NovelToon NovelToon

Deserve Love

Bab 1. Masalah di Keluarga

"Akhirnya sampai rumah juga!" seru seorang gadis berperawakan tinggi dan agak gemuk, sambil mengangkat kedua tangannya.

Gadis itu bernama Vita. Seorang mahasiswi yang tengah menempuh koas kedokteran, di salah satu universitas di Semarang. Sudah selama sebulan ini, ia berada di luar pulau, untuk menjalankan praktek kerja di salah satu puskesmas.

Dengan penuh semangat, Vita segera membuka pagar rumahnya. Begitu memasuki halaman rumah, ia tertegun. Mobil papanya terparkir rapi di sana. Siang hari seperti saat ini, seharusnya papa Vita masih berada di kantor.

"Apakah papa sedang sakit, sehingga ia tidak bekerja?" guman Vita.

Lokasi praktek kerja gadis itu, memang berada di daerah terpencil yang sulit mendapatkan sinyal. Terlebih puskesmas tempat ia bekerja cukup ramai, yang mengakibatkan Vita cukup kesulitan untuk menghubungi keluarganya. Ia pun tidak mengetahui, kejadian apa yang terjadi di keluarganya akhir-akhir ini.

Begitu Vita masuk ke dalam rumahnya, ia segera mencari papa dan mamanya di lantai satu. Menyadari orang tuanya tidak berada di sana, ia langsung menuju ke kamar utama yang berada di lantai dua.

Tok tok tok

"Pa, Ma, apakah kalian di dalam?" tanya Vita seraya mengetok pintu.

Tidak ada jawaban dari dalam. Vita terus mengetok, sambil mendekatkan telinganya ke pintu. Dan sayup-sayup, ia mendengar tangisan mamanya.

"Ma, ini Vita. Ada apa? Ma, tolong bukakan pintu!" seru Vita yang mulai menggedor pintu kamar itu.

Lalu Vita mencoba membuka pintu kamar, dan ternyata pintu itu tidak terkunci. Vita segera masuk dan ia terkejut melihat mamanya menangis tersedu-sedu di atas kasur.

"Ma, ada apa? Mengapa Mama menangis? Di mana papa?" tanya Vita cemas.

Melihat kondisi mamanya yang tampak sangat lusuh, lemas, dan ditunjang dengan mata yang bengkak dan merah, Vita menduga bahwa mamanya sudah lama menangis. Mungkin saja mamanya itu sudah dua hari menangis sepanjang hari.

"Vita ..., papamu ..., papamu masuk penjara," ucap Ratna lirih. Dan setelah mengatakan itu, ia menangis kembali.

"Papa masuk penjara? Bagaimana mungkin? Papa adalah orang baik! Tolong ceritakan pada Vita, mengapa hal itu bisa terjadi?" kata Vita yang tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya.

Sambil menangis terisak-isak, Ratna menjawab, "Papamu dituduh melakukan penipuan di perusahaan. Lalu pemilik perusahaan menjebloskan papamu di penjara. Dan sebentar lagi, segala aset milik keluarga kita juga akan diambil untuk mengganti kerugian."

Vita langsung terguncang. Papanya telah melakukan penipuan? "Ini tidak mungkin, Ma! Pasti ada orang yang telah menjebak papa!" seru Vita geram.

Sambil menangis, Ratna berkata bahwa suaminya juga telah mengakui kesalahannya. Mendengar hal itu, Vita merasa lemas. Lalu mereka berdua menangis bersama.

Setelah tangisan keduanya mereda, Vita bertanya, "Apakah Vera sudah mengetahui hal ini?" tanyanya.

Ratna menggeleng. "Mama tidak bercerita kepada siapapun. Mama tidak ingin mengganggu koas kedokteranmu, dan acara karya wisata adikmu."

Setelah meninggalkan kamar orang tuanya, Vita segera mengambil ponsel untuk menelepon Vera. Pada awalnya, ia ingin memberi tahu adiknya. Vita ingin berbagi kesedihan dan beban yang mengganjal hatinya itu. Namun begitu mendengar suara Vera dari seberang sana, ia tidak tega. Vita hanya bertanya bagaimana kabar adiknya, dan berpesan agar ia baik-baik saja di sana.

