...☠️☠️☠️...
Di sebuah sekolah menengah atas terlihat satu orang gadis yang sedang berjalan menyusuri lorong menuju parkiran.
Dia Raeesha gadis berumur 18 tahun yang baru menduduki bangku kelas tiga SMA. gadis dengan julukan kulkas berjalan tersebut hanya memiliki satu sahabat yang selalu ada untuknya.
''RAEESHA.'' Panggilan dari seseorang menghentikan langkah Raeesha.
Dia menoleh dan melihat sahabatnya yang bernama Naomi dan kekasihnya Zaen Arfian sedang berlari ke arahnya.
Drap. Drap. Drap.
''Lo mau balik, Ra?'' ujar Naomi saat sampai di samping Raeesha.
''Hm.'' Jawabnya singkat .
Zaen menatap wajah Raeesha yang terdapat luka memar di pelipis dan sudut bibirnya .
''Ra, lo yakin mau pulang?'' pertanyaan Zaen mendapat anggukan dari kekasihnya.
''Mending lo ke rumah gue aja, Ra. mamah sama papah gue juga udah ngizinin lo kalo tinggal di sana.'' Usul Naomi.
Raeesha tersenyum tipis, ''Makasih, Na. tapi gue nggak mau jadi beban buat keluarga lo.''
''Ck lo bukan beban, Ra. jangan dengerin omongan ibu tiri lo yang gila itu." Gerutu Naomi.
''Nggak lah, buat apa juga gue dengerin ocehan mahluk astral seperti mereka.'' Sahut Raeesha yang di sambut kekehan dari kedua orang di hadapannya.
Raeesha menatap Zaen, ''Gue titip Naomi sama lo, Zaen. jangan bikin dia nangis kalo sampai gue tau lo bikin dia nangis gue tonjok lo.''
''Lo tenang aja, pasti gue jagain dengan baik tapi lo mau kemana, Ra? Lo kaya orang yang mau pergi jauh aja.'' Heran Zaen .
Raeesha mengangkat kedua bahunya acuh, ''Gak tau mungkin aja ini pertemuan terakhir kita.''
Plak.
Naomi menabok lengan Raeesha pelan dia memberikan tatapan tajam pada sahabatnya, ''Lo kalo ngomong yang benar dong, Ra. jangan bikin gue over thinking.''
Raeesha tertawa, tawa tulus yang baru pertama kali dia tunjukan pada Naomi dan Zaen.
''L-lo ketawa, Ra?'' tatapan tak percaya terlihat jelas di wajah Naomi dan Zaen .
'Lo cantik kalo senyum, Ra.' batin Zaen tanpa sadar menarik sudut bibirnya ke atas.
Zaen Arfian lelaki yang sejak dulu menyukai Raeesha, lelaki yang dulu sempat membuat Raeesha goyah. Namun saat Zaen menyatakan perasaan nya, Raeesha menolak bukan karena dia tidak menyukai Zaen hanya saja dia tau jika sahabatnya juga menyukai Zaen, maka dari itu Raeesha lebih memilih mengalah demi sahabatnya dia tidak ingin membuat persahabatannya hancur hanya karena satu laki-laki.
Raeesha mengangguk singkat mendengar pertanyaan sahabatnya, "Hm sekali-kali.''
Dia membenarkan ransel di pundaknya yang melorot, setelahnya dia mengusap pucuk kepala Naomi pelan dia sudah menganggap Naomi sebagai adiknya sendiri meski umur mereka sama. Namun sifat Naomi lebih mirip seperti anak tk hal itu yang membuat Raeesha menyayangi Naomi .
''Lo jaga diri baik-baik yah, jangan kebanyakan jajan nanti sakit perut.'' Pesan Raeesha ,kemudian dia menghentikan usapan di pucuk kepala Naomi .
'' Ck lo kaya mak gue aja deh." Gerutu Naomi .
Raeesha hanya tersenyum simpul dia kini menatap Zaen, ''Makasih buat semua bantuan lo selama ini, Zaen .''
