NovelToon NovelToon

Sterren En Hun Stralen

1

Asha memandangi langit yang dipenuhi bintang serta sinar bulan yang benderang di langit. Bulan tak pernah tak selalu indah, sinarnya mampu membuat siapa pun jatuh kedalam pesonanya.

Saat matanya sedang memandangi indahnya bulan, matanya tak sengaja menangkap bintang jatuh. Konon katanya ketika bintang jatuh, kita boleh meminta apapun. Asha memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya, "Semoga hidup gue dipenuhi ketenangan serta kedamaian."

🍄🍄🍄

Asha menyusuri koridor sekolahnya dengan santai dan damai tentu saja dengan seragam SMA yang melekat dibadannya, ia menikmati pemandangan yang ia lewati dengan seksama. Matanya menengok ke arah kiri dimana lapangan basket berada, matanya sesekali menyipit untuk memastikan apa yang dilihatnya.

"Anjir itu si Asmita pagi-pagi udah ngegebet anak orang aja sambil cengar-cengir." Asha baru saja menangkap keberadaan Asmita dipinggir lapangan.

"Udah gila tu orang pagi-pagi," Asha menggelengkan kepalanya heran.

Tidak bisa sipungkiri Asmita adalah pecinta cogan basket di sekolahnya, ia tidak pernah absen untuk datang ke lapangan basket. Untuk apalagi kalau bukan untuk tebar pesona, tentu saja untuk memikat kaum adam di team basket.

Sepertinya Asmita sadar akan keberadaan Asha, benar saja Asmita sudah berjalan ke arahnya dengan wajah tersenyum malu-malu,  "tadi gue ngobrol sama Arka. Manis banget si Arka Sya, makin semangat gue ke sekolah."

Asha menganga mendengarkan penuturan Asmita, "Maksud lo si buaya buntung? Yang bener aja lo. Arka kan udah terkenal mainin cewek Ta," bisa-bisanya si Asmita suka sama playboy cap buaya buntung.

"Gue kan cuma ngobrol Sya."

Asha memutar bola matanya jengah, "Halah gayamu Ta. Lo juga suka kan sama si Raka, udah hapal gue mah."

"Namanya juga usaha Ta, gue nitip tas ya sya tolong bawain ke kelas sekalian hehe. Gue mau mengejar cinta gue yang tertunda dulu." Dengan tidak tahu dirinya si Asmita langsung melempar tasnya ke Asha dan berlari ke arah lapangan dimana ia berpijak sebelumnya.

Orang gila itu lari secepat kilat untuk meraih apa tadi, cinta katanya. Orangnya sinting, kelakuan juga ikut sinting. Asha mengelus dadanya, "orang sabar duitnya banyak." Asha melanjutkan perjalanan ke kelasnya dengan membawa dua tas, tentu saja salah satunya adalah tas milik Asmita.

Asha membuka pintu kelas menggunakan kakinya.

Brak!

Sungguh anggun sekali tingkah lakunya, dengan tanpang watadosnya alias wajah tanpa dosa, Asha masuk ke kelasnya dan duduk dibangkunya dengan santai.

"ASTAGFIRULLAH! ASHA JANTUNG GUE DAG DIG DUG DUGEM. PAGI-PAGI UDAH BETINGKAH YA LO," Cakra mengelus dadanya berulang kali untuk menenangkan jantungnya yang sedang diskotikan.

"Ya maap si, orang udah selow begitu." Balasnya dengan cengiran khasnya.

"Siapa nih yang ngerusakin pintu kelas?" Tanya Sinta yang baru saja masuk ke kelasnya dan melihat engsel pintu kelas lepas dibagian skrup atasnya.

Sinta begidik ngeri dengan kondisi pintu yang menjadi reot, "Noh si Ashalodon. Tanggung jawab lo Sya." Sahut Cakra.

"Buset Sha, ampe reot begitu tu pintu." Ucap Sinta yang kaget dengan tingkah laku Asha.

Asha memutar bola matanya malas, lebay banget orang-orang kelasnya padahal kan engselnya cuma copot bagian atas aja. "Yaudah si alay banget deh kalian." Asha mengeluarkan skrup baru dan obeng dari tasnya.

