Jangan kau tolak dan buat ku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hati ku ini
Aku lah yang terbaik untuk mu
Semua kaum hawa di dunia ini pasti memiliki konsep pernikahan impiannya tersendiri. Ah, mereka menyebutnya dengan wedding dream.
Konsep yang indah, canda tawa yang merekah serta suasana yang meriah. Tidak seperti Tiffany yang hanya bisa tersenyum pasrah.
Padahal perempuan berdarah campuran China itu tidak pernah mengkhayal yang aneh-aneh perihal wedding dream nya.
Bukan pesta pernikahan yang mewah, mahar yang fantastis dan gaun yang sangat glamour.
Tiffany tidak terlalu muluk-muluk. Hanya menginginkan sebuah konsep pernikahan yang sederhana dengan mahar yang tidak membebankan calon suaminya serta gaun sederhana namun cantik dipandang.
Bagaimanapun momentum pernikahan itu hanya sekali seumur hidup. Buat lah se-mengesankan mungkin.
Tiffany bukan anak dari keluarga yang tak punya. Ayahnya seorang pengusaha yang hebat. Ibu nya adalah designer ternama di ibukota. Silsilah keluarganya pun juga tak bisa dipandang sebelah mata.
Tetapi perempuan itu hanya menginginkan sebuah pernikahan sederhana dengan lelaki yang dicintainya.
Dicintainya?.
Perempuan berumur 20 tahun itu lantas menatap ke samping kanannya. Dimana seorang laki-laki yang lebih muda satu tahun dari nya tengah menjabat tangan pria yang sudah membuatnya ada di dunia ini.
Badannya yang berdiri tegap dengan raut wajah yang serius. Mengucapkan ijab kabul hanya dengan satu tarikan nafas. Jelas, lancar tanpa salah.
Sudah berapa lama lelaki itu menghafalkannya.
Riuh suara orang-orang yang berkata 'sah' dengan kompak tak membuat Tiffany mengalihkan pandangannya.
Meneliti wajah suaminya dengan seksama. Rahang yang tegas. Hidungnya yang mancung serta bulu matanya yang panjang nan lentik.
Apakah cowok itu memakai maskara juga?. Sepertinya tidak.
Tampan. Tiffany tidak bisa berbohong. Suaminya itu memang tampan. Tapi sayang, Morgan bukanlah lelaki yang dicintainya.
"Sini tangannya."
Tiffany menatap tangan yang terulur kearahnya. Lalu melirik Morgan yang juga memandanginya.
Dengan senyum tipisnya Tiffany memberikan tangan kanannya ke arah Morgan. Tiffany yakin jika lelaki itu juga tidak mencintai dirinya. Seratus persen yakin malah.
Bagaimana bisa mencintainya jika di dalam hati Morgan masih tertera nama perempuan lain.
"Ayo pak suami", Tiffany menatap Morgan yang tampak ragu memasangkan cincin cantik itu ke jari manisnya.
Ragu?. Ingin mundur?. Hell, tentu saja tidak bisa.
Morgan lah yang menawarkan diri. Bukan Tiffany yang meminta apalagi memaksa. Dan kemarin malam dirinya juga sudah bertanya ratusan kali kepada Morgan. Tetapi lelaki itu tetap mengatakan bersedia untuk menikahinya.
Lalu sekarang kenapa terlihat ragu?
Menyesalinya sudah tidak ada gunanya.
Menghela nafasnya pelan, Morgan memasukkan cincin yang berhiaskan permata itu di jari manis istrinya. Setelah sang Mami berdiri disampingnya. Menegurnya untuk segera memakaikan cincin kepada menantunya.
Ya, Tiffany Aurellie kini resmi menjadi istrinya. Menantu Mami nya. Dan pendamping hidup nya.
Semuanya serba dadakan.
Di menit kemudian gantian Tiffany yang menyodorkan tangannya ke arah Morgan. Setelah selesai bertukar cincin. Penghulu menyuruhnya untuk menyalim tangan Morgan. Sebagai bentuk bakti pertamanya kepada sang suami.
Dibalas Morgan dengan kecupan singkat dikening Tiffany.
Semuanya bertepuk tangan dengan heboh. Sangat heboh. Sampai telinga nya dan Morgan terasa penuh.
