NovelToon NovelToon

Mama, Apa Salahku?!

Episode 1

"Aku sudah berulang kali mengatakan, aku tidak mau melahirkan anak ini, bu..." Jerit Riana saat merasa perutnya semakin membesar, dia hamil padahal saat ini dia masih siswa di kelas tiga SMA.

"Lalu, kamu ingin menggugurkan kandunganmu?" Tanya Farida pada putri semata wayangnya itu.

"Iya. Tapi ibu selalu menggagalkan rencanaku untuk membuang janin ini. Aku takut, bu!! Bagaimana kalau sampai semua orang tahu tentang ini? Aku masih mau sekolah, bu. Satu semester lagi aku akan lulus. Aku malu."

Buuuggg

Buuuggg

Berkali kali Riana memukul permukaan perutnya yang sudah terlihat jelas membuncit itu.

"Semua ini karena baj*ng*n itu. Harusnya ibu membunuhnya saat itu juga." Gumam Farida mengingat hari saat dia melihat Riana di perk*s* oleh preman di sore itu.

FLASHBACK ON

Riana pulang sekolah agak sorean dari biasanya, karena harus mengikuti jam pelajaran tambahan. Maklum, kalau sudah kelas tiga SMA memang banyak mata pelajaran tambahan untuk membantu saat menghadapi ujian akhir kelulusan nanti.

"Bu, aku pulang naik angkot saja." Ucap Riana melalui sambungan telepon dengan Ibu nya.

"Ya sudah, kamu hati hati ya, nak. Ibu nggak bisa jemput, soalnya masih banyak pelanggan yang datang ke toko." Sahut Farida yang masih melayani pelanggan yang membeli di toko kue nya.

"Iya bu, aku juga sudah biasa kok pulang sendirian."

Riana tersenyum dan mengucap salam sebelum menutup panggilan itu. Namun, sebelum panggilannya benar benar dia akhiri, tiba tiba ada pria aneh berpakaian bak preman, wajahnya tertutup masker hitam, pria itu juga memakai topi hitam dan dia langsung membekap mulut Riana.

"Mmmhppp... Ibu... Bu... Mmmhhhpp to-tolong!!!" Pekik Riana yang terdengar oleh ibunya karena panggilannya masih tersambung.

"Lepaskan aku!!!" Jerit Riana sambil berontak, tapi dia kalah kuat dari pria yang menarik paksa tubuhnya.

Berulang kali Riana meminta tolong, tapi tidak ada yang datang menolongnya karena memang ini jalanan sepi dan jauh dari pemukiman.

Tubuh Riana di lempar dengan kasar ke dalam bangunan tua, kotor dan bau. Bangunan itu bekas rumah yang sudah lama tidak ditempati lagi.

"Jangan apa apakan aku!!! Hiiikssss, IBU!!!"

Pria itu tidak peduli sama sekali dengan jeritan memilukan dari mulut Riana. Dia terus melakukan aksinya, memaksa Riana untuk menjadi pelampiasan hasrat biologisnya.

"Aaakkkhhh!!! Saaakkkiiitt!!!"

Jerit tangis pilu Riana yang malang saat pria itu dengan tidak berperasaan merenggut kesuciannya.

Sementara itu, Farida yang mendengar jeritan putrinya melalui sambungan telepon pun langsung bergegas meningggalkan toko kue nya. Dia menyetop ojek dan minta diantar menuju ke sekolah Riana.

"Cepat, mas. Anak saya dalam bahaya!"

Supir ojek itu pun tancap gas menuju alamat yang dikatakan Farida.

"Semoga tidak terjadi apa apa pada Riana. Oh Tuhan, lindungi putriku." Farida terus berdoa sepanjang jalan untuk keselamatan Riana.

Lalu, saat ojek mendekati rumah tua itu, samar samar supir ojek dan Farida mendengar jeritan dan tangisan Riana.

"Stop mas, itu suara putri saya!!"

Farida langsung melompat turun dari motor dan berlari menuju rumah tua itu, dia sangat yakin itu suara putrinya, Riana.

Sopir ojek pun ikut mengekor di belakang Farida.

"Aaakkkk baj*ng*n!!!" Pekik Farida saat melihat seorang pria tengah memperkosa Riana.

