NovelToon NovelToon

Biarkan Hati Yang Memilih

1

Arga duduk merenung di sebuah pendopo yang dekat dengan kolam renang di rumahnya. Beberapa kali ia bolak balik buka chat berharap Revina akan menghubunginya.

"Kamu dimana sih Re?" ucap Arga sambil mengusap wajahnya frustasi.

Arga membaringkan badannya menghadap langit langit pendopo. "Aku tidak pernah berniat membagi cinta, ketika aku memutuskan bahwa aku memilihnya maka itu akan menjadi satu satunya cinta." Arga mendesah pelan.

Sesaat Arga memejamkan matanya membayangkan bagaimana dia dan Revina sebelum mereka memutuskan berpacaran. Tapi sekarang kedekatan mereka tak seperti itu lagi, bahkan Arga sendiri bingung kenapa Revina yang sudah jadi kekasihnya berbeda dengan Revina yang dulu.

"Permisi den, maaf bibi mengganggu" ucap bi Iyah, salah satu pelayan dirumah Arga.

Arga membuka mata dan menatap pelayan tersebut. "Ada apa bi?" tanya Arga dengan nada terdengar seperti sedang malas.

"Anu den, makan malamnya sudah bibi siapkan" ucap bi Iyah.

Arga bangun sejenak dari tidur terlentangnya, melihat ke arah bi Iyah. "Ya udah bibi boleh istirahat biar nanti aku yang bereskan kalau sudah selesai"

"Nggak apa apa den kalau bibi istirahat duluan?" tanya bi Iyah.

"Nggak apa apa bi, lagian aku masih belum mau makan sekarang" ucap Arga seraya dengan senyum tulusnya.

"Aden teh lagi galau ya den? maaf bukan bibi lancang den"

Arga tersenyum ramah pada bi Iyah "Nggak apa apa bi, udah sana bibi istirahat nanti encokan disini malah minta di pijit sama saya" ucap Arga dengan diselipkan candaan.

"Si aden mah bisa aja" ucap bi Iyah dengan senyum juga.

Setelah bi Iyah menjauh darinya Arga kembali merenung. "Aku harus cari kamu kemana lagi Re? Apa tidak ada jalan lain untuk kamu melampiaskan kemarahan mu pada ku. Apa harus seperti ini? Kamu pergi entah kemana dan aku nggak tau harus menjemput kamu kemana"

***

Seorang perempuan cantik sedang duduk sendiri di taman dekat kost kost an nya. Menghirup angin malam sekarang adalah hobinya.

"Kak Bimo bilang Revina pergi meninggalkan Arga karena marah. Semua terjadi karena aku hadir diantara mereka"

Sejenak menarik nafas merasakan hawa dingin yang mulai menyelimuti tubuh mungilnya. "Pasti Arga butuh seseorang yang bisa diajak diskusi untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi aku nggak mungkin harus hadir lagi di sana. Aku tak ingin hubungan mereka semakin hancur."

Dering telepon dari handpohe yang terselip di saku celana jeans nya mampu membuyarkan lamunannya. Tertera nama Arga dilayar ponselnya.

"Arga? aku angkat nggak ya? diangkat aku bingung harus bicara apa? kalau nggak diangkat dia bisa berpikir macam macam lagi tentang aku"

Shepa meletakan ponsel tersebut di sampingnya sampai panggilan berakhir. Namun baru juga 10 detik, benda tersebut kembali berdering dan memunculkan kembali nama Arga di sana.

Tanpa pikir panjang lagi akhirnya Shepa menggeser ikon berwarna hijau dan menempelkan benda tersebut ke telinganya.

Shepa mempersiapkan diri untuk mendengarkan cerita Arga walau pun sebenarnya ia enggan mendengar sesuatu yang akan kembali menorehkan luka dihatinya.

"Hallo" ucap Shepa pelan.

"Halo She? ini beneran kan kamu yang angkat? She, She" Arga memastikan jika yang mengangkat telepon darinya adalah Shepa.

"Iya ini aku, ada apa?"