''Nggak masalah, Ra. kita kan teman sudah sepantasnya gue bantuin lo.'' Jawab Zaen di selingi senyum tipis.
Raeesha mengangguk singkat, ''Gue cabut dulu yah badan gue nggak enak.''
''Mau kita anterin nggak?'' tanya Zaen khawatir.
Raeesha menggeleng, ''Nggak usah, lagian gue bawa motor kok.''
''Lo hati-hati di jalan, Ra. kabarin gue kalo sudah sampai." Pesan Naomi .
Raeesha mengangguk dan berlalu dari hadapan kedua temannya, Raeesha merasa hari ini tubuhnya sangat lelah dan dia ingin segera pulang dan tidur.
...--------------------------------------...
Empat puluh lima menit kemudiaan Raeesha telah sampai di depan kediamannya, satpam membukakan pintu gerbang untuknya .
''Makasih, pak.'' Ucap Raeesha pada satpam tersebut .
''Sama-sama, non.''
Raeesha membawa motornya menuju garasi, saat dia tiba di garasi dia melihat mobil papahnya sudah ada di sana.
'Ternyata mereka sudah pulang, gue kira bakalan lama perginya.' Batin Raeesha lelah.
Kedua orang tuanya telah kembali setelah melakukan liburan keluarga tanpa dirinya selama empat hari. Dia turun dari motornya
setelah melepas helm dan kunci motornya lalu dia berjalan menuju pintu utama.
Sebelum masuk dia menghela nafas berat, dia merasa akan sulit untuk istirahat terlebih para manusia yang membencinya kini ada di rumah.
Ceklek.
Raeesha membuka pintu dan mulai memasuki kediamannya, ibu Raeesha telah meninggal dua tahun yang lalu dan kini papahnya telah menikah kembali dengan janda beranak satu yang berhasil menghasut papahnya untuk semakin membenci dan menyiksanya.
Tap. Tap. Tap.
Dari kejauhan dia dapat mendengar gelak tawa dari ruang keluarga yang dia yakini adalah ayah dan istri barunya. Saat Raeesha tiba di ujung tangga tiba-tiba terdengar teriakan dari papahnya yang memanggil namanya.
"RAEESHA, SINI KAMU." Teriakan penuh amarah berhasil membuat telinga Raeesha berdengung.
Tanpa memperdulikan panggilan dari papahnya, Raeesha hendak kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju kamarnya berada.
Namun baru saja dia melangkah tiba-tiba pergelangan tangannya di tarik secara paksa hingga dia terjatuh ke lantai.
SREET.
BRUUKK.
"KAMU TULI HAH? KENAPA TADI PAPAH PANGGIL KAMU TIDAK MENYAHUT, RAEESHA." Bentak sang papah menatap marah putrinya.
Raeesha menatap datar wajah papahnya yang merah padam, tanpa mengeluh sedikit pun Raeesha berdiri jatuhnya.
"Seandainya saya menyahut, apakah anda tidak akan memukul saya?" ujar Raeesha pada papahnya .
"Apa-apaan pertanyaan kamu,Raeesha!" hardik sang papah.
Tidak ada ekspresi marah atau pun sedih di wajah Raeesha, dia hanya menatap datar pada papahnya .
"Jika tidak ada yang ingin ada katakan pada saya, maka biarkan saya pergi."
Geram dengan ucapan putrinya, tiba-tiba satu tamparan mendarat di pipi Raeesha hingga membuat sudut bibirnya kembali terluka.
PLAK.
"APA INI YANG KAMU PELAJARI SELAMA DI SEKOLAH, RAEESHA? KAMU BERANI SAMA PAPAH!" bentak papah Raeesha.
Raeesha muak, dia sangat muak dengan perlakuan papahnya selama ini yang selalu melampiaskan amarahnya pada dirinya, dia menghela nafas berat sebelum menjawab ucapan papahnya.