Sopir ojek tidak tinggal diam, dia mengambil kayu dan memukul kuat punggung pria itu, hingga pria itu terbaring lemas di samping Riana yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.

"Oh Tuhan, anakku!!!"

Farida langsung memeluk Riana, dia merapikan pakaian Riana yang hampir terlepas semua dari tubuhnya. Wajah Riana mendapat banyak goresan, begitu juga di bagian tubuhnya terutama dada dan juga bagian tubuh bawahnya.

"Ibu, aku takut!!!" Ucap Riana sebelum dia kehilangan kesadarannya.

Mas ojek langsung mengikat kuat tangan dan kaki preman baj*ng*n itu menggunakan tali sepatunya. Lalu dia pun berencana untuk menelpon polisi.

"Halo, bapak!" Ucap mas ojek itu.

"Mas menelpon siapa?" Tanya Farida.

"Saya menelpon polisi, bu."

"Jangan. Tidak. Jangan telpon siapapun, saya tidak ingin hal menj*j*kan ini tersebar. Saya mohon, mas jangan hubungi siapapun."

Mas ojek pun tidak jadi menelpon. Dia pun langsung membantu menggendong tubuh Riana dan menaikkannya ke motor. Lalu mereka bonceng tiga, menuju rumah Farida.

Sementara preman itu dibiarkan begitu saja dengan tangan dan kaki dalam keadaan terikat.

Sejak kejadian itu, Farida selalu mengantar jemput Riana ke sekolah. Dia dan Riana bersikap seakan tidak terjadi apa apa. Tentu saja semua itu juga karena permintaan Riana. Dia tidak mau masa depannya hancur hanya karena berita tentang dirinya yang diperk*s* tersebar luas.

Jadi, dia tetap sekolah seperti biasa. Hingga dua bulan kemudian, dia pun dinyatakan hamil.

"Bu, aku tidak mau hamil. Gugurkan saja anak ini, bu." Ucap Riana sambil memohon pada ibu nya.

"Tidak sayang, kita tidak boleh membunuh janin yang tumbuh di rahim mu."

"Aku tidak mau bu. Aku membencinya, aku membenci pria itu." Riana memukul mukul permukaan perutnya yang masih datar.

"Cukup Riana, itu hanya akan menyakiti perutmu, nak." Farida menghentikannya dan memeluk putrinya itu dengan erat.

"Bu, bagaimana kalau nanti kehamilanku tersebar. Semua orang akan mencemooh. Aku malu!"

Farida tidak merespon, dia hanya terus memeluk erat putri semata wayangnya itu, harta satu satunya yang dia miliki setelah suaminya meninggal lima tahun yang lalu.

FLASHBACKOFF

Dan waktu terus berlalu. Kini usia kandungan Riana sudah sembilan bulan dan berkali kali dia mencoba membunuh janinnya namun janin itu malah semakin kuat dan kokoh dalam rahimnya.

Riana akhirnya putus sekolah, padahal hanya tinggal beberapa bulan lagi menjelang ujian kelulusan. Tidak mungkin dia lanjutkan karena perutnya sudah sangat besar, tidak bisa disembunyikan lagi.

"Ini semua salah ibu. Masa depanku hancur karena ibu memintaku mempertahankan bayi sialan ini." Rutuk Riana saat sedang merasakan sakitnya ketika air ketuban pecah.

"Aaakkkkhhhh sakiiiittttt bu... Tolooonggg ini sangat sakiiitttt!!" Jeritnya.

Riana berbaring di lantai dingin kamar mandi. Seorang dukun beranak membantu persalinannya. Dan setelah berjuang sambil terus memaki ibu nya dan juga mengatai bayinya bayi pembawa sial, akhirnya Farida dan Riana dapat mendengar suara tangisan bayi yang telah lahir dengan sehat sempurna itu.

Oweeekkk

Oweeekkk

Tangisan si mungil itu menggema di seluruh sudut rumah kecil tempat tinggal Riana dan Farida.

"Nak Riana, selamat ya bayinya perempuan. Bayi ini sangat cantik, putih dan matanya juga sangat indah berkilau." Puji mbok dukun beranak itu sambil membersihkan tubuh bayi malang itu.

