NovelToon NovelToon

SUCIKU

Mendapatkan Beasiswa?

SUCI ASHILA ANDARINI.

Terdaftar menjadi salah satu calon siswa yang akan dipilih mendapatkan bekal beasiswa di universitas yayasan yang satu naungan dengan sekolah SMAnya saat ini.

Bukan hanya itu saja, deretan nilai-nilai mata pelajaran miliknya yang bagus dan sangat memenuhi persyaratan untuk ikut di daftarnya berada di urutan 5 besar bersaing dengan siswa yang juga sama cerdasnya.

Ujung jemarinya memgusap air mata menetes terharu membaca kertas putih itu menempel di majalah dinding sekolah, dirasa cukup puas mengantri ia melangkah mundur keluar dari kerumunan yang ingin membaca nama mereka.

Tanpa peduli dengan tatapan sengit sekitarnya Suci tetap berjalan biasa saja menuju ruang tata usaha, menutup bibir rapat-rapat agar tidak mengucapkan kata kasar membalas cemoohan bisikan dari murid yang berpapasan dengannya.

"Anak wanita panggilan itu masuk daftar beasiswanya? Ih, tidak pantas sama sekali!"

"Apa sekolah ini tidak malu ya, kalau kampusnya tahu ada siswa tidak jelas latar belakang keluarganya masuk. Itu bisa merusak reputasi kampus."

"Keputusan yang aneh!"

"Iuuhh!"

Keadaan identitas sosialnya tidak berpengaruh dengan kecerdasaanya, tetapi masarakat sekolah ini yang menyangkut-pautkannya seolah itu hal yang tidak wajar. Siapa saja berhak dianugerahi kecerdasan sekalipun Suci bukan terlahir dari keluarga terpandang.

Mengesah panjang tidak menanggapi bisikkan itu, ia mengetuk pintu ruang tata usaha. "Permisi, Bu."

Beberapa murid kelas XII yang terdaftar sudah mengambil surat resmi dari ruangan ini, dengan sopan Suci menerima mengucap terima kasih pamit hormat tersenyum pada guru yang bertugas.

"Semoga kamu bisa melewati tantangan yang sebenarnya!" ucap guru wanita paru baya itu memberi semangat padanya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

"Aaahkkk!"

Teriaknya terkejut badannya tersungkur di permukaan lantai lututnya terasa sakit, seseorang telah menjegal kakinya saat berjalan. Menoleh ke belakang menahan ringisan, tatapan mata yang berdiri bersedekap tangan sinis menghumus ke arahnya dan ada dua murid perempuan lainnya.

"Ka-kamu," ia gelisah.

"Mana surat itu?" tanya murid perempuan itu sarkas.

"Surat apa?" Suci masih berlutut memijat tempurung lututnya.

"Kau tidak pantas masuk calon penerima beasiswa itu."

"Apa hak mu mengatakan itu, Mikha? Guru yang menilainya bukan kau!" Suci menentang ucapan Mikha. Perlahan ia mulai berdiri namun dorongan dari dua teman Mikha membuatnya terjatuh lagi.

"Sakit ya, mana kita peduli," ejek salah satu teman Mikha yang mendorong Suci.

"Kalia-aaahhkk! Mik-ha, sa-sakit," rintihnya kesakitan. Mikha berjongkok menjambak rambutnya kuat-kuat.

"Mana suratnya, hah! Aku juga tidak sudi mengotori tanganku menyentuh rambutmu dan tubuhmu yang hina ini, kalau bukan karna surat itu!"

"Ti-tidak, aaahhhkk! Kau mau mengoyak sura-aahkk!! Lepas, Mik-mikha!"

"Sudah kuperingatkan berkali-kali, jangan pernah terima apa pun yang sama posisinya denganku. Kau senang hati masuk jajaran namaku ada di daftar yang sama. Itu artinya, kau mencari gara-gara denganku, kau yang memulai!" Mikha masih menjambak rambut Suci penuh emosi.