Terdengar tarikan nafas lega dari seberang sana. "Syukurlah aku bisa bicara kembali dengan kamu, She ada banyak hal yang ingin aku ceritakan sama kamu" ucap Arga memberi jeda sejenak sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Kamu dimana She? aku cari kamu ke kampus, ke kost kamu tapi kata ibu kost nya kamu udah nggak tinggal disana, aku tanya Leela dan Bimo mereka juga bilang tidak tau menau soal kamu. Sebenarnya kamu dimana She, kenapa kamu menghilang begitu saja aku butuh sahabat seperti kamu. Sombong ya di telepon nggak pernah diangkat sama sekali" cerocos Arga.

"Sahabat?" batin Shepa.

Hening sejenak sebelum Shepa angkat bicara. "Maaf Ga, tapi akhir akhir ini aku sedang sibuk" ucap Shepa.

"Ok lupakan dulu tugas kamu, sekarang kamu dimana? Aku perlu saran saran dari mu She"

"Emmmm, aku, aku nggak bisa bertemu kamu dalam waktu dekat ini." Shepa masih berusaha menghindari Arga. "Memangnya kau mau bicara apa? lewat telepon aja kan bisa tanpa harus bertemu" ucap Shepa.

"Di telepon nggak bisa bicara panjang lebar She, ayolah sekali ini saja kita bertemu nggak apa apa kan" desak Arga. "Kamu ini kenapa sih She, sekarang sulit sekali aku menemui kamu? atau jangan jangan kamu sedang berusaha menghindar dari aku ya?" pertanyaan Arga berhasil membuat Shepa kebingungan untuk menjawab.

Apa yang Arga katakan adalah kebenarannya, tapi ia tidak mungkin kan jika harus mengakuinya. Yang ada nanti Arga akan bertanya alasannya. Jika sudah terjadi apa Shepa akan mengakui segala perasaannya.

Tidak, ia masih memegang teguh prinsipnya, ia tidak ingin menyandang gelar orang ketiga atau istilah bekennya pelakor.

"Tidak seperti itu ga, aku masih punya beberapa tugas yang harus aku selesaikan secepatnya. Kalau kamu mau cerita sesuatu ke aku kamu lewat chat atau telpon saja ya" ucap Shepa berusaha meyakinkan Arga.

"ok, baiklah aku harap kamu memang benar benar sibuk, semoga kau tidak sedang menghindari ku"

"he, iya maaf ya Ga, aku belum bisa kayak waktu itu. Doakan saja tugas tugasku cepat selesai" ucap Shepa yang merasa bersalah akan penolakannya terhadap Arga.

Padahal sebenarnya tugas apa sih yang membuat Shepa sibuk?. Tugas menghapus perasaannya terhadap Arga yang berstatus kekasih orang.

"Aku tutup dulu ya Ga" ucap Shepa yang langsung menutup sambungan telponnya tanpa menunggu si lawan bicara menjawabnya terlebih dahulu. Butiran bening kembali merembes di pulupuk matanya.

Masih tersa sulit baginya untuk menghapus perasaannya terhadap Arga. Semakin ia berusaha menjauh tapi semakin besar pula rasa bersalahnya terhadap Arga dan Revina.

"Yah ternyata kamu di sini She" Ucap sahabat terdekat Shepa yang bernama Gia. "Kenapa lagi? kembali mengingat dia dan kamu galau lagi?"

Shepa hanya diam tanpa memberikan tanggapan akan celotehan Gia.

***

Arga mendesah kecewa setelah melihat sambungan telponnya di putuskan sepihak begitu saja. Rasa kecewa muncul menyelimuti dirinya. "Sekarang aku benar benar merasa sendiri. Semua pergi meninggalkan ku begitu saja, tanpa aku tau apa penyebabnya. Baik itu Revina kekasihku, dan juga Shepa?"

Arga beranjak dari tempatnya tadi menuju kamarnya yang selalu rapi, bersih juga wangi. Ya Arga memang selalu memperhatikan kebersihan disekitarnya. Meski memiliki banyak pelayan yang bisa ia suruh kapan saja jika ia mau, namun nyatanya untuk keperluan yang bersifat privasi Arga memilih dirinya sendiri untuk melakukannya.

