NovelToon NovelToon

90 Hari BersamaMu

BAB 1

Di luar hujan sedang deras-derasnya,bahkan terdengar beberapa kali suara petir ikut bertarung di atas langit nan hitam pekat. Suara hujan mengalahkan suara minyak yang sedang menggoreng seekor ikan nila, tangan wanita itu dengan lincah memotong sayur bayam kesukaan suaminya, lihat. Pria yang yang sedang duduk di ruang keluarga . pria yang sudah bersama Sasa beberapa hari ini, pria yang selalu ingin di lihat wajahnya setiap hari.

Pria yang membuat Sasa tersenyum ketika bangun di pagi hari, pria yang selalu ia ucapkan terimakasih kepada semesta karena telah menghadirkan dia di hidupnya.

Wanita berambut panjang itu dengan telaten memasak makanan kesukaan suaminya, walaupun baru seminggu menikah sedikit banyak Sasa sudah tahu makanan kesukaan suaminya.

"Mas makan dulu" panggilnya ketika semua masakan sudah tertata di meja makan

"Iya" jawabnya meninggalkan kursi ternyaman

Diantara Sasa dan Gilang masih banyak memiliki kecanggungan, mungkin karena mereka baru seminggu hidup bersama, mereka menikah bukan karena perjodohan, mereka menikah karena keinginan berdua. Sasa dan Gilang tidak pernah berpacaran tiba-tiba saja Gilang melamar gadis itu.

Tetapi jangan salah paham dulu, mereka berdua sudah cukup lama saling mengenal, hanya saja tidak terlalu sering berinteraksi, karena dia adalah atasan Sasa di tempat kerja, Sasa bukan pegawai tetap atau pegawai kontrak, Sasa hanyalah seorang pekerja part time di tempat Gilang bekerja.

"Gimana rasanya?" tanya Sasa membuyarkan keheningan di antara mereka berdua

"Enak kok" jawabnya tersenyum manis

"Alhamdulillah aku senang"

Gilang hanya mengangguk kecil dan melanjutkan makan kembali.

Sejujurnya Sasa begitu banyak pertanyaan kepadanya, tentang ia yang ingin menikahi Sasa? Tentang keberanian Gilang menemui kedua orang tuanya, tetapi Sasa menyimpan di hati karena baginya masih banyak waktu untuk bersama lelaki itu, sepertinya Sasa tidak perlu lagi risau karena ia sudah menjadi suaminya, suami yang ia sayangi. Suami yang ia cintai. Itu perasaan Sasa tidak tahu kalau Gilang. Semoga ia juga mencintai Sasa dengan tulus.

"Hari minggu ini kemana Mas?"

"Rencana mau ambil lembur,kenapa?"

"Ooh ya udah deh" jawab Sasa tidak ingin lagi melontarkan keinginannya

"Kenapa? Kau mau sesuatu?"

"Iya"

"Apa? Katakan saja"

"Aku mau minta temani ke supermarket tapi kalau mas sibuk aku bisa sendiri kok"

"Iya besok aku temani"

"Benaran?"

"Iya tapi jam 3 sore bisanya setelah pulang dari kantor"

Sasa membalas dengan anggukan kuat, Sasa senang karena ini kali pertamanya pergi berbelanja bersama suami. Tentu saja seperti keinginan pengantin baru pada umumnya, aaahh Sasa tidak bisa menyembunyikan senyuman bahagia.

Setelah selesai makan Sasa melanjutkan membersihkan beberapa peralatan kotor dan suaminya kembali melanjutkan pekerjaan. Selagi mencuci piring Sasa mengingat hari-hari dimana ia masih bekerja sebagai pegawai part time.

...----------------...

Beberapa bulan yang lalu...

Matahari sedang terik-teriknya Sasa duduk di persimpangan jalan, di depannya ada gedung pencakar langit, di samping lagi ada sebuah bangunan hotel yang juga terlihat megah berdiri kokoh, di sampingnya lagi ada sebuah Bank swasta, di samping lagi sebuah mall yang menjual barang-brang branded.

Sasa bekerja di salah satu gedung itu?

Tentu saja tidak!

Mari kita melihat ke belakang, sebuah rumah makan tradisional khas makanan indonesia terlihat ramai karena sudah waktunya untuk makan siang, Sasa menatap senang karena pengunjung yang silih berdatangan. Tidak terbayangkan olehnya pendapatan sehari-hari yang di dapat,

Sasa pemiliknya?