"Sa-sakit, Mik-ha, ammmpunn!" Air mata Suci tumpah kepalanya terasa mau putus. Tangannya yang satu ingin mencabut tangan Mikha, tetapi salah seorang teman Mikha memegang kedua tangan Suci erat.

"Kau masih mau bersaing denganku, hah?!"

Emosinya yang meluap tangan Mikha terulur untuk menampar pipi Suci, sedetik kemudian suara murid lelaki menghentikan aksi tiga sekawan ini.

"Lepaskan Suci!"

Deg.

"Billy," panggil Mikha berdiri menghadap murid lelaki yang menatap tajam padanya.

"Mikha Mikha," Billy menggeleng seraya tersenyum meledek.

Ditempatnya, Suci merapikan dirinya berdiri perlahan.

"Kau," Mikha gelagapan.

"Apa bedanya kau dengan suci, sama-sama mempunya ibu wanita m***han, tapi kau menghina Suci dengan tidak tahu dirinya."

"Jaga ucapanmu Billy!"

Ditengah-tengah kegentingan antara Mikha dan Billy, Suci mundur teratur menjauhi mereka tidak ada yang melihatnya, suratnya selamat.

"Ibumu perebut suami orang, apa lagi namanya kalau tidak-jangan pernah lancang menamparku!"

Kali ini Mikha terhuyung ke belakang, sentakan Billy cukup kuat menangkis tangan Mikha yang ingin menamparnya..

Tatapan Billy yang menyeramkam membuat ketiganya ketakutan, Ririn dan Mitti membawa Mikha lari menghindar.

Mikha Ayla dengan segala sifat arogannya ingin menang sendiri.

Billy Gibran saudara tiri Mikha yang saling membenci. Papahnya Billy berselingkuh dengah mamahnya Mikha.

👇👇👇

Semoga suka dengan karyaku ini ya,,terus dukung aku, Gadis Karya.

Surat itu!

Bukan hanya di sekolah saja, di lingkungannya tinggal pun Suci lagi dan lagi dihadapkan dengan fakta yang semakin memperburuk citra dirinya.

Langkahnya terhenti berdiri diantara dua tiang gapura yang bertuliskan nama alamatnya, mengesah panjang kini bersip dengan segala cercaan yang tiap saat diterimanya. Mengeratkan pegangan tali tasnya, Suci selalu tampak tegar.

Lingkungan yang buruk dipandang, tapi sebenarnya sangat terjaga kebersihannya. Rumah demi rumah berderet sangat sepi, ia terus berjalan hingga sampaipah di depan rumahnya.

Ada pemandangan yang menjijikkan dari balik kaca jendela tetangganya, tanpa malu memadu kasih mendesah kedua insan tanpa pakaian dari dalam.

Suci menggeleng saja tanpa mempeduli yang dilihatnya tadi, membuka pintu ada lagi yang merusak suasana hatinya.

Pakain mamahnya tercecer di atas sofa dan keadaan ruang tamu yang berantakan, menutup hidung bau cairan aneh ini adalah pakaian milik pria, mau tidak mau nanti ia yang akan membereskan kekacauan ini.

"Kau sudah pulang anak manis?"

Suci terkejut mamahmya tiba-tiba datang mendorong pintu kamarnya, cepat-cepat ia memakai baju gantinya. "Ada apa, Mah?" jawabnya singkat.

"Mamah baru saja bekerja lelah, kau bersihkan ruang tamu. Paham," tekan mamahnya memberi perintah.

"Itu ulah mamah, kenapa harus aku? Mamah dan pria itu, bekas kalian berdua aku yang memungit. Menjijikkan."

"Menjijikkan katamu?! Kalau bukan karna ini, kau tidak bisa makan Suci! Kau tidak bisa bersekolah, dari mana kau hidup kalau bukan dari mamah, hung??! Jadi jangan banyak bantah, bersihkan dan buang pakain pelanggan mamah itu ke tempat sampah. Dan satu lagi yang perlu mamah tekankan padamu Suci, selama mamah tidak memaksamu ikut ke dunia mamah, kau hanya perlu menuruti apa yang mamah katakan di rumah ini. Cepat kerjakan!"

