"Kalau aku loncat dari sini, apakah aku akan mati seketika?" Ucap seorang bocah laki-laki berusia 15 tahun yang menatap air laut dari jembatan panjang yang menghubungkan 2 distrik besar.
Nama bocah itu adalah Klein, seorang anak yang sekarang duduk di bangku SMA.
Klein berjalan di malam yang gelap ini untuk membeli beberapa novel dan komik juga beberapa makanan ringan di toko yang cukup jauh dari rumahnya.
Saat ia hendak pulang, perhatiannya tiba-tiba teralihkan ke air laut di bawah jembatan yang ia lewati.
Ia merasa hidupnya tidak ada artinya lagi, dan ia berkhayal dan berpikir untuk melompat ke laut. Ia merasa segalanya akan sangat damai dan tenang saat dirinya mati.
Tapi tiba-tiba ada suara ledakan kembang api yang keras berdengung di telinganya. Karena suara ledakan itu, ia kembali ke kenyataan dan menyerah dari niat bodoh sesaatnya itu.
Ia tiba di rumah dan disambut oleh ibunya yang sedang memasak di dapur.
"Selamat datang, Klein. Kamu mau makan malam sama ibu?" Tanya ibunya kepada Klein.
"Tidak, terima kasih bu," jawab Klein.
"Hmm, lagi-lagi begitu ya? Ya sudah, kalau kamu mau makan nanti ambil saja dari kulkas ya!" Ucap ibunya, terlihat sedikit sedih.
"Oh ya, ayah di mana bu?" Tanya Klein kepada ibunya.
"Kamu mencari ayahmu? Hmm … dia baru saja dipanggil ke kantor untuk rapat penting. Sepertinya ayahmu akan pulang besok pagi …," ucap ibunya, terlihat sedih.
Klein merasa bersalah karena menolak tawaran ibunya untuk makan bersama. Ia menyesali penolakannya itu, karena sekarang ia tidak bisa menemani ibunya yang kesepian karena ayahnya pergi bekerja.
Klein bisa saja mengatakan bahwa ia berubah pikiran dan ingin makan bersama ibunya. Tapi entah kenapa ia merasa berat dan malu untuk melakukannya.
Klein segera bergegas ke kamarnya di lantai dua sambil berusaha tidak memikirkan apa yang baru saja terjadi.
Sepanjang perjalanan ke kamarnya, pikirannya penuh dengan rasa bersalah kepada ibunya. Ia bahkan memukul wajahnya sendiri sambil berkata, "Aku manusia paling buruk"
Klein tahu bahwa ibunya tidak keberatan dengan itu. Tapi Klein sendiri tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena sangat pemalu dan pengecut.
Di lantai dua terdapat 4 ruangan yang salah satunya adalah kamarnya. terdapat juga 1 ruangan yang dijadikan tempat tidur dari kedua orang tuanya klein. Salah satunya lagi juga terdapat kamar lagi yang merupakan kamar dari seseorang yang merupakan keluarganya klein juga.
Lalu untuk 1 ruangan yang tersisa di sana masih kosong dan tidak terpakai. Namun ayahnya sudah merencanakan untuk membuat kamar itu sebagai tempat meletakkan peralatan olahraga yang selama ini mereka letakkan di gudang yang berada di dekat garasi mobil rumah mereka.
Saat ia sampai di kamar pribadinya, Klein meletakkan buku-buku yang ia beli di rak buku pribadinya. Koleksi buku novelnya sangat banyak, ada puluhan jenis buku yang terdiri dari setidaknya 10 atau lebih volume novel yang ia kumpulkan di sana.
Ia mengambil salah satu buku yang ia beli untuk dibaca segera. Sambil ngemil camilan yang tersedia di kamarnya, ia membaca novel dan komik dan kadang-kadang bermain game konsol dan pc sampai ia tertidur pulas.
malam berlalu dan matahari sudah terbit menerangi bumi dengan cahayanya.
"Ring … ring …," alarm di kamar Klein berbunyi.
