Namaku Amethyst. Menurutku itu adalah nama yang sangat bangus. Sayangnya itu adalah nama pemberian ibu pemilik panti asuhan. Ya, aku adalah anak yatim piatu. Ibu pemilik panti asuhan yaitu bu Mulia menemukanku tergeletak di depan pintu saat aku masih bayi. Menandakan orang tuaku menyerahkan aku kepada panti asuhan. Aku memiliki fitur yang unik sedari muda. Rambutku berwarna keunguan dan mataku juga berwarna ungu. Maka dari itu aku dinamai Amethyst oleh bu Mulia. Bu Mulia mengatakan padaku bahwa Amethyst adalah sebuah kristal dengan warna ungu. Aku lalu mulai di besarkan di panti asuhan tersebut. Panti asuhan tersebut memiliki nama 'Child's Save Haven' dan terletak di kota Dentro. Ini adalah kota dimana aku tinggal dan menghabiskan waktuku.
Aku memiliki hidup yang biasa. Aku melakukan rutinitas seperti orang biasa. Bangun tidur, makan, mandi, ganti baju, sekolah, pulang sekolah, mandi, ganti baju, belajar, istirahat, lalu tidur. Tidak ada yang menarik dari diriku selain warna rambut dan mataku. Aku bukanlah murid yang berprestasi. Nilaiku bisa dibilang tergolong rendah, namun aku bisa lulus dan naik kelas sampai sekarang karena nilai hasil remidi. Sekarang aku sudah lulus SMP. Aku sama sekali belum memilih SMA mana yang akan aku tuju. Karena aku salah satu dari beberapa murid yang tidak mendapat tawaran. Jadi, aku harus mencari sendiri. Kadang-kadang aku merasa tidak enak dengan bu Mulia. Dia harus selalu membayar mahal sekolahku karena aku bukan siswa yang pintar dan berprestasi. Mencari SMA adalah tugas terberatku sekarang ini, karena bu Mulia kebetulan sedang memiliki masalah finansial dan aku harus menemukan SMA yang murah di kota besar ini.
Hari ini adalah hari sabtu. Aku barusan selesai berbelanja dari toko bahan makanan. Bu Mulia menugaskanku untuk membeli daging ayam dan berbagai macam sayur-sayuran. Saat aku berjalan pulang, aku merasa sedikit insecure melihat banyak teman-temanku sudah mulai mendapatkan SMA yang mereka inginkan. Salah satunya yaitu di SMA Bloom Garden. SMA tersebut sebenarnya adalah SMA yang aku minati. Tetapi sayangnya biaya masuknya sangat mahal. Bu Mulia menentang keras keinginanku untuk melanjutkan pendidikan disana. Aku melihat sejenak SMA Bloom Garden. Rupanya mereka sudah mulai mengadakan OSPEK. Aku sangat iri dengan mereka. Di sisi lain aku masih belum menemukan SMA yang murah dan cocok sesuai seleraku. Aku lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Saat lanjut berjalan, aku merasa seperti sedang diikuti. Aku lalu menoleh ke belakang dan ternyata benar. Ada seorang wanita yang mengikutiku. Aku lalu mulai mempercepat tempo langkah kakiku. Ternyata wanita tersebut juga mempercepat langkah kakinya dan hasilnya malah dia bisa lebih cepat dari aku. Saat wanita tersebut mulai dekat dengan punggungku, ia lalu menepukku. Aku lalu menghentikan langkahku. Hatiku berdegup kencang. Apakah aku akan diculik? Apakah aku akan disekap? Wanita tersebut lalu bertanya dengan ramah, "Permisi nona, bisakah