Jakarta SMA Harapan adalah salah satu dari sekian banyak sekolah menengah atas yang ada di ibukota dan salah satu SMA favorit.
Lantai tiga kelas 12a, di sudut bangku paling belakang duduk seorang pemuda yang sedang asik melamun dengan tangan kiri yang menopang dagunya.
Dengan pandangan mata kosong pemuda itu menatap ke luar lewat jendela yang ada di sampingnya.
Entah apa yang ada di dalam benak dari pemuda itu, terkadang dia mendesah pelan sambil melihat daun-daun yang terbang di terpa oleh udara, menari-nari sebelum jatuh ke tanah karena gravitasi bumi.
Pemuda itu bernama Tresno Mangku Bumi nama yang sangat eksentrik sekali di zaman modern ini, nama dalam bahasa Jawa yang bisa di artikan dengan sebagai cinta yang menopang dunia.
Nama pemberian kedua orangtuanya asli Jawa yang merantau dan tinggal di ibukota, Tresno melambangkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan mangku Bumi melambangkan harapan besar.
Dia biasa dipanggil dengan Eno oleh keluarga dan teman-temannya.
Berbanding terbalik dengan namanya, Eno mempunyai penampilan yang cukup menarik sebagai seorang pemuda, dengan wajah tampan dan kulit putih bersih ditambah dengan lesung pipi yang muncul saat dia tersenyum yang menambah pesonanya.
Tubuhnya tinggi dan atletis karena setiap hari dia berangkat sekolah mengayuh sepeda.
Pulang pergi memakan waktu 2 jam total, orang yang punya bobot 150kg pun akan langsing jika tiap hari selama 3 tahun mengayuh sepeda seperti yang dilakukan Eno.
Yang paling spesial dari Eno adalah kedua matanya dengan iris biru cerah yang bisa membuat semua orang terlena jika memandangnya lekat.
Warna iris yang sangat tidak mirip seperti milik kedua orang tuanya.
Sebenarnya saat lahir iris Eno normal berwarna hitam tapi sejak umur 2 tahun pelan-pelan iris kedua matanya berubah menjadi biru berbarengan dengan suara aneh yang terdengar di telinga Eno kecil (Ding: System hidup bahagia terikat dan akan aktif saat host berumur 17 tahun)
Eno kecil yang belum mengerti dengan apa yang dia dengar hanya bisa menangis dengan suara asing itu, suara System yang akan hadir 15 tahun yang akan datang.
Kedua orang tuanya sempat terkejut dan khawatir melihat perubahan iris mata anak semata wayangnya, segera Eno kecil dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksan.
Terkadang usaha juga bisa mengkhianati hasil dan harapan bisa juga terpatahkan di tengah jalan.
Eno telah dibawa ke berbagai rumah sakit tapi semua dokter tidak bisa menjelaskan secara medis penyebab perubahan kedua iris matanya.
Akhirnya kedua orang tua Eno menyerah, mereka berfikir mungkin ini sudah menjadi takdir yang maha kuasa untuk anaknya.
Selama Eno sehat, orangtuanya sudah sangat bersyukur mungkin iris mata biru itu adalah hal istimewa yang anak mereka miliki.
Agar tidak menarik perhatian sejak lulus sekolah dasar Eno sudah memakai lensa mata hitam untuk menyembunyikan iris birunya.
Sebagai siswa kelas 12 sekolah menengah atas, Eno merasa tidak terlalu istimewa dan spesial walaupun dia tampan serta memiliki System hidup bahagia.
Walau pada awalnya Eno sangat bersemangat saat berumur 17 tahun dan untuk pertama kalinya dia tau mempunyai System di dalam tubuhnya.
Eno yang dari SMP sudah menggemari Novel online sudah sangat tidak asing dengan hal yang dia dapatkan dan hadir di dalam hidupnya itu.
Walau Eno sempat tidak percaya pada awalnya tapi suara mekanis yang hanya bisa di dengarnya itu nyata.
Melihat dan membaca MC di novel hidupnya berubah berkat System, Eno langsung bersuka cita dalam diam dan menantikan kejutan apa yang akan dihadirkan oleh system.