Tentu juga bukan?

Sasa bekerja disana?

Tidak juga!

"Sasa apa kau mau saya pecat lagi?" teriak seorang laki-laki yang sudah berumur 50 tahun ke arahnya

"Iya" jawab Sasa meninggalkan hayalan

Sasa itu lah namanya, ia bukan lah sebuah nama brand penyedap makanan, nama sebenarnya adalah Salsa  Rahayu,orang terdekat memanggil dengan sebutan Sasa, Sasa saat ini berusia 22 tahun dan baru saja menamatkan kuliah.

Sasa kira setelah menamatkan S1 ia akan mudah mendapatkan pekerjaan sesuai keinginannya, ternyata preeeettt itu hanyalah hayalan, mencari pekerjaan tidak semudah bayangan, dari pada menganggur ia memutuskan bekerja di salah satu gerai ayam goreng tepung atau fried chicken ala KFC,

Sebelum lulus ia juga sudah bekerja disini, dan kalian tahu Sasa lah karyawan yang betah bekerja dengan bosnya itu, cerewetnya Nauzubillah, mengajarkan kita banyak-banyak mengucapkan istigfar setiap hari. Lumayankan memperbanyak zikir setiap hari.

"Apa yang kau pikirkan di depan gedung itu?" tanyanya hampir setiap hari

"Apa saja" jawabnya asalan seraya melihat cara berdiri bosnya yang rada aneh

"Nanti sebelum pulang antar dulu pesanan ke ruko ujung dekat kantor pos"

Pak Fajri, itu lah nama si bapak pemilik kedai ayam, iya bersama istrinya menjual aneka menu ayam goreng, ada yang pedas dengan berbagai macam level 1-5, ada yang original, ada ayam goreng tabur keju, entahlah mereka menciptakan berbagai macam menu untuk menarik pelanggan.

"Iya Pak" jawabnya langsung membantu melayani pelanggan di dalam

Gerai ayam itu kadang ramai kadang tidak terlalu ramai, hari ini tidak terlalu ramai sehingga Sasa bisa pulang lebih cepat, jam 4 sore Sasa sudah mengantarkan pesanan sekalian melanjutkan perjalanan pulang

"Pesan ayam lagi bang?" ucapnya kepada Rido yang hobi memesan makanan di tempat Pak Fajri

"Iya Sa belum ada yang masakin soalnya"

"Makanya cari istri bang" jawab Sasa seraya menerima uang pembayaran

"Ini nungguin Sasa" katanya sambil tertawa

"Sasa jangan di tungguin bang tapi di lamar langsung" guraunya terkekeh geli

"Benaran ini?" tanyanya serius

"Asyik banget ngomongin apa?" Tanya Sinta dari arah belakang

"Ini kak, Bang Rido mau melamar Sasa" jawabnya sambil tersenyum

"Jangan mau Sa, kakak aja di gantungin bertahun-tahun" ucapnya seraya menyindir pacarnya yaitu Rido yang tidak berkutik lagi

"Naaah, nikahin bang lu kata anak orang jemuran" Kata Sasa langsung pamit untuk pulang

Sasa memburu langit sore dengan motor maticnya, Sasa menikmati perjalanan dengan bernyanyi kecil, walau pun ia tidak hafal lirik tetapi tetap ia nyanyikan.

Memasuki simpang perumahan, Sasa mampir dulu membeli beberapa bungkus nasi goreng, Sasa tinggal di kompleks perumahan Cendana, perumahan yang di huni oleh beberapa manusia yang cukup sederhana dan rata-rata rumah itu adalah milik pribadi.

Sasa tinggal bersama kedua orang tuanya, dan dua orang kakak laki-laki.

Perkenalkan dan lihat foto keluarga yang tertempel di dinding itu, yang berkumis dan berbadan kekar itu adalah Ayahnya,namanya Pak Anjar ia berusia 46 tahun dan bekerja di  salah satu perusahaan swasta, Pak Anjar sering kali berpindah-pindah keluar kota atas tuntutan pekerjaannya, karena perusahaan tempat Ayahnya bekerja sudah memiliki beberapa cabang di luar kota, bahkan dulu sering kali mereka ikut ayah.

