NovelToon NovelToon

My Racing Girl

Bab 1. Dadang (David Anggara)

Wajah manis dan tubuh indah dengan rambut panjang dan poni di keningnya nampak tengah duduk di sebuah tempat di trotoar jalan. Siluet jingga dengan warna kemerahan serta suasana bising sore itu membuat sang gadis beberapa kali mendengus kesal.

Namanya Nayla Anggraeni, dia seorang gadis yang baru lulus SMA satu minggu yang lalu dan kini wajahnya nampak sangat kebingungan.

Nayla nampak celingukan ke kiri dan ke kanan, dia menatap sebuah mobil polisi dan seorang wanita keluar dari sana.

"Ma.."

Belum selesai gadis itu memanggil sang Ibu, seorang pria malah kini bediri dengan sepeda motornya tepat di sampingnya, Nayla mengerutkan dahinya dan keheranan di tambah sepeda motor di tempat itu mulai terdengar semakin bising.

.

.

"Oi! KABUUUR!" Teriak seorang pria dengan rambut botak mengkilat seperti senter namun dengan wajah panik, dia segera melompat ke atas sepeda motor temannya yang sudah siap tancap gas dan tak lupa dia kembali berteriak mengingatkan teman temannya yang lain.

"Ah, sial! Ada rajia!" Umpat salah seorang pria yang sudah siap melesat di atas sepeda motornya, namun matanya tiba tiba menyipit saat melihat seorang gadis dengan santainya tengah berdiri di atas trotoar jalan, dengan tangan melambai. Pria itu berasumsi bila gadis itu di tinggalkan kawanannya karena melihat tampilan luarnya dia yakin bila gadis itu adalah gadis yang masih pelajar.

"Ah sial! Mepet banget lagi." Umpat pria itu lagi seraya mendekatkan sepeda motornya ke arah sang gadis.

"Eh lo ngapa diem aja? Cepet naik!" Teriak pria itu karena suara bising sepeda motor milik beberapa temannya yang kini sudah tancap gas, satu demi satu meninggalkan tempat itu.

Gadis dengan rambut terurai indah dengan poni di keningnya, baju putih yang turun hingga memperlihatkan pundak cantiknya serta rok yang terkesan pendek itu sudah jelas bila dia adalah salah satu dari kawanannya pikir pria itu.

"Lo nunggu apa lagi si?" Pria itu tambah geram di tambah sirine Polisi mulai meraung raung dan kian mendekat. Tanpa berpikir panjang pria itu menarik Nayla ke dalam pelukannya dan mendudukkannya di jok belakang, dengan kecepatan penuh dia melepaskan kupling di tangannya dan menarik pedal gas dengan kecepatan penuh.

Nayla sangat terkejut dengan tindakan sepontan yang di lakukan pria itu, rambut panjangnya terbang bersama angin dan tubuh anggunnya terpaksa memeluk pria asing di hadapannya itu.

Sepeda motor itu seperti tengah kesurupan, baju tipis Nayla melambai lambat dan siluet warna jingga dari lampu yang mulai menyala sekelebat terlihat hingga terkesan seperti siluet yang tak putus putus.

Sirine Polisi terdengar semakin menjauh pertanda mereka sudah mulai aman, namun langit kini sudah gelap, gadis itu menghela nafas panjang dan menepuk nepuk pundak si pria.

"Ah, akhirnya aman." Ucap pria itu memberhentikan sepeda motornya di tepi sebuah danau dengan riak air tenang di pinggir jalan.

"Kamu itu ya bener bener, kenapa kamu berpisah dengan rombonganmu? Bagaimana bila para Polisi itu menangkap mu heh?" Pria itu tiba tiba saja marah, dia melepaskan helem yang sedari tadi menutupi wajahnya itu dan berbalik menatap ke arah belakang.