"Haah apa jawaban saya anda butuhkan? Bukankah selama ini semua yang saya ucapkan selalu salah di mata anda." Jawaban Raeesha membuat papahnya kembali marah.
"Kamu mau jadi anak durhaka hah? Kamu harusnya contoh adik kamu, dia selalu bersikap sopan sama papah tidak seperti kamu yang urakan dan tidak tau diri."
Ucapan papahnya mampu membuat amarah Raeesha keluar, dia menatap benci pada sosok papahnya yang bernama Luke.
"Bukankah ini yang anda mau? anda yang mendidik saya menjadi orang seperti ini! ANDA YANG MEMBUAT SAYA MENJADI SOSOK GADIS JAHAT YANG MENENTANG SEMUA UCAPAN ANDA!" nafas Raeesha naik turun, wajahnya sudah berubah merah padam.
"ANDA BAHKAN TIDAK PERDULI DENGAN KONDISI PUTRI KANDUNG ANDA, YANG ANDA PEDULIKAN HANYA DUA ULAR YANG BERHASIL MASUK MENJADI KELUARGA ANDA."
PLAK.
Satu tamparan kembali melayang di pipi Raeesha, kali ini lebih keras hingga membuat Raeesha terhuyung.
"LANCANG SEKALI KAMU BICARA, MEREKA KELUARGA KAMU TIDAK SEPANTASNYA KAMU MENGATAKAN MEREKA ULAR, RAEESHA."
Raeesha tertawa hambar, " Lantas apa julukan yang pantas untuk mereka? Mereka telah merebut semuanya dariku bahkan mereka membuat anda semakin membenci saya, apa mereka masih pantas di sebut keluarga heh?"
BUGH.
Bukan jawaban yang Raeesha dapat melainkan tonjokan di perutnya yang membuat tubuhnya limbung dan jatuh ke lantai.
"Semakin hari ucapan kamu semakin keterlaluan, Raeesha. Papah tidak menyangka bisa memiliki putri seperti, kamu jika saja kamu tidak lahir pasti hidup Papah tidak akan menderita seperti ini!" sentak Luke.
"Pfft menderita? apa saya tidak salah dengar. Di sini saya korbannya bukan anda, bisa-bisanya anda berbicara seolah-olah anda yang paling tersakiti," Raeesha tertawa sinis .
Sedangkan di ruang keluarga ibu tiri dan adik tirinya sedang tersenyum kemenangan melihat ayah dan anak yang saling beradu argumen.
Raeesha kembali berdiri dan menatap marah pada papahnya, "Saya muak selalu menjadi orang yang di salahkan, bahkan anda yang seharusnya menjadi panutan untuk saya sama sekali tidak menunjukan peran anda sebagai orang tua. Jika saja saya bisa memilih lebih baik saya menjadi yatim piatu dari pada harus hidup dengan orang seperti kalian."
Mendengar ucapan tersebut amarah Luke membumbung tinggi, dia mengambil vas bunga yang ada di sampingnya dan melemparnya hingga mengenai mata kanan Raeesha.
PRAANG.
Tubuh Raeesha kembali terhuyung, dia memegangi mata kanannya yang terasa sakit dan perih, Di saat Raeesha berusaha mengatasi rasa sakitnya. Tiba-tiba kepalanya di tarik secara paksa dan di benturkan pada sudut meja hingga berkali-kali.
"LEBIH BAIK KAMU MATI, RAEESHA. SAYA TIDAK SUDI MEMILIKI PUTRI SEPERTIMU."
DUAGH. DUAGH. DUAGH.
BRAAK.
Tubuh Raeesha di lempar dengan kasar ke arah piano yang ada di ruangan tersebut, sayangnya leher Raeesha berhasil membentur sisi piano itu hingga membuat kesadaran semakin menipis.
'Jadi pada akhirnya gue mati di tangan ayah kandung gue sendiri? Haha takdir yang sangat lucu. Bahkan gue belum sempat merasakan apa itu bahagia.' Batin Raeesha sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
...✨✨✨...
