Bara keluar dari mobil begitu dirinya telah tiba di gedung perusahaannya. Ia masuk ke perusahaan dengan penuh wibawa. Bagi orang orang yang tidak mengenalnya, maka mereka akan berpikir bahwa Bara adalah sosok yang dingin dan tak tersentuh. Namun bagi orang orang yang sudah mengenal baik dirinya, mereka tahu bagaimana Bara yang begitu petakilan
"Selamat pagi Bos" sapa Max pada atasannya
"Pagi Max, antarkan berkas yang harus aku tanda tangani ke ruanganku sekarang" ucap Bara. Ia baru akan melangkah masuk, tapi kembali ia urungkan, dan melirik Max kembali "Jangan lupa bawakan kopi untukku" selesai mengucapkan itu, Bara benar benar masuk kedalam ruangannya
Max bergegas mengambil berkas untuk atasannya dan membawakan kopi sesuai permintaan atasannya tersebut. Begitu siap, ia lekas membawa semua itu menuju ruangan bos-nya "Bos, boleh saya masuk?" tanya Max
"Masuklah"
Max memasuki ruangan atasannya, dan langsung menyerahkan berkas serta kopi milik atasannya tersebut "Kopi anda Bos"
"Hm, terima kasih" Bara meminum kopi miliknya sembari membaca berkas yang Max berikan "Max..."
"Saya Bos?"
"Hm, hari ini istrimu membawakanmu makanan lagi tidak?" tanya Bara
"Tidak Bos"
"Bagus kalau begitu"
"Ha? Maksudnya Bos?"
"kita akan menemui gadis manis itu lagi hari ini"
Max mengangguk patuh setelah mendengar ucapan atasannya. Ya, ia tahu siapa gadis manis yang Bos-nya maksud. Dia pasti adalah Aylin, gadis cantik yang merupakan karyawan kaffee ditempat yang sering mereka datangi
*
Bara memasuki kaffee diikuti Max dibelakangnya. Mereka memasuki ruangan khusus yang sudah mereka pesan sebelumnya. Didalam sana, segala jenis makanan sudah tersedia. Serta ada dua pramusaji yang juga telah stanby di sana. Namun seketika kening Bara mengernyit saat ia tidak mendapati seseorang yang ia harapkan berada di sana
"Max kenapa tidak ada gadis manis itu di sini?" tanya Bara
"Saya sudah me-reservasi tempat ini berikut dengan Nona Aylin Bos, tapi saya juga tidak tahu kenapa Nona Aylin tidak ada di sini sekarang" jawab Max. Tanpa menunggu perintah lagi, Max berjalan mendekati dua pramusaji tersebut "Di mana Nona Aylin, bukankah saya sudah meminta secara khusus agar makan siang kami kali ini di layani olehnya?" tanya Max pada salah satu pramusaji tersebut
"Maaf Tuan, Aylin barusaja pulang karena harus menjemput anaknya"
"Anak?" monolog Max, ia melirik atasannya yang tampaknya tidak sampai mendengar apa yang pramusaji tersebut katakan "Lalu kapan Nona Aylin akan kembali?" tanya Max lagi
"Sift kerja Aylin hari ini memang hanya sampai jam makan siang Tuan, dan kemungkinan untuk Aylin kembali bekerja adalah besok pagi"
Max mengangguk, lalu mendekati atasannya. Ia menjelaskan apa yang barusaja ia ketahui kepada Bara. Bara yang mendengar kalau Aylin memiliki anak membuatnya sedikit terkejut. Pasalnya, wajah Aylin sangat tidak pantas untuk ukuran seorang ibu ibu
"Huh, kalau tidak karena aku lapar, kau sudah kumarahi habis habisan karena tidak bisa menghandle hal sekecil ini" ucap Bara. Ia lantas duduk di meja yang sudah di penuhi makanan itu dan mulai menyantap makan siangnya.