Setelah menutup ponselnya, Vita langsung menghubungi Ella yang merupakan sahabat baiknya. Vita dan Ella sudah berteman sejak kecil. Berbeda dengan Vita yang masih kuliah, sahabatnya itu sudah menikah dan tinggal di Surabaya.

Ternyata bukan Ella yang menerima panggilan teleponnya, melainkan Nico, yang merupakan suami Ella.

"Halo Vita, ini Nico. Ada apa?" tanya pria itu.

Mengetahui bahwa Nico yang mengangkat teleponnya, perasaan Vita menjadi tidak enak. Entah kenapa ia memiliki suatu firasat yang tidak baik. "Nico, ada apa dengan Ella?" tanyanya.

"Ella sedang berada di rumah sakit," jawab Nico dengan wajah muram.

Mata Ella langsung terbelakak. "Rumah sakit? Apa yang terjadi pada Ella?" tanyanya khawatir.

"Ella mengalami pendarahan. Sekarang dokter sedang berusaha, untuk menyelamatkan janin yang dikandungnya," kata Nico cemas.

Vita sangat terkejut mendengarnya. Di satu sisi, ia senang mengetahui sahabatnya telah hamil. Namun di sisi lainnya, ia juga mengkhawatirkan keadaan Ella.

Tidak lama kemudian, dokter telah keluar dari ruangan. Dan Nico meminta izin kepada Vita untuk menutup telepon, karena ingin berbicara dengan dokter dan menemui Ella.

Sekitar dua jam kemudian, Vita kembali menelepon. Ia sengaja menunggu beberapa saat, untuk memberi waktu kepada Ella dan Nico. Jantung Vita tidak berhenti berdebar selama itu. Ia sangat mencemaskan keadaan Ella, sehingga lupa dengan tujuan awalnya menelepon.

Lagi-lagi Nico yang mengangkat telepon Vita. Pria itu berkata kalau janin Ella berhasil diselamatkan, dan sekarang Ella sedang tidur. Namun dokter memberi tahu, bahwa kandungan Ella sangat lemah. Sehingga Ella tidak boleh terlalu lelah dan terlalu banyak pikiran.

Beberapa saat kemudian, Ella terbangun. Mengetahui bahwa istrinya sudah bangun, Nico segera menghampirinya dan berkata, "Sayang, Vita meneleponmu. Apakah kamu ingin berbicara dengannya?"

Ella mengangguk. Lalu ia berbincang-bincang dengan sahabatnya itu. Mendengar suara Ella yang tampak lemah, Vita berusaha menyemangatinya.

"Selamat ya Ella, kamu akan menjadi seorang ibu!" seru Vita dengan penuh semangat.

Ella tersenyum. Kemudian Vita menggoda sahabatnya itu, agar ia menjadi ceria lagi. "Aku turut senang dengan kehamilanmu! Nico luar biasa sekali, baru sebulan menikah, kalian sudah langsung isi saja."

"Hahaha," Ella tertawa kecil. "Aku juga tidak menyangka kalau aku sudah hamil. Tadi aku hampir terjatuh, karena berusaha mengambil barang yang berada di atas lemari. Dan setelah itu, tiba-tiba perutku terasa sakit dan ada darah yang mengalir di antara kedua kakiku. Beruntung Nico dapat segera datang, dan ia langsung mengantarku ke rumah sakit."

"Kamu harus lebih berhati-hati lagi ke depannya! Jangan mengangkat barang-barang berat. Jangan makan dan minum sembarangan. Selalu konsultasikan ke dokter apabila kamu hendak mengkonsumsi obat dan vitamin," nasehat Vita.

Ella mengangguk, "Iya iya. Baik, Bu dokter." Lalu ia bertanya kepada Vita, "Kamu sendiri, bagaimana kabarmu sekarang?"