Hampir sempurna kan Arga? Jangan lupa vote, like dan komen.

2

"She minta tolong dong" ucap Gia yang baru datang ke kampus.

"Apaan?" ucap Shepa sambil mengkerutkan kening.

"kamu tau kan si Andi?" tanya Gia.

"iya, kenapa dengan tuh anak?" tanya Shepa balik.

"Dia ngejar ngejar aku terus She, makanya aku minta tolong supaya kamu menemui dia dan bilang kalau aku udah punya Gio" ucap Gia meyakinkan Shepa.

Shepa terlihat berpikir sambil mengkerutkan keningnya. "Kenapa harus aku yang bilang? kan kamu yang dia mau, kamu aja lah"

"ih She please" ucap Gia memelas "Kalau aku menemui dia gimana dengan Gio yang ada bakal terjadi perang dunia ketiga She. Kamu mau melihat sahabat kamu yang baik ini hancur, menangis dan galau" ucap Gia lebay.

"Lebay" ucap Shepa sambil mentoyor kepala sahabatnya. "Ya udah iya iya aku bantu, tapi cuma kali ini aja ya" ucap Shepa.

"Good makasiiih" ucap Gia sambil tersenyum menyeringai. Dan pada akhirnya mereka larut dalam obrolan mereka.

***

"Re, kamu yakin kita akan selamanya tinggal disini?" tanya ibunya Revina.

"Lha iya bu, emangnya kenapa? ibu nggak betah ya tinggal disini?"

"bukan, tapi ibu kasihan sama kamu. Ibu tidak yakin kalau kamu disini baik baik saja"

Revina memandang ibunya sejenak kemudian tersenyum. "Bu ini sudah jadi keputusan aku, aku ingin kita hidup disini sambil mengenang ayah, gak apa apa kan bu?"

Ibu Revina tak langsung menjawab ia hanya sibuk memperhatikan putrinya yang kini terlihat semakin dewasa. "Lalu bagaimana kamu dengan nak Arga? bukan kah tidak ada kata putus diantara kalian."

Revina tersenyum "Bu Revi sedang tak ingin membahas hal ini, Revi menyerahkan semuanya pada Allah bu. Kalau kita jodoh pasti kita akan dipertemukan kembali"

"Gimana mau jodoh orang kamu yang meninggalkan dia secara sepihak. Kamu pergi begitu saja tanpa memberi dia kesempatan untuk menjelaskan" ibunya mendengus kesal akan putrinya.

Revina tersenyum melihat ibunya yang sedang kesal terhadap dirinya. "Sudah ya bu Revi mau pergi dulu, kebetulan Rega teman Revi dulu menawarkan pekerjaan bu. Revi pergi ya bu, Assalamualaikum." ucap Revi seraya meninggalkan ibunya begitu saja.

"Euh dasar anak jaman sekarang, dulu dikejar kejar tuh bosnya, sekarang ditinggalkan begitu saja, giliran diambil orang baru tau rasa nanti dia" ucap ibunya Revina.

***

Jam kuliah baru saja selesai lima menit yang lalu, Shepa berniat untuk langsung pulang ke kost an. Ia seakan lupa akan janji pada temannya untuk menemui Andi.

"She" teriak Gia.

Shepa yang mendengar namanya di panggil reflek langsung membalikkan badan. "Mau pulang bareng Gi?" tanya Shepa saat Gia sudah berdiri disampingnya.

"Pulang bareng? bukannya kamu harus menemui Andi mewakili ku kan?" ucap Gia mengingatkan sahabatnya.

Shepa memutar bola matanya merasa jengah. "He, iya" jawabnya.

"Jangan lupa ya aku pergi dulu sama Gio, bye" ucap Gia sambil berjalan menjauh dari Shepa.

"Hadeuh kayaknya aku lagi dikerjain nih sama ni anak, awas aja kalau bener" ucap Shepa dalam hati.

