"KITA CERAI" dua kata itu sekses meluncur dari bibir Alvin Sandika, yang mengakibatkan derai air mata di sepasang mata seorang wanita yang telah dua tahun ini menemaninya
"Terimakasih Mas, selama dua tahun ini sudah mengisi semua hariku dengan banyak luka, aku akan tetap berada disini sampai perceraian kita di putuskan, dan aku tak akan peduli apapun yang akan kau lakukan"
Tak berapa lama suara bel pun berbunyi, seorang lelaki yang merupakan asisten dari Alvin datang dengan membawa surat keputusan cerai dari pengadilan, yang hanya butuh tanda tangan dari sepasang suami istri tersebut
"Ini ambilah dan tanda tangani segera, setelah itu kita bebas, dan jangan pernah saling perduli lagi. Jika kau mau rumah ini untukmu" perkataan Alvin cukup membuat hati istrinya teriris
"Aku tak butuh apa pun darimu, tunggulah sebentar, aku akan membereskan barangku, dan setelah itu akan pergi dari sini, dan tak akan pernah kembali lagi, aku hanya akan meminjam uangmu sebanyak sepuluh juta, dan akan aku kembalikan nanti" kata-kata yang keluar dari mulut istri Alvin sungguh membuat Alvin dan asistennya terkejut, mereka tak pernah membayangkan hal itu akan terjadi
"Baiklah, jika kau tak menginginkannya, maka rumah ini akan ku jual, dan kau tak perlu mengembalikan uang itu, anggap saja itu adalah bayaran karena selama ini kau telah merawat ibu dengan baik di rumah ini" Alvin berkata dengan sangat tegas tanpa memikirkan bagi orang yang mendengarkannya
"Terserah mau kau apakan rumah ini, aku sudah bilang pinjam, maka akan aku kembalikan, lagi pula kau sudah membayar ku tiap bulan"
Setelah membereskan semua barang-barang yang di perlukan, istri Alvin pun perlahan keluar dari rumah tersebut dengan membawa surat cerai dan surat-surat berharga miliknya.
"Yoga, aku harap kau tetap menggunakan nomor ponsel yang sama, agar aku dapat dengan mudah menghubungi mu, saat akan mengembalikan uang Alvin"
"Nyonya tenang saja, saya tidak akan mengganti nomor ponsel saya"
"Tolong jangan panggil saya nyonya, panggillah sebutan itu pada orang yang berhak mendapatkannya, dan terimakasih untuk semua kebaikan mu pada ku selama ini, satu lagi, jika nanti kau menemukan seseorang yang telah benar-benar mengusik hati mu, pastikan dulu hati mu, baru kau dekati dia, dan jangan pernah kau campakkan seperti kau membuang bungkus permen" kalimat akhir yang sangat menusuk bagi yang mendengar, tapi tidak untuk Alvin, walau dia mendengar dengan jelas dia berusaha mengabaikan semua kalimat yang keluar dari mulut istrinya
"Hati-hati di jalan Nafia" kata-kata itu lolos dari bibir Yoga
"Terimakasih"
Perlahan Nafia meninggalkan rumah yang selama dua tahun ini dia tempati dengan meninggalkan semua kenangan buruk tentang pernikahannya.
"Yoga, segera urus penjualan rumah ini"
Setelah memberikan perintah pada Yoga, perlahan Alvin pun meninggalkan rumah itu dengan pikirannya sendiri. Menyesal, itu tidak mungkin, karena ini adalah pernikahan untuk mewujudkan keinginan ibunya. Setelah ibunya meninggal sebulan yang lalu, Alvin memutuskan untuk bercerai dengan istri pilihan ibunya. Kepuasan yang dirasakan sekarang, karena terbebas dari belenggu pernikahan. Dan dia dapat bebas menikmati kehidupannya kembali.
***
Nafia telah tiba di bandara, dan segera check in, karena pesawat yang menuju kota xx akan segera berangkat. Setelah didalam pesawat, ternyata Nafia duduk dekat jendela, dengan memandang awan yang bergerak perlahan, ingatan tentang kehidupannya beberapa hari yang lalu melintas.