Vita terdiam untuk beberapa saat. Ia menyadari bahwa saat ini, Ella sedang membutuhkan ketenangan. Sahabatnya itu adalah seorang wanita yang berhati lembut. Apabila Vita menceritakan masalahnya, ia khawatir Ella akan menjadi sangat cemas.

"Kabarku baik-baik saja," jawab Vita sambil tersenyum. Dan setelah itu, mereka lebih banyak mengobrol tentang calon bayi Ella. Seperti wajahnya lebih mirip siapa, bagaimana kelakuannya kelak, dan lain sebagainya.

Setelah selesai menelepon, Vita menghela napas panjang. Walaupun tidak menceritakan masalahnya pada Ella, ia merasa mendapatkan semangat baru. Kemudian gadis itu berdiri sambil melihat bayangan dirinya di cermin.

"Setiap orang memiliki permasalahannya sendiri. Dan setiap masalah yang menimpa mereka, pasti sesuai dengan kapasitas yang dapat mereka tanggung," kata Vita sambil menyemangati dirinya sendiri.

Vita tahu, bahwa saat ini ia harus bangkit berdiri, dan berjuang untuk menghadapi masa depan. Dirinya harus menjadi seseorang yang tangguh, dan lebih tangguh lagi dari sekarang.

Bab 2. Mencari Pekerjaan

Pagi hari, datang beberapa orang untuk mengambil alih rumah, mobil, dan segala harta benda milik keluarga Vita. Melihat segala jerih payah milik keluarganya diambil, seketika Ratna langsung pingsan. Vita segera membawa mamanya ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

Vita termenung sambil menjaga mamanya di rumah sakit. Berbeda dengan Vita. Ratna dan Vera adalah wanita yang sangat perasa. Vita dapat memahami mengapa mamanya sampai jatuh pingsan. Ratna telah mendampingi papanya berjuang dari nol. Merintis karir dari bawah. Berhemat dan menabung selama belasan tahun, untuk dapat membeli rumah, mobil, dan semua harta benda. Namun sekarang, semuanya tiba-tiba hilang dalam sekejap di hadapannya.

Sebenarnya Vita telah melarang Ratna, untuk melihat proses penyerahan harta benda keluarganya. Namun mamanya itu bersikeras berada di sana. Dan akhirnya kekhawatiran Vita terbukti.

Keesokan harinya, tiba-tiba pintu kamar rumah sakit terbuka. Tampak Vera datang dengan air mata yang berderai. Vita terkejut dengan kedatangannya. Seharusnya adiknya itu masih berada di Jakarta untuk Karya Wisata. Namun ia kembali lebih cepat.

"Mama!!!" seru Vera sambil memeluk Ratna yang masih terbaring di atas tempat tidur.

Ratna yang semula tidur menjadi terbangun. Melihat kedatangan putri bungsunya itu, ia tidak dapat menahan air matanya dan kemudian menangis. Kedua wanita itu saling berpelukan dan menangis tersedu-sedu.

"Mengapa kakak tidak menceritakan semuanya pada Vera? Mengapa Vera harus tahu kalau mama sakit, dan kejadian beberapa hari ini dari orang lain?" seru Vera kesal dengan mata memerah.

Vita hanya terdiam. Cepat atau lambat, Vera pasti akan mengetahuinya. Namun ia berpikir akan memberi tahu adiknya, saat kondisi sudah lebih tenang. Bukan seperti sekarang ini. Vita menduga, salah seorang tetangganya yang telah memberi tahu semuanya kepada Vera.

Gadis itu teringat, bagaimana proses pengosongan rumahnya kemarin. Awalnya, hanya beberapa tetangga saja yang melihat hal itu. Namun karena Ratna pingsan, salah seorang tetangga menjadi heboh dan berteriak-teriak meminta pertolongan. Akibatnya, banyak orang berkerumun, dan mereka akhirnya tahu tentang masalah di keluarganya.

"Mengapa kakak diam saja?" amuk Vera yang membuyarkan lamunan Vita.