Mau tidak mau Shepa harus menepati janji pasa sahabatnya. "Beneran nih, aduh malas banget harus ketemu dia"

Andi adalah anak salah satu pengusaha ternama di ibu kota. Memiliki paras yang begitu tampan dan mmepesona membuat dia jadi incaran kaum hawa.

Namun tidak dengan Shepa, baginya Andi tak ada bedanya dengan kaum ada yang lainnya. Hanya saja ia sedikit berbeda karena dia keturunan dari keluarga konglomerat. Hal itu terlihat dari kendaraan yang sering ia pakai untuk ke kampus. Setiap hari mobil yang di pakenya selalu berbeda dan jika dilihat dari merk mobil tersebut siapa pun pasti tau dia anak horang kaya.

Shepa tak pernah tertarik pada Andi seperti perempuan yang lainnya. Karena di hati Shepa masih terukir jelas nama Arga disana. Meski ia berusaha menghapus nama tersebut tapi ternyata itu masih sangat sulit baginya.

Shepa sudah tiba di taman yang di kasih tau oleh Gia sahabatnya. Terlihat seseorang sedang duduk di bangku taman membelakanginya.

"Apaan sih Gia, malas banget aku ketemu cowok yang sama sekali aku tidak terlalu mengenalnya" Shepa menggerutu dalam hatinya.

"Ehem"

Seseorang yang duduk tersebut kembalikan badannya menoleh sumber suara.

"Maaf Andi ya?" tanya Shepa.

Laki laki yang bernama Andi itu mengerutkan keningnya. "Aku Shepa sahabat Gia, aku kesini di suruh Gia untuk menyampaikan sesuatu"

"Oh Gia" ucap Andi ringan "Oh mau silahkan duduk" lanjut Andi.

"Kok kayaknya dia santai banget, ah jangan jangan aku beneran di kerjain sama Gia"

"Kamu anak management kan? biasa aja kali nggak usah kaku gitu" ucap Andi.

"Iya, tapi maaf aku nggak bisa lama aku kesini hanya disuruh Gia untuk menyampaikan kamu jangan ngejar ngejar lagi dia, katanya dia udah punya Gio" ucap Shepa langsung pada intinya.

"Hahahaha, hahahahahah" Andi tertawa dengan senang nya. "Aku tau lagian kan Gio itu sepupu aku hahhahaha lagian buat apa aku ngejar pacar sepupu sendiri? kayak nggak ada cewek lain aja" ucap Andi sambil tak berhenti tertawa.

Shepa mengekerutkan keningnya tanda tak mengerti. "Maksudnya gimana?" tanya Shepa bingung.

"Mungkin kamu sedang di kerjain kali sama dia, bahkan aku tidak pernah meminta dia untuk menemui ku apalagi ngejar ngejar dia, gila apa ya hahaha"

Shepa mendengus kesal dari awal dia sudah yakin kalau dia sedang di kerjain oleh Gia.

Shepa memaksakan senyum karena tidak enak di pandangi oleh Andi.

"Ya udah maaf aku sudah mengganggu mu, aku pulang dulu" ucap Shepa sambil memaksakan senyum, merasa malu telah berhasil di kerjai oleh Gia. Setelah mendapat jawaban dari Andi, Shepa langsung ambil langkah seribu meninggalkan Andi.

"ih dasar Gia malu maluin aku saja" gerutu Shepa.

Shepa berulang kali melakukan panggilan telepon pada Gia, namun tak ada satu pun yang diangakatnya.

"Sial" sepanjang perjalanan Shepa tak berhenti mengucapkan sumpah serapah untu Gia. Sampai sampai ia tak menyadari di depannya ada orang dan ia tubruk.

"Aaaaaawwwwww" pekik si perempuan yang di tabraknya. "Heh bisa lihat ga sih, mata tuh dikemanain main tubruk tabrak gitu aja" cerocos si perempuan.

"Maaf mbak maaf, saya tidak sengaja" ucap Shepa.

"Heh tidak sengaja, terus kalau kau menabrak ku lain kali kau akan mengatakan hal yang sama juga" ucap si perempuan.

