Selamat ulang tahun kami ucapkan
Selamat panjang umur kita kan doakan
Selamat sejahtera sehat sentosa
Selamat panjang umur dan bahagia
"Yeah," sorak semua orang yang menyaksikan ulang tahun Karin.
Suara nyanyian selamat ulang tahun terdengar begitu meriah di acara ulang tahun Karin. Karin merupakan anak tunggal dari Salma dan Raka. Karin yang kini berusia 5 tahun memang sangat menggemaskan. Di usianya yang masih anak-anak Karin memiliki kecerdasan di atas rata-rata teman seusianya. Dia begitu beruntung karena masih bisa merayakan ulang tahunnya bersama orang-orang yang dia cintai dan dia sayangi.
Beberapa keluarga dan teman terdekat Karin tampak hadir untuk memeriahkan ulang tahunnya.
"Selamat ulang tahun sayang," ujar Salma sambil memeluk dan mencium anaknya.
"Makasih banyak mah," timpal Karin yang segera membalas pelukan ibunya. Dia terlihat begitu senang dan bahagia.
"Oiya, papah dimana mah? kenapa masih belum datang juga?" tanya Karin yang sejak tadi belum melihat keberadaan ayahnya.
Padahal dihari ulang tahunnya yang sekarang seharusnya Karin bisa berkumpul dengan keluarganya. Namun pada kenyataannya hal itu tidak terjadi karena ayahnya Raka masih ada pertemuan penting. Akan tetapi sebagai seorang ibu, Salma harus memberikan pengertian kepada putrinya yang masih kecil. Ia berusaha menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak.
"Sayang, papah masih ada pekerjaan atau mungkin sekarang papah sedang dalam perjalanan pulang," jawab Salma mencoba menenangkan putrinya.
"Apa itu benar mah?" tanya Karin sekali lagi.
"Iya sayang, papah pasti sedang mencari hadiah buat anaknya yang cantik ini," ujar Salma yang lagi-lagi mencoba menghibur putrinya sambil mencubit dagu putrinya yang menggemaskan.
Setelah mendengar perkataan ibunya, Karin menjadi lebih tenang. Ia kembali menemui teman-temannya dan terpaksa memulai acara tanpa menunggu kedatangan sang ayah. Selesai meniup lilin, Karin segera memotong kuenya dan membagikannya kepada teman-temannya. Tidak hanya Karin, teman-temannya pun ikut merasa senang dalam pesta itu. Mereka sangat menikmati acara demi acara dalam pesta itu.
"Selamat ulang tahun cucu nenek, ini hadiah dari nenek," ujar nenek Risma sambil menyodorkan sebuah kotak kado yang cukup besar berwarna merah jambu.
"Wah apa ini nek, aku jadi penasaran," timpal Karin antusias.
"Kalau begitu buka saja," titah nenek.
Dengan penuh semangat, Karin segera membuka isi dari kado itu. Dia begitu terburu-buru karena sudah tidak sabar dengan apa yang ia pegang. Hanya dalam hitungan detik saja akhirnya Karin berhasil membuka kotak yang ia pegang.
Beberapa saat kemudian akhirnya hadiah itu terbuka dan didalamnya terdapat sebuah boneka yang cukup besar berwarna pink. Ya boneka Teddy Bear adalah boneka kesukaan cucunya. Mata Karin terlihat berbinar saat melihat barang kesukaannya.
"Wah besar sekali nek, makasih banyak ya nek," ujar Karin sambil segera memeluk boneka besar itu. Setelah puas memeluk boneka itu tak lupa Karin segera memeluk neneknya. Selain ibunya, neneknya Risma begitu menyayangi Karin karena ia cucu satu-satunya.
"Sama-sama cucu nenek yang paling cantik," timpal Risma sambil membalas pelukan cucunya yang mungil itu.
Tidak hanya nenek, semua teman-teman Karin pun membawa kado untuknya. Tak terasa karena cukup lama pesta itu berlangsung akhirnya acara itu selesai di laksanakan. Semua tamu yang hadir pun mulai meninggalkan pesta satu per satu.
"Terima kasih banyak teman-teman karena sudah bersedia hadir di ulang tahunku ini," ujar Karin sesaat sebelum mereka pergi.