"Kenapa kamu marah?" Tanya Nayla, sejenak si pria tertegun menatap mata indah gadis itu ada debaran aneh di dadanya tiba tiba muncul apalagi saat melihat bibir pink itu dia kembali menurunkan pandangannya hingga dua buah bukit nampak sangat indah belahannya. Pria itu menelan salivanya dan semakin ke bawah yang ternyata gadis itu sangatlah manis dan sangat luar biasa mempesona.

"Dasar mesum!" Umpat gadis itu hendak turun dan menggerutu kesal. Namun dengan cepat pria itu menariknya hingga sang gadis membentur dada bidangnya.

"Kenapa marah marah begitu, oh ya namaku David dan kau?" Tanya David menatap kepala Nayka namun tiba tiba tubuh David melayang dan jatuh di atas aspal.

"Arrrgh.. sssst.." David meringis seraya merasakan kembali tangannya yang di kunci ke belakang tubuhnya.

"Kamu sangat kurang ajar pria tampan! Biar kakak beri sedikit pelajaran!" Ucap gadis itu dengan seringai di bibirnya dia menjewer telinga David.

"Aw...aw... sssst.. Sakit sakit, ampun! Lepas tolong, Lepas!" Rengek David dan membuat si gadis tersenyum lembut, dia sedikit terkekeh saat melihat David yang terlihat tengah di hukum oleh seorang Ibu.

"Baiklah, sekarang antar aku ke tempat tadi. Mengerti!" Mata David seketika terbelalak, bila dia kembali ke sana tentu saja sama dengan menyerahkan diri untuk di adili.

"Apa kamu gila? Kalo kita kembali ke sana sama aja kita minta di hukum tau!" Tangan gadis itu terulur meminta David meraih tangannya.

"Salah sendiri memaksa aku pergi tadi!" Jawab wanita itu sedikit memperlihatkan dirinya yang dingin.

"Astaga, bukannya bilang makasih kek apa kek, lagi datang bulan ya?" Tegur David menepuk nepuk jaket kulitnya yang mana kerikil menempel akibat lemparan Nayla.

"Aku Nayla, dan aku putri salah satu Polisi di sana, jadi bawa aku kembali ke sana. Sekarang!" Nayla menekan kata sekarang dengan intonasi tinggi.

"Gak, gak mau! Gue panggilan ojek aja, enak aja nyuruh nyuruh gue!" Umpat David dalam hatinya dia berharap Nayla tidak akan benar benar pergi.

"Aku membantingmu juga bisa apalagi cuma menyuruhmu." Gerutu Nayla dengan kesal setengah mati.

Wajah David memerah bila saja salah satu anak buahnya melihat dirinya tadi, dia pasti sudah menjadi bahan olok olokan dan jelas bila dia akan di tertawakan teman satu gengnya.

"Aku tidak mau!" Ucap David menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Oke, gue pinjem motor lo kalo gitu!" Nayla menyalakan sepeda motor itu dan mulai merasakan darahnya sedikit mendidih.

"Sudah lama." Lirih Nayla dan tancap gas meninggalkan David, David awalnya mengira bila Nayla hanya membual tapi melihat gadis itu menaklukan dan mengendarai kendaraannya dengan kecepatan sesetan itu dia membeku seketika.

Suara jangkrik terdengar di pinggir danau menyoraki Nayla, namun David akhirnya tersadar saat itu dia baru saja kehilangan sepeda motor kesayangannya.

"Eh gila!" David hanya menganga tak percaya apa yang baru saja terjadi mampu menyihirnya terdiam, namun tiba tiba sepeda motornya dan Nayla nampak kembali.

"Lumayan..." Itu satu kata yang keluar dari bibir Nayla saat dia berhenti di samping David.

"Lo...lo.. kok?" David sedikit gugup, apalagi saat Nayla turun dan menyetandarkan sepeda motornya.

Nayla menatap teng sepeda motor itu dan sebuah nama terukir di sana dengan jelas, dia membaca nama itu.

"David Anggara hmmm.. feet.. Dadang!" Ucapnya spontan hingga membuat David membelalak sekaligus.

"Dadang?" Tanya David heran dengan nama itu.