Ya, Bara lebih memilih mengisi perutnya lebih dulu untuk menjaga kewarasannya. Karena nyatanya mendengar berita bahwa Aylin memiliki anak membuat dada Bara seakan terbakar. Ia seakan tidak rela jika mantan kekasihny saat SMP itu sudah dimiliki laki laki lain. Karena saat ini, ia telah kembali menaruh hati pada wanita yang merupakan cinta pertamanya itu
Bara mengelap mulutnya dengan tissue begitu ia menghabiskan makanannya. Ia melirik Max yang masih asik dengan makanannya, belum ada tanda tanda jika asistennya itu akan menyudahi acara makannya
"Cepat habiskan makanmu, aku tunggu lima menit dari sekarang" Bara bangkit dari kursinya dan keluar dari ruangan tanpa rasa bersalah
Max yang mendengar perintah atasannya langsung menyudahi acara makannya, dan meminum air dengan cepat. Ia lantas menyusul atasannya yang sudah berdiri di samping mobil. Bahkan napas Max terdengar tersengal sengal karena baru selesai makan dan langsung berlari
"Kau sudah selesai makan?" tanya Bara
"Sudah Bos" jawab Max cepat. Tentu saja ia harus cepat cepat menyusul Bos-nya atau tidak waktu kerjanya yang akan jadi taruhan "Jadi bagaimana Bos, kita akan ke mana sekarang?" tanya Max
Bara melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jika ia pulang saat ini, maka akan ada huru-hara yang terjadi di rumah nanti. Karena sang Ayah pasti akan memarahinya habis habisan karen pulang tidak tepat waktu. Namun untuk kembali ke kantor entah mengapa Bara merasa sangat malas
"Ehem, apa pekerjaan di kantor siang ini?" tanya Bara akhirnya
"Hanya menandatangani berkas yang tadi belum anda selesaikan Bos"
Bara tersenyum dan mengangguk mendengar jawaban asistennya "Baiklah, kalau begitu antarkan aku ke kaffee kenangan sekarang"
"Baik Bos"
Mobil mulai melaju membelah jalanan Ibukota menuju kaffe kenangan. Sebuah kaffe yang sangat ramai yang terletak di pusat kota. Max tentu sangat tahu apa tujuannya Bos-nya mendatangi tempat itu, apalagi jika bukan untuk menyalurkan hobinya. Ya, selain memiliki kewajiban untuk memimpin perusahaan, Bara juga memiliki hobi yang tidak bisa ia tinggalkan, yaitu musik. Tidak lama, mobil yang dikemudikan Max akhirnya tiba di tempat yang dituju
"Max, seperti biasa, kau handle pekerjaan di kantor untuk hari ini" ucap Bara
"Baik Bos"
Bara melepas jas-nya, ia juga menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku. Baru setelah itu, ia turun dari mobil dan masuk kedalam kaffee. Sedangkan Max hanya menatap kepergian atasannya dengan tatapan datar. Ya, untuk ke-sekian kalinya ia akan menangani pekerjaan yang sebenarnya bukan pekerjaannya. Namun demi uang gaji berlipat, Max tentu bisa mempertimbangkan
Bara memasuki kaffe yang terlihat sudah sangat ramai. Ia menemui manager kaffee dan memulai kesepakatan. Tidak lama, persetujuan dari manager kaffee Bara dapatkan. Bara menaiki panggung kecil yang berada ditengah ruangan. Ia mengambil gitar lalu memainkannya dengan mata terpejam, seolah tengah menikmati alunan melodi yang ia mainkan. Bara mulai bernyanyi membuat seisi ruangan ikut terhanyut dengan nyanyian yang Bara bawakan. Begitu selesai, gemuruh tepuk tangan bergema, mengapresiasi Bara yang sudah menyuguhkan persembahan luar biasa untuk mereka
Bara meletakkan gitar kembali pada tempatnya. Ia melambai sejenak kepada para penonton, lalu turun dari panggung. Baru akan berjalan, sudut mata Bara menangkap keberadaan seorang bocah perempuan yang sangat ia kenali. Untuk meyakinkan dugaannya, Bara melangkah mendekat
"Hai... Karin..." sapa Bara tak yakin, sebab anak perempuan itu tengah membelakanginya sekarang
Anak itu membalik tubuhnya saat merasa tidak asing dengan suara yang memanggilnya. Begitu melihat wajah Bara, seulas senyum terbit di sudut bibirnya yang mungil "Om ganteng? Kenapa di sini?" tanya Karin
"Seharusnya Om yang bertanya, sedang apa kau di sini?" tanya Bara, ia bahkan sudah berjongkok untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Karin
"Karin sedang menunggu Bunda" jawab Karin
"Bunda? Di mana Bunda-mu hm?"
Bara mengedarkan pandangannya ke setiap sudut untuk mencari keberadaan Bunda dari Karin. Karena jujur saja, ia ingin berkenalan langsung dengan Bunda dari anak tersebut, karena ia sudah mengenal Karin sejak satu minggu yang lalu saat anak itu duduk seorang diri di depan sebuah taman kanak kanak menunggu jemputan. Saat itu, Bara berniat untuk menemani Karin hingga Bunda dari anak itu datang. Namun panggilan mendesak dari kantor membuatnya meninggalkan Karin di sana, dan menitipkannya pada penjaga sekolah
"Bunda sedang membeli makan tadi, tapi sudah cukup lama, Bunda malah belum kembali" ucap Karin
"Begitu ya? Kalau begitu, bagaimana kalau Om ganteng menemanimu mencari Bunda?" usul Bara
"Memangnya Om ganteng mau?"
"Mengapa tidak?"