"Ya Karin, terima kasih karena sudah mengundang kami. Sekali lagi selamat ulang tahun ya. Dah!" pamit teman-teman Karin setelah menyalaminya satu persatu.
Karin melambaikan tangannya saat mereka semua pergi meninggalkan pesta. Ia merasa begitu senang karena semua teman dekatnya bisa hadir dalam acara tersebut.
"Apa Karin merasa senang?" tanya Salma setelah acara selesai.
"Senang sekali mah, makasih banyak ya mah karena mamah sudah merayakan ulang tahunku dan mengundang semua teman-teman Karin," jawab Karin antusias sambil segera memeluk ibunya.
"Sama-sama sayang. Mamah senang kalau melihat anak mamah bahagia, sini peluk mamah," timpal Salma yang segera membalas pelukan putrinya dan menciuminya.
Setelah semua orang pulang, Karin segera bersiap untuk tidur karena malam sudah semakin larut. Untuk beberapa saat Karin mencoba menunggu kedatangan ayahnya, namun karena rasa lelah setelah seharian berpesta membuat dirinya merasa begitu mengantuk. Tak berapa lama Karin pun tertidur di pangkuan ibunya.
"Kasihan sekali kamu nak, disaat bahagia seperti ini seharusnya papah berada bersama kita," gumam batin Salma.
Sebenarnya didalam lubuk hati yang paling dalam, Salma juga merasa begitu khawatir karena suaminya masih belum tiba di rumah. Padahal satu jam yang lalu Salma masih berkomunikasi dengan suaminya. Raka bilang jika ia sedang dalam perjalanan pulang.
Mendengar kabar itu, membuat Salma merasa sedikit lega . Namun tetap saja sebagai seorang istri Salma merasa begitu khawatir karena suaminya tidak kunjung datang.
Sementara ditempat lain Raka masih saja melihat jam yang berada ditangan kanannya. Dengan kecepatan yang sangat tinggi Raka mengendarai kendaraannya agar ia segera tiba di rumah. Sebenarnya sejak dalam perjalanan tadi Raka sudah tidak tenang karena telat dalam menghadiri acara ulang tahun anaknya.
Akan tetapi Raka tidak bisa meninggalkan pekerjaannya karena pertemuan ini sangat penting dan sangat mempengaruhi perusahaannya. Selain itu, Raka juga ingin mencari hadiah yang sangat berkesan untuk putrinya. Raka tidak bisa membatalkan pertemuan ini karena pertemuan ini sangatlah penting bagi perusahaannya.
Perusahaan Raka yaitu Wijaya Grup bergerak dalam bidang ekspor impor barang antik. Perusahaannya sendiri bekerja sama dengan perusahaan milik sahabat ayahnya sejak dulu. Pemilik perusahaan sahabatnya itu kini sudah turun ke generasi kedua, karena sang pemilik telah meninggal dunia sejak beberapa tahun lalu.
Selain itu, pemilik perusahaan yang sekarang pindah keluar kota karena membuka cabang yang baru. Maka dari itulah mau tidak mau Raka harus menyempatkan waktu untuk mengatur pertemuan dengan Rizal untuk membicarakan masalah bisnis.
Raka masih saja mengendarai kendaraannya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Entah sudah berapa kali ia memperhatikan jam yang berada di tangannya. Suasana jalan yang begitu sepi ditambah suara rintik hujan semakin membuat Raka harus lebih hati-hati dalam mengendarai kendaraannya.
"Maafkan papah nak, papah tidak bermaksud membuatmu kecewa," gumam batin Raka sambil mengendarai mobilnya.
Tanpa pikir panjang Raka terus saja mempercepat laju kendaraannya. Dan karena kondisi jalan yang sangat licin membuat mobil Raka hilang kendali.
"Astaga, apa yang terjadi! kenapa dengan mobilku," gerutu Raka yang berusaha menyeimbangkan laju mobilnya.
Namun sekuat apapun Raka berusaha, ia ternyata tidak bisa menghindari kecelakaan itu. Ya mobil Raka mengalami kecelakaan dan mobilnya terjatuh hingga ke jurang yang cukup dalam. Saking kerasnya kecelakaan itu karena menabrak pembatas jalan terdengar suara yang begitu keras.Mobil Raka pun akhirnya terguling hingga ke dasar jurang.