Bab 2. Tatapan aneh

"Apa maksudnya Dadang?" Tanya David bingung dengan panggilan baru yang di berikan seorang gadis yang baru bertemu dengannya itu.

"Feet, David Anggara sama dengan Dadang." Tawa Nayla tiba tiba tergelak dengan sangat ringan, memancarkan cahaya lembut dari wajahnya. Sesuatu yang hangat seakan menyentuh dada David dia merasakan getaran itu dan dengan hati hati David menyentuh dadanya.

'Aku kenapa?' Tanyanya pada diri sendiri sembari menatap Nayla yang masih tertawa ringan.

"David?" Seorang pria berusia 50-an datang menghampiri mereka.

"Pa..pah?" Lirih David terkejut mata David membulat, Nayla mendengklengkan kepalanya karena tertutupi tubuh besar David sebelumnya.

Senyum terukir di bibir Nayla dia mengingat sosok pria tua itu, Nayla menyipitkan matanya dan tersenyum girang.

"Pak Lingga?" Nayla tersenyum ramah dan menghampiri pria itu seraya mencium punggung tangan pria tua yang memanggil nama David tadi.

"Bapak kenal pria ini?" Tanya Nayla tersenyum lembut dan menatap sebuah mobil mewah di belakang pria itu serta seorang pria yang berdiri di dekat mobil itu.

"Bapak?" Nayla sedikit bingung, sebab saat dia bertemu pria itu dulu Pak Lingga namanya, pria itu terlihat seperti pria biasa biasa saja.

"Nak Nayla sedang apa di tempat seperti ini dengan pria tengil sepertinya?" Tanya Pak Lingga seakan dirinya sangat mengenali David.

"Aku juga kurang tau Pak, tadi aku lagi.." Pak Lingga menatap pakaian Nayla yang sedikit terbuka dan wajah David saat menatapnya pada awal tadi yang nampak di pipinya terlihat semburat merah.

"Ayo ikut Bapak!" Pak Lingga menarik tangan Nayla dan membawanya masuk ke dalam mobil.

"Kita mau kemana Pak?" Tanya Nayla kebingungan, begitu juga dengan David yang mematung merasa bingung.

"Pa?" David memanggil Pak Lingga dan sontak saja mata Nayla membulat, karena tadi saat David memanggil Papah pada Pak Lingga tidak terdengar karena sangat lirih.

"Apa?" Nayla terbelalak menatap keduanya, Pak Lingga tidak seperti Papa bagi David tapi lebih terlihat seperti cucu dan kakek.

"Dasar anak tengil, kamu mau ngapain gadis kecil seperti Nayla hah?" Tanya Pak Lingga tajam hingga membuat hati David sedikit sakit.

"Aku gak apa apain dia kok, tadi aku cuma mau bantu dia karena.." belum selesai David mengatakan alasannya tangan Pak Lingga sudah terangkat pertanda David harus diam.

"Kamu sudah keterlaluan David." Ucap Pak Lingga dan memasuki mobil bersama dengan Nayla, dia memerintahkan asistennya yang semula di luar untuk segera melajukan kendaraannya.

"Nayla, Bapak tau kamu gadis baik. Apa jangan jangan kamu pacarnya David?" Tanya Pak Lingga dengan tatapan penuh selidik.

"Ah, tidak tidak. Aku malah baru bertemu dengannya beberapa saat lalu." Jawab Nayla tersenyum.

Hati Nayla merasa tidak tenang di tambah kini dirinya di bawa ke tempat yang cukup ternama karena perumahan elite nya, dia semakin gugup namun bukan Nayla namanya bila dia tidak memasang wajah tenang ya meski hatinya sudah bingung sedari tadi.

Sebuah rumah megah dengan pagar menjulang tinggi yang tak berapa lama kemudian seorang penjaga membukakan pintu gerbang yang besar itu dan menunduk tak kala mobil yang di tumpangi Nayla melintas.

Di dalam rumah itu juga terlihat sangat besar, seperti istana raja saja, pikir Nayla.