Setiap malam setelah belajar dan sebelum tidur, Eno sudah membuat list perusahan mana yang akan dia akuisisi dan artis idola mana yang akan dia pacari, dengan System di tangan Eno punya harapan setinggi langit dan seluas samudra.
Apalagi nama Sistem nya sangat menyakinkan sekali, System kehidupan bahagia.
Di benak Eno pasti System ini sangat luar biasa sekali yang akan bisa berubah kehidupan dirinya beserta keluarga.
Ekspektasi dan angan-angan tinggi Eno seketika runtuh tak tersisa saat sudah setahun lebih System hidup bahagia tidak memberikan efek apapun.
System yang dia memiliki sepertinya error karena setahun ini tidak ada pergerakan dan macet entah dimana.
System di novel-novel pada umumnya akan memiliki hadiah pemula, System hidup bahagia tidak ada sama sekali hadiah seperti itu.
Jika System pada umumnya di menu ada antar muka tugas yang musti dilakukan host, menu System hidup bahagia cuma hanya ada lampu biru yang kelap-kelip seperti lampu neon.
Boro-boro mall System, penjelasan tentang poin aja tidak ada.
Seterusnya System hidup bahagia seperti sedang tertidur lelap meninggalkan layar menu kosong yang hanya bisa di lihat Eno.
List perusahan yang akan di akuisisi Eno sekarang berubah menjadi list belanjaan bulannya ibunya.
List artis cewe idola yang akan dia pacari sekarang berubah menjadi list jadwal pertandingan bola Liverpool club favoritnya.
Eno yang awalnya jumawa dan sombong sampai keong aja dia maki-maki dan caci karena jalannya lelet sekarang dia histeris mendapati kenyataan yang ada.
Sekarang Eno berkecil hati dan sudah tidak mau berharap tinggi lagi dengan System hidup bahagia yang telah error sebelum berkerja.
Terkadang di dalam sepinya malam dan dinginnya udara Eno menebak apa jangan-jangan System hidup bahagia ini Made in China karena kwalitasnya yang sangat buruk.
Setelah satu tahun dan Eno kelas 12, dia sudah menerima keadaan dan tidak berharap lagi.
"Mungkin gua memang di takdirkan menjadi manusia biasa dan bukan menjadi protagonis seperti di dalam novel-novel itu" Sambil masih menopang dagunya melihat keluar jendela, Eno mendesah dan bergumam pelan.
Eno menghela nafas panjang dan memejamkan kedua matanya sesaat sambil menikmati hembusan angin yang masuk dari jendela menerpa wajah tampannya.
Bulan November kota Jakarta memang lagi terik-teriknya karena masuk ke pergantian musim, pagi hari pun sudah terasa pengap dan gerah.
Mungkin di kota-kota lainnya juga sama panasnya karena efek dari El Nino yang sedang ramai dibicarakan orang dan sudah di beritakan di TV maupun surat kabar.
Suara langkah kaki terdengar masuk ke dalam indra pendengaran Eno, tapi dia tidak peduli karena ini jam istirahat pertama dan mungkin itu adalah teman sekelasnya yang balik dari kantin.
Eno sangat jarang jajan dan makan di kantin walaupun dia ada uang saku, karena dia selalu membawa bekal dari rumah.
Bagi Eno masakan Ibunya adalah yang paling enak dan lezat walaupun sederhana, karena sifat hematnya itu Eno bisa menabung uang sakunya karena dia memimpikan hp baru agar lebih nyaman saat mabar (main bareng) dengan teman dumai nya.
"Masih seperti biasa loe Eno, Melamun di jam istirahat, enggak keluar makan loe?". Suara nyaring dan cempreng terdengar dan seketika itu juga perhatian Eno teralih kan.
"Elo Jang?". Sapa Eno singkat kepada teman sebangkunya itu yang bernama Ujang dan langsung melamun lagi menatap kosong ke luar jendela.
Ujang Dermawan namanya, teman sekaligus sahabat Eno sejak SMP.