"Mbak beneran saya tidak sengaja lagian mbaknya berdiri menghalangi jalan orang lewat" ucap Shepa dengan menaikan sedikit volume suaranya.

"Kenapa Ar?" tanya Wiji yang baru menghampiri mereka. Ternyata yang Shepa tabrak tak lain adalah Ariana, masih ingatkan dengan dia?.

"Sheoa?" ucap Wiji saat mengenali orang yang ada di hadapannya.

"Kak Wiji?" balas Shepa tak menyangka.

"Ya ampun kamu sudah besar ya, nggak nyangka bisa ketemu lagi dan sekarang tambah cantik lagi" puji Wiji.

"Ah kak Wiji bisa aja"

"kamu kenal dia?" tanya Ariana.

"iya lah makanya aku menyapanya, emangnya kamu yang suka pura pura nggak kenal sama orang lain"

"Ini istri kak Wiji ya? maaf ya kak tadi aku nggak sengaja menabraknya"

"Nggak sengaja?" Ariana menyolot.

"Udah lah Ar" ucap Wiji "Bukan She, bukan pacar kakak, cuma sahabat aja. Kenalan dong Ar" lanjut Wiji.

"Males" ucap Ariana.

"ih emang siapa juga yang mau kenalan sama nenek lampir" ucap Shepa dalam hati.

"Maaf kak Shepa buru buru, Shepa pergi dulu ya, semoga lain waktu bertemu lagi" ucap Shepa.

"Hati hati She" ucap Wiji sambil tersenyum manis.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

. Vote, like, and coment

😘😘😘😘😘😘😘😘

3

Pagi yang cerah membawa harapan baru. Kalimat tersebut sering digunakan oleh mereka yang memiliki jiwa optimisme tak terkecuali bagi Arga.

Arga bangun dari tidurnya dengan memasang wajah sumringahnya. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya dengan sedikit bersenandung ria.

"Semoga hari ini ada kabar baru, aamiin" ucapnya sambil memandang pantulan dirinya dari balik cermin yang ada di hadapannya.

Setelah tiga puluh menit berlalu Arga terlihat keluar dari kamar dengan gaya khasnya. Rambutnya tersisir rapih ke belakang, pakaian dengan warna yang senada, dan jangan lupa dengan parfum maskulin mahalnya.

"Pagi bi Iyah" kebiasaan Arga menyapa setiap pelayannya lebih dulu.

"Pagi den, senang sekali kayaknya den? lagi jatuh cinta ya den sama yang kemarin malam teleponan?" tanya bi Iyah.

"yang kemarin?"

"Ah bibi ada ada aja itu mah teman bi" Arga menyangkalnya.

"Kan biasanya den, dari temen lama lama jadi demen. Kalau bibi sih gitu jaman bibi muda dulu" ucap bi Iyah.

"Kan beda jaman bi"

"Iya deh iya, emang aden sama bibi beda jaman, tapi yang bibi bilang barusan itu sering ada benarnya lho"

"Masa bi?" Sewot Arga.

"Ya sok aja cobaan ku aden, yeuh bibi mah sok sanaos tos sepuh ge den sering ninggali barudak teh karitu tina temen teh jadi demen hihi" ucap bi iyah sambil menata sarapan untuk Arga.

"Emang, bi kalau hati sudah jatuh cinta pada satu hati bisa jatuh cinta lagi ke lain hati gitu?" tanya Arga penasaran sambil menyeruput kopi yang sudah di siapkan oleh bi Iyah.

"Ya bisa atuh den asal si aden nya mau membuka hati aden untuk hati yang baru"

Arga sejenak terdiam dengan penuturan bi Iyah. "Apa tidak salah kalau aku membuka hati untuk hati yang baru. Ah mikir apa sih aku ini, Revina aja belum jelas" ucap Arga dalam hati.

Setelah Arga dan bi Iyah mengalir obrolan mereka Arga melanjutkan sarapannya seorang diri. Iya itu terjadi setiap hari, karena Arga memang tidak tinggal lagi dengan ke dua orang tuannya.