Ratna berusaha untuk menenangkan Vera. Ia berkata bahwa Vita berbuat seperti itu, demi kebaikan adiknya. Melihat mamanya yang masih tampak lemah, gadis itu tidak lagi memarahi kakaknya. Lalu ia kembali memeluk mamanya sambil menangis.

Vita menghela napas panjang sambil menatap mama dan adik perempuannya. Saat ini, ia harus tetap tenang. Masih banyak permasalahan di depan yang harus mereka hadapi.

Setelah memastikan Vera dapat menjaga mamanya di rumah sakit, Vita memilih untuk meninggalkan mereka berdua. Ada banyak hal yang harus ia urus. Kemarin dirinya telah membuat daftar, apa saja yang harus dilakukannya saat ini.

Setalah menjenguk papanya di penjara, Vita menuju ke bank, untuk mengurus keuangan milik keluarganya. Gadis itu bersyukur, karena hanya uang di rekening milik papa dan mamanya saja yang dibekukan. Sehingga tabungan miliknya masih dapat dipakai, untuk mereka bertahan hidup.

Namun uang itu hanya cukup untuk mereka bertahan selama tiga bulan saja. Apalagi Vera bersekolah di SMA swasta, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Vita sempat berpikir untuk memindahkan sekolah Vera ke SMA negeri, atau SMA swasta lain yang jauh lebih murah. Namun ia menyadari, bahwa adiknya itu adalah anak yang sulit beradaptasi. Sehingga Vita tidak sampai hati untuk memindahkan Vera ke sekolah lain.

Selain itu, Vita juga mencoba untuk mengajukan beasiswa kuliah, karena ia termasuk anak yang cukup berprestasi di kampus. Namun sayangnya, pengajuan beasiswanya ditolak. Konon, donatur terbesar di kampus Vita, adalah pemilik perusahaan tempat papa Vita dulu bekerja. Sehingga catatan hitam mengenai papa Vita menjadi pertimbangan, sehingga ia tidak diloloskan untuk menerima beasiswa.

Vita merasa kecewa, karena akhirnya ia tidak dapat melanjutkan kuliah. Padahal tidak sampai setahun lagi, ia akan lulus dan menjadi seorang dokter. Sebuah cita-cita yang diidam-idamkannya sejak kecil. Namun kini impiannya harus terhenti.

Gadis itu juga berandai-andai. Seandainya musibah ini terjadi tahun depan saja, saat ia sudah lulus. Namun, memang siapa yang dapat memilih musibah itu kapan datang?

Dengan berbesar hati, akhirnya Vita mengurus administrasi untuk mengambil cuti kuliah. Ia masih berharap, kelak dirinya tetap dapat menjadi seorang dokter. Vita menghibur dan menyemangati dirinya sendiri. Ini bukanlah akhir, namun hanyalah mimpi yang tertunda. Ia akan bekerja keras untuk mengumpulkan uang. Dan setelah Vera lulus, dirinya akan melanjutkan perkuliahannya lagi.

Kemudian Vita mencoba melamar kerja. Walaupun belum lulus profesi dokter, ia masih memiliki ijazah sarjana kedokteran, yang dapat ia pakai untuk bekerja. Suatu hari, ia mendapat panggilan untuk bekerja di salah satu klinik terapi di Semarang.

Pada awalnya, Vita melamar sebagai asisten dokter di sana. Namun pada saat proses wawancara, dokter Arif malahan menawari Vita untuk bekerja sebagai perawat pribadi, untuk salah satu kliennya.

Dokter Arif merupakan kakak kelas Vita, dan ia mendengar mengenai permasalahan yang terjadi di keluarga adik kelasnya itu. Sehingga ia berinisiatif, untuk mencarikan pekerjaan yang bergaji tinggi untuknya.

"Ada salah satu klienku yang mencari perawat, untuk anaknya yang lumpuh karena kecelakaan. Anaknya itu selalu marah apabila dibawa ke rumah sakit atau klinik terapi. Sekarang klienku mencari perawat pribadi di rumah. Dia berharap, perawat pribadi anaknya itu, bukan sekedar bisa merawat, namun sekaligus bisa melakukan terapi," terang dokter Arif.

