NovelToon NovelToon

Belahan Jiwaku

Prolog

Selamat sore teman-teman, saya akan memulai lagi dari awal karya "Belahan Jiwaku" yang kemarin sempat terkendala oleh keadaan dan waktu.

Tetapi, saya juga memohon pengertian dari teman-teman sekalian bila mungkin saya telat menyetor cerita, saya mohon harap maklum ya.

Kisah ini sangat menarik untuk diceritakan kembali. Saya merangkainya dalam perpaduan fiksi dan non-fiksi dengan latar pesona alam kami yang indah. Yang sangat sayang bila tidak di publikasikan kepada khalayak ramai.

Semoga dengan hadirnya novel ini kelak, juga bisa menarik para wisatawan baik lokal, nasional maupun mancanegara beramai-ramai berkunjung ke Bumi Sebalo.

Welcome to my hometown🤗🤗

Kita lanjut ke prologue ya gaess ...

Reno, pria ganteng yang kurang beruntung, lahir dari keluarga kalangan ekonomi kebawah.

Ia sangat mengagumi seorang gadis, Anyelir. Dengan ekonomi yang mapan. Anyelir, gadis cantik berkulit kuning langsat dengan wajah orientalnya, membuat Reno tergila-gila padanya.

Akan tetapi, Reno menikahi Nina yang melahirkan bayi kembar untuknya. Kemudian, Ia pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.

Reno tak berani menghadapi kenyataan dan memilih untuk tidak pulang ke kampung halamannya. Selama beberapa tahun, Ia seolah-olah ingin menghilang dari hidup Anyer. Ia tak sanggup melihat Anyer yang mungkin sudah menikah ataukah mungkin, Ia masih setia menunggu kehadirannya kembali. Dengan status seorang 'Duda'.

Tapi di suatu ketika, anak-anaknya yang sudah menginjak masa balita, meminta Sang Ayah untuk membawa mereka pulang ke kampung halamannya untuk menjenguk Kakek dan Neneknya disana.

Reno pun bingung, disatu sisi Ia juga tak berani menolak kemauan sang Anak, di sisi lain, Ia takut menghadapi Anyer. Bagaimana kabarnya? Apakah ia bahagia disana?

Namun, Reno tetaplah manusia biasa. Mau atau tidak, siap ataupun tidak siap, Ia pasrah menerima segala ketetapan Ilahi. Ia pun sadar, semua yang kita kehendaki tidak akan selamanya selalu kita miliki.

Namun, bila sesuatu yang Tuhan bentuk dan Ia ingin memberikannya hanya kepada kita, maka itulah yang disebut takdir dan rejeki kita.

Ia pun memutuskan pulang bersama si kembar, Gabriel dan Gibran. Anak yang lahir dari rahim wanita yang tak pernah Ia cintai.

Wanita yang menjebaknya hingga membuatnya kecewa pada dirinya sendiri. Wanita yang membuatnya terpaksa melupakan tambatan hatinya selama hampir 4 tahun ini.

Akan tetapi, Ia tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki sejati. Ia harus bertanggung jawab walau tak pernah melakukan kesalahan padanya sama sekali.

Tetapi, Reno justru harus menahan derita yang teramat sangat membuat hatinya hancur berkeping-keping. Ia harus belajar mengikhlaskan semua mimpinya, harus membuang semua hasratnya.

Disaat Ia sudah mapan dengan kondisi ekonomi yang berada dititik puncak, Ia ingin mempersembahkan untuk gadis yang Ia cintai, tetapi Ia harus menerima bahwa takdir sedikit mempermainkannya ooopppss ... lebih tepatnya mengujinya.

Seberapa sabarkah Ia menerima semua ujian ini? Akankah Ia lolos sebagai pemenang dalam permainan nasibnya, atau akankah Ia berhasil memenangkan hati Anyelir?

Kita simak bersama ya, manteman? Sekali lagi, saya mohon kesabaran agar bisa menulis kelanjutan kisahnya dengan lancar, mohon dukungan dan doanya ya manteman.

Tanpa dukungan teman-teman saya bukanlah siapa-siapa. Disini saya juga ingin sekali menyampaikan rasa ''terima kasih" karena banyak memberi 'jempol' dan membaca novel 'Pria Pilihan Orangtua'. Karena dukungan kalianlah maka saya melanjutkan lagi novel ini.

Thanks God, Thanks all.

Selamat malam, selamat beristirahat. Mimpi yang indah ya🤗🥰😇

Pulkam

Langit Bengkayang yang cerah, seolah menyambut Aku kembali ke kampung halaman tercinta. Bersama kedua jagoanku, Gabriel dan Gibran. Kedua bocah itu sudah kelelahan, mereka pun ketiduran dipangkuanku dan Sus Sulis.

