinya.
"Kenapa diam ..?" tanya Wisnu, karena langkah Theo diam di tempat.
'Entahlah .. Sepertinya bukan dia, wanita itu tidak mungkin kotor seperti tadi.' batin Theo, yang di sadarkan Wisnu.
"Hey .. Mau tetap diam?" Wisnu menyadarkan Theo yang melamun.
"Bukan apa apa .. Ayo!"
Dan mereka pun menuju mobil .. Melakukan perjalanan kembali.
Bersambung ...
💥 HAPPY READING ALL 💥
Dan untuk pertama kalinya, ini kedua kalinya Arini mengunjungi bangunan putih yang membuat hidupnya rapuh.
"Mohon maaf bu, tagihannya bisa dilanjut ke bagian administrasi. Dan segera tanda tangani di sini jika ada tindakan operasi!"
Deg .
"O- operasi. Suster separah apa adik saya, dia hanya pingsan. Kenapa harus di operasi ?"
"Dokter, katakan pada saya. Kenapa Ardan harus di operasi, dia baik baik saja kan?"
"Arini, mari ikut ke ruangan saya!"
Arini pun mengangguk, dimana bukan tanpa alasan ia melihat sedikit ruangan instalasi gawat darurat sebelum tertutup rapat. Ardan nampak terbaring lemas dengan beberapa selang infus di sekitar hidungnya.
"Jadi, ada apa dengan Ardan dok? Dia baik baik saja kan?"
"Tenanglah! Saya tahu ini sedikit kabar yang buruk, tapi saya minta anda tenang! Sabar, tapi saya sebagai dokter hanya bisa mengatakan sesuai apa yang saya kerjakan sebagai tenaga medis, Adik anda mengidap kanker hati! Dan saya rasa, ini sudah stadium 3, saya rasa tidak ada kata terlambat untuk di lakukan kemo sebelum operasi."
"Cukup dokter! Tolong cu-kup! Dan katakan jika itu bohong! Anda salah mendiagnosa adik saya! Sudah cukup kedua orangtua saya dengan kabar buruk saat itu, tanpa saya kenali. Tolong jangan katakan adik saya kini mengidap penyakit ganas itu. Huhu.. Tolong .. Saya tidak sanggup kehilangan, dan katakan sekali lagi berita itu salah!" deru tangis Arini, sesenggukan kali ini.
Bahkan tangannya gemetar menutupi wajahnya yang akhirnya ia menangis juga, bahkan dokter pun membiarkan Arini menangis hingga tenang.
"Hffttt .. Maafkan saya dok! Lalu saya harus bagaimana, berapa biaya yang harus saya bayarkan?"
"Saya tahu ini sangat berat, sebagai putri sulung, saya paham situasi anda nona. Saya minta maaf harus mengabarkan berita tidak enak."
"Hmmm .. Saya punya uang ratusan ribu di tas ini, apa ini cukup untuk uang muka di awal. Sebentar ya dok! saya hitung dulu! Seratus, dua ratus, lima puluh, tiga puluh lima, dan ini dompet kecil lima ratus ribu, ini tadinya untuk aku belikan adonan kue. Totalnya 885 ribu dokter. Apa boleh saya berikan ini dulu?"
Tatapan sendu, sedih dengan banyak arti membuat dokter Ridwan menghela nafas. Sebab ia tahu sosok Arini adalah putri dari sahabatnya yang hidupnya kini sangat memprihatinkan.
"Tiga puluh lima juta, untuk deposit di awal. Saya akan bantu untuk bicara pada pihak rumah sakit, ta-tapi saya akan berikan kamu waktu tiga hari dari sekarang. Deposit kanker biasanya mencapai 50 juta lebih, tapi saya pastikan adik kamu aman di sini. Saya akan pastikan adik kamu aman di rawat di rumah sakit ini! Tapi saya minta kerja samanya, tiga hari kamu harus menyelesaikan deposit itu untuk adik mu segera di operasi!"
Deg ..