Lalu dokter Arif melanjutkan, "Gaji yang ditawarkan cukup besar. Ia juga menyediakan akomodasi seperti makan dan tempat tinggal di sana. Bagaimana, apakah kamu mau menerima pekerjaan ini?"

Vita terdiam. Ia tidak pernah terpikir untuk menjadi perawat orang lumpuh. Namun saat ini, dirinya sedang membutuhkan banyak uang. Ia tidak boleh termakan oleh gengsi semata. Lagipula, pekerjaan perawat juga memiliki hubungan dengan perkuliahannya dahulu. Akhirnya Vita menerima tawaran itu.

Sebelum bekerja sebagai perawat pribadi, Vita menjalani pelatihan keperawatan dan beberapa pelatihan tambahan, yang dibutuhkan untuk melakukan terapi. Dua minggu kemudian, Vita mulai bekerja di rumah nyonya Carissa, untuk merawat putranya yang lumpuh.

Vita menuju ke sebuah rumah, yang sebelumnya telah diinfokan oleh dokter Arif. Saat memasuki halaman, ia merasa rumah itu tidak terasa asing baginya. Rumah mewah dengan pilar-pilar tinggi menjulang, dan taman yang terawat di sisi kanan dan kiri bangunan.

Baru saja Vita melangkah masuk ke dalam rumah, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara vas bunga yang dipecahkan ke lantai. Dan kemudian ia mendengar suara orang yang berteriak dan mengumpat dengan kasar. Lebih terkejut lagi, saat Vita melihat dinding ruang tamu, ia melihat foto pernikahan Nico dan Ella terpajang di sana.

Bab 3. Pertemuan Kembali

"Mengapa ada foto pernikahan Ella dan Nico di rumah ini?" batin Vita was-was.

Tidak lama kemudian, munculah seorang wanita yang sangat cantik dan berpenampilan anggun. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Carissa. Vita melihat adanya kemiripan, antara wanita itu dengan wanita yang berada di foto pernikahan Ella dan Nico.

Vita tersentak. Ia akhirnya sadar. Wanita itu adalah mamanya Nico, mama mertua dari Ella. Baik Vita, Ella, dan Nico, adalah teman satu SMA. Dan saat mereka masih SMA, Vita pernah beberapa kali berkunjung ke rumah Nico. Namun tampaknya, Carissa tidak mengenali Vita.

Menyadari bahwa ini adalah rumah dari mertua sahabatnya, Vita menjadi gelisah. Apakah terjadi sesuatu dengan mereka? Bagaimanakah dengan Ella? Siapakah yang akan Vita rawat nanti?

Setelah menjelaskan tugas-tugas yang perlu Vita lakukan, Carissa mengajak gadis itu untuk masuk dan berkeliling rumahnya. Terakhir, Carissa mengajak Vita untuk bertemu dengan anaknya.

"Itu putraku yang akan kamu rawat," kata Carissa seraya menunjuk seorang pria berusia sekitar 30 tahun, yang tengah duduk di atas kursi roda. Wajah pria itu tidak kelihatan, karena ia tengah menonton televisi dengan posisi membelakangi mereka.

Lalu Carissa mengajak Vita untuk mendekat, agar dapat berkenalan dengan anaknya.

"Elbert, ini Vita, perawat barumu," ucap Carissa sambil memperkenalkan Vita.

Vita sangat terkejut saat menatap pria itu. Ia mengenalinya sebagai Elbert, kakak laki-laki Nico. Kemudian ingatan Vita kembali pada kejadian beberapa bulan yang lalu, pada saat resepsi pernikahan Ella dan Nico.

"Ella, mengapa kamu menikah di tengah-tengah jadwal ujianku?" batin Vita sambil mencari tempat duduk yang nyaman, agar ia bisa belajar dengan tenang.