aku meminta waktumu sebentar?" Dari cara bicaranya aku menganggap bahwa mungkin dia adalah seorang sales. Aku lalu berbalik badan dan wanita itu langsung memperkenalkan diri, "Perkenalkan, saya adalah Sumiko Katatatsu. Saya adalah perwakilan dari sekolah selebriti, The Fame Academy. Aku terdiam sebentar. Dalam benakku aku berpikir, "Apa? Ada sekolah selebriti. Kurasa aku pernah mendengar akademi ini sebelumnya." Bu Sumiko lalu melanjutkan perkataannya, "Disini aku sedang mencari bakat dan menurutku kau bisa menjadi seirang selebriti." Aku menatapnya dengan wajah bingung. Dia lalu lanjut berbicara, "Ketika aku melihatmu, aku bisa melihat potensi di dirimu. Salah satunya adalah visualmu. Kau itu unik. Belum pernah aku melihat seseorang dengan rambut ungu dan mata ungu." Dia berbicara sambil tersenyum kepadaku. Dia lalu menyerahkan sebuah kartu dan berkata, "Ini adalah kartu sekolah kami. Kami sekarang sedang mengadakan audisi eksklusif. Audisi ini langka karena tahun ini kamu mengadakan audisi masuk sekolah secara gratis tanpa membayar. Namun, hanya 50 anak yang akan terpilih untuk dapat masuk ke sekolah kami." Aku lalu mengambil kartu yang ia berikan padaku. Setelah itu dia berkata, "Bawalah kartu itu. Jika kau tertarik, kau bisa langsung mengikuti audisi di tanggal yang tertera dalam kartu tersebut." Sudah selesai berbicara, ia pun berjalan pergi meninggalkanku. Aku hanya bisa menganga.
Aku langsung pulang sambil berlari. Aku akhirnya sampai di panti asuhan. Sesampainya di rumah, aku langsung memberi kabar ini kepada Bu Mulia. Bu Mulia sangat kaget. Dia lalu berkata, "Apa?!! Kau ditawari untuk ikut audisi di The Fame Academy?!! Memangnya apa kemampuan yang kamu miliki selain wajah unikmu?" Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Aku sampe sekarang tidak mengerti akan talentaku. Bu Mulia lalu berkata, "Hmm, jika kau mau tidak apa-apa. Lagipula gratis. Tetapi mendengar penjelasanmu, belum tentu kau bisa masuk sekolah tersebut." Aku hanya menjawab perkataannya dengan, "Akan aku pikirkan." Aku lalu berlari ke kamarku. Di dalam kamarku, aku berpikir, memang benar dulu saat aku kecil sekali aku memang memiliki mimpi menjadi seorang artis. Namun, seiring berjalannya waktu aku mulai melupakan mimpi tersebut karena menurutku aku sebagai gadis yatim piatu biasa dan tidak kaya, akan impossible bagiku untuk menggapai mimpiku sebagai seorang artis. Tapi ternyata hari ini aku mendapatkan suatu peluang besar. Gara-gara kejadian tadi, aku sepanjang malam ini mulai berpikir panjang. Haruskah aku mengambil kesempatan ini? Tetapi bagaimana jika aku ditolak. Aku bukanlah 50 orang yang terpilih untuk menjadi selebriti. Salah satu sisi dalam diriku mengatakan bahwa aku harus mencoba karena ini sekali dalam seumur hidup. Tetapi sisi lain berkata bahwa ini adalah hal yang sangat beresiko dan jika ditolak kau tak akan pernah bisa menjadi seorang artis seperti mimpimu dulu. Sangat membingungkan.Aku bahkan sampai tidak bisa tidur malam.