Diam-diam Tiffany beserta Morgan menatap cincin pernikahan yang telah terpatri di jari manis masing-masing.
Menatap sendu benda yang berkilau indah itu.
Lalu tanpa sadar keduanya saling menoleh dan bertemu mata.
Hanya sama-sama diam untuk beberapa saat sebelum Tiffany menaikkan salah satu sudut bibirnya.
Tersenyum miring menatap Morgan yang hanya menampilkan raut datarnya, "Selamat datang di dunia pernikahan", ujarnya pelan tanpa memutus pandang dengan suaminya, "My husband."
...🌻🌻🌻...
Hai, hai. Sorry ya kalau nungguin nya lama. Baru selesai baca ulang Brittle sama Rearin. Buat apa?, buat mengenali gaya tulisanku lagi. Bener-bener lupa aku tuh dengan caranya menulis😭. Makanya aku butuh banget nih kritik dan saran dari kakak-kakak semua. Kalau ada yang salah dalam tulisan ku tolong ditegur ya kakk🤗.
SELAMAT DATANG DI IMPROMTU MARRIAGE. JANGAN LUPA DI LIKE YAA💋. SEMOGA SUKAAA
^^^27 Oktober 2023^^^
...Mahar yang paling mahal itu...
...adalah restu orang tua......
...🌻🌻🌻...
Tiffany menatap kosong jendela kaca yang menampilkan suasana lalu lintas yang padat. Deretan kendaraan yang mengantri, menunggu lampu merah menjadi hijau. Lalu setelah itu saling kejar-kejaran dengan matahari yang ingin tenggelam di ufuk barat.
Kilauan jingga nya selalu sukses memukau kan setiap mata yang memandang. Kicauan burung-burung yang beradu dengan bisingnya suara klakson kendaraan seolah menjadi backsound. Mengantar sang mentari untuk pulang ke peraduannya.
Menjelang malam begini, semuanya ingin kembali ke rumah masing-masing.
Rumah?.
Tiffany tersenyum mengingat satu kata itu. Menyentuh perutnya yang datar seraya bergumam, "Rumahku."
Membayangkan rumahnya yang kecil penuh dengan gelak tawa anak kecil. Duduk berdua dengan suaminya sembari memperhatikan tumbuh kembang sang anak. Sudah mampu membuat senyum Tiffany kian melebar. Padahal hanya membayangkannya saja. Bagaimana jika benar-benar terealisasi. Ah, Tiffany sudah tidak sabar menanti akan hal itu.
Mungkin dirinya akan menjadi sosok wanita yang paling beruntung. Dan laki-laki itu juga pasti turut bahagia bukan.
Dengan gerakan cepat, Tiffany memutar kepalanya ke belakang. Menatap pintu kamar yang terbuka, memperlihatkan seorang lelaki yang penampilannya cukup berantakan.
Dasi yang sudah terlepas. Kemejanya yang keluar dari dalam celana. Dua kancing teratas yang telah tak terpasang. Menampakkan baju singletnya yang berwarna putih. Serta rambutnya yang sudah acak-acakan.
Sangat kacau.
"Hai beb. Gimana hari nya", Tiffany melangkah mendekati sang kekasih yang tampak kusut. Sepertinya cowok itu mengalami hari yang buruk.
Baru saja Tiffany ingin menyentuh wajah pacarnya. Menenangkan lelakinya yang terlihat sedang ditimpa masalah itu. Namun, Bayu Prambudi Anarghya langsung menepis tangan tersebut.
Tiffany menatap tak percaya Bayu yang sedang menyugar rambutnya kebelakang. Seraya mendesah frustasi.
"Kenapa, ada masalah apa?", tanya Tiffany dengan lembut. Menyingkirkan perasaannya yang tak enak karna sikap kasar Bayu.
Bayu memandang datar wajah kekasih yang sudah menemani hari-hari nya dua tahun belakangan ini.
Dengan tanpa perasaan, Bayu berujar ketus, "Kamu masalahnya."
"A-aku?", Tiffany terbata-bata menunjuk dirinya. Seakan tak percaya dengan indra pendengarannya. Benarkah, dirinya ini sebuah masalah?.