Di dalam ruangan VVIP terdapat satu perempuan yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, perempuan berkulit putih dan berambut hitam pekat tersebut terlihat mulai menggerakkan tangannya.
"Eugh."
Perlahan netranya mulai terbuka, tatapannya tertuju pada langit-langit rungan itu yang bernuansa putih polos.
'Gue dimana?' batin perempuan tersebut, yang tak lain adalah Raeesha.
Di tengah kebingungan nya, tiba-tiba dia mendengar suara pintu terbuka.
Ceklek.
Tap. Tap. Tap.
"Astaga, nona sudah sadar?" ujar perempuan paruh baya yang baru saja memasuki ruangan tersebut.
Raeesha yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, merasa heran dengan kedatangan wanita paruh baya di sampingnya.
"Anda, siapa ya?" ujar Raeesha, tatapannya tampak sangat kebingungan.
"Astaga ini saya, nona. bibi Ira pelayan nona." Sahut perempuan paruh baya tersebut.
Raeesha menarik satu alisnya ke atas, dia merasa tidak memiliki pelayan pribadi selama hidupnya, "Apa mungkin anda salah orang? mungkin nona yang anda maksud bukan saya."
Mendengar jawaban nonanya yang tidak mengenali dirinya, membuat bi Ira cemas.
"Nona, saya akan panggilkan dokter sebentar." Ujarnya dan berlalu meninggalkan Raeesha sendirian.
Setelah kepergian bi Ira, Raeesha mulai memperhatikan sekelilingnya hingga tatapannya tertuju pada ponsel di nakas samping ranjangnya.
Dia mengambil ponsel tersebut yang dia kira merupakan ponselnya, sebab casing ponsel itu sama persis seperti miliknya. Namun saat dia akan menyalakan ponsel itu dia terkejut melihat wajahnya yang berbeda.
Tak percaya dengan penglihatannya, Raeesha memilih membuka kamera dan betapa terkejutnya dia ketika melihat wajahnya benar-benar telah berubah.
"Ini wajah siapa? kenapa wajah gue jadi seperti ini." Gumam Raeesha.
Bersamaan dengan keterkejutannya, tiba-tiba lintasan memori yang entah milik siapa mulai masuk ke dalam kepala Raeesha.
Menjauh dariku bit**.
Kau menjijikan.
Tidak tau diri.
Kau hanya pengganggu .
Sampah sepertimu tidak pantas berada di sini.
"AARRGHH." Raeesha menjatuhkan ponselnya asal, dia mengerang kesakitan sembari memegangi kepalanya yang terasa seperti akan meledak.
"Sa-kit aakhhh."
Semua ingatan yang memaksa menerobos masuk ke dalam kepala Raeesha hanya berisi hinaan dan cacian.
Raeesha menarik dan memukuli kepalanya sendiri dengan kasar, berharap hal itu bisa membuat ingatan yang masuk berhenti. Namun sayang justru rasa sakit di kepala Raeesha semakin menjadi. Saat Raeesha sedang sibuk memukuli kepalanya, datanglah dokter yang di panggil oleh bi Ira.
Ceklek.
Drap. Drap. Drap.
"Ya ampun, nona. apa yang anda lakukan?" panik bi Ira sambil berlari menghampiri ranjang Raeesha, dia berusaha menahan kedua tangan Raeesha agar berhenti memukuli kepalanya sendiri.
"Argh sakit, sakit banget sialan." Umpat Raeesha yang mampu membuat dokter dan bi Ira terkejut.
Dokter yang melihat Raeesha tidak bisa di kendalikan ,akhirnya menyuntikan obat tidur agar Raeesha bisa tenang. Setelah Raeesha tenang dan mulai memejamkan matanya, sang dokter pun bergegas memeriksa keadaan pasiennya.
Beberapa saat kemudian dokter telah selesai melakukan pemeriksaan, dia menghela nafas berat yang membuat bi Ira semakin cemas.
"Bagaimana kondisi nona saya, dok?"ujar bi Ira.