Riana memalingkan wajahnya dari bayi itu. Sedangkan Farida, menyentuh jari jari mungil bayi itu, air matanya bahkan menetes karena dirinya kini sudah menjadi seorang nenek.

"Aku sudah punya cucu." Sahutnya, lalu mengambil alih bayi itu dari tangan si mbok.

"Dia bukan cucu ibu. Aku akan menyiksanya kalau ibu nekad merawatnya." Ucap Riana yang masih lemas habis melahirkan.

"Ibu yang akan merawatnya. Kamu lanjutkan saja sekolah mu. Biarkan bayi ini ibu yang merawatnya." Sahut Farida.

Diciumnya wajah mungil itu, lalu Farida membisikkan nama cucunya itu ditelinga mungil milik bayi itu.

"Namu kamu, Hesti. Nenek akan merawatmu, sayang."

Betapa bahagianya Farida menyambut kehadiran cucunya itu. Meski memang dia juga sangat sangat membenci preman yang telah memperkosa Riana.

Namun meski begitu, Farida melihat di berita, preman itu telah di tangkap polisi dan di penjara seumur hidup karen memperkosa anak seorang pejabat Negara. Setidaknya berita itu bisa melegakan hati Farida.

Episode 2

Riana benar benar melanjutkan sekolahnya. Dia mengikuti ujian paket kelulusan, hingga akhirnya dia mendapatkan ijazah paket lulusan SMA. Tapi dia tidak mau lanjut kuliah.

Sedangkan Farida, dia merawat Hesti dengan penuh cinta dan kasih sayang. Farida membawa Hesti setiap hari ke toko kuenya. Dan sejak ada Hesti toko kuenya jadi ramai pengunjung. Farida merasa Hesti pembawa keberuntungan untuknya, bukan pembawa sial seperti yang dikatakan Riana.

"Jeng Farida berutung merawat bayi mungil ini. Usaha jeng jadi ramai. Ini bayi membawa keberuntungan." Sahut seorang pelanggan.

"Terkutuklah wanita jahat yang membuang bayi menggemaskan ini." Sambung pelanggan lainnya.

Farida merahasiakan siapa Hesti sebenarnya. Dia mengatakan pada orang orang bahwa dia menemukan Hesti di pembuangan sampah di pasar saat sedang berbelanja. Dan semua orang mempercayai itu.

Kini usia Hesti sudah menginjak satu tahun lima bulan. Dia sedang aktif aktifnya berjalan dan bermain. Juga sudah ada beberapa kosa kata yang bisa di ucapkannya meski pelapalannya masih sulit dimengerti. Tapi, satu kata yang sudah sangat jelas di ucapkan Hesti yaitu saat menyebut kata 'mama'

Farida dan Hesti sudah pulang dari toko kue malam ini. Hesti di letakkan oleh Farida di lantai depan pintu rumah. Lalu Hesti pun langsung berlari dengan wajah cerianya mengejar Riana yang sedang duduk santai menatap layar handphone nya.

"Mama!! Mama.. Mama.. ti da lang." Ucapnya terbata mengejar Hesti.

Dia mengatakan pada Hesti bahwa dia sudah pulang.

"Apaan sih berisik!! Jangan panggil aku mama. Aku bukan mama kamu.." Teriak Riana sambil mendorong tubuh mungil Hesti dengan kakinya hingga Hesti terjatuh duduk di lantai.

"Hiiikkksss..." Hesti menangis karena terkejut tiba tiba di dorong oleh Riana.

"Ya ampun, sayang." Farida langsung berlari mengejar Hesti.

"Ya ampun, cucu nenek. Mana yang sakit sayang?!" Tanya Farida sambil merangkul tubuh mungil itu masuk dalam gendongannya.

"Menyebalkan!" Rutuk Riana yang mulai melangkah masuk kembali ke kamarnya.

Farida memeluk erat cucu kesayangannya itu. Matanya berkaca kaca setiap kali melihat Hesti memanggil mama nya dan mengejar mama nya ingin digendong atau sekedar di peluk, tapi berakhir ditolak.