Bayu mengangguk, "Ya, dan dia juga masalah", balasnya sembari menunjuk perut Tiffany dengan dagu nya.
Mundur, Tiffany memundurkan langkahnya. Memberi jarak antara dirinya dan Bayu. Menatap perutnya lalu mendongak ke arah Bayu.
"Ini masalah?", tanyanya seraya menyentuh perut yang berisi bakal calon anaknya.
Masalah?. Kata Bayu anak mereka adalah sebuah masalah. Ya Tuhan, Tiffany ingin menangis rasanya.
Bukan ini yang dia harapkan. Bukan respon penolakan seperti ini.
Tiffany memang baru berani memberi tahu Bayu tentang kehamilannya setelah usia kandungannya memasuki empat minggu. Itu pun lewat via chat.
Mengapa baru sekarang?. Karena hubungan mereka yang renggang belakangan ini, membuat Tiffany tak berani memberi tahu.
Tapi kemarin malam mereka sudah mulai membaik. Makanya Tiffany memberanikan dirinya. Mengirimkan foto yang berisi testpack serta gambar hasil USG nya kepada Bayu siang tadi. Dan mengatakan jika Tiffany akan menunggu Bayu pulang kerja di apartemen milik kekasihnya itu.
Ternyata ini jawaban Bayu yang hanya membaca pesannya?. Lelaki itu ternyata menolak kehadiran buah hati mereka.
"Ya dia masalah besar", jawab Bayu dengan entengnya, "Gugurkan dia Fan", tambahnya seraya menatap tepat di manik mata Tiffany yang berkaca-kaca.
Apa?, gugurkan?. Tiffany lagi-lagi dibuat tak percaya dengan ucapan lelakinya itu.
Kemana pergi nya Bayu yang baik, humoris, serta menyayanginya. Kemana pacarnya yang manis itu.
Yang berdiri dihadapannya kini bukanlah Bayu, melainkan iblis.
Ya, perkataannya sangat jahat.
"Ka-kamu ingin membunuhnya?", Tiffany memeluk erat perutnya. Mencoba melindungi anaknya yang masih sangat kecil. Yang bahkan wujudnya saja belum terbentuk dengan sempurna.
Bagaimana Bayu bisa dengan tega mengatakan itu pada darah dagingnya sendiri.
Laki-laki berusia 22 tahun itu menganggukkan kepalanya dengan mantap, "Gugurkan dia."
Tiffany menggelengkan kepalanya dengan cepat. Mengusap perutnya pelan lalu beranjak mendekati Bayu yang tampak memalingkan wajahnya kesamping.
"Nggak Bayu. Dia anak kamu, gimana bisa kamu mau membunuh dia", Tiffany menangis seraya memukuli dada bidang kekasihnya.
Tiffany tahu jika anaknya hadir dengan cara yang salah. Tapi malaikat kecil itu tidaklah bersalah. Tidak pantas untuk dihukum atas kesalahan mereka berdua.
"Sentuh, sentuh dia. Rasakan dia Bayu. Dia anak kamu, kamu tega bunuh dia sayang", ujar Tiffany dengan suaranya yang melemah diakhir kalimat. Sembari mengambil tangan Bayu dan meletakkan diatas perutnya.
Tiffany menggerakkan tangan Bayu di perutnya.
"Dia udah lama pengen ketemu Papa nya. Tapi siapa sangka, Papa nya malah mau bunuh dia", Tiffany tersenyum miris menatap perutnya.
"Coba bilang sayang, bilang ke Papa jangan bunuh adek", tambah Tiffany dengan suara yang bergetar.
Kata-kata bunuh terlalu kejam untuk anaknya.
Tiffany mengalihkan pandangannya ke arah Bayu yang ternyata sudah menangis. Air mata itu keluar tanpa isak. Mengalir mulus di pipi.
Dirinya yakin jika Bayu tak akan setega itu.
"Jangan bu-"
"Nggak Fan. Dia harus tiada. Kamu tau gimana Ayah aku", sela Bayu cepat. Suaranya terdengar sedikit bergetar.