"Keadaan nona sudah stabil tapi-"
"Tapi apa, dok. jangan bikin saya panik." Potong bi Ira tidak sabar.
Dokter tersebut kembali menghela nafas berat, "Sepertinya nona mengalami amnesia ringan akibat benturan yang mengenai kepalanya, selebihnya tidak ada masalah dalam tubuhnya dan nona bisa pulang dua hari lagi."
Mendengar kabar tersebut membuat bi Ira merasa sedih sekaligus lega di saat yang bersamaan, dia tidak menyangka hal itu akan menimpa nonanya. tanpa bi Ira ketahui jika nonanya telah pergi dan di gantikan dengan jiwa milik Raeesha. Setelah mengatakan kondisi pasien pada bi Ira, dokter pun berlalu dari ruangan tersebut.
...-------------------------------------...
Di alam bawah sadarnya, Raeesha sedang berjalan menyusuri rerumputan di tengah hamparan tanah yang terbentang luas.
Raeesha tidak tau dia sedang ada di mana dan apa yang dia lakukan di sana, dia hanya berjalan terus menerus sampai pada akhirnya dia mendengar seseorang memanggil namanya.
"Raeesha."
Seketika Raeesha menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, dia melihat perempuan cantik yang mengenakan gaun berwarna putih yang sangat kontras dengan kulit mulusnya.
"Siapa lo?" ujar Raeesha waspada.
Perempuan tersebut berjalan menghampiri Raeesha, "Perkenalkan, aku adalah pemilik tubuh yang akan kamu tempati, dan sekarang kita sedang berada di alam bawah sadar mu."
Mendengar ucapan tidak masuk akal dari perempuan di hadapannya membuat kedua alis Raeesha mengernyit heran. "Maksudnya?"
"Kamu akan mengambil alih kehidupanku, lebih tepatnya kamu bertransmigrasi ke dalam tubuh aku, Raeesha."
"Why?" ujar Raeesha masih tak mengerti dengan ucapan perempuan tersebut.
"Aku tidak bisa menjelaskan padamu Raeesha, aku hanya bisa bilang jika kita saling terhubung satu sama lain. Selebihnya kamu harus mencari tau sendiri jawabannya.".sahut perempuan tersebut.
"Lalu bagaimana denganmu?"
Perempuan tersebut menatap hamparan rumput di hadapannya dengan tatapan hampa, "Aku sudah meninggal, Ra. aku tidak sanggup melanjutkan kehidupanku, di sana tidak ada satu pun orang yang mengharapkan kehadiranku."
"Namun kamu berbeda denganku, Raeesha. kamu pasti mampu bertahan dan menemukan kebahagiaanmu kali ini."
Raeesha tidak menampilkan wajah sedih atau pun senang, dia hanya menatap datar pada perempuan di depannya.
"Kalo gue nggak mau gimana?"ujar Raeesha setelah beberapa saat terdiam.
"Kamu tidak bisa mengelak dari takdir yang sudah di tentukan, Raeesha." Jawaban mutlak dari perempuan di hadapannya berhasil membuat Raeesha bungkam.
Perempuan tersebut meraih kedua tangan Raeesha dan menggenggam nya dengan erat.
"Aku akan memberikan semua ingatan yang aku miliki padamu sebagai petunjuk agar kamu tidak kebingungan nantinya, Raeesha. kehidupan kita hampir sama hanya saja kamu mampu melewati semuanya sedangkan aku tidak." ujar perempuan tersebut sendu.
Raeesha menatap tepat pada netra perempuan di hadapannya, "Lo salah menilai gue, jika saja bunuh diri bukan sebuah dosa pasti udah dari dulu gue lakuin. Tapi gue nggak sebodoh itu sampai menyerah dengan takdir meski pada akhirnya gue tetap kalah."
"Kamu bukan kalah, Ra. tapi kamu mengalah andai saja kamu mau melawan pasti kamu mampu mengalahkan mereka." Ujar perempuan tersebut tersenyum lembut.