Kondisi keluarga Ujang hampir mirip sama Eno yang membedakan keluarga Eno dari Jawa tengah yang tinggal di Jakarta sementara keluarga Ujang asli Jawa barat yang juga tinggal dan mengadu nasib di ibu kota.
Dari segi penampilan 2 sahabat itu juga berbeda.
Ujang lebih berbadan tambun dengan efek dari hobinya ngemil dan makan, di dalam tas sekolahnya selain buku pasti selalu ada makanan kecil.
Terkadang jika uang sakunya menipis Ujang beralih ke camilan yang murah meriah yaitu Indomie mentah diremas dan di campur bumbunya.
"Kebiasaan loe gak berubah ya dari dulu, dari SMP kita temenan setiap jam istirahat pasti selalu melamun". Ujang bicara dan duduk di bangkunya tepat di sebelah Eno.
"Ini gua bawain minuman kesukaan loe". Dengan jail Ujang menempelkan teh pujuk dingin di pipi Eno.
"Makasih Jang, tau aja loe kesukaan gua". Eno yang dari tadi cemberut memikirkan nasib sistem nya sedikit terhibur dengan perhatian dari sahabatnya.
"Ya taulah, udah lama juga kan kita kenal? Gua udah tau loe luar dalam No". Ujang tampak tersenyum menanggapi.
"Gitu ya Jang? tapi sorry ya". Eno bicara ambigu sambil membuka tutup teh pucuk.
"Sorry untuk?". Ujang memandang Eno tampak tidak mengerti.
"Ya sorry aja karena gua enggak tau loe luar dalam, hehe.." Eno terkekeh dan siap untuk minum.
"Sialan loe enggak setia kawan banget jadi orang, Sini balikin!". Ujang meraih botol minuman yang udah nempel di bibir Eno dan langsung berdiri dia.
"Enggak iklhas banget loe Jang baru seteguk itu gua minum, balikin gak?". Eno langsung berdiri.
"Kalau gua bilang enggak! mas Tresno Mangku Bumi mau apa?". Dengan senyum mengejek Ujang bicara dan langsung kabur keluar kelas.
"Ujang Dermawan Tunggu! awas ya loe sampai ketangkap bakalan gua gembosi perut buncit loe itu!".
Sambil berlari mengejar Eno mengancam.
Kejar-kejaran antara dua anak muda yang bersahabat pun menjadi awal kisah ini dimulai.
Di taman yang cukup asri belakang gedung perpustakaan SMA harapan.
Di atas rumput hijau dan di bawah pohon rindang duduk 2 orang pemuda dengan nafas Senin Kamis, ngos-ngosan dengan butir keringat yang jatuh dari dahi keduanya.
2 pemuda itu tidak lain tidak bukan adalah Eno dan Ujang, 2 sahabat yang baru selesai kejar-kejaran dan berakhir di taman sekolah.
"No minum No?". Dengan nafas yang masih tidak teratur Ujang menyodorkan botol teh pucuk harum.
Eno melihat ke samping, tangannya yang terulur tampak mengambang di udara mengambil botol tapi dengan ekspresi wajah yang kesal.
Dengan cepat dipukulnya kepala Ujang pelan dengan botol itu.
"Aduh! Kita kan udah damai dan gencatan senjata No, kenapa malah loe aniaya gua lagi sih?". Ujang protes dan mengelus kepalanya pelan.
"Masih untung gua cuma pukul loe pakai botol Jang, kalau gua khilaf bisa gua robohin pohon belakang kita buat pukul loe!". Eno masih tampak kesal dan gregetan.
"Enggak sekalian itu loe robohin tower Indosat atau Telkomsel No, tanggung amat". Ujang menjawab dan cemberut.
"Emang tega loe sama temen sendiri". Ujang melanjutkan.
"Loe yang tega!". Eno langsung tancap gas bersuara dengan nada tinggi.
"Botol minum kosong, isinya abis loe minum sendiri tega kasih ke gua! benar-benar enggak punya hati ya loe". Eno bicara sambil melempar botol kosong ke Ujang.