"Tidak bisakah kamu untuk tidak menyakiti fisik bayi ini, Riana? Kamu boleh mengabaikannya tapi jangan main fisik." Tutur Farida menyusul Riana ke kamarnya.

"Terserah aku, bu. Lagian siapa juga yang mau mempertahankan anak pembawa sial itu." Sahut Riana.

Farida yang merasa percuma bicara pada Riana pun langsung membawa Hesti keluar dari kamar itu. Mereka kembali ke kamarnya. Lalu tidur nyenyak beristirahat di malam hari ini, karena besok akan kembali bekerja di toko kue.

Waktu terus berlalu, Riana semakin membenci Hesti. Padahal kini Hesti sudah berusia empat tahun dan bicaranya pun sudah lancar untuk ukuran anak seusianya.

"Bu, aku mau menikah." Ucap Hesti saat mereka sedang menikmati makan malam bersama.

"Dengan siapa, nak? Apa dia tahu bahwa kamu sudah punya anak?" Tanya Farida.

"Dia tau aku sudah pernah melahirkan, tapi tidak dengan keluarganya. Jadi, aku tidak mau anak ini hadir dihari pernikahanku nanti." Sahut Riana menatap penuh kebencian pada Hesti.

Melihat tatapan itu membuat Hesti ketakutan, dia pun bersembunyi dibalik punggung neneknya.

"Berhenti mengatakan kata kata seperti itu pada Hesti, Riana. Dia sudah mulai mengerti."

"Justru itu bagus dong, bu. Dia memang harus tahu kalau dia itu pembawa sial dalam hidupku." Ucap Riana, lalu dia meninggalkan meja makan dan kembali ke kamarnya.

Hesti menatap punggung Riana dengan tatapan rindu. Ya, dia ingin setidaknya sekali saja di peluk oleh wanita yang dipanggilnya mama itu.

"Mengapa mama tidak sayang sama Hesti, nek?" Tanya sikecil itu.

Farida tidak menjawab apapun, dia hanya langsung menarik tubuh mungil Hesti masuk dalam pelukannya.

*

*

Riana akhirnya menikah dengan seorang pilot. Katanya mereka berkenalan melalui media sosial dan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah.

Sejak menikah, suami Riana membawa serta Farida dan Hesti ke kota untuk tinggal di rumahnya menemani Riana. Maklum saja, Aldo seorang pilot jadi dia jarang di rumah karena harus terbang ke sana kemari membawa penumpang di pesawat yang dia kendalikan.

Aldo sangat baik pada Hesti. Bahkan Aldo sering mencium dan memeluk Hesti. Hal itu tentu membuat Riana marah dan dia akan melampiaskan marahnya saat Aldo tidak di rumah. Riana akan memukul dan menyiksa Hesti saat Farida juga sedang di toko kue miliknya.

Dua bulan sudah berlalu sekarang. Dan hari ini, Aldo sedang tidak di rumah. Farida juga sudah ke toko sejak subuh tadi. Tinggallah Hesti dan Riana berdua saja di rumah. Nah Riana tidak tinggal diam, dia pun memulai aksinya untuk menyiksa Hesti.

"Hesti!" Teriak Riana

Hesti yang sedang bermain boneka pun terkejut mendengar teriakan mamanya.

"Hesti, cepatan ke sini!!"

Hesti tampak ketakutan. Dia tahu apa yang akan dilakukan mamanya lagi padanya saat nenek sedang tidak di rumah.

"I-iya mama..." Sahut si kecil itu.

Dia berlari menghampiri Hesti yang duduk santai di sofa ruang tengah sambil nonton tv.

"Ambilin susu di kulkas. Aku haus." Titah Riana saat Hesti sudah berdiri di hadapannya.

"Iya, ma." Langkah kaki mungil itu pun menuju dapur dengan cepat.

Hesti kesusahan membuka kulkas, karena ganggang pintu kulkas yang terlalu tinggi untuknya. Akhirnya dia melompat lompat untuk meraih ganggang pintu kulkas.

Hyiaakk

Aaaaaa

"Tidak bisa..." Ucapnya.

Matanya sudah berair. Dia takut untuk mengatakan dia tidak bisa membuka kulkas, karena yang ada pasti di marahi oleh mamanya.