Semua orang melongo saat Asha mengeluarkan skrup dan obeng dari dalam tasnya. Sebenarnya Asha ingin sekolah apa mau menjadi tukang, "Lo bawa obeng Sya? Kerjaan sampingan lo itu sebenernya nukang ya Sya?" Tanya Bela dengan kikuk.

"Kaya ga tau aja lo Bel, dia kan emang banyak tingkah." Ujar Cakra dengan gelak tawanya, sedangkan Asha hanya mendengus kesal.

🍄🍄🍄

Membolos adalah tujuan yang mulia bagi mereka yang memiliki perilaku yang mengarah ke biadab. "Ta, tadi gue liat ada cewek cakep banget. Gue sempet papasan di koridor kelas IPA tadi, bah coy cakep pol." Dengan hebohnya Satya menyuarakan tentang apa yang dilihatnya tadi.

Sementara Mahanta yang mendengarkan celotehan Satya hanya memutar bola matanya malas, "Lo juga setiap hari bilangnya begitu Sat."

"Kesannya gue kaya bangsat ya kalo lo manggil Sat," Satya mendengus kesal dengan panggilan Mahanta.

"Emang iya."

Satya melototkan matanya dengan ucapan Mahanta, masa bodo ah ia hanya mau membicarakan perempuan yang dilihatnya barusan. "Sumpah ya Ta, gue liat tadi tu cewek dipinggir lapangan lagi ngobrol sama Raka. Wajahnya cantik banget Ta."

"Namanya siapa?"

Satya tampak berfikir sejenak untuk memutar ingatannya, "Asmita!" Ia tersenyum manis kala mengingat name teks yang melekat diseragam Asmita. Sungguh gadis yang manis, batinnya.

"Oh," jawabnya singkat.

"Mau saingan buat dapetin Asmita nggak?" Tawarnya.

"Nggak, lo aja." Mahanta mendudukan dirinya dikursi yang berada di rooftop.

Satya mendengus kesal, "Nggak seru lo. Lo nggak mau pacaran apa?"

"Liat ntar aja," tangan Mahanta menyalakan rokok yang berada ditangannya. Rokok sudah menjadi candu bagi Mahanta, rokok sudah seperti pengalihan rasa sakit dan kecewanya.

Pacar? Siapa yang akan menerimanya dengan tulus? Persetan dengan wajah tampannya, orang-orang hanya mau menumpang ketenaran kepadanya. Mahanta pasti hanya dijadikan pajangan saat jalan, tidak ada tatapan tulus, yang ada hanyalah tatapan memuja para gadis. Mahanta cukup muak dengan semuanya, terlebih ia adalah orang yang bodoh ketika jatuh cinta.

"Yaelah Ta, gue bosen main sama lo terus. Sekali-kali gue juga mau jalan sama cewek."

"Ya lo cari aja cewek, ribet banget."

2

Mahanta mengikuti gadis yang baru saja mencuri perhatiannya semenjak ia duduk di kursi taman dekat rumahnya. Gadis kuncir kuda dengan rambut berantakan itu mampu membuatnya penasaran hingga ia memutuskan untuk mengikutinya.

Gadis itu melangkah dengan riang, rambut kuncir kudanya bergoyang ke kanan kiri seirama dengan langkah kakinya. Sesekali gadis itu bersenandung kecil seakan sedang menikmati waktu berharganya.

Asha menatap ice cream di warung pinggir jalan dengan tatapan berbinar, ia mengambil beberapa ice cream ditangannya. Tetapi saat ia hendak ingin membayar, matanya melihat anak kecil disebrang jalan dengan tatapan seolah menginginkan ice cream yang berada digenggamannya.

Tangan asya mengisyaratkan supaya anak itu mendekat ke arahnya, "kamu mau ice cream enggak? Pilih aja yang kamu mau."

Mata anak itu seolah mengernyit bingung, "udah ambil aja nggakpapa." Ucap Asya meyakinkan.

Seolah tak mau mengambil, Asha menghela nafasnya dan mengambil beberapa ice cream untuk anak itu. "Buk ini totalnya berapa?" Asya menaruh ice cream dihadapan sang penjual agar bisa dihitung dengan mudah.