"Pak, kenapa kita kemari?" Tanya Nayla bingung, dia menatap seorang pria di sampingnya yang masih duduk dengan tenang.

"Ini rumah saya Nak, kamu tunggu di sini saja dulu, tidak aman berkeliaran di luar rumah." Ucap Pak Lingga membuat Nayla seketika mengerutkan keningnya.

"Aduh, maaf banget Pak, tapi Mama pasti sudah nunggu Nayla di rumah." Ucap Nayla saat pintu mobil terbuka.

"Kenapa buru buru sekali? Apa kamu tidak suka menemani pria tua seperti ku?" Pak Lingga memasang mimik wajah yang sangat kesepian.

Sebuah sepeda motor masuk pelataran rumah megah itu dan menatap ke arah Nayla sekilas sebelum akhirnya memasuki garasi dan menghilang.

"Bukan begitu, dan lihat putra Bapak sudah datang jadi saya boleh pergi kan?" Tanya Nayla masih berusaha tersenyum ramah.

"Pulangnya sama siapa? Disini tidak ada kendaraan umum loh." Nayla kini sadar dirinya tengah di kerjai oleh Pak Lingga.

"Saya telepon Mama dulu." Nayla membuka ponsel yang berada di saku jaket tipisnya dan menelpon sang Mama.

"Nay, tadi kamu sama siapa?" Tanya sang Mama saat sambungan telepon terhubung.

"Bukan siapa siapa Ma, Mama dimana sekarang?" Tanya Nayla berharap bila Mamanya tidak bertanya apa apa lagi.

"Di apartemen, baru aja datang. Kamu dimana?" Tanya balik sang Mama.

Nayla menceritakan keberadaannya dan dengan cepat Mama Nayla mengangguk mengerti dan kembali ke luar apartemennya untuk menjemput Nayla.

"Pak, Mama saya akan kemari jadi saya tunggu di depan saja ya?" Ucap Nayla tidak ingin di tahan lebih lama lagi.

"Loh kok buru buru banget?" Tanya Pak Lingga murung, Nayla yang melihat wajah Pak Lingga merasa tidak tega. Tapi akal sehatnya juga berfikir, kenapa dia di sana? Untuk apa dia disana? Dan sedang apa dia di sana? Semua pertanyaan di otak Nayla itu tidak menemukan jawabannya jadi tidak ada alasan baginya untu berada di sana.

"Maaf Pak, tidak ada alasan bagi saya berada di sini." Ucap Nayla lembut dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.

Sekali lagi Pak Lingga menatap Nayla dari ujung kaki sampai ujung kepala, Nayla sangat manis dan juga masih sangat muda, bahkan terlalu muda. Pak Lingga menghela nafas tajam saat Nayla akan menuju gerbang.

Pak Lingga mengikuti langkah Nayla hingga mereka sampai di depan gerbang besar itu, Nayla tersenyum kikuk, dia bingung harus bagaimana di tambah Pak Lingga menatapnya dengan begitu aneh dan lagi para penjaga di sana juga terlihat sangat aneh.

"Apa dia calon nyonya kita?" Bisik salah seorang penjaga, mata Nayla membulat saat mendengar itu.

"Mungkin saja, usia Tuan juga sudah matang kan?" Jawab yang lain, Nayla kembali menatap Pak Lingga yang masih menatapnya intens.

Nayla kini benar benar gugup, bagaimana bila pria tua ini benar benar tertarik kepadanya dan desas desus para penjaga itu benar.

'Mati aku!' Keluh batin Nayla hingga akhirnya 20 menit berlalu dan akhirnya Mamanya datang dan senyum kini akhirnya terukir di bibirnya.

"Akhirnya." Nayla menghela nafas lega, dia menatap sang Mama yang kini mendekatinya.

Pak Lingga tersenyum ramah ke arah Mama Nayla, Mimik wajah Mama Nayla nampak serius saat Pak Lingga dan dirinya berhadapan.