Klein terbangun karena terganggu oleh suara alarm itu. "Urghh," sakit kepala yang biasa ia rasakan setelah begadang mulai muncul. Ia sudah terbiasa merasakan sakit kepala itu setiap hari. Jadi ia tidak heran dan tahu rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya.
Sambil berusaha mengumpulkan kesadarannya untuk pulih. Ia melihat jam yang membunyikan alarm menunjukkan 8 lewat 13 menit.
Ia ingat bahwa hari ini adalah hari Senin dan ia harus pergi ke sekolah. Tapi melihat jam di kamarnya membuat Klein menyerah dari niatnya untuk pergi ke sekolah. Sekolah Klein dimulai jam 8, yang berarti ia terlambat sekarang.
Klein mulai merasa lapar dan mulai mencari makanan di kulkas. Saat ia turun tangga untuk pergi ke bawah, ia melihat sepatu kerja ayahnya di rak sepatu yang menandakan bahwa ayahnya sudah kembali.
Klein merasa bahwa ayahnya pasti ada di ruang makan bersama ibunya. Ia punya firasat buruk kalau ia melanjutkan langkahnya ke ruang makan. Ia merasa pasti akan bertemu dengan ayahnya dan ayahnya pasti akan membicarakan tentang sekolah.
Klein akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan menekan rasa laparnya dengan beberapa camilan yang tersisa di sana.
Tapi saat ia akan berbalik dan naik tangga, ternyata ayahnya datang dari kamar tidur di atas dan juga menuju ke ruang makan. Klein dan ayahnya saling menatap, mereka hanya diam selama beberapa detik tanpa ada percakapan apapun di antara mereka.
kumohon siapapun tolong aku.
ouh, tatapan matanya sangat menyeramkan.
Klein merasa sangat terganggu dengan dengan cara ayahnya menatapnya. Seakan-akan dirinya bisa diterkam kapanpun oleh ayahnya itu.
Tiba-tiba, ibu Klein muncul dari dapur dengan membawa makanan yang baru saja dia masak. Dia bersenandung riang sambil menggendong nampan berisi hidangan lezat.
"Hmm ... hmm ... hmm ... la..la..la," ibu Klein bersenandung tanpa sadar dirinya melewati 2 orang yang sedang saling menatap.
pandangan Klein dan ayahnya beralih ke pada ibu Klein yang menyanyi sendirian sambil membawa makanan. Ibu Klein merasa ada yang memperhatikannya setelah beberapa saat melewati mereka. Dia menoleh ke arah Klein lalu menoleh ke arah suaminya dan terkejut serta bingung.
"Ehh? Ada apa ini? Ayo ke ruang makan, kita makan bersama, ya?" kata ibu Klein yang tidak mengerti suasana di sekitarnya.
Tapi karena tingkah laku ibunya yang menurut Klein sangat lucu, dia merasa terselamatkan dari pandangan mengerikan yang diberikan oleh ayahnya sedari tadi.
Klein dan ayahnya mengikuti ibu Klein ke ruang makan. Mereka makan bersama, meskipun Klein masih merasa terganggu oleh tatapan ayahnya yang terus memandanginya.
Klein sadar dia telah melakukan kesalahan dengan bolos sekolah. Tapi di hatinya dia merasa dia tidak melakukan apapun yang salah, atau lebih tepatnya Klein memaksa dirinya untuk berpikir dia tidak bersalah.
Setelah selesai makan, Klein ingin segera pergi dari sana sesegera mungkin. Tapi ayahnya menghentikan Klein dengan menyuruhnya untuk duduk kembali.
Ibu Klein menyadari bahwa suaminya akan menasehati anak mereka pada saat ini. "Mama mau mencuci piring dulu ya" ibu Klein pergi ke dapur, dia memutuskan untuk memberi ruang untuk suaminya dan anaknya berbicara satu sama lain.
"Jadi, alasan apa yang ingin kamu buat kali ini, Klein?" tanya ayahnya kepada Klein dengan wajah penuh amarah.