"Empat puluh ribu dek."

Asya menyerahkan uang pas ke penjual, lalu menghampiri anak kecil tadi. "Nih buat kamu. Nggak usah malu-malu," Asya menaruh dua ice cream ke tangan anak itu lalu tersenyum.

"Ibuk! Evan dapet ice cream gratis."

"Loh udah pulang kamu Van," Asya hanya bisa melongo dengan apa yang diucapkan anak itu, ternyata anak itu adalah anak si pemilik warung. Pantas saja ia bingung saat ditawari ice cream, lha wong tinggal ambil diwarungnya.

Saat berjalan menuju arah pulang ia mengomel, "Woalah anjir pantesan nggak mau gue beliin ice cream. Lha wong yang punya warung," ucapnya dengan nada kesal.

Sementara lelaki yang tak jauh darinya hanya terkekeh geli melihat tingkah konyol gadis yang tak jauh dihadapannya. Ia tertawa seperti orang gila karena melihat apa yang dilakukan gadis itu. "Niatnya mau beramal tapi ternyata anak yang punya warung," lelaki itu menggelengkan kepalanya dan terkekeh.

Asha mematung kala ia sampai di pekarangan rumahnya, ia melihat ibunya tengah menggandeng pria lain dan yang membuat matanya syok adalah saat ibunya tiba-tiba mencium pria itu. Asya tersenyum miris melihat keluarganya yang hancur tetapi masih lengkap.

Asya membuang ice creamnya dan memilih berbalik arah, ia seharusnya tidak melihatnya. Ia menyesal karena pulang tidak tepat waktu, tatapannya berubah menjadi kosong seketika.

Asya berjalan dengan menunduk hingga menabrak dada bidang seseorang. Ia mendongak dengan tatapan kosong, melihat siapa yang ia tabrak. "Sorry."

Lelaki yang ia tabrak itu diam mematung saat melihat kondisi Asha, apa yang terjadi padanya? Ia langsung memeluk gadis yang ia ikuti dari tadi.

Asha terdiam saat orang itu tiba-tiba memeluknya, ini adalah pelukan pertamanya. Rasanya hangat dan nyaman, air matanya tiba-tiba turun tanpa diminta. Rasa sakit perlahan menjalar ke dalam tubuhnya, rasanya menyesakkan. Ia tak membalas pelukannya tetapi ia malah menangis tanpa suara.

"Sorry baju lo basah." Ucapnya dengan suara serak karena menangis.

"No problem."

Tangannya seperti menenangkan Asha, Asha mendongakkan wajahnya hingga ia melihat siapa pria yang ada dihadapannya. "Kenapa?" Tanya pria itu.

Asha hanya menggelengkan wajahnya dan kembali menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu. Asha kembali menangis, air matanya membasahi baju pria itu. Bodoamat jika pria itu jijik padanya, sebelum pria itu sadar ia akan menikmati pelukan hangatnya yang menenangkan.

Asha melepaskan pelukannya saat dirasa tenang. "Siapa nama lo?" Tanya pria itu.

"Asha."

🍄🍄🍄

Satya mendudukan dirinya dibangku kantin bersama dengan Mahanta. Mata Satya menyusuri kantin tanpa ada yang terlewatkan, ia tersenyum manis saat mengetahui keberadaan Asmita di meja yang tak jauh darinya.

"Asmita coy," Satya menyenggol bahu Mahanta.

"Apa?"

Satya mendengus kesal, "Asmita yang gue ceritain kemarin." Dagunya mengarah dimana Asmita berada.

"Oh."

"Si monyet, ayo tebar pesona." Satya menyugar rambutnya dengan matanya yang mengedipkan mata seperti orang genit.

"Ogah gue."

Satya mendikkan bahunya, ya sudah kalau tidak mau. Ia akan memikat Asmita sendirian, biarkan saja Mahanta menjadi bujangan jomblo.

"Boleh gabung nggak?" Tanya Satya dengan sikap sok cool-nya.

Aamita yang tengah berbincang dengan Bela itu langsung mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menghampirinya, "boleh." Jawabnya dengan tersenyum manis.