"Hah .. "
Jantung Arini lemah, setelah membaca beberapa syarat dari sebuah kertas. Bahkan kali ini ia keluar dari ruangan dokter memikirkan banyak hal, yang utama adalah adiknya harus segera Kemo.
Dan Arini kembali ke ruangan dokter, dimana dokter Ridwan sudah akan keluar juga dari ruangannya. Dimana Arini kembali memastikan.
"Dokter Ridwan, anda berjanji kan akan merawat adik saya, tolong jaga dia selama saya tak ada?"
"Ya Arini! saya janji, Ardan adik kamu akan saya pindahkan ke bangsal kelas dua. Ta- tapi waktu kamu tiga hari, karena saya juga hanya pekerja tenaga medis yang tidak punya wewenang. Jika saya pemilik rumah sakit ini, sudah pasti saya akan gratiskan untuk pengobatan adik kamu."
"Saya janji akan segera kembali, tolong sembuhkan adik saya dok!"
Pamitnya Arini, ia segera cepat ke suatu tempat. Tujuannya kini adalah ke tempat teman temannya yang ia anggap baik, yang pernah ia tolong dulu, setidaknya mereka dekat dan Arini mengenal baik.
"Berhenti disini pak!" ujar Arini, yang beberapa saat naik ojek, mengeluarkan satu lembar uang berwarna hijau.
Arini nampak memencet bel, dimana butuh waktu untuk pagar itu terbuka, yang membawa Arini senang dan yakin teman baiknya itu bisa membantunya.
Krek ..
"Cari siapa ya non?"
"Bella nya ada bu? Saya Arini, saya boleh ketemu dengannya?"
"Oh, sebentar ya bibi panggilkan. Tunggu disini saja!"
Arini mengangguk, dimana tidak dipersilahkan masuk hanya boleh menunggu di depan pintu pagar, panas cuaca tersebut membuat Arini tetap bersabar. Hingga datanglah seorang wanita dengan celana hotpants pendek, dan baju berwarna putih menatap sinis.
"Bella .. Ini aku Arini." senyumnya.
"Lo Arini Darmanto? Serius loh Arini, aneh banget tampilan lo semenjak.. ?" terdiam Bella.
"Iya gue Arini, gue sejak kejadian itu. Ah .. Ceritanya panjang pastinya, gue kesini karena gue yakin lo bisa bantu gue. Please Bel .. Tolong gue, adik gue sakit. Gue butuh tiga puluh lima juta, ta- tapi gue janji bakal gantiin begitu uangnya ada."
"Anjir .. Begitu uangnya ada, elo mau bayar pake apa Arini. Cari duit susah, bokap gue aja kena phk sejak bapak lo mati. Uuups .. Pokoknya gue aja dulu bergantung sama lo, emang sih lo baik. Ta- tapi nyokap gue ga akan punya tabungan sebanyak itu, gaji pembantu aja sering nunggak. Sorry ya, lo mending minta tolong ke teman lain aja. Atau enggak lo jual diri, cara paling cepet gue bisa bantu kenalin ke om om." senyum miring Bella, lalu menutup pagar rapat kencang.
"Ga usah, makasih Bella kalau begitu."
Bugh ..
'Bisa bisanya dia nagih kesini, dasar Arini Gila.' gumam Bella cepat masuk ke dalam rumah.
Mata Arini pun melihat telepon umum, di persimpangan. Arini mencoba mengingat dua nomor temannya, yang Arini yakin masih aktif. Lama ia berada di telepon umum, hal itu membuat Arini frustasi karena tidak ada teman teman nya yang dulu mendekatinya, tak satupun mau membantunya saat ini. Bahkan hanya omongan kasar yang Arini dapati ketika ia hendak meminjam uang.
"Aku harus cari kemana, Ardan harus segera Kemo sebelum operasi. Dua hari lagi, waktu aku kumpulin. Aku harus gimana ya Allah .. Kenapa cobaan yang diberikan begitu sulit. Belum lama kau cabut semua nikmat dunia, ayah dan ibu tiada dengan keadaan tragis. Dan kenapa kau ingin ambil Ardan dengan cara seperti ini?" teriak Arini, ia yang duduk di trotoar menatap langit mendung.