Jam menunjukan pukul 2 pagi, bu Mulia mengecek kamarku dan betapa kagetnya dia melihatku masih belum tidur. Dia menegurku dan mengatakan bahwa aku harus segera tidur. Aku lalu menceritakan kepadanya bahwa aku susah mengambil keputusan. Bu Mulia lalu berkata, "Apapun yang kamu pilih, pasti setiap pilihan memiliki konsekuensi yang tidak enak. Tidak ada jalan yang selalu berjalan lurus dan lancar." Aku terdiam mendengar perkataan bu Mulia. Ia lalu berkata, "Bukanlah keputusan yang mudah bagiku untuk membangun panti asuhan ini. Aku membangun panti asuhan ini karena aku tidak bisa mempunyai anak. Aku sudah mengalami keguguran dua kali. Maka dari itu, aku membangun panti asuhan ini karena aku sangat menginginkan seorang anak. Tetapi banyak sekali hal tidak mengenakan yang kulalui. Mengurusi anak bukanlah hal yang mudah. Juga aku harus selalu mencari cara agar kondisi finansialku cukup untuk semua anak." Dia lalu tersenyum dan berkata, "Meskipun susah, tapi seperti yang kau lihat aku bisa survive dengan segala rintangan yang diberikan kepadaku." Bu Mulia lalu sekali lagi mengingatkanku untuk tidur. Dia lalu meninggalkan kamarku. Setelah mendengar ceramah dari Bu Mulia, entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang bergejolak. Aku merasa sangat berambisi. Aku ingin menjadi seorang artis. Aku ingin agar namaku diketahui oleh dunia. Akhirnya, setelah sekian lama berpikir, aku pun memutuskan bahwa aku akan mengikuti audisi The Fame Academy.
Bu Mulia tersenyum setuju mendengar keputusanku untuk mengikuti audisi. Ini adalah mimpiku yang sudah lama terbungkam karena aku merasa bahwa mimpi tersebut impossible. Bu Mulia lalu bertanya, "Rencana apa yang kau miliki untuk audisi?" Aku tersenyum dan menjawab, "Aku akan bernyanyi." Bu Mulia cukup kaget mendengar jawabanku. Ia ragu karena ia belum pernah mendengar aku bernyanyi sebelumnya. Ya, aku sendiri jarang bernyanyi dan aku hanya bisa menyanyikan beberapa lagu. Untuk audisi ini aku berencana untuk menyanyikan lullaby masa kecilku yang sering dinyanyikan oleh Bu Mulia saat aku masih bayi.
Bu Mulia hanya tersenyum mendengar rencanaku untuk menyanyikan lagu lullaby simplenya. Ia lalu mengajakku ke kamarnya. Aku belum pernah ke kamar bu Mulia sebelumnya. Saat aku masuk kamar, bau tek dan kue langsung bisa tercium oleh hidungku. Bu Mulia adalah orang yang bergigi manis. Ia suka segala sesuatu yang manis. Dia lalu tiba-tiba membuka lemari dan sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Sembari mencari aku melihat-lihat gambar-gambar yang dipajang di kamar. Ada satu gambar yang membuatku tertarik yaitu gambar bu Mulia waktu dia masih muda dan sedang menari ballet. Aku tentu saja kagum melihatnya. Suara bu Mulia tiba-tiba mengagetkanku, "Amethyst, kesini, coba lihatlah." Aku lalu berjalan ke arah lemari dan melihat baju ballet yang sama persis seperti di foto kamar bu Mulia. "Dulu aku mengikuti les ballet saat muda. Ini afalah baju yang kugunakan saat pertunjukan pertamaku." Aku mengangguk lalu bu Mulia melanjutkan, "Dengan sedikit menjahit, aku bisa merubahnya menjadi pakaian yang layak untuk audisimu." Aku terdiam dan kaget. Bukankah baju tersebut adalah memori berharga untuk bu Mulia? Kenapa ia mengubahnya dan memberikannya ke aku? Bu Mulia lalu lanjut berbicara, "Itu adalah pertunjukan pertama dan terakhirku. Aku terlalu berlebihan dalam menari saat itu sehingga di akhir pertunjukan, kakiku terkilir dan semenjak saat itu susah bagiku untuk melakukan pointe." Ah, itu dia. Kukira itu adalah memori berharga tetapi kurasa baju itu malah menyimpan memori yang tidak baik.
Bu Mulia lalu mulai mengukur badanku supaya ia bisa menyesuaikan bajunya dengan badanku. Dia berkata sambil tertawa, "Kau memang sudah besar." Aku hanya tersenyum kecil. Setelah itu dia pergi ke ruang peralatan untuk mencari peralatan jahit. Aku pun kembali ke kamarku. Di sana aku berusaha mengingat-ngingat lagi lirik lagu lullaby Bu Mulia. Seingatku judul dari lullabynya adalah 'Keep running till you make it'. Menurut Bu Mulia, ia menyanyikan lagu tersebut setiap ia sedang dalam masa-masa sulitnya.