Lumayan kan nggak dapet Raka, Satya pun jadi. "Tumben lo sendiri Sat?" Siapa sih yang tidak mengenal Satya di gombal ulung di sekolahnya. Mustahil untuk tidak mengenal seorang Satya.

"Lo tau nama gue?" Tunjuk Satya pada dirinya sendiri.

"Yaelah Satya, lo udah terkenal sebagai gombal ulung." Bela memutar bola matanya dengan malas.

"Bener bgt." Imbuh Asmita.

Satya terbahak mendengar ucapan Bela, ternyata ia seterkenal itu. "Gila, pesona gue nggak main-main."

Asha berjalan tergesa-gesa untuk menyusul Asmita, karena ia baru saja menyelesaikan catatannya. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar saat melihat Asmita yang tengah menggarap mangsanya, entah Asmita berbicara dengan siapa. Ia tak mengenalnya, dengan langkah yang malas ia memutuskan untuk memesan makanan.

Mata Asha menyusuri ke penjuru kantin, sayang sekali semua meja sudah terisi penuh padahal tadi ia melihat ada meja yang kosong. Tetapi setelah ditinggal memesan makanan, mejanya sudah ada yang menempati. Ia mendengus kesal, apa ia harus bergabung dengan Asmita saja? Rasanya sangat malas

"Asha."

Asha menoleh saat merasa ada yang memanggilnya, "lho kok?"

"Duduk sama gue sini."

Asha mengangguk, tak apalah ia duduk dengan orang yang memanggilnya itu. Tetapi bagaimana bisa ia bertemu pria yang kemarin ia peluk, kenapa dunia sesempit itu. Asha menggelengkan kepalanya seperti enggan memikirkan semua itu.

"Sorry ya sekali lagi," ucap Asha.

"Buat?"

"Karena gue baju lo jadi basah, pasti sangat menjijikan kan gue."

Ia terkekeh mendengar perkataan Asha?, "Enggak kok, santai aja."

"Gue Mahanta." Lanjutnya.

Asha hanya mengangguk sambil memakan burgernya, "oke deh. Thanks ya udah diajakin gabung ke meja lo."

"Lo nggak sama temen lo?" Tanya mahanta. Ia sedikit bingung, pasalnya perempuan itu tidak mungkin jika ia tak memiliki teman.

Bukannya menjawab, Asha hanya mengarahkan dagunya ke arah meja Asmita berada. "Lo temennya Asmita?"

Asha sama sekali tak kaget dengan Mahanta yang mengenal Asmita, siapa juga yang tak mengenal Asmita si anak baik hati dan cantik. Mustahil untuk tidak menyukai Asmita.

"Iya, lo suka sama Asmita?"

"Nggak! Gue tau namanya dari Satya, tuh orangnya lagi duduk sama Asmita." Ooo ternyata orang yang duduk dengan Asmita dan Bela adalah Satya teman Mahanta.

"Boleh minta tolong nggak?" Tanya Asnya dengan hati-hati.

"Lo suka sama Satya?"

"Ngaco lo, kenal juga enggak. Tolong lepasin kacamata gue, idung gue pegel pake kacamata. Tangan gue kotor dua-duanya kena saus," asha menunjukan kadua tangannya yang kotor terkena saus. Entah Asha pasti selalu seperti itu kalau sedang makan.

"Oke," Mahanta melepas kacamata Asha dan meletakkannya di meja.

"Thankyou mahanta," Asha tersenyum dengan pipinya yang gembul karena mengunyah makanan.

"Gue baru tau kalo lo sekolah di sini," ujar Satya.

"Gue juga nggak pernah liat lo disekolah, eh tapi gue anak kudet deng." Ujarnya dengan tertawa.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

"Nih minum."

Asha meminum minuman yang diserahkan Mahanta padanya, "ini kan minuman lo!"

"Emang,"

"Daripada lo mati keselek," lanjutnya.

Asha hanya nyengir kuda, "iya sih."

"Gue ganti ya, gue abisin soalnya minuman lo."  Asha tak enak hati melihat minuman Mahanta yang habis tanpa sisa.