Dan itu Ibunya, wanita berambut pendek dengan senyuman khasnya, ibunya biasa di panggil Bu Diana, Bu Diana adalah seorang kepala sekolah menengah pertama, karena itu juga mereka menetap di sini tidak lagi ikut ayah mengelilingi kota. Dan yang berkepala plontos itu adalah Kakak pertamanya, ia berusia 26 tahun, Kak Dito bekerja di kepolisian dan sekarang ia lagi bertugas di kepulauan riau, oh ya Kak Dito sudah memiliki istri yang ikut bersamanya.

Sedangkan yang di sebelah kanan Sasa itu, Kak Dikta, berusia 24 tahun dan bekerja di bagian perhotelan sebagai manajer di salah satu hotel di kota ia tinggal, anggota keluarganya bekerja pada cita-citanya masing. Sedangkan Sasa masih belum menemukan jalannya, kata ayah dan ibu tidak apa Sasa belum bekerja di perusahaan besar tunggu saja waktunya.

BAB 2

Sasa mengintip tetangga depan rumah, wanita itu sedang melambaikan tangan kepada Sasa, wanita seusia ibunya dan baru beberapa bulan tinggal di kompleks perumahan mereka tetapi Sasa sudah akrab dengannya, Sasa memanggilnya Bunda, Bunda Rina, ia tinggal seorang diri disana.

"Eh menantu" ucap si bunda menggoda Sasa setiap hari

Ia sering kali memanggil Sasa begitu, katanya Sasa mau di jadikan menantu tetapi Sasa sendiri tidak pernah melihat anaknya berkunjung satu kali pun.

"Bunda udah makan?" tanya Sasa

"Belum menantu"

"Sasa beli nasi goreng, bunda mau nggak?"

"Iya mau dong mantu" ucapnya tertawa

Sasa membawa nasi goreng itu ke rumah si bunda, walaupun ia tinggal seorang diri ia tetap merawat diri.

"Gimana Sa?"

"Apanya Bun?"

"Jadi calon mantu bunda?" katanya selalu begitu

"Iya bunda iya Sasa mau" jawab Sasa asalan walaupun ia tidak tahu anaknya yang mana

Baru saja duduk Sasa sudah di telepon sama Pak Fajri, ia menyuruh Sasa untuk datang ke kedai ayam, katanya ada pesanan yang harus di antarkan segera. Sasa langsung berpamitan kepada Bunda. Hanya butuh lima belas menit Sasa sampai di kedai ayam itu

"Hitungan lembur ya dan di bayar hari ini langsung" ucap Sasa ketika sampai

"Iya, dasar wanita mata duitan" jawabnya langsung menyodorkan beberapa bungkus ayam yang sudah di persiapkan

"Antar kemana sebanyak ini?" tanyanya, kalau tidak salah ada sekitar sepuluh bungkus

"Nah" ucapnya memberikan alamat

Sasa mencari alamat itu, sampai pada satu titik ia menemukan sebuah gedung perkantoran, kata sekuritynya Sasa langsung di suruh masuk dan menuju ke lantai 3,Sasa tidak tahu perusahaan itu bergerak di bidang apa tetapi cukup membuat ia kagum dan ingin bekerja disana.

Begitu Sasa keluar dari lift ia langsung di sambut oleh seorang wanita berambut ikal "Ayam goreng pak Fajri ya" tanyanya

"Iya kak" jawab Sasa

"Langsung bawa aja ke dalam ruangan itu" tunjuknya

Sasa mengangguk dan langsung menuju kesana, ia mengetuk pintu sebelum masuk dan meletakkan pesanan itu di atas meja

"Bayarannya tunggu sebentar ya" ucap salah satu pria berbadan gempal

"Iya"

"Duduk disitu saja sambil menunggu" suruhnya masih asyik bersama laptop

Sasa duduk dan menunggu bayaran, ia yang tidak terburu-buru sehingga tidak masalah jika harus menunggu untuk beberapa saat.

Sasa melihat jam dinding, lalu kembali melihat mereka yang sedang asyik bersama pekerjaan, Sasa planga-plongo menunggu bayaran dari mereka, tidak satu pun yang menghiraukan ia ada disana.

"Mas bayarannya gimana?" tanyanya mendekati pria yang menyuruhnya duduk tadi

"Iya nanti ya mbak,yang bayarnya lagi di ruang sebelah" katanya

Sasa hanya menghela nafas kesal, mereka sungguh tidak kompeten, seharusnya Sasa dulu yang mereka dahului,

Sasa kembali duduk seraya memainkan ponsel, entah berapa lama ia memainkan sosial medianya untuk mengusir jenuh karena menunggu.