Aku sedari tadi menikmati pemandangan alam di Kabupaten Bengkayang. Sudah banyak berubah, tanah kosong yang dulu hanya padang ilalang, kini berubah menjadi hunian warga. Sepanjang jalan kini sudah ramai, hingga membunuh kesan anker kota kecilku ini.

Penerangan lampu-lampu jalanan sungguh membuat pengguna jalan terbantu. Semakin sore, semakin ramai. Dan tibalah, Aku kerumahku.

Rumah yang memberi banyak kenangan, tempat kami menangis dan tersenyum bersama orangtua, saudara dan teman tercinta. Dan, di rumah ini pula, Aku pertama melihat gadis cantik dan para sobatku berguyon untuk menjodohkanku dengannya.

"Anyer, di manakah kau berada?" bisikku dalam hati ketika melangkahkan kaki keluar dari mobilnya. "Rumah itu, masih tidak berubah. Apa Anyer sudah ada yang punya?" Aku kembali bertanya pada diri sendiri.

"Pa ... pa ... kenapa?" tanya Gibran bingung melihat Aku sedang bengong menatap rumah bercat abu-abu itu. "Ayo, masuk. Panggil pho-pho sama kung-kung yah," pesanku pada anak-anak.

"Pho ... Kung ... Gibran dan Gabriel tiba ..." sapa si kembar dari pintu depan. Bergegas kedua orangtuaku berjalan ke depan menyambut putra sulungnya dan cucu-cucu kesayangannya. "Wah, si kembar sudah besar, peluk Pho-phonya, dan sang Kakek mengelus-elus kepala kedua bocah nakal itu.

"Ayo masuk," ajak sang Nenek dengan raut wajah bahagia menyambut kedatangan kami Sementara Sus Sulis dan sopir taxi sedang sibuk memindahkan semua bawaan kami, Aku bergegas ke dapur mencari air putih pelepas dahaga.

"Masak apa, Ma," Aku bertanya pada Mama. "Ayam goreng sama kuah sop, Ren," sahut Mama dengan wajah yang sudah tampak menua. "Sini, ajak anakmu makan," katanya lagi. "Sudah tadi, Ma."

Anak-anak sudah kelelahan, mereka pun kini telah lelap di kamar kosong di samping kamarku. Sus Sulis juga sudah istirahat. Begitu pula orangtuaku mereka beristirahat awal. Hanya Aku yang kini masih terjaga.

Aku duduk diteras rumah, di atas kursi yang masih berada di sana. Tempatku selalu mengamati Anyer. Gadis cantik dan mempesona. Yang telah mencuri hatiku, tapi ...

Hari telah larut, Aku pun masuk beristirahat. Menikmati suasana dikamar yang sudah Aku tinggalkan 4 tahun lebih. Kasur dan bantalku, apalagi kamarku, tidak berubah.

"Anyer," tiba-tiba saja sosok bayangan itu menari-nari dihadapanku. Wajah cantiknya, kulit putihnya, tubuh mungilnya, hadir di kamar ini. Dan, Aku pun terbuai dalam mimpi.

Udara pagi yang sejuk, dedaunan berjatuhan di pekarangan rumah, seorang gadis tampak sedang menyapu halaman rumahnya. Dan, tiba-tiba ... brukkkk. Suara seorang anak terjatuh di hadapannya.

"Dek, sakit ya?" tanya Anyer peduli. "Ayo masuk, saya obatin ya," Anyer membawanya masuk dan membersihkan lukanya, lalu mengoleskan obat diatas luka gores itu.

"Gabriel, Gabriel ..." panggilku berulang-ulang, kuatir saat si sulung sudah lama tak muncul. "Pa, saya di rumah ii," jawab Gabriel melambaikan tangannya dari rumah Anyer.

"Anyer," Aku terpana padanya. Semakin cantik wanita ini Aku pun menghampirinya. "Gabriel, kenapa di rumah ii?" tanyaku terkejut. "Tadi, Gabriel jatuh, Ren," jelas Anyer. "Pa, ii baik deh, luka di kaki Riel sudah diobati sama ii," terang anakku polos.

"Oh, terima kasih, Nyer," ucap Reno menatapnya lama seolah ingin bertanya sesuatu padanya. Anyer tersenyum padanya.

"Ii, bolehkah ii jadi mamaku. Aku sedih, tak punya mama hanya Sus Sulis, Bi Ijah dan Papa aza yang mengurus kami sepanjang hari" curhat Gabriel sembari memohon pada Anyer sambil menarik-narik tangannya. Anakku dan Anyer tampak seperti sudah sangat akrab dengannya.

Kecelakaan yang Indah

Raut wajah Anyer berubah setelah mendengar permintaan Gabriel agar Ia menjadi ibu sambungnya. Gabriel mewakili kata hati dan mulutku. Aku senang, tapi Anyer, apa sudah ada yang punya?" tanya Reno dalam hati kecilnya.