Lalu Vita melihat sebuah kursi kosong di salah satu sudut ruangan. Mata gadis itu langsung berbinar. Dan dengan secepat kilat, ia segera berlari ke sana, sebelum ada orang lain yang mendahuluinya. Namun langkahnya terhenti, karena salah satu MC memanggil namanya, untuk turut serta dalam acara tangkap bunga.

"Di saat seperti ini, mengapa namaku dipanggil? Apakah aku harus ikut acara tangkap bunga ini?" guman Vita.

Tidak lama kemudian, Vita mendengar percakapan sesama EO, yang berada tak jauh darinya. EO itu berkata, bahwa ada sepuluh bunga yang akan dilemparkan oleh pengantin. Dan di dalam tiap bunga itu, telah diselipkan uang sebesar dua ratus ribu rupiah.

Mendengar hal itu, Vita menjadi tertarik untuk ikut serta dalam acara tangkap bunga. Semakin banyak bunga yang ia dapatkan, akan semakin banyak pula uang yang dapat ia kumpulkan.

Vita menjadi peserta yang paling bersemangat dalam acara itu. Hingga ia tidak sengaja menabrak seorang pria sampai terjatuh. Setelah meminta maaf dan membantu pria itu berdiri, Vita kembali melanjutkan misinya.

"Aku berhasil mendapatkan tiga buah bunga. Lumayan, aku dapat enam ratus ribu rupiah, hahaha," ucap Vita senang.

Saat Vita berbalik, melihat pria yang tadi ditabraknya. Pria itu tampak diam dan berwajah muram. Lalu ia berjalan mendekat dan bermaksud menghiburnya.

"Hai, kamu yang tadi kutabrak ya? Sekali lagi, maafkan aku. Hari ini aku cukup beruntung, karena aku telah berhasil mendapatkan tiga bunga. Ini, kuberikan satu untukmu," ucap Vita.

Pria itu menerima mawar pemberian Vita dan sambil tersenyum, ia mengucapkan terima kasih. Lalu ia berkata, "Kamu luar biasa sekali, sampai mendapatkan tiga bunga."

"Iya, sampai menabrak orang hingga terjatuh," jawab Vita sambil tertawa kecil.

Pria itu ikut tertawa dan berujar, "Tidak apa-apa. Kurasa dalam acara pesta, dibutuhkan tamu seperti kamu. Agar acara dapat semakin seru."

Vita tertawa lagi. Lalu pria itu mengajaknya berkenalan. "Namaku Elbert, siapa namamu?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya.

Vita membalas jabatan tangan Elbert. "Namaku Vita. Salam kenal." Lalu Vita melihat bros bunga yang tersemat di jas Elbert. "Kamu dari keluarganya Nico, ya?"

"Benar, aku kakaknya Nico," jawab Elbert. Lalu ia memegang bros bunganya dan bertanya, "Bagaimana kamu bisa yakin kalau aku pihak keluarga Nico, bukan dari pihak keluarga Ella?"

Vita berkata, "Aku telah berteman dengan Ella sejak kecil. Sehingga aku telah mengenal keluarganya dengan baik juga."

Tiba-tiba lamunan Vita buyar karena ia mendengar teriakan Elbert.

"Pergi, pergi dari sini!"

Carissa berusaha menenangkan putranya, "Elbert, bersikaplah yang baik. Ini adalah hari pertama Vita bekerja."

"Keluar! Keluar dari sini sekarang!" amuk Elbert yang tidak mau mendengar ucapan Carissa.

Melihat Vita yang tetap diam di tempat, Elbert menjadi semakin marah. Ia mengambil sebuah pot bunga yang berada di atas meja dan melemparkannya ke arah Vita, untuk menakut-nakutinya. Namun karena jarak mereka terlalu dekat dan Vita tidak menghindar, pot itu malahan mengenai kepala Vita.

"Aduh!" seru Vita kesakitan.

Pot bunga itu memang hanya imitasi semata, dan terbuat dari plastik. Namun karena pot itu berukuran cukup besar, dan dilempar dengan sekuat tenaga, kepala Vitapun menjadi memar.

Melihat hal itu, Elbert langsung terdiam.