Klein menunduk dan berbisik dengan suara serak. "Sakit..."
"Apa? Ngomong lebih keras!" ayahnya berteriak.
"Sakit!" Klein mengulangi dengan sedikit lebih keras.
Ayahnya menghela napas dan menatapnya dengan sinis. "Sakit lagi, sakit lagi, berapa kali kamu pakai alasan itu nak! Sekolah kamu dibayarin sama bapak, tapi sekolah nggak pernah jelas! Mau jadi apa kamu kalau besar nanti nak? Pengangguran? Ya Tuhan, bapak kerja keras demi keluarga kita, tapi pulang-pulang lihat kamu bolos sekolah. Coba bayangin jadi bapak. Nggak stres apa kayak gini, hampir tiap minggu kamu selalu bolos dengan alasan sakit sama bapak!" ayahnya mengomeli tanpa henti.
Klein yang mendengar omelan ayahnya merasa muak dengan ayahnya. Tapi dia tidak bisa membantah ayahnya, karena dia tahu dia salah.
Tapi kali ini Klein tidak menyesali kesalahannya. Karena Klein tidak peduli dengan dirinya sendiri. Klein hanya merasa bersalah jika dia melakukan sesuatu yang berdampak pada orang lain. Tapi kalau dia sendiri yang terkena dampaknya, dia merasa tidak masalah.
Klein hanya menjawab semua omelan ayahnya dengan mengangguk-angguk saja. Setelah beberapa menit berlalu, ayahnya berhenti mengomel dan mulai menelepon guru Klein untuk memberi izin.
Ayahnya berbohong kepada guru Klein dan bilang bahwa Klein sakit dan tidak bisa pergi ke sekolah.
Guru Klein membahas tentang jumlah izin sakit Klein, tentu saja semua guru akan curiga dengan siswa seperti Klein. Alasannya, ayah Klein menelepon setidaknya sekali seminggu dan bilang bahwa anaknya sakit.
Catatan klein semasa smp bahkan 20%nya adalah sakit,izin,dan alpha.
Tapi guru Klein masih mencoba percaya kepada ayah Klein karena ingin menghormati ayahnya klein sebagai orang tua.
Setelah ayah Klein menutup telepon setelah pamit kepada guru Klein. Ayah Klein bilang bahwa dia tidak mau mengizinkan Klein izin sakit lagi di masa depan. ayahnya tahu bahwa klein berbohong padanya setiap saat.
Ayah Klein mulai mengambil tindakan tegas terhadap anaknya agar dia tidak bolos sekolah lagi. Sayangnya, Klein tidak peduli sama sekali.
Setelah ayah Klein tenang, Klein minta izin untuk keluar sebentar untuk menghirup udara segar dengan menggunakan motornya sendiri. Ayah Klein sepertinya percaya kepada Klein untuk mengendarai motornya sendiri. Klein diizinkan untuk jalan-jalan dengan motornya.
"Silakan saja, tapi jangan balapan ya. Kalau ketahuan balapan, bapak sita motormu. Ingat ya!" kata ayah Klein.
Klein mengangguk-angguk menunjukkan bahwa dia mengerti. Padahal sebelum dibilang, Klein tidak tertarik dengan balapan. Klein merasa balapan itu hanya buang-buang waktu.
Klein lalu mengendarai motornya keliling kota dan kadang-kadang mampir ke toko buku dan mencari beberapa novel yang menarik baginya. Dia juga pergi ke toko game dan membeli sebuah game yang ingin dia mainkan bersama teman-temannya nanti.
Setelah puas dengan semua itu, Klein pulang ke rumah di sore hari tepat jam 1 siang.
Klein mengendarai motornya sambil bernyanyi karena senang dengan belanjaan yang dia dapatkan. Karena itu, Klein juga tidak fokus mengemudi dan tidak sadar bahwa dia telah menambah kecepatan motornya.