Tiffany terdiam. Ternyata ini yang membuat kekasihnya itu kacau. Karena orang tua Bayu yang tak pernah suka dengan dirinya. Dua tahun mereka merajut asmara. Selama itu pula Tiffany ditolak oleh keluarga Bayu.
Bukannya tidak pernah mencoba mengambil hati keluarga lelaki itu. Tiffany sudah melakukan segala hal. Tetapi dirinya tetap saja ditolak dan diusir.
Alasannya karena keluarga Tiffany adalah musuh bebuyutannya keluarga Bayu.
Entah masalah apa yang dimiliki kedua keluarga besar itu. Hingga menyimpan dendam ke anak cucu masing-masing.
"Mereka pasti terima dia Bay. Dia adalah cucu mereka. Darah daging keluarga kamu. Aku yakin kami pasti bakal diterima", Tiffany mengangguk kepalanya dan menghapus air mata yang masih beranak-pinak di pipinya.
"Ayo, kita ke rumah kamu", ajak Tiffany seraya mengambil tas nya yang berada di sofa samping ranjang.
Berjalan melewati Bayu yang berdiri di depan pintu.
"Ayo Bay", Tiffany seperti orang yang linglung.
Bayu menggelengkan kepalanya lemah. Menarik tangan pacarnya yang hendak melangkah keluar kamar.
Tiffany menghela nafas panjang sebelum menatap Bayu.
"Ayo", katanya sekali lagi dengan senyum yang sangat menyedihkan.
Tak kuasa, Bayu lantas menarik Tiffany dalam pelukannya.
"Mereka bakal bunuh kamu. Aku nggak hanya kehilangan anak, tapi aku juga akan kehilangan kamu. Aku gak mau itu terjadi", ucap Bayu dengan lirih. Mengelus surai coklat panjang Tiffany yang bergelombang.
Tiffany memejamkan matanya seraya meremas kemeja Bayu dengan kuat.
Tidak apa-apa dirinya sudah biasa diusir dan dimaki.
"Let's try", sahut Tiffany dengan pelan. Dirinya juga tidak yakin. Namun demi anaknya Tiffany rela melakukan apa saja.
"Aku gak akan bisa apa-apa kalau lihat kamu didorong, di maki. Aku gak kuat lihatnya. Dan aku enggak mampu nolong kamu", tambah Bayu tanpa menggubris ajakan Tiffany, "Aku mohon, mengertilah."
Tiffany menatap kosong ke kamar yang gelap. Hanya cahaya bulan yang menyinari mereka berdua. Redup seperti hatinya.
"Lalu bagaimana dengan kami", Tiffany berujar lirih.
Bayu terdiam cukup lama. Mencium rakus aroma perempuannya yang mungkin untuk terakhir kalinya.
"Carilah laki-laki lain. Lelaki yang pantas untuk menjadi Ayah anak kita", balasnya setelah terdiam untuk beberapa saat.
Tiffany membeku. Kata-kata Bayu sukses membuat jantungnya berhenti berdetak. Seperti seluruh syaraf tubuhnya terputus.
"Bahagia lah dengannya."
"Jahat!", Tiffany melepaskan pelukan mereka dan mendorong Bayu menjauh. Menatap tak suka laki-laki yang tersenyum miris.
"Bukan hanya jahat, aku juga pengecut. Iyakan?", Bayu menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan ketidakmampuannya untuk lebih tegas dengan pilihannya.
Tiffany memalingkan wajahnya. Dirinya tahu ini juga sulit bagi kekasihnya itu.
"Pergilah. Bulan depan aku akan menikah."
Tiffany melototkan matanya mendengar informasi yang membuatnya bak disambar petir.
Disini ia tengah bingung tentang anak mereka. Sementara Bayu sedang menyiapkan pernikahannya?.
Sialan. Berani-beraninya cowo itu.
"Aku bisa apa", potong Bayu cepat sebelum Tiffany bisa memprotes.
Bayu meluruhkan badannya ke lantai, "Aku gak dikasi pilihan selain menerima", tambahnya seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Lelaki pengecut seperti aku enggak pantas buat kamu Fan. Kamu berhak dapat yang lebih", Bayu menatap lemah Tiffany yang berdiri menangis.
Menggelengkan kepalanya Tiffany berjongkok dihadapan Bayu, "Kamu yang aku mau."