Di pagi hari yang cukup cerah Larasati berjalan menelusuri hutan untuk mencari sebuah tanaman yang biasa ia gunakan sebagai obat-obatan tradisional. Ibunya Bu Ayu memang sudah seperti seorang dokter yang bisa mengobati seseorang yang sedang terluka.
Di desa tempatnya tinggal, Bu Ayu memang sudah cukup terkenal, sehingga jika ada orang yang merasa tidak sehat segera pergi menuju rumahnya untuk sekedar berkonsultasi. Bahkan memeriksa keadaannya. Alhasil setiap orang yang datang menemuinya akan merasa lebih baik.
"Sepertinya daun ini sudah habis," ujar Larasati sambil mengambil daun berwarna hijau itu. Daun yang dipercaya bisa membuat luka lebih cepat kering. Ia segera memetik daun itu dengan perlahan. Sejak masih gelap Larasati sudah menyusuri hutan untuk mencari beberapa macam bunga dan dedaunan yang biasa ibunya gunakan sebagai pengobatan tradisional.
Tidak hanya daun, dia juga memetik bunga-bunga yang biasa ibunya cari. Selesai mengambil beberapa jenis bunga dan dedaunan, Larasati segera melanjutkan perjalanannya dan bergegas pulang. Namun saat melangkah beberapa meter, ia seperti melihat seseorang yang sedang tergeletak dipinggir sungai.
Dari kejauhan Larasati mencoba memicingkan matanya dan perlahan namun pasti ia melangkahkan kakinya menuju seseorang yang tergeletak itu.
"Astaga, siapa itu? Sepertinya dia terluka," ujar Larasati yang tampak kebingungan saat mendekati pria itu.
Perlahan Larasati mendekati pria itu dan mencoba memeriksa keadaannya. Pria yang tergeletak itu mengalami luka disekitar kepala dan bagian kakinya. Setelah beberapa saat diperiksa, ia merasa yakin jika laki-laki itu masih bisa tertolong.
Larasati merasa kebingungan bagaimana caranya agar dia bisa membawa laki-laki itu menuju ke rumahnya. Sedangkan jarak dari hutan menuju rumahnya memang cukup jauh. Ia memandangi sekeliling dan tidak jauh dari tempatnya berdiri Larasati melihat seperti sebuah gerobak yang biasa penduduk desa gunakan untuk mencari kayu sebagai bahan bakar.
Tanpa berfikir panjang Larasati segera menarik roda itu meski benda itu cukup berat. Dengan sekuat tenaga ia mencoba mengangkat pria itu menuju roda yang ia bawa tadi. Berat memang, namun ia berusaha sekuat tenaga demi bisa menolong orang itu.
Dengan kekuatannya Larasati mencoba menarik roda itu meski pria itu sangatlah berat. Baru beberapa meter mendorong, Larasati sudah merasa kelelahan.
"Apakah aku bisa membawa pria ini ke rumah," gumam batin Larasati dengan nafas terengah.
Setelah beberapa saat beristirahat, Larasati mencoba melanjutkan perjalanannya. Meski sangat perlahan namun ia mencoba mengerahkan seluruh kekuatannya. Tidak lama kemudian, akhirnya ia sampai di halaman rumahnya.
"Bu, ibu!" teriak Laras yang segera berlari menuju rumahnya.
Bu Ayu yang sedang berada di rumah pun merasa terkejut dengan kedatangan anaknya, karena tidak biasanya anaknya itu berteriak-teriak saat tiba dirumah. Ibunya yang sedang berada di dapur pun segera bergegas menghampiri anaknya.
"Ada apa nak?" tanya Bu Ayu saat melihat anaknya yang terlihat begitu kelelahan.
"Itu Bu, coba liat diluar!" tunjuk Laras yang masih dengan nafas terengah.
"Itu apa? coba kalau ngomong itu yang jelas," ujar ibunya yang masih merasa kebingungan.
"Sini Bu!" ajak Laras sambil sedikit menarik lengan ibunya.
Bu Ayu segera bergegas menuju luar rumah karena anaknya menarik tangan kanannya untuk menunjukan orang yang ia bawa. Laras memang sengaja menarik tangan ibunya karena ia merasa lelah harus menceritakan kejadian tadi.