Klein yang ceroboh saat itu tidak menyadari bahwa ada seorang gadis di depannya yang ingin menyeberang jalan. Gadis itu juga terburu-buru lari ke suatu tempat dan tidak memperhatikan Klein mengendarai motornya dengan sangat cepat.
Akhirnya, Klein menabrak gadis itu dengan motornya karena kelalaian dan kecerobohan yang dia lakukan sendiri.
Gadis yang ditabrak Klein terpental jauh dari tempat kejadian dan harus menderita luka-luka parah di kakinya dan perutnya.
Dia panik dan tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya diam saja dan menatap gadis yang dia tabrak.
Gadis yang dia tabrak tergeletak tak sadarkan diri di tengah jalan dengan luka-luka di seluruh tubuhnya.
Beberapa orang yang tahu tentang kejadian itu datang untuk membimbing ambulans untuk menolong gadis yang dia tabrak.
Beberapa dari mereka juga memegang tubuhnya erat-erat agar dia tidak bisa kabur dari sana.
Mereka berbicara padanya secara bersamaan dan membuatnya tidak bisa mendengar kata-kata mereka dengan jelas. Meskipun sangat ramai di sana, dia merasa seperti dunia ini hanya ada dia dan gadis yang tertabrak.
Klein mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan menekan nomor ibunya. Dia berharap ibunya akan menjawab panggilannya. Tapi yang terdengar hanya suara mesin penjawab.
"Halo, ini ibu Klein. Maaf, saya sedang tidak bisa menjawab telepon sekarang. Tolong tinggalkan pesan setelah bunyi beep. Terima kasih."
Beep.
Klein merasa putus asa. Dia tidak tahu harus bilang apa kepada ibunya. Dia tidak tahu bagaimana cara meminta maaf atau menjelaskan apa yang terjadi. Dia hanya bisa mengucapkan separuh kata.
"Ma..."
Lalu dia menutup ponselnya dengan cepat. Dia merasa tidak sanggup menghadapi kenyataan. Dia merasa ingin lari dari semua ini.
Tapi dia tidak bisa lari. Dia masih terjebak di rumah sakit bersama dua orang yang mengawasinya. Mereka melihatnya dengan tatapan dingin dan sinis.
"Kamu nggak bisa kabur dari tanggung jawabmu, nak. Kamu harus ganti rugi atas apa yang kamu lakukan pada gadis itu. Kamu berani-berani saja menabraknya dengan motormu yang nggak punya surat-surat. Kamu pikir kamu siapa?" salah satu dari mereka berkata dengan nada menghina.
Klein merasa tersentak mendengar kata-kata itu.Dia merasa semakin takut dan bersalah.
Dia ingin meminta maaf kepada gadis itu dan keluarganya. Tapi dia tidak tahu apakah mereka akan mau mendengarnya atau memaafkannya.
Dia juga ingin tahu bagaimana keadaan gadis itu sekarang. Apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Apakah dia masih sadar atau sudah koma? Apakah dia akan sembuh atau cacat seumur hidup?
Dia ingin tahu semua itu, tapi dia tidak berani bertanya kepada siapa pun.
Dia hanya bisa diam dan menunggu nasibnya.
Sementara itu, di ruang perawatan, dokter sedang melakukan operasi darurat pada gadis yang ditabrak Klein. Gadis itu mengalami pendarahan internal dan patah tulang di beberapa bagian tubuhnya.
Dokter berusaha keras untuk menyelamatkan nyawanya, tapi dia juga tidak yakin apakah gadis itu akan selamat atau tidak.
Dokter merasa sedih dan marah melihat keadaan gadis itu.
Dokter juga merasa kasihan pada Klein, yang pasti akan mendapat masalah besar karena perbuatannya.
Dokter berharap ada keajaiban yang bisa menyembuhkan gadis itu dan menghapus kesalahan Klein.
Tapi dokter juga tahu bahwa keajaiban itu hanyalah harapan kosong.
Dokter hanya bisa berdoa dan bekerja sebaik mungkin.
klein Terus mencoba menghubungi ibunya sampai dirinya berhasil terhubung dengan ibunya.