We are born weak
We're born clinging to other people
As we grow,
We see people love and hate
We see people cry and smile
We see that the world is hard
And full of unexpected surprises
Through it all, just run
Run, run, and run my dear child
Run till you get what you really want in this life
Even if snakes, sharks, and the dark forest gets to you
Keep running and running till you make it
Amethyst bernyanyi dan merekam suaranya untuk mendengar apakah dia terdengar fales atau tidak. Tiba-tiba ia kaget dengan adanya suara tepuk tangan. Dia menengok kebelakang dan menemukan teman panti asuhannya bernama Orchard. Orchard adalah teman paling dekatnya di panti asuhan ini. Ia adalah seorang gadis yang kutu buku dan suka sekali membaca. Menurutku, Orchard adalah gadis yang imut dengan frecklesnya dan bibirnya yang merah. Dia juga memiliki rambut berwarna merah. Perawakannya benar-benar mirip dengan karakter sebuah buku yang pernah aku baca yaitu Anne of Green Gables. Aku menganggap Orchard sebagai adikku. Setelah menyadari bahwa sedari tadi dia mendengarku bernyanyi di kamarku, aku pun tersipu malu. Orchard lalu berkata, "Pertunjukan yang bagus kak Amethyst!" Aku hanya berdehem lalu berkata, "Apa kau yakin? Aku tidak fales kan?" Orchard lalu tersenyum menjawab, "Tidak, aku suka mendengarkan suara kakak. Kakak bernyanyi dengan bagus." Aku tersenyum lega. Setelah cukup lama latihan bernyanyi aku mengajak Orchard ke dapur untuk mengambil pie cherry yang disimpan oleh Bu Mulia. Orchard merasa senang kegirangan dengan ajakanku.
Sesampainya di dapur, aku langsung memotongkan pie untukku dan Orchard. Sambil memakan pie, aku menceritakan pada Orchard akan rencanaku untuk mengikuti audisi The Fame Academy. Orchard sangat senang mendengar rencanaku. Dia langsung mengungkapkan bahwa ia mendukungku. Dia bahkan dengan blak-blakan mengatakan jika aku memiliki hawa-hawa seorang star. Ya, aku hanya bisa tersipu malu. Tak lama kemudian, Bu Mulia memanggilku. Aku pun menyuruh Orchard untuk mencuci piring bekas pie dan dia mengangguk. Aku pergi ke kamar Bu Mulia dan ia memperlihatkan hasil jahitannya.
Aku kagum melihat hasil jahitan dari Bu Mulia. Dengan sedikit jahitan saja bisa membuat baju balletnya menjadi indah. Baju itu memiliki kesan polos. Cocok dengan konsep yang kubawakan. Aku lalu memeluk Bu Mulia berterima kasih. Aku membawa baju itu ke lemariku dan menjaganya baik-baik. Semenjak hari itu dan seterusnya aku mulai mempersiapkan diriku dari audisi. Aku mulai sering-sering latihan bernyanyi secara ototidak. Aku tahu bahwa bu Mulia tidak memiliki banyak uang dan aku tidak ingin merepotkannya. Aku sangat bersyukur bahwa satu panti asuhan termasuk bu Mulia dan Orchard mendukung keputusanku. Jika bukan karena dukungan mereka mungkin aku tidak akan se-pede ini. Ini adalah langkah awal, start dari semua permainan yang aku tidak tahu nantinya seperti apa.