Tiba-tiba dari arah depan seorang laki-laki masuk dan memanggil Sasa.

"Kau bisa kesini" panggilnya, Sasa langsung berdiri ia kira dia lah akan yang membayar pesanan yang ia bawa

"Ikut saya" katanya dan lagi-lagi Sasa hanya mengekor mengikuti

Sasa di bawa ke sebuah ruangan yang amat sangat berantakan, semua berantakan karena kertas yang terletak tidak pada aturan

"Tolong di pisahkan kertas-kertas itu sesuai nomornya" suruhnya dan semakin membuat Sasa kebingungan

"Tapi mas..."

"Nanti kau akan langsung saya bayar" katanya menghentikan ucapan Sasa lalu ia pergi begitu saja

Haaah, Sasa berpikir orang-orang di kantor ini sedikit aneh, mau tidak mau Sasa melakukannya lagian nanti ia juga akan di bayar.

Sasa mulai memisahkan kertas itu sesuai dengan angka di pojok kanan.

Sasa melakukan dengan sangat hati-hati. Dan Sasa juga membaca bahwa perusahaan itu bekerja di berbagai bidang seperti properti, media, percetakan dan pertambangan.

Sasa berdecak kagum begitu mengetahui, ia tidak lagi memikirkan bagaimana uang pesanannya atau sekarang sudah jam berapa sampai ia di telepon oleh ibu

"Sasa kau dimana, kata bunda Rina tadi keluar jam 6 sekarang sudah jam 10 malam loh nak" ucap ibunya terdengar khawatir

"Ya Allah Bu maaf tapi Sasa lagi ada kerjaan sebentar lagi Sasa pulang" katanya, tak berselang lama ibu menutup telepon

Ketukan pintu membuat Sasa menoleh kearahnya, sepertinya ia adalah pria yang membawa Sasa tadi

"Sudah selesai?" tanyanya

"Belum!"

"Kenapa lama, di perjanjian kerja kita kau bisa menyelesaikannya sampai jam 10 malam"

"Maksudnya" tanya Sasa semakin kebingungan

"Berarti bayaran kau saya kurangi ya" katanya menghindari menjawab pertanyaan Sasa lalu ia memberikan beberapa lembar uang kepada gadis itu, ya itu sebanyak 500 ribu

"Kau silahkan pulang" katanya langsung pergi

Sasa benar-benar membenci pria aneh itu, berarti dia hanya membayar sebanyak 230 ribu sedangkan total pesanan ayam goreng mereka sebanyak 270 ribu, kurang ajar sekali dia membayar Sasa sedikit sekali.

Sedangkan di ruang sebelah..

"Mas Gilang pesanan ayam tadi belum di bayar loh" ucap Ilham begitu menyadari pengantar pesanan itu sudah menghilang

"Oh iya mana orangnya"

"Naah itu masalahnya dia sudah pergi"

"Oh iya satu lagi Mas, wanita yang kerja part time itu nggak bisa datang karena anaknya lagi sakit"

Mereka yang mulai keluar dari ruangan itu langsung saling menatap, Gilang menghentikan langkahnya

"Datang kok dia" jawab Reza yang muncul entah dari mana

"Tidak datang dia sendiri yang menghubungi kami"

Ketika mereka sampai di pintu masuk perusahaan, Reza melihat Sasa keluar dari arah parkiran motor.

"Itu dia" tunjuk Reza ke arah Sasa tetapi dia juga tidak yakin dengan apa yang di lihatnya

"Bukan itu si pengantar makanan" ucap Ilham menggelengkan kepala

Gilang mengernyitkan dahinya, lalu kembali berpura-pura mengerti, berarti Reza salah orang pikirnya,

Gilang Baskara Putra laki-laki berpenampilan sederhana tetapi menarik di mata, ia bekerja di perusahaan itu sebagai Manajer pemasaran, Peran ia cukup penting karena ia yang membantu perencanaan terhadap strategi pemasaran agar bekerja secara efektif.

Ia biasanya juga akan melakukan riset terhadap trend pasar yang ada untuk menganalisis terhadap perkembangan pasar.