Carissa segera menghardik putra sulungnya itu. "Elbert! Apa yang kamu lakukan? Kamu boleh saja marah, tapi kamu tidak boleh melukai orang lain!"

Elbert masih terdiam. Segera setelah itu, ia segera masuk ke dalam kamarnya.

"Vita, maafkan kelakuan putraku," pinta Carissa.

"Oh tidak apa-apa, Nyonya," jawab Vita.

Lalu Carissa memanggil salah satu asisten rumah tangganya, agar mengambilkan obat untuk Vita.

"Kuharap kamu bisa sabar menghadapi Elbert," kata Carissa pelan sambil menyerahkan obat itu ke Vita.

Vita mengangguk. Sebenarnya, ia bukanlah orang yang sabar. Namun ia juga bukan orang yang mudah menyerah. Ini adalah hari pertamanya bekerja, dan ia akan berusaha sebaik mungkin.

Setelah memastikan Vita baik-baik saja, Carissa mengajak gadis itu, untuk menuju ke kamar Elbert. Carissa mencoba mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban. Lalu ia membuka pintu, dan tampak Elbert sedang duduk, sambil menghadap ke arah tembok.

"Elbert, kamu tidak apa-apa?" tanya Carissa khawatir. Sejurus kemudian, ia menghampiri Elbert dan memeluknya erat.

Tidak lama, seorang asisten rumah tangga datang dan memberi tahu Carissa, kalau ada seseorang yang datang berkunjung. Lalu Carissa berpamitan kepada Elbert, sambil membelai lembut punggung putranya itu. Setelahnya, ia juga berpamitan pada Vita.

"Maaf, saya ada urusan sejenak. Tolong bantu saya untuk menjaga Elbert. Apabila membutuhkan bantuan, kamu dapat memanggil salah satu asisten rumah tangga," ujar Carissa.

Setelah Carissa pergi, Vita mencoba mendekati Elbert dan berkata, "Hai Elbert, aku Vita. Apakah kamu ingat? Kita pernah bertemu di pernikahan Ella dan Nico."

Elbert hanya diam saja.

Lalu Vita bertanya, "Apakah kamu mau minum? Aku akan mengambilkan segelas air untukmu."

Elbert masih saja diam.

Kemudian Vita mengambilkan segelas air dan memberikannya kepada Elbert. "Kamu pasti haus. Ini, minumlah," ucap Vita sambil tersenyum manis.

Elbert tetap saja diam dan menundukkan kepalanya.

"Apakah kamu tidak suka minum air putih? Katakanlah, kamu mau kubuatkan apa? Apakah teh? Apakah kopi? Apakah jus buah?" tanya Vita sambil tersenyum lebar.

Elbert menjawab singkat, "Tolong tinggalkan aku."

"Tapi Elbert ...," kata Vita.

Belum selesai Vita berbicara, Elbert segera mengambil gelas berisi air yang dibawa oleh Vita, dan meminumnya sampai habis. "Aku sudah meminumnya. Sekarang kamu keluarlah!"

Vita menghela napasnya. Ini adalah hari pertama Vita bekerja sebagai perawat. Mungkin pria itu masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengannya.

"Baiklah," ucap Vita. "Kalau kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa memanggilku."

Setelah berkata demikian, Vita segera keluar dan meninggalkan Elbert seorang diri di kamar. Mengetahui Vita telah pergi, Elbert segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Mengapa? Mengapa aku bertemu kembali dengan Vita, pada saat kondisiku seperti sekarang ini? Dan sekarang, ia malahan menjadi perawat pria lumpuh sepertiku!" keluhnya.

Rupanya Elbert merasa sangat malu, karena Vita melihatnya dalam kondisi tidak berdaya. Oleh karena itu ia mengusir Vita, agar wanita itu tidak mengenalinya. Namun ternyata, Vita masih mengingatnya. Lalu Elbert memikirkan cara, agar Vita tidak betah bekerja sebagai perawatnya. Ia berharap, dirinya tidak akan bertemu lagi dengan Vita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!