"Tapi Tuhan enggak mau kita bersatu Fan."
Tiffany memeluk Bayu dengan terisak hebat. Menangisi hubungan percintaannya yang bernasib durjam.
"Kalau dia udah lahir, kasih dia nama belakang ku ya Fan. Kabari aku juga ya."
Tiffany semakin tergugu. Memeluk erat kekasihnya.
Kenapa Tuhan. Kenapa harus mereka yang menerima akibat dari dendam yang tak jelas ini.
"Pulang lah Fan, sebelum Ayah ku datang", Bayu melepaskan belitan tangan Tiffany dari lehernya. Mengajak perempuan itu untuk berdiri.
Lalu dengan satu kaki yang tertekuk Bayu menyamaratakan wajahnya dengan perut Tiffany.
Berujar pelan di hadapan anaknya, "Hai, ini Papa. Salam kenal. Jangan benci Papa ya."
Tiffany tak kuasa menahan tangisannya. Iya menangis sejadi-jadinya. Ini sungguh tidak adil.
"Bantu Mama milih Papa baru yang baik buat kamu dan Mama. Okei", Bayu mengecup pelan permukaan perut Tiffany yang terbalut gaun selutut.
Kembali berdiri dan melayangkan satu kecupan di kening perempuan yang sedang mengandung anaknya.
"Bahagia ya. I love you so much."
Air mata Bayu jatuh begitu saja dengan senyuman tulus yang terpatri di wajah nya yang manis.
"Ja-jadi kita usai?", Tiffany ingin memperjelas hubungan mereka.
Bayu mengelus rambut Tiffany, "Di kelahiran selanjutnya kamu milik aku."
Tiffany mengangguk paham.
"Selamat buat pernikahannya. Doa terbaik buat kalian", setelah mengatakan itu Tiffany bergegas keluar dari apartemen Bayu.
Fisik dan hatinya sama-sama tak siap jika harus berada disana lebih lama.
Bukan rumah yang ia dapat. Justru pengusiran.
Akhirnya hubungan yang dibina dua tahun berakhir begitu saja. Meninggalkan dirinya dengan malaikat kecil yang tak bersalah.
Dendam keluarga lah pemenangnya.
Namun tak apa. Ditolak di keluarga salah satu orang tua itu sangat menyakitkan. Dirinya lebih paham dari siapapun.
Sedari kecil Tiffany selalu mendapat penolakan dari keluarga ibu nya. Dan sekarang pun ia ditolak oleh keluarga kekasihnya.
Tiffany tak akan membiarkan anaknya bernasib sama seperti dirinya.
"Tanpa seorang Papa pun kita pasti bahagia", Tiffany mengelus pelan perutnya seraya menatap jalan raya.
Apa yang paling menyedihkan di dunia ini?.
Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada dua insan yang saling mencintai tapi tidak bisa bersatu.
Kisahnya seperti lirik salah satu lagu milik penyanyi kondang tanah air.
Segala cara telah ku coba
Pertahankan cinta kita
Selalu ku titipkan dalam doaku
Tapi ku tak mampu melawan restu
Lebih baik berakhir daripada harus terus-terusan mendapat penolakan.
...🌻🌻🌻...
Siapa yang dulu penasaran dengan cowo yang sudah menghamili Tiffany.
Nah ini orangnya👇
Bayu Prambudi Anarghya
Maaf ya kalau belum dapat feel-nya. Semoga sukaa, jangan lupaa like nyaa. Tenkyuuu💋
^^^27 Oktober 2023^^^
...Mencintai kamu itu seperti hujan. Awalnya aku senang dan kemudian aku sakit......
...🌻🌻🌻...
Semilir angin yang berhembus itu menerpa wajahnya. membelai lembut seolah meminta agar matanya terbuka. Menyaksikan langit malam yang kelabu di atas sana. Tanpa bintang, hanya ada bulan yang tertutup awan hitam.
Sejuk, gelap dan mencekam.
Suara hewan-hewan malam yang cukup nyaring menambah kesan seram bagi Tiffany.
Dari dulu ia memang tak pernah menyukai malam.
Layaknya obat, Tiffany harus tetap menerimanya walaupun pahit.