"Loh itu siapa? Kenapa kamu bisa membawanya kesini?" tanya Bu Ayu yang merasa terkejut saat melihat seseorang yang tidak sadarkan diri berada di atas roda dihadapannya.
"Ini yang Laras maksud Bu. Laras menemukan orang ini tergeletak di pinggir sungai dan badannya luka-luka. Laras tidak tega melihatnya, makanya Laras segera membawanya agar ibu bisa mengobatinya," jelas Laras.
Selain memiliki paras yang cantik, ia juga merupakan gadis yang sangat baik hati. Ia tidak bisa melihat orang lain terluka, karena itulah Laras segera membawanya ke rumah agar ibunya bisa mengobatinya. Setelah melihat kondisi laki-laki itu, Bu Ayu segera membawanya ke dalam rumah dengan bantuan Laras.
Mereka berdua memapah orang itu menuju kursi panjang untuk di baringkan. Dengan segera Bu Ayu membawa peralatan yang biasa ia gunakan untuk memeriksa keadaan pasiennya. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, Bu Ayu segera membuat ramuan tradisional yang biasa ia gunakan.
"Lukanya cukup parah, beruntung kamu segera membawanya kemari nak," ujar Bu Ayu sambil bergegas menuju tempat pembuatan ramuan.
"Mungkin ini juga takdir Tuhan Bu dia masih bisa selamat," timpal Laras.
Dengan cekatan Bu Ayu segera membersihkan dan mengobati luka yang pria itu alami. Sementara Laras hanya duduk dan sesekali mengambilkan peralatan yang diperlukan ibunya. Cukup lama pria itu tidak sadarkan diri. Namun Bu Ayu masih mencoba mengobatinya sesuai kemampuannya.
Di tempat mereka tinggal, rumah sakit memang cukup jauh. Maka dari itu Bu Ayu selalu menggunakan pengobatan tradisional untuk merawat pasiennya. Setelah beberapa saat akhirnya pria itu mulai sadarkan diri.
"Kepalaku pusing sekali, apa yang sudah terjadi?" ujar pria itu dengan suara parau sambil memegang kepalanya yang dirasa pusing.
"Tunggu nak, jangan dulu bangun. Kamu sedang sakit dan seluruh tubuhmu terluka," timpal Bu Ayu yang segera membantu pria itu berbaring kembali.
Tanpa membantah pria itu membaringkan kembali tubuhnya. Dia mencoba mengingat kejadian apa yang sebenarnya sudah terjadi. Seingatnya tadi dia masih didalam mobilnya sedang menyetir. Namun setelah itu ia tidak mengingat apa-apa lagi.
"Maaf pa, tadi saya menemukan anda tergeletak di pinggir sungai," timpal Laras yang sedang berdiri di sampingnya.
"Apa? yang benar? apa yang sudah terjadi?" tanya pria itu balik.
"Saya kurang tahu pak, tapi sepertinya bapak mengalami kecelakaan karena sebelum saya menemukan bapak, saya seperti mendengar ada suara ledakan seperti suara bom meledak. Tapi sepertinya itu suara mobil yang meledak," jawab Laras.
Mendengar jawaban Laras membuat pria itu terdiam lagi. Dia merasa beruntung karena masih bisa selamat dari kecelakaan maut yang menimpanya.
"Saya ucapkan banyak terima kasih karena kalian sudah sangat baik mau menolong saya," tukas pria itu.
"Bukankah sesama manusia kita harus saling tolong menolong nak. Sudahlah jangan banyak di pikirkan, lebih baik sekarang kamu istirahat saja agar kondisimu cepat pulih," timpal Bu Ayu setelah selesai mengobati luka pria itu.
"Kalau begitu saya mau menyiapkan makan dulu Bu," pamit Laras yang segera bergegas menuju dapur untuk menyiapkan makanan.
"Sekali lagi terima kasih," ucap pria itu sesaat sebelum Laras pergi. Namun tidak banyak kata-kata yang Laras ucapkan. Ia hanya tersenyum sambil segera bergegas pergi.
"Lebih baik kamu istirahat saja nak," timpal Bu Ayu sesaat sebelum pergi.