Mata yang berairnya itu mengedar melirik sekelilingnya hingga dia melihat kursi meja makan.

Ddrrrreeetttt

Sssrrreeettt

Suara kaki kursi yang bergesekan dengan lantai saat gadis kecil itu menariknya. Kursi itu berhasil di tariknya, di letakkan di samping kulkas, lalu dia naik keatas kursi dan meraih ganggang kulkas untuk membukanya.

"Yeee belhasil..." Ucapnya kegirangan.

Dia tersenyum, senyum yang sangat menggemaskan. Andai Riana mau melihat sebentar saja mata bening dan senyuman menggemaskan itu, mungkin hati Riana akan luluh. Sayangnya Riana terlalu sibuk mengatakan dia membenci Hesti.

Hesti lansgung membawa kotak susu itu pada mamanya.

"Mama.." Hesti mengulurkan kotak susu itu kearah Riana.

Riana pun pura pura memegang kotak susu itu, lalu saat tangan Hesti sudah tidak memegang permukaan kotak itu lagi, Riana pun melepaskan kotak susu itu dengan sengaja.

Byyyuuurrr

Susu segar itu tumpah di lantai begitu saja.

Kaki mungil Hesti terkena lelehan susu itu dan dia merasa kedinginan. Ya, susu itu sangan dingin karena baru di keluarkan dari kulkas.

"Hesti!!!" Teriak Riana murka.

"Maafkan Hesti mama... Hesti tidak sengaja." ucap Hesti yang sudah menangis terkejut karena di sergah mamanya.

"Kamu itu memang selalu membawa sial untukku. Semua yang kamu sentuh pasti akan terbawa s*al. Dasar, anak h*r*m tidak berguna. Besihkan tumpahan susu itu segera!" Titahnya pada gadis kecil yang baru berusia empat tahun lima bulan itu.

"Iya mama."

Sambil menahan tangis Hesti mengelap sisa tumpahan susu di lantai menggunakan kain lap dengan gerakan lambat.

"Dasar lelet, kamu bisa nggak sih melakukannya dengan cepat! Aku muak melihat wajah pembawa s*al mu itu." Rutuk Riana membentak bentak gadis kecil yang tidak tahu apa apa.

Hiiikkksss...

Hesti menangis sambil terus mengelap lantai.

"Nangis! Nangis saja terus supaya nenek kesayangan kamu itu menyalahkan aku lagi. Kamu pasti senang kan melihat aku dimarahi ibu ku?!" Teriaknya lagi.

Kepala mungil Hesti menggeleng. Dia tidak mau mamanya dimarahi oleh neneknya hanya karena dia membuat mamanya kesal. Dengan terpaksa dia pun mencoba menahan tangisannya segera.

Episode 3

Tujuh bulan kemudian.

Riana kini tengah mengandung dan usia kandungannya memasuki bulan ke lima. Dia menjadi sangat emosian dan juga sangat pemalas melakukan pekerjaan rumah. Yang dia senangi hanya lah berdandan dan jalan jalan ke mall setiap kali di tranfer uang bulanan oleh suaminya.

Hesti juga kini sudah berusia lima tahun. Dia mulai sekolah TK. Farida yang mengantar jemputnya ke sekolah setiap hari. Dan biasanya, Hesti dibawa Farida kembali ke toko kue setelah pulang sekolah. Tapi, hari ini karena Farida sedang tidak enak badan, dan toko juga sibuk, dia pun mengantarkan Hesti pulang.

Gadis kecil yang baru tiba di rumah itu, langsung di sambut dengan tatapan sinis dari mamanya.

"Karena kamu di rumah hari ini, itu artinya kamu bisa menjadi babu ku." Ujar Riana pada gadis kecil itu.

Dia duduk di sofa ruang tengah sambil menonton tv seperti biasa.

"Aku lapar, ambilkan makanan ke dapur sana!"

Hesti yang berharap kalau dia selalu patuh pada mamanya akan mendapatkan ciuman atau pelukan dari mamanya pun selalu melaksakan apa yang diperintahkan oleh wanita jahat itu.

"Hesti antar tas ke kamar dulu ya ma." sahutnya.

"Ya udah sana cepat."