"Gabriel, ga sopan ahh," aku pura-pura menegur anakku. "Ga apa-apa, Ren. Namanya juga anak kecil," balas Anyer. "Mamanya di mana, Ren?" tanyanya penasaran. "Mamanya sudah meninggal sejak melahirkan anak kembarku," curhatku.

"Ii, anaknya mana?" tanya Riel mencari-cari teman bermain. "Ii belum menikah jadi belum ada anak," terang Anyer seraya membelai rambut Riel panggilan kecil untuk Gabriel.

"Ii menikah dengan Papa, yah," deg ... sontak mereka berdua terkejut. "Riel, ga sopan," kataku seakan tak suka tapi aku berharap itu terjadi. Anyer hanya tersenyum.

"Tuhan, semoga dia jodohku," pintaku pada yang di atas. "Ii, boleh minta no hape ii, nanti Riel vical," ucap anak yang sebentar lagi berumur 4 tahun itu lincah. Ia seolah paham dengan semua yang aku butuhkan. "Pulang mandi yuk, udah siang," kataku masih terus memandang Anyer.

"Da ... ii, nanti Riel datang lagi yah, minta obat sama ii," kata anakku polos. Dan lagi-lagi ia memberiku kesempatan untuk mendekati Anyer. "Semoga kamu jodohku, Nyer."

Aku dan Riel pulang ke rumah, Sus Sulis segera memandikan anakku. Akupun segera mengambil hape, aku save no hape Anyer. Ku coba ping WAnya, ia segera membalasku.

"Nyer, ini no Reno," ketik di aplikasi WA. "Ya, Ren," balasnya singkat. Tanpa sadar aku ketagihan berbual dengannya. "Sudah sarapan?" tanyaku peduli. "Sudah," balasnya lagi. "Aku ke toko ya, bye ... " balasnya mempersingkat waktu.

Setelah selesai berbenah dan masak, Anyer berangkat ke tokonya. Dan, anggota keluarga yang lain akan gantian pulang makan di rumahnya yang dapurnya berhadapan dengan depan rumahku.

Gadis itu sama sekali tidak berubah, rajin dan cantik, itulah yang menonjol dari dirinya. Anyelir, gadis yang mencuri hati ini, sejak dahulu dan hingga sekarang pun, pemilik hati ini tetaplah Dia.

Sorenya, Gabriel segera mandi tanpa disuruh, Ia sudah rapi mengenakan piyamanya. "Pa, ayo kita ke tempat ii," ajaknya sopan tetapi dengan wajah sedikit memelas. "Sebentar, Papa tanya ii dulu posisinya dimana saat ini," jelasnya sembari menunduk mengirim pesan pada Anyer.

"Nyer, Riel pengen ke rumahmu, katanya mau berobat," Aku berdalih sebagai modus biar bisa bertemu Anyelir. "Aku sudah di rumah," balasnya. "Ok, kami berangkat yah," Reno dan Anyer saling berbalas pesan.

Reno dan Gabriel siap-siap berangkat. "Pa, Gibran ikut yah," kata si sulung memelas pula. "Ayo sini, Nak," ajak ku. "Kita kemana, Pa?" tanya Gibran tak mengerti. "Kita ke rumah Ii cantik, baik lagi," terang si bungsu pada Gibran.

Kami tiba, rumah kami cukup dekat. "Ayo, masuk," ajak Anyer ramah menyambut mereka. Reno dan si kembar pun masuk. Dan berpapasan dengan ibu Anyer yang sedang mengambil air.

"Jie, selamat malam," Aku menyapanya dalam bahasa Hakka. Beliau pun menjawab dan bercengkramah bersamaku bahkan Ia sangat menyukai anak-anakku. "Jie, maaf saya merepotkan Anyer sebentar," ijinku pada ibunya.

"Ya, tak apa," katanya ramah. "Aji masuk dulu," pamitnya lalu meninggalkan kami di sana. Aku tak membaca sedikitpun raut wajah tak menyukaiku disana. Aku memperhatikan Anyer melepas perban kaki Gabriel, lalu dengan hati-hati mengolesi kaki itu dengan obat. Sosok keibuannya membuatku tak tahan ingin mengecupnya.

Dan, tiba-tiba Anyer menginjak tutup obat merah dan tergelincir jatuh tepat dipangkuanku. Aku sambut dengan hati-hati agar Ia tidak terluka.

Tetapi, tubuh serta wajah kami berdua berada di jarak yang cukup dekat. Hingga dapat kurasakan bunyi detak jantungnya begitu cepat. Kecelakaan yang sangat romantis, hingga aku tak ingin melepaskannya.

"Papa, Mama ..." Gabriel memanggilnya dengan sebutan "mama". Kami pun baru menyadari kedua anak itu sedang menyaksikan adegan kecelakaan itu. Dan, aku melepaskannya dengan hati-hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!