Nayla tidak menyangka bila sifat sang Mama yang tenang itu akan membuat Pak Lingga gugup, Nayla bisa melihat itu saat keduanya tidak saling berucap dalam waktu yang cukup lama.

Bab 3. Rencana licik

"Selamat malam, saya ibu Nayla." Ucap Bu Tika yang tak lain adalah Mama Nayla. Dia mengulurkan tangannya dia pribadi ingin tau apa yang akan di lakukan pria kaya itu.

"Selamat malam, saya Papanya David." Ucap Pak Lingga tersenyum ramah seraya menjabat tangan Bu Tika.

"David?" Bu Tika terlihat bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Saat di telpon tadi Nayla hanya mengatakan bila dirinya berada di sini dan baru mengalami tragedi yang akan di ceritakannya nanti di rumah.

"Ya, Putra saya kekasih putri anda." Mata Nayla membulat begitupun Bu Tika, mata Bu Tika langsung menghujam menusuk tajam ke arah Nayla.

"Enggak, Ma. A...aku.. aku gak tau Ma.." Nayla gugup, di di tambah kini David malah menghampiri mereka.

"Kenapa kalian di sini saja, kenapa tidak masuk?" Tanya David bingung, rambutnya nampak basah dengan kaos hitam dan celana pendek yang menandakan bila pria itu baru saja selesai mandi.

"Aku dan Mama mau pulang aja, ya Ma?" Ucap Nayla menarik tangan Bu Tika meninggalkan mereka semua.

Memang terlihat tidak sopan, Pak Lingga terkekeh dengan tingkah Nayla yang terlihat kikuk, begitupun dengan David yang terkekeh geli saat menatap Nayla yang pergi dengan langkah besar yang malah memberi kesan imut pada gadis itu.

"Lucu." Ucap David spontan membuat mata Pak Lingga kini malah mengarah padanya.

"Kamu suka pada Nayla?" Tanya Pak Lingga menatap puteranya yang masih mematung memperhatikan kepergian Nayla.

"Baru ketemu Pa, mana bisa merasakan hal semacam itu." Jawab David kikuk dan langsung meninggalkan Pak Lingga di depan gerbang.

Pak Lingga memperhatikan punggung David yang tegak, namun melihat Puteranya yang memasukan tanganya ke saku celana sudah memberi jawaban untuk Pak Lingga.

Kebiasaan David saat gugup adalah memasukan tangannya ke dalam saku celana atau memalingkan wajah, itu sudah keduanya yang berarti David memang sedang menahan gugup.

"Anak itu benar benar, sudah tua saja masih saja seperti itu." Gerutu Pak Lingga seraya melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

"Tuan." Asisten pribadinya bertanya saat melihat ekspresi wajah Pak Lingga yang nampak ingin memberi perintah.

"Cari tahu tentang Nayla, aku rasa dia sangat unik." Ucap Pak Lingga memasuki kediamannya.

"Baik Tuan." Jawab pria yang merupakan asisten pribadi Pak Lingga itu dan menunduk membiarkan sang Tuan untuk beristirahat.

Malam itu juga data yang di minta Pak Lingga tergeletak di meja kerjanya, Pak Lingga menatap biodata Nayla lekat lekat.

"Medali emas silat?" Pak Lingga tersenyum menatap pencapaian yang di miliki Nayla.

Sifat Nayla yang terlihat ceria tak di sangka sama sekali oleh Pak Lingga, bila gadis itu ternyata seorang gadis Introver dan jarang bergaul dengan teman temannya, meski dia tidak pernah bermasalah dengan siapapun.

Nilai prestasi yang di miliki Nayla juga cukup baik dan identitas keluarga Nayla juga terkesan baik, Nayla merupakan sosok idaman untuk jadi menantunya.

Senyum licik terukir di bibir Pak Lingga, mana perduli dia dengan perasaan David dan Nayla karena rasa suka atau cinta akan datang secara perlahan saat mereka sudah bersama, pikir Pak Lingga.