"Nggak usah. Gue juga udah selesai makan," tolaknya.

3

"Sejak kapan lo kenal temennya Asmita?" Sesekali Satya menyesap rokok yang ada di tangannya.

Satya dan mahanta tengah berada di cafe tempat mereka nongkrong, "baru-baru ini." Jawabnya seadanya.

Satya menganggukkan kepalanya mengerti, "gue baru tau kalo dia temennya Asmita. Kalo diliat liat lumayan juga."

"Gue juga baru tau hari ini."

Ya wajar saja, Mahanta bukan orang yang mudah akrab dan tentu saja ia tak suka tebar pesona seperti Satya. "Terus kalian keliatan akrab begitu baru ketemu hari ini?" Tanya Satya penasaran.

"Nggak, gue udah ketemu kemarin."

"Tapi bukan disekolah," lanjutnya.

Satya agak heran dengan Mahanta, sudah satu tahun lamanya Mahanta tidak pernah ngobrol santai dengan kaum hawa. Bagaimana bisa teman Asmita mampu memikat sosok Mahanta yang selalu bersikap tidak peduli.

"Namanya siapa?" Satya hanya mengetahui jika gadis itu teman Asmita, pasalnya saat selesai di kantin Asmita menghampirinya tanpa menyebutkan namanya.

"Suka lo?"

Satya hanya terkekeh merespon perkataan Mahanta, "mau bersaing?" Tawarnya.

"Deketin aja kalo bisa," Mahanta menatap Satya dengan remeh.

"Namanya Asha," lanjutnya dengan sesekali menyesap kopinya.

Satya mengepulkan asap rokoknya, "Nggak deh. Gue masih suka Asmita, tapi kalo Asmita nggak bisa didapetin boleh lah si Asha." Ucapnya dengan tersenyum lebar.

Mahanta terkekeh mendengar ucapan Satya, "Brengsek lo. Kali ini jangan jadiin dia target lo."

Masa bodo dengan targer Satya yang lain, asal Asha jangan. Beruntung Asha sempat bertemu dengan Mahanta, kali ini Asha terselamatkan.

Kena. Satya yakin kalau Mahanta sudah tertarik dengan Asha, kalo tidak mana mungkin Mahanta mau menyelamatkan gadis itu calon targetnya. Ya meskipun Asha bisa Satya jadikan target, tetap saja milik kawan jangan.

"Arik jadi dateng kesini?" Tanya Mahantra.

Satya melihat jarum jam ditangannya, "Harusnya sih udah sampai."

"Kalian pasti kangen sama gue kan?"

Cakra dan Mahanta memutar bola matanya malas, "ogah banget gue kangen sama lo." Celetuk Satya.

Orang yang baru saja datang adalah Arik, ia baru pulang dari Amrik, tentu saja Arik bagian dari mereka. Sikap tengilnya itu mampu menghibur Satya dan Mahanta.

"Gengsi banget si lo Sat," cibirnya.

"Mending lo duduk." Ujar Mahanta, tidak capek apa berdiri terus.

"Bye the way, besok gue udah masuk."

Mahanta hanya menganggukan kepalanya mengerti, "bagus deh." Ucapnya.

"Oleh-oleh gue mana?" Satya menodongkan tangannya meminta jatah oleh-oleh ke Arik.

Arik hanya memutar bola matanya malas, oleh-oleh aja cepat padahal kedatangannya tidak disambut dengan antusias. "Di mobil lah." Jawabnya ketus.

"Gitu dong sob, kita kan bestie. Titipan gue ada kan," Satya mengedipkan salah satu matanya.

"Hmm."

Arik malas sekali menanggapi monyet macam Satya, "Itu mau buat gebetan gue." Satya tersenyum senang saat titipannya dibelikan oleh Arik.

"Lo juga gue beliin barang cewek, siapa tau lo bakal kasi buat cewek lo." Ujarnya dengan menyesap kopi pesanannya yang baru saja datang.

"Thanks,"

Arik membelalakkan kedua matanya, "lo punya cewek Ta?"

Satya terkekeh melihat respon Arik yang kaget, "yoi. Mahanta baru dapet gebetan," Satya menaik turunkan alisnya.