Bahkan banyak orang orang lewat, melihat aneh pada Arini yang bicara sendiri, bahkan menangis di tengah jalan.
Sesaknya Arini, membuat ia bingung dan kepikiran Ardan di rumah sakit. Jika uang tidak ia dapatkan, maka operasi tidak akan dijalankan. Artinya Arini harus siap kehilangan sang adik.
"Aku ga boleh nyerah, aku tahu kemana aku harus pergi. Aku yakin, aku bisa dapatin uangnya. Yah .. 35 juta, aku harus bisa dapatin uangnya sampe besok. Ardan harus sembuh!" lirihnya kembali bangkit berdiri.
Dan dalam itungan langkah dirinya berjalan, tiba saja sosok wanita yang terlihat naik di sebuah ojek memanggilnya.
Ariiini ...
Bersambung ...
💥 HAPPY READING ALL 💥
"Ar-Arini kan, lo beneran Arini teman baik gue?" mode peluk.
"Huhuhu .. A-Amel, gak sangka lo masih anggap gue teman baik gue, di saat .. "
"Lo ngomong apa sih, ya pasti lah gue inget. Elo itu bukan cuma baik, hati lo dan semuanya. Lo mau kemana, kenapa lo nangis kaya gini sih! gimana kita mampir di rumah makan deket sini, meski bukan cafe keren. Tapi gue yakin, kalau warung makannya juga nyaman dan bersih kok."
Arini mengangguk, dimana Amel mengajaknya ke warung makan, tak lupa Amel memesan dua minuman dan mie goreng kegemaran mereka di saat masa masa sekolah, sementara Arini hanya diam duduk menunggu masih dengan pikiran yang beratnya.
Beberapa saat mereka makan karena Amel memintanya untuk mengisi perut dulu, namun nampak terlihat Arini hanya menjawab sekenanya, bahkan senyumnya saja pudar dan berat, dan setelah mereka makan pun barulah Amel menanyakan keadaan Arini yang terlihat berbeda.
"Sebenarnya lo kenapa Arini, loh makanannya enggak abis, sorry gue gak pernah berkabar selama beberapa tahun ini, sebab gue lagi kerja di malaysia."
"Hm .. Ma- malaysia?"
"Iya, semenjak nyokap meninggal gue jadi tulang punggung, bahkan gue enggak lanjut kuliah demi adek adek gue. Terus, loh harus cerita sama gue, kenapa sama lo Arini, kita teman baik kan? Lo percaya gue kan?"
Meski beberapa saat terdiam, Arini bahkan menangis dan Amel memeluk seolah ia membiarkan Arini tenang lebih dulu.
Huhuhu .. Tangis Arini pecah.
"Kalau lo ga sanggup bilang apa masalah berat lo ga usah Ar, ta-tapi seenggaknya beban lo bisa keluar, meski gue ga bisa bantu secara materi."
Sejenak terdiam tenang setelah menangis, Arini pun berkata."Gue ga jauh beda sama lo Amel, dan lebih parahnya lagi Ardan, adek gue kena kanker hati stadium 3, itu yang dokter bilang. Apalagi gue gak sanggup untuk bayar tagihan rumah sakit. Huhuhu .. Kemana gue harus cari uang 35 juta dalam waktu singkat." jelas Arini membuat Amel nanar mata merah, dimana ia juga cukup terkejut.
"A-apa .. Kanker hati? O- operasi ..?"
Amel cukup menenangkan Arini dimana kenyataannya, ia cukup terkejut akan kisah Arini yang ia kenal. Dimana Arini menjelaskan tentang dirinya beberapa tahun ini, yang membuat Amel ikut sedih akan sahabat baiknya itu tanpa ia tahu.
"Gue .. " terdiam Amel, kala suara ponsel Arini berdering.
Dredth ..
"Hallo dokter, a- apa ..?" kagetnya membuat ia meraih tas rajut.