Nafia adalah seorang gadis desa yang tak sengaja bertemu dengan Wina Sanjaya. Saat itu, Wina mengalami kecelakaan yang mengakibatkan beberapa system saraf dalam tubuhnya tidak bekerja, sehingga menyebabkan kelumpuhan total, dan Nafia adalah orang yang menolongnya dan membawa ke rumah sakit meski dia tak punya uang, sedang banyak orang kaya yang melihat kecelakaan itu namun mereka mengabaikan dan tetap melanjutkan kegiatan mereka. Karena ingin membalas budi, akhirnya Wina meminta Nafia untuk menikah dengan Alvin anaknya, Alvin pun menyetujui dengan alasan agar ada yang merawat ibunya, dan akan membiayai kuliahnya, karena Alvin tau kehidupan Nafia yang tak punya keluarga dan sedang menyelesaikan tugas akhir kuliahnya
"Tuan, rumah anda sudah terjual, uangnya sudah saya transfer ke rekening pribadi tuan, dan untuk kepengurusan akte jual beli, sudah saya serahkan pada notaris" ucap Yoga ketika telah sampai dikantor Alvin
"Cepat sekali rumah itu terjual, saya rasa belum ada dua jam saya menjualnya! Tadi saya sudah katakan, uangnya kau transfer saja ke rekening Nafia"
"Maaf tuan, kebetulan tadi ada orang yang baru pindah dari kota XX, karena harga rumah itu lebih murah, dan sudah ada beberapa furniture, mereka langsung saja membelinya, mereka adalah keluarga militer tuan. Tapi nyonya Nafia meninggalkan semua barang pemberian tuan, nyonya hanya membawa beberapa pakaian saja, sisanya masih ada di dalam lemari dan sudah saya pindahkan ke gudang belakang rumah utama bersama lemarinya, dan untuk barang berharga di letakkan semua di dalam kotak ini, tadi ketika saya membereskan rumah, saya menemukan kotak ini di atas meja rias nyonya, untuk barang-barang yang lain saya jual bersama rumahnya sekalian"
Alvin meraih kotak pemberian Yoga, dan membukanya. Seketika matanya terbelalak saat melihat isi di dalam kotak, semua perhiasan yang di berikan Alvin tak ada yang di bawa, buku tabungan, kartu kredit dan Atm pun di tinggalkan, bahkan isi di dalam buku tabungan tak berkurang sedikit pun, dan tak ada tagihan apapun dari kartu kredit tersebut.
"Bagaimana dia hidup selama ini? Jika semua pemberian ku tak ada yang di gunakan sepeser pun" gumam Alvin
"Kau menikahi ku hanya untuk merawat ibu mu kan, maka tak perlu kau perlakukan aku seperti istrimu, dan beri aku uang sesuai gaji ku saja, tak perlu berlebihan, satu yang kuminta, tolong ijinkan aku menyelesaikan kuliah ku"
Kata-kata Nafia mulai terngiang di telinga Alvin, ternyata Nafia sangat serius dengan ucapannya. Alvin pun berjalan keluar ruangan menuju ruangan Yoga sambil membawa kotak dari Nafia
"Yoga, simpan kotak ini, jika suatu saat nanti kau bertemu dengannya, berikan kembali padanya, tetap kirim uang di nomor rekening seperti biasa, batalkan semua janji hari ini, saya mau pulang"
"Baik tuan"
***
"Semoga aku bisa memulai awal yang lebih baik" kalimat itu seakan menjadi kata sambutan untuk Nafia yang memang belum mengenal kota ini.
"Taxi nona?" sapa seorang sopir taxi pada Nafia
"Ya Pak," sahut Nafia dengan senyum
"Mau kemana nona?" tanya sopir taxi saat Nafia sudah berada di dalam taxi
"Entahlah Pak, saya juga bingung mau kemana? Bisa tolong saya, tolong carikan tempat kost dulu Pak?"
"Nona baru pertama kali ya di kota ini?"
"Ya Pak, dan saya tidak punya keluarga atau kenalan di kota ini"
"Kalau tidak keberatan, apa nona mau untuk sementara tinggal di tempat saya dulu, biar istri saya ada temennya nona" tawar sopir Taxi karena melihat Nafia dalam kebingungan mencari tempat tinggal
"Apa tidak merepotkan Pak?" Nafia ragu karena mereka baru saja bertemu, tapi Nafia tak melihat keburukan dari sopir itu
"Tidak nona"
"Baiklah kalau begitu, nama saya Nafia Pak. Nama bapak siapa?"
"Saya Afwan dan istri saya Aira, dari tadi ngobrol sampai lupa kenalan"
Tak terasa mereka telah sampai di sebuah halaman rumah sederhana yang terdapat warung kecil didepannya. Aira yang melihat Taxi suaminya pulang, bergegas keluar dari warung untuk menyambut suaminya pulang. Namun belum sampai Aira menghampiri, dia terkejut karena sang suami pulang membawa seorang perempuan. Nafia pun heran kenapa Aira melihatnya seperti itu
" Nafia, ini istriku Aira" Afwan memperkenalkan Nafia pada istrinya
"Bu, untuk sementara apa boleh Nafia menginap di rumah kita? Dia tak punya siapa pun di kota ini!" Afwan menjelaskan maksud kedatangan Nafia di rumahnya
"Apa boleh saya memelukmu Nak?" tanya Aira ragu, dan Nafia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Maklum saja karena mereka telah menikah selama hampir 25 tahun tapi belum di karuniai anak, sedangkan usia Aira sudah 44 tahun dan Afwan 45 tahun. Dulu mereka memilih menikah muda karena tak ingin terjerumus ke hal yang tak di inginkan.