Dengan segera Hesti berlari menuju kamarnya yang ada di bawah tangga. Dia tidur di kamar itu bersama neneknya. Lalu tidak berapa lama kemudian Hesti kembali dengan sudah berganti pakaian.

"Lama banget sih!" Seru Riana kesal.

"Maafkan Hesti mama." Dia menunduk sambil memainkan jemari tangannya.

"Ya sudah cepat sana ke dapur, ambilkan makanan, aku lapar." Titahnya.

"Iya, mama. Tapi mama mau makan apa?"

"Cake di kulkas." Sahutnya tanpa menatap pada Hesti.

Langkah kaki kecil itu segera menuju dapur. Kali ini dia sudah bisa membuka pintu kulkas tanpa harus menggunakan kursi lagi. Ya, tubuhnya tumbuh semakin tinggi dengan cepat.

"Wah, cake stoberi. Aku suka.." Ucapnya menatap cake stoberi yang diatasnya ada buah stoberinya. Hesti menelan ludah menahan rasa ingin mengambil buah stoberi itu.

Perlahan dia membawa piring berisi cake ke depan.

"Ini, mama." Piring itu diletakkan Hesti di atas meja.

"Terus kenapa kamu masih berdiri di situ?" Tanya Riana judes melihat Hesti masih berdiri di dekatnya.

"Mmm... mama, boleh tidak Hesti minta buah stroberi nya. Hesti suka.." ucapnya terbata dan dengan menundukkan kepala.

Riana mengambil buah stroberi itu dengan tanganya, lalu mengulurkan kehadapan Hesti. Hesti tersenyum dan perlahan menegakkan kepalanya dengan tangan menjulur ingin mengambil buah stroberi di tangan mamanya.

TUINGG...

"Ups buahnya jatuh ke lantai tuh." Ucap Riana sambil berpura pura sedih, padahal dia sengaja menjatuhkannya. Lalu dia tertawa terbahak bahak menatap wajah sedih Hesti.

"Ambil saja buahnya. Kamu kan suka. Lagian itu lantainya besih kok."

Riana benar benar keterlaluan. Bahkan saat Hesti mulai berjongkok untuk memungut buah itu, Riana malah berdiri dan dengan sengaja menginjaknya.

"Aku sudah tidak napsu makan." Ucap Riana. Lalu dia melangkah pergi menuju kamarnya di lantai atas.

Hiiikkss...

Hesti menangis sambil memungut stroberi yang sudah hancur dan menempel di lantai.

"Mama.." ucapnya sambil menyeka air mata dengan punggung tangannya yang lain.

Tanpa rasa jijik, gadis kecil itu memasukkan stroberi yang sudah diinjak mamanya kedalam mulutnya. Dia mengungah stroberi yang memiliki rasa asam itu diiringi deraian air mata.

"Stroberi ini asam, tapi Hesti suka. Kenapa mama tidak sukaaaa..." Celotehnya dalam tangis.

*

*

Farida pulang dari toko kue jam sembilan malam. Dia langsung ke kamar untuk menemui cucu kesayangannya yang ternyata belum tidur.

"Hesti sayang, kamu kenapa nangis?" Farida langsung memeluk tubuh mungil Hesti yang menangis duduk memeluk lututnya di lantai.

"Nenek.. Hiiikkksss!!!" Tangisnya pecah.

"Kenapa sayang? Apa mama memukulmu?" Farida memeriksa wajah dan tubuh Hesti.

"Tidak, nek."

"Lalu, kanapa cucu nenek menangis?"

Farida menyapu air mata di wajah Hesti dengan lembut. Lalu kembali memeluknya penuh kasih.

"Tadi Hesti mimpi buruk, nek." Mulut gadis kecil itu berbohong demi melindungi mamanya dari kemarahan neneknya.

"Mimpi buruk? Kamu ketakutan..."

"Iya nek. Mimpinya sangat menakutkan. Di mimpi itu teman Hesti merebut buah stroberi yang Hesti suka.. hhiiikkss!!!" Celotehnya dan kembali menangis.

"Buah stroberi."

Hesti mengangguk menatap neneknya dengan wajah mengibanya yang terlihat imut dan menggemaskan dimata Farida.