Setelah Klein menceritakan kepada ibunya tentang detail kejadian yang menimpanya, ibunya tidak menanyakan tentang keadaan gadis yang menjadi korbannya, tetapi ia lebih mengutamakan menanyakan kondisi Klein terlebih dahulu. Hal itu membuatnya senang, tetapi di dalam hatinya, ia merasa bahwa apa yang dilakukan ibunya adalah sebuah kesalahan.
Ibu Klein terlalu memanjakan anaknya, tetapi perhatian berlebihan yang diberikannya sekarang malah menyakiti hati nurani klein yang merasa bersalah kepada gadis yang ditabraknya. Karena perhatian ibunya, ia mulai memaafkan dirinya sendiri atas kesalahan yang telah dibuatnya. Namun, ia membenci dirinya sendiri karena mulai memaafkan dirinya sendiri atas kesalahan yang telah dibuatnya.
Berbeda dengan ibunya yang lembut dan penyayang, ayahnya adalah orang yang keras dan tegas terhadapnya.
Ayahnya klein mendengar percakapan ibunya yang panik dengan kondisi klein saat ini. Ayah Klein mendekat dan mengambil ponsel istrinya agar bisa berbicara dengan klein di telepon.
Ketika ia akan menjelaskan kepada ayahnya tentang insiden ini, ia harus mengambil napas dalam-dalam terlebih dahulu untuk mengurangi ketakutan kepada ayahnya walaupun hanya membantu sedikit saja.
Setelah ayahnya mengetahui kronologi kecelakaan tersebut, sikap yang ditunjukkan sangat berbeda jauh dengan ibunya. Ia memarahinya dan menyebutnya sebagai orang yang ceroboh dan bodoh. Seperti yang Klein duga, ayahnya juga mengatakan bahwa ia akan menyita motornya.
Setelah ayahnya menutup telepon, ayahnya dan ibunya tiba di rumah sakit tempat gadis itu dirawat dalam waktu 40 menit.
setelah mereka tiba, ayahnya langsung memarahinya lagi di depan semua orang di sana. Ia bahkan mendapat tamparan sangat keras sekali di hadapan semua orang.
Tetapi sekarang ia tidak merasa malu atau dendam karena apa yang dilakukan ayahnya itu. Ia malah berterima kasih kepada ayahnya karena telah memarahinya di depan semua orang di sana.
Ia senang karena rasa bersalahnya kepada gadis itu bertambah, dan juga apa yang dilakukan ayahnya terasa lebih seperti hukuman baginya.
Terima kasih..., ayah pikir Klein sambil tersenyum sedikit karena bahagia.
malam telah tiba, dan Klein masih sendirian di rumah sakit menunggu di depan ruangan tempat gadis itu dirawat.
Ibunya pulang dan membuat makanan untuk diantarkan kepadanya sebagai makan malam. Sementara itu, ayahnya yang telah selesai membayar biaya kamar rumah sakit siang tadi, ia langsung kembali bekerja di kantornya karena ada panggilan dari atasan.
tentu saja klein bahagia mendengar kabar itu, dengan begini ia tidak akan menghabiskan malamnya bersama ocehan ayahnya.
Ia sebenarnya diperbolehkan masuk ke ruangan gadis itu untuk menemaninya. Tetapi ia berubah pikiran, karena ia merasa tidak pantas berada di dalam sana.
Ia bertanya-tanya karena malam telah lama tiba, tetapi tidak ada satu pun keluarga atau kerabat gadis itu yang datang menjenguknya. Sambil memikirkan hal itu, ada 2 orang pria berjas hitam yang berbisik-bisik sambil berjalan di lorong.
Salah satu dari mereka melihat klein dan menarik temannya mendekat kepadanya.
"Ah, maaf dek... boleh saya bertanya sesuatu?" Kata salah satu dari mereka yang memakai kacamata hitam dengan kepala botak.
"Eehhh... boleh saja, apa yang ingin anda tanyakan?" Jawab Klein kepada mereka.