Hal itulah yang di gunakannya untuk membuat laporan kepada pihak direktur dan menentukan strategi yang tepat.

Gilang tinggal bersama orang tua dan tiga orang adiknya, 2 cewek dan 1 cowok, Papanya bekerja di salah satu rumah sakit sebagai seorang dokter, sedangkan Mamanya seorang ahli gizi, dan adik perempuan pertamanya sedang kuliah di jurusan kedokteran juga, adik ke 2 dan ke 3 masih duduk di bangku sekolah.

Ia pulang bersama mobil pribadinya, mengitari jalanan yang mulai sunyi, Gilang merasa bersalah karena telah membuat orang lain membantu pekerjaannya. Gilang mengarahkan mobilnya ke arah kedai Ayam Fajri namun kedai itu sudah tutup dari 2 jam yang lalu.

Ia pun langsung pulang dan ketika sampai ia melihat mobil Agya bewarna merah terparkir di halaman rumahnya, tentu ia sudah tahu siapa itu yang datang.

"Lembur lagi kak?" tanya Sarah si adik wanita pertamanya

"Iya"

"Tuh ada Kak Maya di belakang sama Mama"

Gilang langsung menuju ke arah dapur, disana ia melihat Mamanya dan Maya sedang membicarakan sesuatu, melihat kedatangan Gilang mereka pun memberikan senyuman

"Pacar mu sudah nungguin dari tadi loh" ucap mamanya dan meninggalkan mereka berdua

Maya memberikan segelas air putih ke arah Gilang yang sudah mengambil posisi duduk di sampingnya tak lupa juga Maya memberikan brownies yang di bawanya

"Pulang kerja jam berapa?" tanya Gilang

"Jam 5 udah pulang"

Maya adalah teman sekampus Gilang dan sekarang mereka sudah menjalin hubungan kira-kira sudah 1 tahun lebih, Maya bekerja di salah satu pabrik manufakturing sebagai staff disana

"Kenapa kau akhir-akhir ini susah di hubungi" tanya Maya

"Pekerjaan aku lagi banyak di kantor kau lihat sendiri jam segini aku baru pulang, maaf ya sayang"

"Iya" ucap Maya tersenyum manis.

Ketika Sasa sampai di rumah, ibu sedang menunggunya di ruang tamu,

"Assalamualaikum" Salamnya dari luar, terdengar Bu Diana menjawab salamnya seraya membukakan pintu

"Kau dari mana sih? Kerja apa lagi?" tanya ibunya terlihat khawatir

"Ada kerjaan Part time Bu"

"Ya udah lah nak, kerja di tempat Ayah aja"

"Ibu mau Sasa kayak ayah pindah-pindah tempat kerjaan"

"Yakan nggak semua karyawan pindah keluar kota"

"Pasti pindah Bu, itu kak mawar baru pindah keluar kota kata ayah" Kak Mawar adalah sepupu Sasa yang masuk ke perusahaan itu lewat jalur ayahnya

"Apa ibu juga mau Sasa sendirian dengan kondisi seperti ini? Sasa juga ingin hidup normal bu" Sambung Sasa dan langsung membuat ibu terdiam

"Sasa mau mandi dulu bu" ucapnya langsung menuju kamar

Terkadang Sasa menyesali dirinya sendiri, Sasa sangat payah dalam mencari pekerjaan, teman-teman seangkatannya sudah bekerja di tempat yang nyaman dan aman, sedangkan ia masih berpanas-panasan mengelilingi kota.

Sebenarnya bisa saja minta tolong kepada Ayah, tetapi ia belum sanggup jika di pindahkan keluar kota, atau bekerja di hotel tempat Kak Dikta tetap saja Sasa tidak ingin.

BAB 3

Sasa mematikan lampu ruangan, memeriksa pintu utama dan belakang, setelah itu ia baru menuju kamar, pemandangan yang sama Sasa masih melihat Gilang tidur di posisi membelakanginya, melakukan malam pertama tentu saja mereka belum melakukannya, karena setelah resepsi Sasa kedatangan tamu tidak di undang, mungkin tidak asing bagi kaum wanita. Dan sampai hari ini ia masih haid.

Sasa berpikir mungkin Gilang lebih nyaman tidur seperti itu, sekali lagi tidak mengapa baginya.

Sebelum tidur Sasa memeriksa ponselnya dan ada pesan dari ibu yang mengatakan kalau hari minggu ayahnya mau berangkat keluar kota lagi.