Pak Lingga kembali membuka lembaran kedua biodata itu dan kembali terkekeh menatapnya, dia menjentikan jarinya pada kertas itu.

"Jodoh memang sudah di gariskan." Ucap Pak Lingga menatap tempat kuliah Nayla saat itu dimana Nayla ternyata akan menuntut ilmu di sebuah Universitas suasta yang sangat ternama.

"Aku harus membuat dia merasa betah di sana dan membuat mereka dekat." Pak Lingga terkikik dengan ide idenya yang jahil dan menutup kertas itu.

Di tempat lain saat Nayla dan Ibunya sampai di apartemen mereka, Nayla langsung mandi dan menuju ruang makan di mana Ibunya sudah memasak.

"Kamu punya pacar Nay?" Tanya Bu Tika penasaran.

"Enggak kok, aku tadi di kira salah satu anggota geng motor dan dia tidak sengaja berada di sana mengira bila aku akan di tangkap rajia jadi dia menyuruhku ikut dengannya. Itu saja Ma, dan Pak Lingga dia adalah orang yang pernah aku tolong beberapa waktu lalu saat aku pulang dari pendaftaran itu loh Ma." Nayla mengingatkan sang Mama dimana beberapa waktu lalu dirinya pernah pulang dengan keadaan bibir berdarah.

"Oh, katanya pria tua miskin. Tapi pria itu nampak tidak miskin?" Bu Tika kian merasa ada kejanggalan di sana.

"Aku juga gak tau Ma, tapi saat itu pria itu memang keliatan miskin banget, dia juga kaya lagi di tindas gitu sama preman di jalan gang itu loh Ma." Bu Tika menyipitkan matanya, dia berusaha menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.

"Besok mau kemana kamu?" Bu Tika kembali bertanya di mana setiap hari minggu mereka selalu menghabiskan waktu mereka berdua dan bersenang senang.

"Belanja yo Ma, aku mau beli perlengkapan OSPEK, dan aku juga bawa ini." Nayla menyerahkan amplop dimana Bu Tika sudah tau apa isi nya.

"Hah, kenapa kamu sekolah di Universitas suasta si Nay? Padahal Universitas Negri aja sudah mengirimkan undangan biar kamu masuk ke sana Nay." Bu Tika menyayangkan keputusan puterinya yang memilih masuk ke Universitas suasta di bandingkan ke Universitas Negeri.

"Ma, zaman sekarang yang di pandang itu bukan cuma Negri dan suasta aja, ada banyak faktor pendukung lain makanya aku milihnya di suasta aja." Nayla menjelaskan pilihannya karena dirinya sangat yakin dengan keputusan yang dirinya buat itu.

"Dari dulu, orang yang sekolah di Universitas Negri masa depannya lebih terjamin Nay, kamu itu aneh aneh aja si." Bu Tika membantah ucapan putrinya, karena dia juga yakin dengan pandangannya sendiri.

"Ya ampun Ma, zaman sekarang itu mau Negri kek mau suasta kek sama aja, malah ni ya di luar Negri yang lebih populer itu yang Universitas suasta tau." Nayla mencoba menjelaskan dengan cara lain dan berharap Mamanya akan setuju dengan pilihannya.

"Dimana hah? Di Korea aja orang mati matian buat masuk Universitas Negri, banyak di antara mereka malah stres dan bunuh diri gara gara itu. Di Jepang di China, kamu itu ya! Mama sudah hidup lebih lama dari kamu, tapi kamu seolah tau segalanya." Bu Tika menjitak kepala anaknya.

"Ma di Amerika di Bagian Eropa lainnya juga Universitas suasta yang lebih populer. Sekarang bukan hanya nama Universitas aja yang penting tapi juga Akreditasi dan juga IPk yang paling penting. Ok Ma?" Nayla tidak kehilangan akal untuk bersuara.

"Kamu ini ya, kalo sama orang lain kamu gak bakal banyak omong tapi sama Mama aja, ah... sudahlah ayo makan." Bu Tika dan Nayla akhirnya mulai makan malam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!