Beberapa hari berlalu, kini keadaan Raka sudah semakin membaik. Ia sebenarnya ingin segera pulang untuk menemui putrinya, namun karena kondisinya yang tidak memungkinkan membuat Raka harus benar-benar istirahat total.
"Sepertinya, aku sudah merasa lebih baik. Aku harus segera pergi," ujar Raka membuka pembicaraan saat sedang makan malam bersama.
"Tapi mas, kamu belum benar-benar pulih," timpal Laras.
"Iya nak, benar apa yang dikatakan Laras. sebaiknya tunggu satu sampai dua hari lagi agar kesehatanmu benar-benar pulih," tukas Bu Ayu.
Mendengar perkataan Bu Ayu memang ada benarnya juga. Sampai saat ini Raka memang masih suka merasa pusing. Mungkin satu atau dua hari lagi akan membuatnya merasa sehat kembali.
Di tempat lain ada seseorang yang selalu merasa iri pada Laras. Sudah lama dia selalu membenci dan tidak suka terhadap Laras. Dia lah Ayumi, anak kepala desa yang tidak pernah suka akan Laras.
Betapa tidak, Laras memang terlihat jauh lebih cantik darinya sehingga banyak pria yang lebih menyukai Laras. Berita tentang keadaan Raka pun terdengar sampai ketelinga Ayumi.
Ayumi segera memikirkan cara untuk menjatuhkan Laras. Ia mencoba memanfaatkan kedatangan Raka untuk melakukan niatnya.
"Aku harus melakukan sesuatu," gumam batin Ayumi. Ayumi memang sengaja melewati rumah Laras untuk mengetahui berita tentang apa yang didengarnya. Dan benar saja, ia mendapati seorang pria yang sangat tampan berada di rumahnya.
Beberapa hari pun berlalu. Kini kondisi Raka semakin membaik. Luka disekitar tubuhnya pun sudah menghilang sedikit demi sedikit. Selama beberapa hari merawat Raka membuat Larasati merasakan hal yang berbeda.
Entah apa yang dia rasakan, namun saat berada di dekat Raka membuat dada Larasati berdetak begitu cepat. Ada perasaan nyaman saat berada disampingnya.
"Sebenarnya perasaan apa ini? Apa yang sedang aku rasakan?" gumam batin Larasati saat ia sedang menghidangkan makanan di atas meja.
Ibunya yang sejak tadi memperhatikan anaknya melihat ada sesuatu yang berbeda pada anaknya. Ibunya merasa jika Larasati kini terlihat lebih sumringah. Matanya berbinar saat melihat Raka.
"Ini silahkan dimakan Raka," tawar Laras sambil menghidangkan sepiring nasi lengkap dengan pauknya.
"Terima kasih Laras," ujar Raka.
"Sama-sama," timpal Laras dengan wajah yang tersipu.
Di atas meja makan mereka bertiga menyantap sarapan pagi mereka. Namun beberapa saat kemudian tiba-tiba Bu Ayu menerima sebuah telpon yang menyatakan jika ia harus mengobati pasiennya yang jaraknya cukup jauh.
Pada awalnya Bu Ayu menolak untuk pergi karena merasa khawatir karena harus meninggalkan anaknya. Akan tetapi karena Raka yang berjanji akan menjaga putrinya selama ia pergi akhirnya Bu Ayu pergi juga.
Keesokan harinya Bu Ayu sudah bersiap untuk pergi. Meski dirasa berat tapi akhirnya ia pergi juga. Bu Ayu memang orang yang baik, ia tidak bisa menolak jika mengenai membantu orang lain.
"Ibu pergi dulu nak, kamu hati-hati dirumah ya," ujar Bu Ayu sesaat sebelum ia pergi.
"Baik bu," tukas Laras sambil mencium tangan kanan ibunya.
"Ibu tenang saja, aku akan menjaganya," timpal Raka sambil tersenyum.
Mendengar perkataan Raka membuat Bu Ayu semakin tenang. Sementara itu dari kejauhan tampak seseorang sedang memperhatikan rumah Laras. Entah sejak kapan dia memperhatikan keadaan rumah Laras.
"Sepertinya rencanaku berhasil, akhirnya Bu Ayu pergi dari rumah," gumam batin Ayumi.