"Mari kita masuk, sudah waktunya Maghrib, nggak baik di luar" Aira pun menyudahi pelukannya dan mengajak Nafia masuk ke rumah, sedangkan Afwan membawa koper Nafia dan meletakkan di salah satu kamar yang ada di rumah tersebut.
"Nak, mulai sekarang panggil saja kami Ibu dan Bapak, anggap kami adalah orang tuamu, dan jangan sungkan berbagi cerita hidupmu, kami akan selalu mendengarkan, dan jika kami bisa, kami akan bantu menyelesaikan masalah yang sedang kau hadapi" ucap Aira yang merasa bahwa Nafia pasti sedang memiliki masalah
"Bu, ceritanya di lanjut nanti saja, bapak mau ke masjid dulu, ibu sama Fia sholat di rumah saja ya" pamit Afwan pada istri dan Fia
"Ya pak"
Malam masih saja setia dengan hening yang tercipta, membuat siapapun terlena dan ingin menikmati kembali alam mimpi, tapi tidak untuk Nafia yang sudah biasa terbangun di sepertiga malam. Perlahan dia menuju kamar mandi yang terletak di belakang rumah, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mendapati lampu dapur yang sudah menyala, dan Aira yang berdiri di depan kompor.
"Bu," Nafia mencoba menegur dengan suara yang lembut agar tidak mengejutkan Aira
"Maaf kalau ibu membangunkanmu"
"Tidak koq bu, hanya saja aku sudah terbiasa bangun sepagi ini, sulit rasanya untuk terpejam kembali"
"Mau ibu buatkan minum?" tawar Aira
"Tidak perlu bu, aku mau ke kamar mandi, permisi bu"
"Baiklah"
Setelah Nafia menuntaskan urusan dengan kamar mandi, kini dia kembali ke kamar untuk melanjutkan kewajibannya.
"Kenapa ibu memasak sepagi ini?" tanya Nafia saat berada di dapur
"Ini menu untuk jualan ibu hari ini Fia"
"Boleh Fia bantu?"
"Apa tidak merepotkan? Kalau Fia masih capek istirahat saja dulu, disini juga tidak apa-apa"
"Tidak, Fia sudah terbiasa koq bu, warungnya buka jam berapa bu?"
"Biasa buka jam enam pagi, apa Fia mau ikut ibu jaga warung?"
"Dengan senang hati bu"
Fia merasa kehangatan keluarga yang dulu telah hilang kini hadir kembali, senyum mulai mengembang di bibir Fia, sebuah keluarga yang tak di kenalnya, menerimanya tanpa syarat apapun
Semua pekerjaan dapur telah selesai mereka lakukan, dan rumah pun sudah tampak rapi. Mereka mengerjakan tanpa henti, hanya jeda sebentar untuk melaksanakan kewajiban mereka pada sang Kuasa. Jam lima lebih tiga puluh menit warung sudah di buka, lebih pagi dari biasanya. Dan tak lama setelah itu, para pelanggan Aira pun mulai berdatangan.
"Tumben bu, masih pagi sudah buka saja warungnya" sapa seorang pemuda yang selalu membeli sarapan di warung Aira
"Ya mas, khan sekarang sudah ada yang bantuin, jadi bisa lebih cepat siap, mas mau pesan apa pagi ini?" sahut Aira sambil melayani pelanggan yang lain terlebih dulu
"Biasa bu, bungkus ya! Saya tunggu di kursi depan aja" pemuda tersebut berjalan menuju kursi yang terletak di depan warung, sementara Aira membungkuskan pesanannya, dan Fia membantu mencuci piring yang sudah dipakai makan oleh para pelanggan Aira.
"Ini mas pesanannya," Fia memberikan pesanan pada pemuda tersebut, namun lama tak diraihnya karena terpesona dengan wajah Fia, hingga panggilan Fia menyadarkannya
"Maaf, terimakasih, ini uangnya" tanpa menoleh lagi pada Fia
"Orang aneh"
***
"Sayang,, apa kamu akan bekerja hari ini?" Laura bertanya pada Alvin.
Laura adalah kekasih Alvin, tapi hanya sebatas kekasih di ranjang, Alvin bahkan tak pernah mengatakan sayang, cinta atau perlakuan romantis pada Laura, Alvin hanya datang saat nafsunya sudah tak terkendali.
"Aku bukan orang pengangguran seperti kau Laura, bukankah sudah ku katakan jangan pernah mencampuri urusan pribadi ku, atau kau akan tau akibatnya, cukup diam dan nikmati saja tubuh dan uang ku" Laura terdiam dengan kalimat yang Alvin ucapkan, cukup menyadarkan siapa dirinya sebenarnya. Jika bukan karena ayahnya yang tak ingin perusahaannya bangkrut, dia mungkin tak akan melakukan ini, tapi itu dulu, sekarang Laura sudah mencintai Alvin begitu dalam, selama lima tahun Laura hanya jadi mainan untuk Alvin, tanpa bisa menuntut apa pun pada Alvin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!