Suci memang tidak bermental besar melawan mamahnya, mengeluarkan surat dan meletakkannya di meja belajar agar mamahnya membuka surat itu nanti.

"Geser," ucapnya kasar pada mamahnya.

Monik masuk membuka amplop putih yang diletakkan Suci putrinya, membacanya kata per kata hatinya tersentil tanpa ia sadari air matanya mengalir dadanya sesak terduduk di atas ranjang Suci.

Dari lubuk hatinya yang dalam ia sangat sadar akan kemampuan Suci, ibu siapa yang tidak bangga dengan kecerdasan anaknya. Tetapi Monik terpaksa melakukan yang menolak kecerdasan Suci, ini terlalu bereisiko untuknya jika saja Suci berhasil masuk ditetima beasiswa ini.

Andaikan Suci tidak terlahir dari rahimnya, pastilah Suci bukan Suci yang seperti sekarang. Suci hanya anak dari seorang pelacur, dibesarkan dan dididik di lingkungan perumahan para bordil tinggal di sudut kota.

"Suci maafkan mamahmu, andai saja aku tidak memaksamu lahir ke dunia, pasti kau tidak merasakan hidup seperti ini, Nak. Kau harus tetap terkurung di lingkungan ini, jangan pergi kemana-mana, apa lagi kuliah, jangan pernah bermimpi. Suci maafkan mamah." Sambil mengucapkannya tangan Monik sudah merobek surat dan amplopnya dan keluar kamar menghampiri Suci sedang menyapu lantai.

"SUCII!"

"MA-MAMAH!!"

Potongan-potingan sobekan kertas melayang berhamburan di udara, Suci menutup mulutnya terkejut menangis duduk lemah di lantai membuang sapu memungutinya.

"Sudah berapa kali mamah ingatkan padamu, jangan mimpi untuk melanjutkan pendidikznmu, jangan memcari jalan keluar dari rumah ini! Beasiswa ini tidak berguna untukmu!"

"Mamah jahat!" seru Suci disela isakannya.

"DIAM KAU SUCI!!"

Suara dentuman pintu terbanting Monik berjalan keluar rumah.

Suci terus menangisi impiannya hancur dari awal, ibunya tidak menandatangani bahkan sudah merobek kertasnya. Mencoba menystukan tiap potongan sobekan berharap semua bisa kembali utuh, semuanya sia-sia, suratnya sudah tidak bisa berfungsi lagi.

"SUCI BENCI MAMAH!"

"SUCI BEMCI TEMPAT INI!"

"AKU MAU KELUAR DARI TEMPAT INI, AHKKKK!!"

Suci meraung menyedihkan menangis kencang.

Sementara dari balik pintu luar, Monik masih mendengar tangisan putrinya.

"Suci," ucapnya menahan tangis.

👇👇👇

Kedatangan Helen

Suara ketukan pintu mengganggu pagi ibu dan anak ini, Suci yang memang sudah terbangun menghentikan aktifitasnya berlari membuka pintu.

"Mana mamahmu."

"Madam, mamah masih tidur."

"Minggir kau!"

Suci menghindar, wanita yang disebut siluman ini menerobos masuk ke dalam rumah. Hal seperti ini sudah biasa terjadi di komplek rumahnya, Suci melanjutkan pekerjaannya.

"MONIKK!!"

Madam menyibakkan selimut Monik dengan kasar. "Kau sengaja, hah! Tirto itu pelanggan setia di sini, dan kau tidak datang tadi malam melayani pria itu. Apa maksudmu? Kau menyia-nyiakan uang, Monikk!"

Monik mendengus kasar beranjak bangun dari tidurnya, berjalan keluar begitu saja madam masih marah-marah meneriakinya.

"Monik, kau harus dihukum karena kesalahanmu. Kau tahu, kita rugi besar karena kau menolak pria itu, dan-"

Prranggg!!

Monik melempar cangkir gelas ke arah lantai, madam menghintakan ucapannya, Suci terlonjak kaget lagi dan lagi hal ini sudah biasa.