"Amel, gue harus pergi sekarang."
"Gue ikut, tenang aja ya! Gue akan support dan mau jenguk adek lo juga."
Arini dan Amel segera berangkat ke rumah sakit, dimana kali ini hanya itungan puluhan menit. Hal ini membuat Amel masih memerhatikan Arini yang nampak di rumah sakit, bulak balik ke ruangan dokter dan sibuk. Sementara Amel berjam jam ia menunggu Arini, di ruangan bangsal dua, sambil menatap Ardan adiknya Arini yang masih sekecil dan mungil itu, harus menahan rasa sakit.
Dan kini Arini kembali ke ruangan bangsal dimana Ardan masih terbaring lemas, dan Amel tersadar kala Arini sudah mendekat.
"Ar .. Lo yang sabar ya!"
"Gue harus kerja Mel, tapi kalau gue kerja gimana adek gue? lo bisa bantu gue kerjaan gak? Kerja apa aja, yang penting gue bisa kasbon 35 juta buat operasi Ardan."
Deg .. "Hah .. Kasbon?" terdiam Amel, dimana ia sendiri ikut bingung.
"Dokter bilang apa?"
Kemoterapi bisa dilakukan dengan menyuntikkan obat kemo ke pembuluh darah vena yang terdapat di lengan Adik anda Arini. Namun, obat kemo juga bisa diberikan dalam bentuk obat yang harus diminum oleh sang pasien. Biasanya, pengobatan ini dilakukan untuk pasien kanker hati pada stadium yang cukup parah, namun karena operasi perlu tahap, maka deposit sepuluh juta untuk kemoterapi Ardan, kamu dapat remisi untuk mencicil secara bertahap, apalagi keadaan tidak stabil dan naik turun kondisi pasien.
Maka Arini pun menyampaikan semua perkataan dokter tadi, dimana Amel cukup ikut lemas keadaan Arini yang cukup prihatin.
"Gue cukup prihatin keadaan lo, tapi gue bisa pinjemin lo uang 5 juta, minta sama dokter lo buat kemo adik lo. Sisanya kita pikirin ya!"
"Gak Mel, gue .. Tahu lo juga butuh uang itu, lo juga sama tulang punggung keluarga." menolak Arini.
"Gue masih punya tabungan, dan gue ada di sini semingguan, gue bisa balik kerja lagi dan kasbon sama majikan gue. Ta- tapi, gue punya kartu nama bekas majikan gue dulu, hanya aja lo harus kebal sama majikan prianya, orangnya sedikit arogan, percaya sama bocah nakal itu ketimbang pekerjanya. Ta- tapi dia majikan kaya, kalau lo mau coba silahkan aja ngelamar, gue masih simpen kartu namanya kok. Apalagi gue sempet liat history bibi disana, lagi bikin lowongan pengasuh."
"Hah .. Serius pengasuh gaji berapa Mel?"
"Seingat gue belasan juta sih."
"Thank ya Amel, lo emang temen baik. Padahal gue minta tolong pinjem uang ke Bella, Nara dan Lina mereka malah ngomong kasar dan acuh sama gue, ta- tapi lo baik banget. Berita di kartu nama ini juga udah cukup, besok gue bakal ke alamat ini."
"Semoga membantu ya, maafin gue Ar, gue ga bisa bantu banyak, padahal dulu .."
"Ga usah inget yang lama lama, gue seneng karena lo tetap inget gue Mel. Dan kalau udah ada uangnya, gua bakal ganti uang yang lo dah pinjemin ini. Sekali lagi makasih ya Mel."
"Ssst .. Udah jalannya, gue emang kangen banget sama lo Arini, kita best friend dari dulu, ga usah inget temen yang lain yang cuma toxic. Sekarang kita ke ruang admin, biar adek lo bisa mulai Kemo, sisanya kita pikirin lagi ya!" ucapan Amel, membuat Arini penuh syukur, dan tak lupa menatap sebuah kartu nama.
BERSAMBUNG ...
💥 Happy Reading All 💥
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!