"Hap!". Ujang menangkap dengan cekatan, "Siapa bilang habis No? Gua ma enggak sejahat itu sama temen, ini coba loe liat masih ada kan?". Ujang kembali mengangkat botol di udara.
"Ada apanya Ujang! loe liat pakai mata kepala apa mata batin sih sebenarnya? Apa jangan-jangan karena lari tadi sekarang loe jadi berhalusinasi?". Eno memandang curiga Ujang.
"Loe itu yang berhalusinasi Tresno! coba liat masih ada sekitar 3 tetes kan ini?". Ujang menggoyangkan botol di depan muka Eno.
Saat ini Eno hanya bisa termenung bengong memandang manusia buntalan kentut yang kebetulan adalah sahabatnya.
"Emang teman laknat loe Jang! bicara kek gitu dengan muka polos, serah loe dah!". Eno tampak semakin kesal dan langsung rebahan dengan lengannya sebagai bantal.
"Hehehe marah ya No elo? Sorry deh enggak sengaja tadi gua habisin, tenggorokan gua kering karena lari-lari tadi". Ujang ikut merebahkan tubuhnya di atas rumput.
"Emang tenggorokan loe doang yang kering! Gua juga ini, sana beli lagi buat gua". Eno memberi perintah.
"Entar deh gua beliin, rehat dulu capek gua". Ujang beralasan.
Untuk sesaat dua sahabat itu terdiam menikmati semilir angin sejuk di taman, berbaring di atas rumput hijau sambil memandang birunya langit.
"No loe nyadar gak?". Ujang kembali membuka pembicaraan.
"Nyadar apa?". Eno menjawab dengan acuh tak acuh dengan sebatang rumput yang dia selipkan di mulut.
"Kita dari kelas 7 SMP sampai sekarang kelas 12 SMA masih sama saja dan enggak ada perubahan". Ujang bicara dan ikut-ikutan selipkan batang rumput di mulut bukan 1 tapi 3 batang sekaligus, mungkin rumput sudah termasuk camilan di mata Ujang.
"Perubahan dalam hal apa? bukannya loe udah berubah jadi tambah gendut ya? Dan gua berubah menjadi semakin tampan".
"Sialan, pede gila loe! maksud gua itu bukan perubahan tentang itu tapi perubahan dengan status kita". Ujang bicara sambil mencabut rumput, seperti 3 batang yang ada di mulutnya kurang.
"Loe jangan buat gua takut lho Jang, sebagai informasi gua masih normal dan cuma menganggap loe sebagai sahabat tidak lebih". Eno sedikit bergeser.
"Bocah gila! maksud gua itu status Jomblo kita Tresno! dari orok sampai segede gini kita masih saja belum pernah pacaran, emang loe gak tertarik sama cewe?".
Mikirin System yang error aja gua udah mau gila suruh mikirin masalah pacar dan wanita, Eno menjawab dalam hati.
"Lah elah! malah bengong ini bocah, sepertinya betah banget loe jadi jomblo". Ujang mencibir.
"Loe sendiri juga sama kan Jang? betah banget jadi Jomblo".
"Terkadang gua heran sendiri No". Ujang tampak mendesah pelan.
"Heran apa lagi sih? Banyak keluhan banget hidup loe".
"Ya gua heran aja, dari begitu banyaknya cewe di SMA ini kenapa tidak ada satupun yang melirik kita? kita kan gak jelek-jelek amat dan masih pantas jika di bawa ke pesta ulang tahun".
"Iya dibawa untuk jadi badut kan kita? Loe kagak liat SMA kita ini seperti apa? Semua yang sekolah sini itu kebanyakan adalah anak Gedongan semua, berangkat pulang di jemput pakai mobil".
"Anak-anak kaya itu kagak mungkin lirik kita Jang walau loe punya penampilan menarik sekalipun, dari gaya hidup dan pergaulan kita sudah berbeda sama mereka dan perbedaan yang paling mencolok loe tau gak apa?". Eno mengakhiri perkataannya dengan pertanyaan.
"Apa No?". Dengan muka serius Ujang menanggapi.