Akhirnya hari audisi pun tiba, jantungku berdegup dengan kencang. Aku tidak percaya bahwa aku benar-benar akan melakukan ini. Tetapi aku sudah memilih dan aku tidak bisa lari dari pilihanku. Aku memakai dress putih yang sudah dijahit oleh bu Mulia. Bu Mulia memberiku kata-kata penyemangat, "Semoga kau berhasil, aku yakin kamu bisa. Memang lagu lullaby itu simple tetapi aku yakin pasti bisa menarik hati para juri." Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata bu Mulia dan mengatakan, "Terima kasih." Orchard lalu tiba-tiba datang dan memelukku lalu berkata, "Hei, jika kau diterima di audisi hari ini kau harus berjanji untuk mentraktir kita semua ke restoran Steak!" Aku tertawa mendengar perkataan Orchard. Tetapi setelah itu mengangguk berjanji kepadanya. Lagipula setelah aku berhasil mendapatkan posisi 50 orang yang terpilih tidak ada salahnya untuk merayakannya dengan sedikit mewah bukan. Anak-anak lain di panti asuhan lalu memberikan semangat bagiku. Aku tersenyum pada mereka dan menyatakan rasa terima kasihku. Aku pun mulai pergi ke tempat audisi. Ini adalah langkah awal untuk menuju ke dunia stardom yang selalu aku impikan.
Ku akui perjalanan untuk menuju The Fame Academy sangat panjang. Aku sudah mulai mempelajari berbagai hal tentang The Fame Academy. The Fame Academy memiliki berbagai cabang, salah satunya di Kota Dentro. Sekolah tersebut biasa dibangun di dekat bukit. Di sekitar sekolah tersebut adalah hutan. Maka dari itu, aku menggunakan bus agar bisa sampai ke bukit Dentro. Karena disana sekolah tersebut berada. Sesampainya di bukit, aku harus berjalan naik dan itu membuatku sangat lelah. Sekitar setengah jam, aku baru sampai di sekolah tersebut. Bangunan sekolah tersebut membuatku berkata, "Wow". Sungguh bangunan yang sangat mewah menurutku. Mungkin bagi orang-orang kaya, ini adalah sekolah biasa. Tetapi bagi anak yatim sepertiku ini adalah sebuah istana.
Aku lalu berjalan lagi lebih dalam ke area sekolah. Aku membuka pintu dan aku melihat banyak sekali wajah-wajah yang kukenal. Aku tidak percaya bahwa jika aku diterima di sekolah ini, aku akan belajar berdampingan dengan semua orang terkrnal ini. Aku lalu melihat petunjuk di kartu yang waktu itu nyonya Sumiko berikan kepadaku. Rupanya ruangan audisi ada di ruang dance kelas 1. Karena ini baru pertama kalinya, aku harus memberanikan diri untuk bertanya kepada sekitarku dimanakah ruang dance kelas 1. Aku akhirnya bertanya pada seseorang, "Permisi, apakah kamu tahu dimana ruang dance kelas 1?" Orang itu berbalik badan lalu melihatku dan berkata, "Lurus saja lalu belok kanan. Setelah belok kanan kau akan melihat di sisi kirimu ada ruangan dance kelas 1. Masuk saja sana." Aku lalu berterima kasih pada orang tersebut. Tiba-tiba dia mencegatku untuk pergi dan bertanya, "Aku belum pernah melihatmu di sekolah ini. Apakah kamu murid baru?" Aku lalu menjelaskan padanya bahwa aku sedang mengikuti audisi eksklusif yang diadakan sekolah ini. Dia lalu berkata, "Oh, audisi tersebut. Semoga kau bisa diterima ya." "Iya, terima kasih." Aku menjawab dengan antusias. Pokoknya papaun yang terjadi aku akan membuat juri kagum dengna hasil latihan menyanyiku selama ini. Aku melihat orang yang tadi berbicara denganku dan dalam benakku aku berpikir, "Dia tidak buruk. Aku belum pernah melihat wajahnya di majalah apapun tetapi ia cukup tampan." Pria tersebut memiliki rambut hitam kecoklatan, mata biru, dan hidung yang mancung.