"Cakep ngga tuh?"

"Cakep kok, manis juga." Jawab Satya.

Mahanta memutar bola matanya, "Terserah lo Sat."

"Wih, gue penasaran siapa cewek yang lo suka Ta."

🍄🍄🍄

Bela tengah mengagumi kecantikannya pada cermin yang ia bawa, tangannya sesekali menepuk pipinya dengan bedak yang ia bawa. "Cantik banget gue buset," Bela mengibaskan rambutnya seolah dirinya model kelas atas.

Sementara Asmita sedang menambah blush on dipipinya agar terlihat merah seperti tomat, "Dah cantik."

Asha yang tengah membaca novelnya memilih untuk menutup novelnya, ia melihat Asmita dan Bela secara bergantian. Masih lama kah ia harus menunggu mereka berdandan?

"Masih belum?" Pertanyaan itu muncul sudah beberapa kali dari mulut Asha.

"Bentar lagi Sha," Asmita masih terus mengoleskan brushnya.

"Gue udah selesai." Bela tersenyum lebar melihat dirinya di cermin, sungguh ciptaan Tuhan yang cantik tiada tara.

Asha mendengus kesal, masih lama kah? "Kita cuma ke taman."

Mereka bertiga sudah berada di taman kota, penampilan Asmita dan Bela sangatlah modis. Mereka berdua mengenakan dress selutut, sementara Asha hanya mengenakan kaos putih dengan celana kodok berwarna cream.

Asha sudah seperti gadis cupu ditengah-tengah mereka, tetapi apa pedulinya. Toh cuma di taman perginya, ia terlalu malas untuk memakai make up seperti Asmita dan Bela.

"Cuy fotbar dulu yuk," Asmita sudah siap dengan kamera depannya. Tangannya sesekali merapikan rambutnya.

"Kalian aja deh, gue fotoin." Tolak Asha.

Bela melirik tajam ke arah Asha, "enak aja cuma kita berdua. Lo ikut lah, sini." Bela merangkul paksa pundak Asha.

Ini adalah kali pertama Asha ikut foto dengan teman-temannya. Jujur saja ia tidak suka foto dengan teman-temannya, "Lo nggak liat tampang gue? Tampang gembel."

Asmita dan Bela tertawa mendengan ocehan Asha yang kelewat jujur, "Ya lagian lo sih nggak mau pake make up kaya kita. Sesekali kan kita foto sama cupu," gurau Bela.

"Sialan lo." Ucap Asha tak terima.

"Udahlah kalian aja yang foto, gue nggak mood. Gue mau beli jajan, bye!" Asha melenggang pergi sendirian meninggalkan Asmita dan Bela yang tengah berfoto.

Asha terlalu malas mengikuti Asmita dan Bela yang suka berfoto ria, lebih baik ia pergi membeli jajan dipinggir taman. "Pak telur gulungnya sepuluh tusuk ya." Ucapnya pada si penjual telur gulung.

"Asiap neng cantik."

"Asha." Panggilnya dengan menepuk bahu Asha.

Asha memutar bola matanya malas, ia malas bertemu dengan Cakra. "Apa!"

Yang barusan menepuk bahu Asha adalah Cakra, manusia tengil di kelasnya. "Jutek amat neng."

"Suka-suka gue lah."

"Ngapain lo disini?"

"Nggak liat apa kalo gue lagi mancing." Yang benar saja, jelas-jelas Asha tengah memesan telur gulung. Bisa-bisanya bertanya ngapain, sinting ni anak. Batinnya.

Cakra sudah hafal dengan kejutekan Asha, lagi-lagi ia hanya tertawa. Ia merasa mengganggu Asha adalah sebuah keharusan, sangat seru rasanya membuat Asha emosi.

"Mending habis ini ikut gue," ajaknya.

"Nggah ah, nggak lo kasi makan. Ogah gue ikut lo," tolak Asha.

Kebutuhan perut itu nomor satu dan terdepan, enak saja mau ngajak anak orang tapi nggak dikasi makan. "Gue traktir deh, soalnya hari ini gue lagi mau manggung di cafe sana." Cakra menunjuk cafe disebrang jalan.