"Perbedaan yang paling mencolok antara kita dan mereka adalah isi dompet Jang". Jawab Eno sambil tersenyum miris, tertawa dalam hati dan muak akan realita hidup di dunia.
Untuk beberapa detik Ujang merenung dan segera bangkit setelahnya, dia mengeluarkan dompet hitam dari saku belakang celananya dan Eno melihat itu.
Ujang mendesah melihat isi dompetnya dan dari dalam dompet itu pula terbang keluar beberapa nyamuk.
"Berapa sisa uang loe mas Ujang?". Eno tersenyum melihat muka Ujang yang murung.
Tanpa menjawab Ujang membalik dompetnya dan jatuhlah 3 keping koin lima ratusan.
"Tinggal 1500 perak uang saku gua No". Ujang bicara dengan muka melas dan badan lemas, "Kalau duit loe masih berapa?". Ujang melanjutkan.
"Loe kan tau sendiri gua gak pernah bawa duit ke sekolah, uang saku gua selalu gua tinggal di rumah tepatnya di bawah kasur". Eno menjawab santai.
"Dari SMP kebiasaan hidup hemat loe emang enggak berubah No, enggak takut dimakan rayap itu duit loe?".
"Rayap ma enggak doyan sama duit receh Jang". Jawab Eno sekenanya sambil masih rebahan dengan tangan menjulur ke atas mencoba meraih awan.
"Kalau gini emang udah nasib kita No, sempat lupa gua kalau duit dan kedudukan itu sangat berpengaruh untuk kita cari betina disini". Ujang tampak putus asa.
"Andai system gua aktif dan enggak error pasti udah berada di puncak dunia gua". Eno melamun dan bergumam pelan dan itu di dengar oleh Ujang.
"Kumat ini bocah, masih mimpi dapat System loe No? sepertinya otak loe udah terkontaminasi sama novel-novel gak jelas itu". Ujang langsung berkomentar sarkas.
"Gua kan cuma berandai-andai Jang dan ngomong sendiri, kek emak-emak aja loe suka berkomentar pedas". Eno berubah posisi rebahannya menjadi miring memunggungi Ujang.
Tidak lama bel tanda istirahat berakhir telah berbunyi dan itu langsung membuat Eno semakin kesal.
"Ayo kita masuk No abis istirahat ini kan jam pelajaran Sejarah Bu Gladys". Ujang langsung bangkit dan menepuk-nepuk celananya.
"Emang kenapa kalau pelajaran Bu gladys, membosankan juga ini cara dia mengajar". Eno ikut bangkit dengan malas.
"Jangan liat cara dia mengajar dong". Ujang menjawab dengan ekspresi wajahnya yang berubah dan senyum lebar menjijikkannya ada di sana.
"Terus liat apanya?". Perasaan Eno mulai tidak enak melihat wajah sahabatnya.
"Halah seperti gak tau aja loe No, Bu gladys kan guru kita yang paling aduhai dengan aset yang menantang bencana surgawi, udah ngerti kan loe maksud gua?". Ujang mengedipkan satu matanya.
"Koplak siak!". Eno tendang pelan bagian belakang tubuh Ujang, "Ayo jalan balik ke kelas". Eno melangkah terlebih dulu.
"Tunggu mas No". Ujang tersenyum di belakang dan berjalan cepat.
Dua sahabat itu pun bersama-sama kembali ke kelas.
"Cepat banget sih No langkah kaki loe, udah gak sabar ya ingin bertemu sama guru Cindo kita itu?". Ujang menyenggol lengan Eno.
"Gua cuma enggak mau mendapatkan kesan buruk Jang, mending sekarang loe tetapi janji loe tadi aja dulu".
"Janji apa?".
"Janji mau belikan gua minumlah, sana cepat ke kantin". Eno mendorong bahu Ujang pelan.
"No duit gua kan tinggal 1500 perak, dapat apaan coba?". Dengan iba Ujang menatap sahabatnya.
Eno dan Ujang membuka pintu kelas dan melangkahkan kaki masuk bersama-sama.