"Ini masih pagi, kedatanganmu merusak suasana saja." Monik justru duduk santai mengambil air minum.

Madam mengalihkan pandangannya ke arah Suci yang sedang memungut pecahan cangkir, bibirnya tersenyum jahat mengamati tubuh dan pergerakan Suci.

Monik menyadari tatapan madam. "Suci, masuk kamar dan bersiap sekolah."

"Ah?"

"Masuk ke kamarmu, Suci!"

Suci meletakkan kembali pecahan kaca menuruti perkataan mamahnya.

"Kau tahu apa yang kupikirkan Monik? Putrimu sudah semakin cantik dan dewasa."

"Jangan macam-macam dengan putriku, Madam."

"Apa?" Madam tertawa sinis meledek Monik. "Kau lupa sesuatu, dia sebentar lagi tujuh belas tahun."

Tidak! Ini tidak benar, Monik menahan kegugupannya, ia tidak boleh lemah di depan wanita penghancur ini.

"Aku masih ingat, tentu masih ingat. Tapi kau juga tidak melupakan janjimukan?" tantang Monik.

"Kau-"

"Helen, Helen!" Monik mulai menyalakan rokoknya yang sudah tersedia di atas meja makan. "Coba kau pikir lagi, siapa yang paling dirugikan atas perjanjian itu. Kau atau aku?"

Jika bicara tentang kelicikan dan politik, Madam Helen dan Demonik sama seimbang. Helen sangat menyesali ia mendidik Monik sepertinya saat wanita itu masih satu rumah dengannya, dulu Monik adalah wanita kesayangannya, sekarang justru berbanding, Monik adalah saingannya dan lawan di dalam satu atap.

"Kau keluar dari rumahku, dan kembali saat usia putriku genap tujuh belas tahun, semua berkas dan perjanjian itu harus lengkap dan transparan saat kita bertemu nanti. Dan untuk urusan pekerjaan, itu bukan urusanmu. Yang terpenting kau masih menerima pembagian dariku, kau cukup diam dan jangan banyak mengoceh. Keluar sekarabg juga!" tekan Monik mengintimidasi Madam Helen.

Helen keluar tanpa banyak bertanya.

Demonik adalah wanita terlaris di rumah bordilnya, masih cantik dan pelayanan ranjang yang sangat memuasakan. Banyak pria hidung belang berebut untuk bermalam dengan Monik bahkan rela merogoh kocek yang terbilang mahal.

Awalnya Helen sangat menikmati hasil dari Monik, keuntung6annya berasal dari wanita kesayangannya itu. Tshun demi tshun berlalu semua sudah berubah Monik mulai menyerang dan menghianatinya.

Sekarang Helen tidak berani sesuka hati pada Monik, ada alasan tertentu, Monik menjebaknya dengan perjanjian gila itu.

Baik Helen maupun Monik tidak bisa keluar dari perangkap yang telah mereka sepakati bersama, entah siapa yang menang diakhir nanti, yang pasti korban utamanya bukan di antara mereka berdua. Suci, gadis yang akan berulang tahun ke tujuh belas.

Monik memperhatikan Suci yang mulai menghilang dari jalanan komplek, dia putrinya, lahir dari rahimnya, dirinya adalah seorang ibu yang sejatinya melindumgi anak-anaknya.

Ia sadar tindakannya merusak masa depan Suci, sampai detik ini pun ia belum siap dibenci putrinya kalau saat waktunya tiba.

Dulu dia adalah wanita lemah yang mudah diancam Helen tanpa berpikir panjang, sekarang ia menyesali keputusannya. Suci adalah hartanya, berliannya. Dulu mulutnya menolak rahim itu, tapi sekarang ia sangat mengasihi kehidupan rahim itu Suci.

Monik bukan ibu yang lemah lembut mendidik Suci, ia punya caranya sendiri yang dipandang salah oleh orang lain, Suci pun pernah memghina pekerjaanya dan melawan tetapi Monik tidak mengeluh.

"Mamah akan sekuat tenaga menjagamu, Sayang. Kau akan tetap suci seperti namamu. Mamah janji."

👇👇👇

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!