Seperti yang ia harapkan, kini ia tinggal melakukan langkah selanjutnya. Setelah kepergian Bu Ayu, Ayumi memang sudah merencanakan sesuatu.
"Aku bereskan tempat makan dulu mas, apa mas mau dibuatkan kopi?" tawar Laras sesaat sebelum pergi ke dapur.
"Boleh juga, sepertinya kopi susu enak juga," ucap Raka sambil tersenyum.
"Baik mas, aku buatkan dulu," pamit Laras sambil bergegas menuju dapur.
Dengan cekatan Laras segera mengambil kopi susu yang sudah menjadi satu dalam satu sachet. Setelah airnya mendidih, ia segera menuangkan air panas ke dalam gelas.
Tak berapa lama, kopi yang ia buat selesai juga dan segera membawanya ke teras. Raka yang sejak tadi sudah menunggu pun merasa senang karena kopi pesanannya akhirnya datang juga.
"Ini mas, silahkan," ujar Laras sambil meletakan segelas kopi diatas meja sebelah Raka, tak lupa ia juga membawakan beberapan toples kue dan juga cemilan sebagai teman ngopi Raka.
"Wah, terima kasih banyak Laras. Selama ini kamu sudah begitu baik. Sekali lagi terima kasih, maaf karena selama ini aku selalu merepotkan," ucap Raka yang merasa tidak enak sebab selama ini ia merasa seperti tamu yang begitu istimewa.
"Sama-sama mas. Ah tidak repot, ini sudah kewajibanku memuliakan tamu."
Tak membuang waktu, Raka segera menyeruput kopi yang masih panas itu.
"Mmhh,, aromanya wangi sekali. Kamu memang pandai Laras, apapun yang kamu buat pasti enak," tambahnya.
"Ah kamu bisa saja mas," ujar Laras yang merasa tersipu karena Raka terus saja memujinya.
Namun tiba-tiba saja Raka terdiam. Dia teringat akan anak dan istrinya karena sudah beberapa hari tidak bertemu.
"Apa kabar nak, maafkan papah. Papah tidak bisa menghadiri acara ulang tahunmu," gumam batin Raka.
Laras yang sejak tadi memperhatikan Raka pun merasa bingung karena Raka tiba-tiba terdiam.
"Ada apa mas?" tanya Laras sambil memegang bahu Raka.
"Ti, tidak. Aku tidak apa-apa," jawab Raka spontan.
"Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan mas?" selidik Laras.
"Ah tidak, aku tidak memikirkan apa-apa," jawab Raka mengelak.
"Maafkan aku Laras, aku tidak mungkin menceritakan tentang statusku," gumam batin Raka.
Entah mengapa rasanya berat sekali bagi Raka untuk mengatakan yang sebenarnya. Raka ingin jujur tapi rasanya tidak mungkin. Beberapa berada di rumah Laras membuat Raka merasakan hal yang sama dengan Laras.
Ada perasaan berbeda, ada perasaan yang aneh yang ia rasakan. Tidak berapa lama Laras segera masuk ke dalam rumah.Laras tidak begitu memikirkan tentang Raka dan segera melanjutkan pekerjaannya di dapur.
Setelah kopinya habis, Raka segera membereskan gelas dan membawanya ke dapur. Namun baru beberapa langkah tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu.
Tok... Tok.. Tok...
Dengan cekatan Raka segera bergegas membukakan pintu.
"Siapa ya?" tanya Raka sambil menaikan halisnya.
"Lihat apa yang sedang mereka lakukan!" tunjuk Ayumi yang datang-datang langsung memfitnah mereka berdua. Ayumi datang dengan membawa beberapa warga.
"Siapa mas?" ucap Laras yang baru saja datang dari dapur.
"Apa yang sedang kalian lakukan berdua didalam rumah hah? Apa?" pekik Ayumi.
"Apa maksud kamu Ayumi, aku tidak mengerti. Aku sedang melakukan pekerjaan didapur," jawab Laras yang merasa bingung dengan kedatangan Ayumi yang tiba-tiba menuduhnya.
Beberapa warga yang ikut pun ikut-ikutan menghakimi Laras dan Raka. Mereka mengikuti apa yang sudah direncanakan Ayumi sebelumnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!