Tiba-tiba saja Gilang membalikkan badannya dan menatap Sasa sangat dalam, Sasa tidak mengerti dengan tatapan itu namun terasa hangat, Sasa tersenyum kepada Gilang tetapi tetap saja pria itu menatap Sasa dengan dingin

"Kau menyesal menikah denganku?" tanyanya dan langsung membuat jantung Sasa seperti ingin lepas dari tempatnya

"Tidak mas, kenapa?" tanyanya kembali dan bagi Sasa tidak ada yang perlu di sesali

"Aku menyesal" katanya, dan saat itu juga senyuman di wajah Sasa menghilang, kata-kata seperti itu tidak pernah terpikirkan olehnya

"Kenapa, aku ada bikin salah?"

"Tidak!"

"Lalu kenapa mas?"

"Aku tidak bisa lagi mempercayai seseorang setelah hari itu, mungkin kau juga tahu!"

Sasa tidak mengerti maksud dari ucapan Gilang, Sasa benar-benar tidak mengerti, Sasa ingin menanyakan tetapi Gilang sudah membalikkan badannya membelakangi Sasa kembali, air matanya menetes begitu saja, rasa kecewa dan marah begitu riuh di kepalanya, ternyata benar Sasa tidak normal di mata orang lain.

Sasa menepis air matanya, menenangkan pikiran karena jika ia terbawa emosi bisa-bisa penyakitnya kambuh lagi, Sasa tidak boleh stres.

Sasa memejamkan mata dan membawanya untuk tidur.

Entah apa yang terjadi di hari esok ia serahkan kepada semesta.

"Kau jangan marah kepadaku" katanya kembali membalikkan badan ke arah Sasa

"Kalau begitu apa boleh aku bertanya?"

"Tentu saja!"

"Apa kau menikahiku karena mencintaiku?"

Gilang cukup lama terdiam, Sasa pun juga ikut terdiam menunggu jawabannya tetapi jika di lihat Sasa sudah tahu jawabannya apa.

Benar saja, Gilang menggelengkan kepalanya dan kembali membuat Sasa shock berat, rasanya Sasa ingin berteriak.

"Lalu kenapa kau menikahiku?" tanya Sasa

"Karena aku pikir kemarin aku mencintaimu ternyata pikiran itu salah"

Lalu bagaimana dengan aku yang mencintaimu, lalu bagaimana dengan aku yang tidak ingin berpisah dari kamu mas Gilang? ucap Sasa dalam hati kecilnya

"Kau masih mencintai wanita itu?"

"Aku tidak tahu Sasa, aku hanya mencoba jujur kepadamu"

Tetapi itu menyakitkan bagi aku mas, apa kamu tidak berpikir dulu sebelum mengatakan itu? Aku juga wanita! Aku juga memiliki rasa kecewa! Jika sudah begini aku harus bagaimana ke depannya?

"Aku minta maaf tetapi kita akan terus melanjutkan pernikahan ini"

"Sampai kapan Mas Gilang?"

"Tidak tahu sampai kapan"

"Tetapi jika kau ingin menyerah silahkan tinggalkan aku"

Mendengar itu Sasa tidak tahu lagi harus mengatakan apa, nyatanya dia adalah orang yang Sasa percaya dan juga cinta pertamanya. Apa hari ini Sasa akan menyalahkan kondisinya lagi? Kenapa situasi buruk selalu menyertainya! Kebahagian itu hanya omong kosong.

Tanpa terasa air mata Sasa menetes kembali, kali ini ia yang membelakangi suaminya, karena Sasa bingung bagaimana cara menghadapinya.

Gilang menatap punggung itu dengan rasa yang sulit di tebak, jalan pikirnya tidak akan bisa di mengerti ia yang memulai ia juga yang berdusta.

...----------------...

Alarm Sasa berbunyi cukup nyaring, Sasa melihat sudah jam lima pagi dan tentu juga Gilang sudah bangun, biasanya jam segini ia sudah berada di ruang keluarga bersama laptopnya. Sebelum keluar Sasa merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakain yang akan di kenakan suaminya setelah itu ia ke kamar mandi, rutinitasnya setelah menikah

Sasa melihat punggung Gilang lalu tersenyum dan bergegas menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi.