Aku lalu mengikuti instruksi anak tadi dan akhirnya aku sampai di depan ruangan dance kelas 1. Di depan ruangan aku sudha melihat banyak anak yang berkumpul. Aku akhirnya mengambil nomorku dan aku mendapatkan nomor 75. Sepertinya audisi ini akan lama. Tak lama kemudian seseorang keluar dan mengatakan, "Audisi kami mulai sekarang. Silahkan nomor 1." Orang yang mendapatkan nomor 1 lalu masuk ke ruang ujian. Sembari menunggu namaku dipanggil, aku memanfaatkan waktu ini untuk berlatih bernyanyi dan mengatur ekspresiku agar ekspresiku cocok dengan lagu yang kunyanyikan. Aku mencari sebuah tempat kosong dan mulai latihan disitu. Aku juga sambil merekam suaraku untuk mengecek apakah ini sudah sesuai harapanku. Selesai latihan bernyanyi tiba-tiba aku mendengar langkah kaki mendekat, aku lalu melihat seorang gadis dengan rambut blonde dan pink menghampiriku. Dia lalu bertanya, "Apakah kau yang bernyanyi tadi? Aku mendengar suaramu." Akupun tersipu malu dan menjawab sambil tersenyum, "Eh, iyaa." Dia lalu mengungkapkan kekagumannya padaku, "Suaramu bagus. Kau pasti diterima. Tidaj seperti aku. Aku tidak memiliki kemampuan apa-apa selain mix and match fesyen." Memang terlihat dari perawakan perempuan ini, rambutnya yang ia warnai dengan pink, pakaiannya yang edgy namun ada sisi elegan, dia pasti orang yang eksentrik dan menyukai seni fesyen. Aku tersenyum lalu berkata, "Menjadi terkenal kan hanya tidak bisa bernyanyi saja. Kau juga bisa terkenal dengan menjadi fashion blogger." Dia lalu menggaruk kepala dan berkata, "Oh iya ya. Tapi aku masih amatir dan aku tidak yakin dengan talentaku sekarang aku bisa menjadi fashion blogger." Dia lalu melanjutkan berbicara sambil menatapku dengan mata pinknya, "Oh ya namaku Crush. Sebenarnya aku memiliki nama yang panjang tetapi orang-orang disekitarku memanggilku Crush. Kalau kamu?" Aku menjawab, "Namaku Amethyst." Dia lalu tertawa dan berkata, "Wah, cocok sekali denganmu. Kau sangat unik. Memiliki rambut berwarna ungu dan mata ungu. AAAAA, aku sangat iri!" Crush lalu menjelaskan kepadaku bahwa ia mengikuti audisi The Fame Academy karena menurutnya ini adalah kesempatan yang tidak terlewatkan. Siapa tahu keahlian mix and matchnya dia bisa menjadikan dia seorang artis. Ia sama sepertiku dan ia direkrut oleh nyonya Sumiko saat ia sedang berbelanja di mall.
Sembari menunggu, aku berbincang-bincang dengan Crush. Sepertinya aku sudah menemukan seorang teman. Ya, itu jika aku dan Crush kedua-duanya sama-sama diterima di sekolah ini. Tak lama kemudian, Crush telah dipanggil untuk masuk ke ruang audisi. "Nomor 67 silahkan masuk." "Doakan aku, Amethyst." "Tenang saja, kepercayaan dirimu bisa membuat kagum juri." Crush lalu masuk ke ruangan dan meninggalkanku sendirian. Aku menghela nafas dan tiba-tiba aku melihat sebuah pertengkaran. Anak yang tadi keluar sebelum Crush tiba-tiba terlihat sedang bertengkar dengan seseorang. Semua orang lalu pada berbondong-bondong untuk melihatnya. Rupanya, nomor 66 sedang di konfrontasi oleh nomor 30. Tiba-tiba aku mendengar suara bisik-bisik orang-orang di belakangku mengatakan, "Astaga, apa yang dilakukan anak itu untuk membuat marah Clarity." "Siapa Clarity?" Aku ikut nimbrung. "Clarity itu orang yang tadi masuk nomor 30. Dia adalah seorang influencer yang sangat berbakat kau tahu." Mendengar penjelasan dari anak-anak lain, sudah jelas bagiku bahwa Clarity adalah seorang diva. Ya, namanya juga dia sudah menjadi influencer dan sepertinya memiliki jam terbang yang lebih dari kita semua disini. Dia juga terlihat sangat cantik. Memiliki rambut hitam dan mata berwarna biru muda. Hidungnya juga sangat mancung. Badannya juga bagus dan dia terlihat sangat seksi. Karena merasa kasihan dengan nomor 66, aku akhirnya memberanikan diri untuk menjadi penengah masalah apapun yang sedang keduanya alami.