Suasana kelas yang semula riuh berubah hening sesaat tapi setelah melihat siapa yang masuk para murid-murid kembali riuh.
"No sepertinya kita di anggap sebagai kuman deh sama mereka, melihat kita dengan jijik mentang-mentang kita kalau sakit pakai BPJS". Ujang berbisik pelan.
"Udah kagak usah loe pikirin ayo kita kembali ke habitat di pojokan yang damai, dari kita kelas 10 juga pandangan semua orang sama aja saat melihat kita". Eno menjawab dan menarik Ujang melewati beberapa murid.
"Cie-cie! Duo rakyat jelata kita dari mana ini? abis kencan ya loe berdua? Hahahaha". Pemuda dengan ekspresi wajah sombong tertawa menghina dan menghalangi jalan Eno dan Ujang dengan kakinya.
Perhatian semua murid langsung teralihkan, banyak yang ikut tertawa dan ada juga yang diam-diam mengamati situasi.
"Bram! Apa maksud kata-kata loe hah!". Ujang langsung tidak terima dan maju tapi langsung di tahan Eno.
"Goblok ya loe? Masak gitu aja enggak tau, makanya jangan kebanyakan makan nasi aking biar enggak lelet itu otak". Bram tersenyum tipis mencaci.
Ujang dengan wajah merah marah mengeratkan giginya menatap tajam Bram.
"Ya ampun wajah loe kenapa Jang? sakit ya loe? Tolong dong siapa saja bawa Ujang ke klinik binatang". Bram kembali merendahkan dan di sambut dengan tawa yang pecah dari siswa.
Tangan Ujang sudah mengepal erat saat ini.
"Sob ini bukan moment yang pas buat loe marah, tahan emosi loe itu pasti ada masanya kita sumpal mulut anak mami ini dengan kotoran". Eno berbisik di telinga Ujang pelan.
"Hei Paino! Bisik-bisik apa loe! Ngomongin gua loe? Berani loe sama gua?!". Bram berdiri dari tempat duduknya.
Suasana berubah menjadi mencekam saat ini di kelas 12a.
"Bram? bisa diam gak sih kamu? Sebentar lagi Bu gladys datang". Suasana hening mencekam terpecahkan dengan suara gadis lembut tapi tegas.
Perhatian semua siswa kembali teralihkan termasuk Eno dan Ujang yang sekarang memandang ke meja barisan depan tempat dimana seorang gadis cantik berdiri dengan anggunnya.
Leona Fransiska nama gadis itu, nama yang sudah bisa ditebak jika yang punya adalah gadis keturunan lebih tepatnya keturunan yang sedang eksis dan viral di Indonesia, apalagi kalau bukan Cindo.
Siswa SMA harapan kebanyakan memang di isi oleh murid-murid dari kalangan Tionghoa ada murid dari Jawa dan lainya tapi itu bisa dihitung menggunakan jari.
"Leona kenapa sih kamu selalu belain 2 manusia kardus ini? Teman aja bukan, kamu enggak jijik melihat mereka berdua?". Bram menanggapi menatap gadis yang selama ini dia sukai.
Leona hanya diam dan semakin memandang tajam Bram dengan kedua mata indahnya.
Tanpa sepengetahuan semua siswa, wanita dewasa masuk membuka pintu pelan dan dia adalah ibu Gladys guru sejarah.
"Kalian berempat kenapa berdiri dan tidak duduk?". Bu gladys memandang Leona, Bram dan dua sahabat yang masih berdiri seperti patung.
"Maaf Bu tadi..
"Tadi kami cuma ngobrol kok Bu, sesama teman sekelas kan harus saling menyapa". Bram memotong ucapan Leona.
"Ngobrol itu di jam istirahat bukan di jam pelajaran, Ayo cepat kalian duduk di bangku masing-masing". Bu gladys memberi perintah tegas.
Leona kembali duduk tapi sebelum itu dia sempatkan untuk melirik cinta yang menopang dunia.
Lirikan yang bisa mengguncang seluruh kelas jika ada yang melihatnya karena tercetak senyum kecil di bibir tipisnya.