"Mas mau sarapan apa?" tanyanya melupakan kejadian semalam

"Apa saja" jawabnya tanpa menoleh

"Nanti jadi menemani aku kan mas?" tanya Sasa memastikan kembali janji suaminya

"Iya, tapi kita bertemu di supermarket saja"

"Iya mas"

"Kalau aku pulang nanti kita kejebak macet"

"Iya mas Gilang tidak apa nanti aku naik taxi"

"Hmmm"

"Oh iya nanti kita mampir ke rumah ibu ya sebelum pulang"

"Ada apa?" dari suaranya terdengar ia tidak ingin mengunjungi keluarga Sasa

"Ayah hari minggu mau berangkat lagi keluar kota"

"Iya" jawabnya mengakhiri pembicaraan

Sasa mengangguk dan membuatkan Gilang nasi goreng, karena kata Gilang ia terbiasa makan nasi di pagi hari, ketika sampai di kantor ia tidak sempat melakukan hal lain lagi selain bekerja.

Sekarang hari sabtu dan biasanya Gilang masuk lebih awal, jam setengah 7 semuanya sudah siap di meja makan, ada kopi, beberapa potongan buah dan juga nasi goreng.

Sasa mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar, gelas yang ia genggam seketika jatuh ke lantai, rasanya Sasa ingin berteriak dengan apa yang ia lihat.

Ini tidak mungkin! Tidak mungkin!

Sasa mengucek matanya sampai perih, tangannya menggigil ketakutan menutup mulutnya agar tidak berteriak.

"Kau kenapa?" tanya Gilang mengangkat tubuh istrinya agar tidak terkena serpihan kaca

Sasa tidak bisa menahannya lagi, Sasa menangis, Sasa memegang wajah Gilang dengan kedua tangannya, tentu saja suaminya kebingungan melihat kondisi Sasa saat ini

"Sasa kau kenapa?"

"Kau sakit?" tanyanya seraya menyentuh kening Sasa

"Aku bisa telat nanti, kalau sakit ayo ke rumah sakit"

Mendengar ucapan itu Sasa menepis air matanya lalu tersenyum "Tidak mas aku sehat" jawabnya langsung berdiri

Sasa kembali menenangkan dirinya dan mengajak suaminya untuk sarapan, di meja makan Sasa tidak mengalihkan pandangannya menatap Gilang tetapi tetap saja pandangannya buram, Sasa tidak bisa mengenali wajah suaminya lagi, wajah itu tidak terlihat di mata Sasa, apalagi senyuman Gilang sudah tidak bisa ia lihat lagi, Gilang juga sama seperti orang-orang yang ia lihat sebelumnya.

Gilang tidak lagi istimewa di mata Sasa, lelaki itu telah buram dari pandangannya, padahal dia manusia pertama yang bisa Sasa lihat dengan normal. Ternyata dia sama saja, ternyata Sasa melihat Gilang secara normal tidak selamanya, hari ini Sasa kembali ke kehidupannya yang semula melihat seseorang dengan pandangan yang sama.

Dunianya tidak istimewa lagi, rasanya semangat itu telah hilang, kalau begini Sasa ingin menyerah dengan pernikahannya, Sasa tidak tega melihat Gilang harus hidup bersamanya, selamanya seperti ini.

"Sasa kau benaran sehat?" panggilan itu terdengar tidak lagi istimewa di mata Sasa

"Iya mas Sasa sehat kok"

"Tapi kenapa wajah kau pucat?"

"Mungkin karena masih haid mas"

"Kau bilang hari terakhir sudah tidak sakit lagi"

"Kadang sakit juga kok" ucap Sasa berbohong

"Ya udah kalau begitu aku berangkat dulu" Sasa mengangguk kecil,ia tidak lagi mengantarkan Gilang ke pintu depan.

Tak berselang lama Gilang menghentikan langkahnya dan melihat kebelakang, istrinya masih duduk tidak seperti hari biasanya.

"Sasa kau tidak melihat aku berangkat kerja?" tanyanya membuat Sasa menghela nafas

"Maaf mas tapi kepala Sasa masih terasa pusing"

"Ya udah"

Suara mobilnya telah menyala, ia membunyikan klakson petanda ia sudah pergi, Sasa bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke arah kamarnya kemudian ia berdiri di depan kaca, betapa terkejutnya Sasa, hari ini ia juga tidak bisa mengenali wajahnya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!