Raeesha tertegun, kata-kata itu yang selama ini ingin dia dengar. Kata-kata singkat yang mampu membuat dia bangkit dari rasa sakitnya.
Raeesha merasa baru kali ini dia bisa berbicara panjang lebar dengan seseorang, itu pun dengan orang yang telah meninggal. sedangkan saat bersama Naomi dia tidak bisa mengutarakan perasaannya karena dia tidak ingin membuat Naomi khawatir.
"Thanks, tapi sebelum gue gantiin kehidupan lo pasti ada hal yang lo mau dari gue kan?"
Perempuan tersebut tersenyum tipis, "Yah kamu ternyata sangat peka, Raeesha. aku ingin meminta bantuan kamu untuk mengusut kematian kedua orang tuaku karena aku tidak bisa menyelidikinya, selama ini aku terlalu bodoh dan tergila-gila pada cinta sampai aku melupakan fakta tentang kejanggalan kematian orang tuaku."
"Oke bakal gue bantu, anggap aja sebagai bayaran atas raga yang lo berikan sama gue. tapi sebelum itu apa lo yatim piatu sekarang?"
Perempuan tersebut menangguk singkat, "Bukankah kamu menginginkan hal seperti ini di kehidupanmu yang dulu, Ra?"
"Benar, karena dulu orang tua gue brengsek dan ibu gue pergi ninggalin gue sendirian." sahut Raeesha dingin.
Perempuan tersebut menatap lama pada netra Raeesha sebelum kembali berbicara, "Namaku, Ruby Xaviera Zamora dan mulai sekarang itu akan menjadi namamu, Raeesha."
"Baiklah, btw gue nggak pindah dimensi kan?"
"Tidak, kamu masih berada di negara yang sama dengan orang tua kandungmu." Jawab Ruby.
Raeesha kembali mengangguk sebagai respon, Ruby yang merasa waktunya telah habis segera berpamitan dengan Raeesha.
"Ra, waktu ku telah habis aku hanya bisa berharap kamu mampu menemukan apa yang kamu cari dalam kehidupanmu kali ini, aku pamit, Raeesha. jaga diri baik-baik."
Belum sempat Raeesha menjawab tubuh Ruby telah hilang seperti butiran debu yang berterbangan, bersamaan dengan itu Raeesha kembali ke dalam kehidupan nya yang nyata.
Ingatan yang di berikan oleh Ruby pun perlahan memenuhi kepala Raeesha, hanya saja rasa sakitnya tidak seperti tadi.
...✨✨✨...
Satu hari telah berlalu, kini Raeesha sudah mulai memahami maksud dari ucapan Ruby saat berada di alam bawah sadarnya.
(Raeesha kita panggil Ruby oke gaes.)
Seperti saat ini, Ruby sedang menikmati potongan buah apel yang sudah di kupaskan oleh Bi Ira. Di tengah kesibukannya menelan buah, tiba-tiba pintu ruangannya di buka secara kasar hingga membuat Ruby tersedak.
Braak.
"Uhuk...uhuk.. A-air, Bi." Pinta Ruby gagap .
Dengan cekatan bi Ira memberikan minuman pada Ruby, setelah rasa sakit di tenggorokannya mulai reda Ruby melihat dua orang paruh baya berdiri di hadapannya.
"Sayang, kamu nggak papa? Maaf yah mamah ngagetin kamu." Ujar perempuan paruh baya di hadapannya.
"Kalian siapa?" tanya Ruby pura-pura kebingungan, dia harus menjalankan akting lupa ingatannya.
Yah Ruby telah mendengar penjelasan dari Bi Ira, jika dokter mengatakan Ruby mengalami amnesia ringan. Jadi dia perlu mempertahankan aktingnya untuk beberapa hari kedepan agar tidak di curigai.
"Sayang, kamu tidak mengenali kami?" heran perempuan paruh baya dengan wajah panik yang terlihat jelas.