"Cucu nenek mau buah stroberi ya!!" Farida tersenyum.

"Iyaaa..." sahut Hesti cepat.

Sebentar Farida mengambil kantong plastik yang berisi kue ulang tahun ukuranckecil dengan toping full buah stroberi.

"Taraaaa... cake stroberi untuk cucu kesayangan nenek."

"Wuaaahhh cake stroberi.."

Hesti benar benar bahagia. Dia lansgung memeluk neneknya dengan erat.

"Ini hadiah untuk ulang tahunmu. Nenek baru bisa membelikan kue ini sekarang. Maaf ya sayang, nenek terlambat."

Hesti menggeleng, "Nenek tidak terlambat. Hesti suka cake nya. Hesti sayaaaaaang nenek.."

Gadis kecil itu memberikan ciuman untuk nenek yang selalu ada untuknya, menyayanginya seperti seorang ibu.

"Hesti boleh makan stroberi nya kan, nek?"

"Tentu sayang. Semua ini milik Hesti."

"Yeye yeeeyyeee..." Dia melompat lompat kegirangan sebelum akhirnya memakan buah buah stroberi yang ada di cake itu.

"Ini untuk nenek." Dia menyuapkan satu buah stroberi pada neneknya.

"Terimakasih sayang.." Farida memberi ciuman untuk cucu kesayangannya itu.

Tapi, setelah beberapa saat Hesti berhenti memakan buah stroberi. Dia pun menatap neneknya dengan tatapan sendu berkaca kaca.

"Ada apa sayang?" Tanya Farida khawatir.

"Nenek, kenapa mama tidak sayang sama Hesti?" Ucapnya.

Farida lansung menarik tubuh kecil itu masuk dalam pelukannya.

"Mama sayang kok sama Hesti. Kalau mama sering marah marah, itu karena di perut mama ada adek bayi. Karena mama kecapek an ngurus adek bayi, makanya mama suka marah marah." Ujar Farida menjelaskan.

"Tidak. Mama tidak sayang sama Hesti. Mama juga mengatakan Hesti anak pembawa sial. Kata mama kalau Hesti terus terusan mendekati mama, maka mama akan terkena nasib sial dari Hesti." Tuturnya yang pada akhirnya menceritakan perihal itu pada neneknya.

"Kamu keterlaluan Riana. Kenapa kamu tega berkata seperti itu pada Hesti. Dia juga anakmu, kamu yang mengandung dan melahirkan Hesti." Ucap Farida dalam hatinya.

Farida geram mengetahui kelakuan Riana yang masih terus terus mengatakan hal hal jahat pada Hesti. Mungkin usianya memang baru lima tahun, tapi dia gadis yang pintar dan dia sudah sangat paham tentang banyak hal. Bukan hanya mengerti kata kata kasar, tapi Hesti juga mulai mengerti tindakan tindakan kasar Riana pada nya.

"Kata bu guru, sebagai anak yang baik, Hesti harus selalu mematuhi mama supaya mama suka dan semakin sayang sama Hesti. Tapi, tadi Hesti mengambilkan mama cake stroberi. Hesti sudah patuh dan baik sama mama, tapi mama malah tambah marah sama Hesti. Apa itu artinya mama tidak menyayangi Hesti, nek?"

Farida hanya bisa diam mendengarkan penuturan cucunya itu. Hatinya perih bak disayat sayat sembilu mendengar betapa Riana tidak berperasaan sama sekali.

"Hesti cuma ingin merasakan di peluk mama. Kata bu guru, pelukan mama adalah obat terbaik saat kita sedang bersedih atau pun sakit." Lanjutnya nenuturkan apa yang diberitahu ibu guru nya di sekolah.

Farida tersenyum getir. Di raihnya kedua tangan mungil Hesti. Lalu dibawanya tangan itu melingkar di lehernya, membuat Hesti seakan memeluknya.

"Kalau Hesti sakit atau bersedih, Hesti bisa memeluk nenek saja. Memeluk nenek juga bisa jadi obat kok." Ucap Farida.

Air mata Farida menetes di balik punggung Hesti yang sedang memeluknya. Betapa hancurnya hati Hesti kalau dia sampai tahu kebenaran mengapa mamanya membencinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!