Arga memilih hidup mandiri meski sebenarnya orang tuanya cukup kaya. Arga adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ia memutuskan hidup mandiri sejak masuk kuliah. Dengan bantuan pinjaman dari ayahnya Arga mampu mendirikan sebuah kafe yang di gemari oleh kaum muda.

Ayah Arga yang bernama Galih Firdawan pemilik GF company sering sekali meminta Arga untuk meneruskan usaha yang telah dirintisnya. Tapi apa yang sering Arga katakan ketika ayahnya mengatakan hal yang sama? Arga selalu menjawab "Pa, biarkan Arga berdiri dengan kaki Arga sendiri selagi Arga mampu, jika pun Arga sudah tidak mampu papa hanya perlu membimbing Arga untuk kembali bangkit"

Arga melirik ponselnya berharap ada notif dari kekasihnya yang hilang entah kemana. Arga menghembuskan nafasnya pelan saat tidak ada satu pun notif dari Revina.

Selesai sarapan Arga segera menuju kafe miliknya. Masih dengan harapan yang sama semoga Revina kembali kesana begitu harapan Arga.

Tiga puluh menit kemudian, Arga sudah tiba di depan AGB kafe. Ternyata tidak sesuai harapannya kafe tersebut masih tutup. Bahkan pegawai pun belum ada yang sampai.

Biasanya jika Revina ada, maka Revina lah akan menyambut dirinya. Baik itu sudah menjadi sepasang kekasih atau pun belum. "Aku benar benar merindukan mu Re" ucapnya sambil memandang pintu kafe yang masih bertuliskan close.

Dering telepon mengalihkan perhatian Arga, ia segera merogoh saku celananya dan mengambil benda pipih yang sedang berdering.

"Halo Bim?"

"...." daru sebrang sana.

"Oh iya kapan?" tanya Arga lagi.

"...."

"Baiklah aku akan mengusahan untuk datang hehe"

"..."

"Oh tentu tidak usah khawatir, beruntung kamu punya sahabat macam aku, orang lain belum tentu sama" ucap Arga sambil terkekeh.

"...."

"Ok sampai ketemu nanti, bye" Setelah itu Arga langsung mematikan sambungan telepon yang rupanya dari Bimo.

Arga duduk masuk kembali ke dalam mobil dan diam disana menunggu pegawainya datang.

Ini lah orang kaya, kadang lebih raji dari pada pekerjanya. Tak sampai menunggu lama akhirnya satu persatu pegawai di kafe Arga mulai berdatangan.

"Pak Arga sudah sampai duluan dari pada kita, ayo cepetan. Ntar keburu naik pitam" ucap salah satu pegawai senior.

"Yeh kayak nggak tau aja pak Arga datang lebih pagi itu karena berharap Revina ada disini, padahal kan nggak, uuuuhhh kasian" ucap pegawai satunya lagi.

"ehem" Arga berdehem membuyarkan obrolan para pegawainya. "Kalau sudah tidak betah kerja disini silahkan angkat kaki sekarang juga" ucap Arga dingin.

"Nah lho nyaho" bisik pegawai senior tadi.

Arga melangkah menuju ruangan khusus untuknya. Arga mulai kebuka satu persatu file kerja sama yang di tawarkan oleh beberapa perusahan kepadanya.

"Aku kan bukan papa, kenapa menawarkan kerja sama dengan ku? Haaah bikin pusing aja" kelu Arga sesaat setelah membaca satu file di hadapannya.

Sejenak Arga melupakan Revina dan memilih menyibukan diri dengan pekerjaannya. Ya walau pun sesekali ia melirik dan mengusap layar ponselnya berharap ada notif masuk dari Revina.

Tapi apa yang Arga dapat adalah hal yang sama, yaitu kosong. Arga bangun dari kuari kebesarannya dan melihat keadaan diluar. Ternyata kabarnya sudah mulai rame pengunjung.

"Luar biasa" ucap Arga merasa bangga.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa vote, like and coment

Thankyou 😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!