Bara menggendong Karin menyusuri kaffee demi mencari keberadaan Bunda dari anak tersebut "Seperti apa ciri ciri Bunda-mu, apa rambutnya panjang?" tanya Bara
"Iya, rambut Bunda panjang bergelombang. Seperti... itu Bunda" tunjuk Karin saat melihat punggung perempuan yang berada di meja kasir yang ia yakini adalah Bundanya
Bara mendekati wanita yang ditunjuk Karin. Begitu tiba dibelakang perempuan tersebut, Bara sedikit mengernyit saat merasa mengenali punggung wanita tersebut. Belum lagi bau parfum wanita itu yang seperti ia kenali
"Bunda..." panggil Karin
Wanita itu membalik tubuhnya. Angin yang bertiup membuat rambut bergelombangnya terbang terbawa angin. Membuat wajah cantiknya terlihat bertambah cantik
"Aylin..." ucap Bara lirih
"Om ganteng turunkan Karin, itu Bundanya Karin" ucap Karin yang langsung saja dituruti Bara. Karin berlari memeluk Bundanya
"Kenapa bisa di sini hm? Bukankah tadi Bunda memintamu menunggu di depan?" tanya Aylin, ia tidak menghiraukan Bara yang menatapnya sedari tadi
"Om ganteng yang membantu Karin menemukan Bunda" tunjuk Karin pada Bara
Aylin menegakkan tubuhnya. Ia memandang Bara dan Karin bergantian "Terima kasih sudah mengantar Karin"
Bara hanya mempu mengangguk. Ia seolah masih belum percaya jika bocah menggemaskan yang ia perkiraan berusia empat tahun itu adalah anak dari Aylin, wanita yang ia cintai. Aylin yang melihat Bara terdiam, akhirnya memilih mengajak Karin untuk pergi
"Ay tunggu" cegah Bara. Ia segera mengikuti langkah Aylin dan Karin yang sudah mencapai pintu masuk "Kalian mau ke mana?" tanya Bara
"Tentu saja pulang" jawab Aylin
"Tapi cuaca sedang mendung, apa tidak sebaiknya kalian di sini saja dulu bersamaku. Nanti biar aku yang mengantar kalian pulang"
"Tidak perlu, ini hanya mendung, belum hujan, jadi kami masih bisa untuk pulang sekarang"
"Tapi bagaimana kalau kalian kehujanan di jalan, kasihan Karin Ay, dia pasti akan kedinginan"
Aylin melirik Bara dengan malas "Sudahlah, Karin adalah putriku, seandainya 'pun dia sakit karena kehujanan, yang repot adalah aku bukan kau. Jadi jangan ikut campur"
"Tapi Ay..." ucapan Bara terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya
"Bara..."
"Shanti?" ucap Bara saat menyadari sosok yang barusaja memanggilnya adalah Shanti, mantan pacarnya
"Sedang apa kau di sini? Apa kau mengikutiku?" tanya Shanti
Karin yang mendengar penuturan Shanti, seketika melepas genggaman tangan Bundanya dan mendekati Bara "Sudahlah Ayah, ayo kita pergi. Kalau di sini Ayah bisa gatal gatal"
Bara sedikit terkejut mendengar panggilan Karin padanya. Namun tak urung ia merespon ucapan Karin "Kenapa gatal gatal?" tanya Bara bingung
"Banyak ulat bulu" bisik Karin, membuat Bara tersenyum. Sedangakn Shanti yang mendengar ucapan Karin, segera pergi karen malu
"Baiklah, sesuai permintaanmu princess" Bara menggendong Karin dan merangkul pinggang Aylin. Namun Aylin yang menyadari tangan Bara merangkul dirinya dengan segera menepisnya dengan kasar
"Jangan berani macam macam padaku!" ancam Aylin
"Baiklah, ayo"
Barusaja akan melangkah menuju parkiran. Air hujan jatuh dengan begitu deras, membuat mereka mengurungkan langkah
"Om ganteng, Karin dingin" adu Karin yang berada dalam gendongan Bara
"Kita masuk lagi saja ya, sambil menunggu hujannya reda" ucap Bara yang diangguki oleh Karin. Namun untuk Aylin, wanita itu hanya diam saja. Tapi keterdiaman itu membuat Bara menyimpulkan bahwa Aylin pasti menyetujui ajakannya. Bara melangkah masuk bersama Karin, dibelakangnya Aylin tampak mengekor dengan wajah merengut kesal "apa masih dingin?" tanya Bara pada Karin saat merasa pelukan anak itu terasa semakin erat
"Iya, Karin kedinginan" ucap Karin lemah
Bara melirik Aylin "Ay, apakah kau membawa kain untuk menyelimuti Karin, sepertinya dia benar benar kedinginan" ucap Bara
"Tidak, aku melupakan untuk membawakannya jaket" jawab Aylin tak kalah panik
Tiba tiba sebuah ide terlintas dibenak Bara. Namun ia sedikit tidak yakin kalau Aylin akan mengizinkannya melakukan itu. Sebab, itu sedikit intim untuknya dan Karin yang tidak memiliki hubungan apa apa
"Om ganteng, badan Karin semakin dingin" adu Karin
"Ay, tidak ada cara lain. Bolehkan aku memeluknya dengan melepas bajuku?" tanya Bara
"Apa?" ucap Aylin terkejut
"Ini demi Karin" ucap Bara membuat Aylin sedikit menimbang, dan akhirnya mengangguk dengan terpaksa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!