"Lo nipu ya?"

"Enggak, udah ayo. Nih telur gulung lo udah jadi," Cakra menyodorkan telur gulung pesanan Asha. Tentunya sudah dibayar Asha di awal.

"Awas kalo lo bohong," ancam Asha menggunakan setusuk telur gulungnya.

Cakra menggandeng tangan Asha dan menuntunnya menuju ke Cafe, tempat ia manggung. "Lo tunggu disini, lo boleh pesen apa aja yang ada dibuku menu ini. Gue tinggal tampil bentaran." Cakra mendudukan Asha di salah satu kursi dekat dengan panggung.

Asha hanya mengangguk patuh, ia menyukai musik jadi ia lebih memilih duduk dengan patuh. Lumayan kan hiburan gratis, Asha bisa melihat ketika Cakra menaiki panggung dan tangannya tengah memetik senar gitar. Suaranya mengalun merdu dengan iringan suara gitar yang dimainkannya.

Suara Cakra terbilang merdu, ia menyanyikan lagu Rewrite The Stars-James Arthur. Orang-orang tampak memandang Cakra dengan tatapan kagum, sifat tengilnya tengah menghilang dan digantikan penampilan yang menawan.

"Orang gila itu ternyata bisa nyanyi," gumamnya.

"Pacarnya kak Cakra ya kak?" Tanya salah satu waiter yang baru saja meletakkan segelas jus strawberry di hadapannya.

Kedua tangan Asha mengisyaratkan kalo mereka berdua bukan sepasang kekasih, "Bukan! Bukan! Kak, kita cuma temen sekelas." Jelasnya.

Bukannya percaya, waiter itu malah tersenyum. "Pasangan baru emang suka malu-malu, kak Cakra udah bilang kok tadi sebelum naik ke panggung kalo kakak cantik pacarnya kak Cakra." Jujurnya.

Kedua mata Asha melotot tak percaya, pasti ia salah dengar. "Ngaco nih masnya," sangkalnya.

"Beneran kok, tadi saya dikasi tau sama kak Cakra. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya kakak cantik, aku mau lanjut kerja dulu." Ujarnya sebelum menghilangkan punggungnya dari hadapan Asha.

Asha hanya diam tak bergeming di tempatnya, kepalanya diisi oleh banyak pertanyaan yang terus menyerangnya. Hingga Suara tepuk tangan membuyarkan lamunanya, itu artinya Cakra sudah selesai menyanyi. "Lo ngomong apaan sama anak waiter?" Tanya Cakra yang kini sudah duduk dihadapan Asha.

"Katanya gue pacar lo. Aneh banget tu orang."

Cakra hanya terkekeh mendengar perkataan Asha, "Harusnya lo seneng dong punya pacar tampan kaya gue." Cakra menaik turunkan alisnya dengan percaya diri.

Bukannya baper karena perkataan Cakra, Asha malah memutar bola matanya malas. "Ogah."

Mata Cakra memandang meja yang ia dan Asha tempati hanya ada jus strawberry saja. Ia mengernyit bingung, kenapa mejanya kosong tidak ada bekas piring kotor. "Lo ngga pesen makan?" Tanyanya. Kalau Asha pesan, harusnya masih ada piring kotornya. Sekalipun hanya satu, ini bahkan tidak ada jejak setelah makan sama sekali.

Asha menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Cakra. "Kenapa?" Tanya Cakra.

"Makanannya nggak ada yang lo suka?" Asha menggelengkan kepalanya lagi.

Cakra menghembuskan napasnya, orang sabar banyak duitnya. "Terus kenapa?" Tanyanya lembut.

"Gue nggak mau makan sendirian Cakra," ternyata Asha nggak mau makan sendirian toh. Kirain karena makanannya nggak ada yang Asha suka.

"Yaudah gue pesenin, terserah kan?" Pasalnya semua perempuan selalu mengatakan terserah jika ditanya ingin apa.

Asha menganggukan kepalanya, "dessertnya agak banyakan ya." Pasti dessertnya menggiurkan, dilihat dari gambarnya saja sudah sangat cantik.

"Oke."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!