"Nona mengalami amnesia ringan, nyonya. kata dokter benturan di kepalanya membuat beberapa sarafnya terganggu." Sahut Bi Ira, memberi penjelasan pada perempuan paruh baya yang tidak lain adalah mertua Ruby.
"Apa, bagaimana bisa kejadian seperti ini menimpa putri kecilku?" ujar pria paruh baya yang berdiri di samping istrinya.
"Pah, cepat suruh anak nakal itu kesini sekarang! biar mamah kasih dia pelajaran, bisa-bisa dia ngelakuin hal itu sama istrinya." Ujar ibu mertua Ruby yang bernama Valeri Sinaga.
Ruby yang melihat kehebohan kedua mertuanya merasa terharu, ternyata Ruby yang asli memiliki keluarga yang benar-benar perduli padanya. Sayangnya Ruby yang asli menutup mata dengan kasih yang di berikan kedua mertuanya.
'Lo, kurang bersyukur Ruby.' Batin Raeesha.
Valeri yang yang sadar akan keterdiaman menantunya, kini kembali menatapnya.
''Sayang, apa ada yang sakit? Bilang sama Mamah dimana yang sakit?''
Ruby menggeleng pelan, dia kembali berucap. ''Maaf sebelumnya, tapi aku nggak ingat tentang kalian semua.''
Valeri menghela nafas pelan, dia mendekat dan duduk di samping ranjang Ruby, '' Tidak apa-apa, Nak. kami akan memperkenalkan diri lagi padamu.''
''Saya ibu mertua kamu, nama saya Valeri. kamu biasa memanggil saya mamah dan ini papah mertua kamu namanya, Zargo Sinaga.''
Ruby mengangguk singkat, ''Jadi kalian mertua aku, lalu siapa suami aku, Mah?''
''Suami kamu namanya Lucas Kafarel Sinaga, dia sedang dalam perjalanan kesini, sayang." ujar Valeri menjelaskan .
Di tengah obrolan Ruby dan mamahnya, tiba-tiba pintu ruangan tersebut kembali terbuka menampilkan sosok pemuda tampan berperawakan tinggi jangkung dengan iris mata tajam.
Dia berjalan menghampiri ranjang Ruby. ''Mah, Pah. sejak kapan kalian ada di sini?''
''Kamu dari mana, Lucas?'' tanya sang papah.
Yah pemuda yang baru saja masuk adalah suami Ruby sekaligus orang yang paling Ruby cintai dengan gila.
''Aku dari kantor, Pah." sahut Lucas santai .
Valeri berdiri dari ranjang Ruby, dia menatap marah pada putra sulungnya, ''Bisa-bisanya kamu masih mikirin kerjaan di saat istrimu ada di rumah sakit, Lucas .''
'' Dia udah besar, Mah. dia bisa mengurus dirinya sendiri." Jawab Lucas malas.
''Kamu benar-benar keterlaluan, kamu tau gara-gara kejadian itu Ruby jadi hilang ingatan." Sentak Valeri .
Lucas tertegun, dia menoleh dan menatap wajah Ruby yang kini menatapnya dengan raut datar.
''Trik apa lagi yang kamu lakukan pada orang tuaku hm? Kamu kira trik murahan seperti ini bisa membuatku simpati padamu, Ruby?" ujar Lucas menatap remeh pada Ruby .
''Sory tapi gue nggak minat sama simpati lo, jadi silakan lo simpan baik-baik dan nggak usah sok kenal sama gue." Sahut Ruby dingin .
Lucas terkejut, baru kali ini dia mendengar Ruby menggunakan kata, 'Lo gue' padanya .
Tanpa memperdulikan keberadaan Lucas di sampingnya, kini Ruby menatap orang tua Lucas.
''Mah, apa dia suami aku?'' ujar Ruby pada Valeri .
''Iya, sayang. dia suami kamu.'' Jawab Valeri dengan lembut.
'Suami model kaya gini bisa-bisanya bikin Ruby cinta mati.' Batin Ruby tak percaya setelah mendengar jawaban Valeri.