Bram pun kembali duduk dengan tatapan tajam mengintimidasi Eno dan Ujang yang kembali berjalan menuju habitatnya di meja pojok paling belakang.
"Baik Sekarang buka buku kalian dan pelajaran akan segera kita mulai". Bu gladys berbicara di depan kelas.
"Jang kenapa loe diam saja? jangan melamun dan dengarkan Bu gladys". Eno berbisik menyenggol lengan Ujang yang asik melamun menopang dagu melihat ke depan.
"Ganggu aja loe No, gua sedang menikmati dan memandang maha karya indah sang pencipta ini, udah diam aja loe". Ujang menjawab pelan sambil menjilat bibirnya memandang aset depan Bu gladys yang besar menantang terbalut dengan seragam dinas coklat tua.
Eno hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan melihat sifat aneh satu-satunya temannya.
Detik berganti menit, Bu gladys dengan fasih terus bicara memberi ilmu bagi para muridnya.
Terkadang dia akan memberikan kuis dadakan untuk para murid yang tidak fokus.
"No liat itu No". kali ini Ujang yang berbisik pelan.
"Liat apa sih?". Eno yang merasakan gerah karena di kelas terasa panas menjawab dengan malas.
"Liat ku tu keringat yang ada di dahi Bu gladys, seperti seger banget ya? pengen jilat gua No". lagi-lagi Ujang menjilat bibirnya sendiri.
"Emang kotor banget ya otak loe Jang perlu di cuci itu sepertinya, udah kagak usah bicara jika perkataan loe ngawur mulu, kagak liat loe kelas kita udah kek neraka panas dan gerah banget".
"Musim kemarau ya memang seperti ini No, liat itu para anak orang kaya juga pada kepanasan". Dengan isyarat dagu Ujang menunjuk siswa lainnya.
"Andai kelas kita ada AC ya Jang pasti bakalan sejuk dan bisa lebih fokus belajar kita". Eno berandai-andai tapi dia langsung terkejut karena layar System tiba-tiba muncul di hadapannya dengan warna biru cerah.
Itu hanya terjadi beberapa saat dan layar kembali berubah gelap.
System error apa loe juga kepanasan? Tanya kesal Eno dalam hati.
...***...
Pada saat dan momen yang sama saat layar System Eno berkedip biru cerah.
Di dalam ruangan VVIP lantai 20 rumah sakit Merlion Singapura, Marchel Harsono pemilik dari Harsono grup, pengusaha terkaya no 15 di Indonesia menurut majalah Forbes 2023.
Karena kecelakaan ringan saat mengunjungi lokasi bisnis sekarang dia beristirahat di ranjang rumah sakit terbaik negeri Singa.
Marchel sedang melihat laptop di pangkuannya melihat saham perusahaan yang terus naik tapi tiba-tiba dia terpaku dan terkejut mendengar suara elektronik di dalam benaknya.
"Ding, sistem mulai mengikat".
"Ding, System berhasil terikat dengan sempurna".
"Misi utama System telah di rilis selesaikan tugas dan tingkatkan kesukaan target tehadap host".
Target: Tresno Mangku Bumi
Data target: (Click untuk melihat detailnya)
Misi saat ini: Karena El Nino musim kemarau menjadi lebih panas dan berkepanjangan, pasanglah AC terbaik di kelas Target.
Hadiah: ? ? ?
Ding: Paket hadiah pengikatan System telah di rilis silahkan host memilih 1 diantara 2.
Marchel Harsono terkejut sejadi-jadinya dengan apa yang sedang dia liat saat ini layar transparan dengan beberapa baris kata tepat berada di depan matanya.
Dia langsung bangun dari ranjang meletakkan laptopnya dan segera meraih iPhone 15 keluaran terbaru dan menelfon sekretarisnya.
"Selamat siang direktur apa anda butuh sesuatu?". Suara lembut wanita menjawab panggilan Marchel.
"Intan panggil psikiater terbaik di rumah sakit ini dan suruh datang ke kamar saya, CEPAT!".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!