"Hmm... apakah kamu melihat seorang pasien gadis tadi?" Kata Pak Botak.
Teman-temannya yang memiliki rambut panjang dengan kacamata yang persis sama seperti Pak Botak juga menjelaskan kepadanya. "Dia memiliki rambut merah gelap dengan gaya twintails, dan memakai dua pita putih. Dia memiliki gaya berpakaian yang trendi dan menyenangkan, dengan kaus hoodie hitam"
Setelah mereka menjelaskan kepada dirinya, klein langsung menyadari bahwa gadis yang mereka mereka maksud adalah gadis yang baru saja ditabrak olehnya tadi siang.
Meskipun klein tahu tentang gadis itu, ia tidak ingin menyebarkan informasi keberadaan gadis itu kepada orang yang mencurigakan seperti mereka. Dua orang tua seperti mereka yang mencari seorang gadis kecil di malam hari seperti ini sudah sangat mencurigakan bagi klein.
"Hmm," klein menggumam pura-pura berpikir. "Maaf, saya rasa saya tidak melihat orang yang anda maksud. Kalau boleh tahu, kenapa anda mencari gadis itu?" Tanya klein.
"...," mereka diam sambil saling menatap.
"Kalau hanya satu orang, seharusnya tidak masalah, kan?" Tanya Pak Botak kepada Pak Rambut Panjang.
"Seharusnya tidak masalah...," jawab Pak Rambut Panjang.
"Nak, bisakah anda menjaga rahasia?" Pak Botak berbisik kepadanya.
"Ya, tentu saja, pak," jawabnya dengan tegas.
"Jadi sore tadi kami mendapat telepon dari bos kami yang merupakan ayah dari gadis yang kami cari sekarang ini. Dia bilang putrinya mengalami kecelakaan dan dirawat di sini," Pak Botak menjelaskan kepadanya.
Dia mengerti alasan mereka, tapi Klein tidak bisa mempercayai mereka begitu saja.
"Oh, begitu, baiklah, saya minta nomor telepon Anda saja. Nanti kalau saya melihat gadis itu, saya akan menghubungi Anda segera," kata Klein berbohong.
Dua pria itu membungkuk dan berpamitan padanya lalu melanjutkan berkeliling. Meskipun dia merasa kasihan pada dua paman itu, dia tidak bisa mempercayai mereka begitu saja.
Tidak lama setelah itu, ada teriakan dari seorang wanita dari kamar gadis itu. Tidak ada orang lain di lorong kamar itu selain dia. Itu membuat dia harus bertindak dan mencari tahu apa yang terjadi.
Klein masuk ke kamar tempat gadis itu dirawat. Begitu dia masuk, dia melihat gadis itu menangis di tempat tidur pasien tempat dia berbaring. Gadis itu sekarang sudah memakai baju yang biasa dipakai pasien rumah sakit pada umumnya.
"Ahhrrggh... kakiku!" Teriak seorang gadis yang ada di sana, menangis
Gadis itu sangat frustrasi dan sedih melihat kakinya yang tidak bisa berjalan sekarang.
Dia mencoba bangun dari tempat tidurnya dan mencoba berdiri sambil menahan rasa sakit di perutnya yang terluka. Tapi dia jatuh karena kakinya dalam kondisi parah.
Segera wajahnya berbalik ke arahnya, lalu dia menghapus air mata di wajahnya. Seolah-olah dia tidak mau orang lain tahu bahwa dia telah menangis.
Dia mencoba berdiri lagi dan ingin kembali ke tempat tidurnya.
klein mendekatinya dan memberikan bahunya sebagai bantuan. klein membantunya berbaring kembali di tempat tidurnya.
"Um...," ucap dirinya dengan ragu-ragu.
"Hmm? Ada apa?" Klein bertanya padanya balik.
"Terima kasih," kata gadis itu dengan senyum tulus.
Klein tersenyum mendengarnya. Klein akhirnya juga ikut duduk di salah satu tempat tidur kosong di sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!