Aku lalu menenangkan 66 yang terlihat ingin menangis. Lalu Clarity menatapku dengan tajam dan berkata, "Apakah kau temannya?!!" Aku menjawab, "Bukan, aku hanya kasihan saja. Ada apa diantara kalian berdua?" Clarity menatapku diam dengan tajam. Tatapan gadis itu sangat menusuk. Nomor 66 lalu menjawab, "Aku tidak sengaja menabraknya." Aku menjadi sangat kaget. Cuma gara-gara ditabrak saja Clarity bisa sampai semarah itu. Clarity lalu menatap 66 dengan tajam dan berkata, "Dengar ya, kau jangan pernah macam-macam lagi denganku. Aku sedang memiliki banyak hal yang harus aku kerjakan!!" Dengan kalimat itu, Clarity laku pergi begitu saja. Aku menghibur nomor 66 dan mengatakan padanya bahwa mungkin Clarity sedang mengalami hal buruk yang membuat moodnya tidak baik. Nomor 66 tersenyum padaku dan memperkenalkan dirinya. "Hai, namaku Gray." Dia berbicara dengan malu-malu. Ketika aku melihat Gray aku teringat akan serigala. Anak laki-laki ini memiliki rambut berwarna abu-abu dan mata hitam. Namun siapa tahu dibalik wajahnya yang tegas, ia sebenarnya orang yang sensitif dan sepertinya ia adalah anak yang pemalu. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara Crush, "Hei, kau sefang berbicara dengan siapa? Ngomong-ngomong sudah nomor 73, lhoo." Menyadari bahwa waktu audisiku sudah dekat, aku akhirnya pergi ke ruang audisi sambil mendengar pamitan Gray dan Crush yang sudah mau pulang.
Tak lama kemudian, nomorku dipanggil. Aku lalu memasuki ruangan audisi. Aku melihat juri-juri melihatku dengan tajam. Hal ini membuatku sangat gugup. Orang yang tadi memanggilku lalu berkata, "Baik, silahkan tunjukan kemampuanmu. Hasil dari audisi ini akan kami kabarkan melewati e-mail anda besok pagi. Maka dari itu setelah audisi ini silahkan mengisi kuisioner dari QR code yang tertera di sini." Dia lalu mengarahkan sebuah QR code yang tertera di pintu. Tidak menghabiskan banyak waktu, aku menghela nafas dan membayangkan bahwa diriku sedang berada di sebuah panggung. Lalu, aku mulai bernyanyi. Memang awalnya aku gugup, tetapi saat bernyanyi seakan-akan semua rasa gugup tersebut hilang. Aku merasa sedang dalam panggung dengan banyak penonton dan fans-fansku. Setelah sudah selesai bernyanyi aku menunduk dan mengucapkan terima kasih. Para juri hanya terdiam samvil menuliskan sesuatu di dalam berkas mereka. Orang yang tadi memanggil nomorku lalu berkata, "Terima kasih sudah mengikuti audisi. Jangan lupa scan QR code ini." Aku mengangguk lalu membuka kuisioner dan mengisi biodataku. Aku bergegas pulang dengan harapan tinggi pada diriku. Semoga juri menyukai performaku yang simple.
Sesampainya di rumah panti asuhan, aku langsung menceritakan ke semua orang tentang apa yang terjadi hari ini. Orchard lalu langsung menyeletuk, "Wah, aku ikut menjadi tidak sabar untuk besok pagi." Seorang anak lalu juga berbicara, "Hmm, apakah diterima atau tidak ya???" Aku hanya tersenyum dan dalam hatiku aku berharap bahwa aku bisa diterima di sana. Aku dengan percaya diri mengatakan, "Aku tidak akan mengecewakan kalian semua."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!