Ruby kembali berucap pada orang tua Lucas, ''Mamah, sama, Papah. pasti cape lebih baik kalian istirahat dulu dan makasih udah nyempetin datang ke sini jenguk aku.''
Kedua mertua Ruby memang baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya di luar negeri dan mereka langsung meluncur menemui Ruby tanpa pulang lebih dulu.
''Kamu nggak boleh sungkan sama kami, Nak. kamu putri kami sudah sewajarnya kami ada di sini. Papah sama Mamah juga minta maaf karena baru bisa jenguk kamu sekarang." Ujar Zargo tulus.
''Nggak apa-apa, Pah. aku juga udah baik-baik aja sekarang.'' Jawab Ruby di selingi senyuman tipis.
Lucas yang di abaikan oleh Ruby menjadi bertanya-tanya tentang kebenaran yang mamahnya ucapkan.
Setelah beberapa saat mereka berbicara kedua mertua Ruby berpamitan untuk pulang lebih dulu dan besok mereka akan kembali untuk menjemput Ruby pulang .
''Mamah dan papah pulang dulu yah, besok kami kesini lagi jemput kamu.'' Pamit Valeri sembari mengelus rambut Ruby .
Ruby mengangguk patuh, sesaat sebelum pergi. Valeri kembali menatap putranya.
''Kamu jagain Ruby di sini, awas aja kalo Mamah tau kamu kabur Mamah bakal keluarin kamu dari daftar pewaris.'' Ancam Valeri.
Lucas mendengus sebal, tak ayal dia tetap mengangguk menerima titah dari Mamahnya.
''Jaga istri kamu baik-baik, Lucas.''imbuh Zargo.
''Iya, Pah.'' Sahut Lucas singkat.
Setelahnya kedua orang tua Lucas pergi, kini di sana hanya ada mereka bertiga yaitu Ruby, Bi Ira, dan Lucas. Selang beberapa menit Bi Ira ikut pamit pulang pada Ruby.
''Bibi juga pamit pulang dulu, Non. Bibi mau nyiapin keperluan, Nona. di rumah!'' ujar Bi Ira tiba-tiba.
"Hm hati-hati, Bi." Ucap Ruby pelan.
Setelah kepergian Bi Ira, Ruby kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai memejamkan kedua matanya tanpa memperdulikan tatapan Lucas yang seperti laser padanya.
''Ck menjijikan.'' Sinis Lucas.
''Gue nggak nyuruh lo liatin gue, kalo jijik lo bisa pergi dari sini.'' Usir Ruby tanpa membuka matanya.
Kedua tangan Lucas menggenggam erat, ''Saya tau kamu cuma pura-pura, Ruby. kamu kira saya akan percaya dengan perkataan mamah hm.''
''Terserah.'' Sahut Ruby datar.
Lucas geram dengan sikap Ruby kali ini, dia memilih pergi dari sana menuju sofa yang berada di ruangan tersebut. Lucas mendudukan bokongnya di sofa sembari mengamati Ruby seperti seorang musuh.
Ruby yang peka dengan tatapan Lucas memilih memiringkan tubuhnya agar membelakangi Lucas, dia malas melihat wajah orang yang kini menyandang status sebagai suaminya.
Dari ingatan yang dia dapat, Ruby terjatuh dari tangga setelah Lucas mendorongnya karena Ruby merengek ingin ikut ke kantor bersama Lucas.
Dari kejadian itu Raeesha dapat menyimpulkan, jika Ruby merupakan gadis bodoh yang gila dengan kasih sayang. bahkan dia tidak sayang dengan nyawanya sendiri.
'Lo terlalu bodoh Ruby, bahkan lo nyerempet goblok.' Batin Raeesha sedikit kesal dengan sikap Ruby asli.
Perlahan netra nya semakin memberat ,tanpa Ruby sadari dia mulai terlelap bersamaan dengan itu Lucas bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan Ruby menuju ruangan dokter yang memeriksa kondisi Ruby.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!