Begitulah makna malam bagi Tiffany.
Mengapa dirinya bisa begitu sangat tidak menyukai malam. Ya, karena ada sebuah kejadian yang sudah terlalu menggores hatinya. Bahkan bertahun-tahun lamanya.
Teriakan nyaring, petir yang menggelegar serta perlakuan kasar yang didapatnya. Semua masih terekam jelas di otak Tiffany.
Bagai kaset rusak yang terkadang masih saja menghantui pikirannya.
"Anak haram!."
Tiffany tersentak, membuka matanya dengan pupil yang membesar. Nafasnya tak beraturan. Kedua tangannya terulur menyentuh perut yang dibalut piyama tidur.
"Kamu itu anak yang tidak diinginkan."
Tiffany memejamkan matanya kuat-kuat. Berusaha menghalau pikiran-pikiran sialan yang mencoba mengganggu nya.
"Pergi sana kamu, dasar anak haram!."
Tiffany menggelengkan kepalanya seraya menutup telinganya rapat. Tidak memberikan celah untuk suara itu masuk ke gendang telinganya.
"Seharusnya dari dulu kamu itu udah mati!."
"Enggak", lirih Tiffany entah kepada siapa.
"Mati sana mati. Kamu itu aib, dan anak mu juga aib!."
"MAMA...", Tiffany berteriak kencang ketika merasakan suara itu seperti masuk ke dalam otaknya. Terasa begitu dekat dengannya. Membuat Tiffany kesulitan bernafas.
"MAMA...", kembali memanggil Mama nya. Saat tak merasakan sentuhan apapun pada tubuhnya. Tiffany masih enggan membuka matanya. Ia takut menatap wajah yang menyeramkan itu.
"MA—"
"Astaga sayang."
Tiffany mendengar pintu kamarnya terbuka bersamaan dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Lalu ia merasakan sentuhan lembut di lengan atasnya.
"Mama...", panggil Tiffany dengan pelan. Memastikan jika didepannya kini adalah benar Mama nya.
"Ini Mama sayang", Ibu mana yang tak sedih melihat anaknya duduk di pojok kamar dalam keadaan yang mengenaskan seperti ini. Ini bukan yang pertama. Tapi ini adalah yang pertama setelah sekian lama.
Tiffany membuka matanya pelan dan menghela nafas lega saat mendapati sang Mama yang berjongkok dihadapannya.
Tanpa ba-bi-bu, Tiffany langsung memeluk wanita yang sudah melahirkannya. Yang rela bertaruh nyawa hanya agar dirinya dapat melihat dunia. Rela di caci maki keluarganya karena memiliki dirinya. Dan rela melakukan apapun untuk Tiffany.
Mama nya adalah surga nya.
"Maafin Fany Ma. Maafin udah jadi aib."
Lui menutup matanya saat mendengar racauan tak jelas putri sematawayangnya. Mengelus rambut anaknya dengan kasih. Menenangkan Tiffany yang kembali sakit.
"Maafin Fany yang udah buat Mama malu."
Wanita paruh baya itu hanya diam tak bergeming.
"Makasih Ma, makasih udah nggak bunuh Fany."
Lui tak sanggup. Air matanya turun begitu saja. Sakit rasanya bila harus melihat Tiffany seperti dulu lagi.
"Enggak ada yang mau bunuh kamu sayang", sahutnya pelan dengan suara yang bergetar.
"Oma mau bunuh Fany Ma. Ka-katanya Fany anak haram", Tiffany sampai terbata-bata mengucapkannya. Label anak haram sangat tabu di telinganya.
Lui menggeleng keras, "Bukan, kamu bukan anak haram", seperti dulu pertama-tama yang harus dilakukannya adalah membantah semua perkataan anaknya.
"Kamu itu adalah anak Mama sama Papa. Kamu itu anugerah Tuhan yang berharga buat kami", yang kedua memberikan kalimat-kalimat penuh kasih sayang. Agar Tiffany percaya jika kehadirannya bukanlah suatu hal yang salah.
Tiffany menjauhkan wajahnya dari pelukan Lui. Menatap wajah cantik yang tak lagi muda itu.
"Bu-bukan anak haram?", tanya nya kembali untuk memastikan.
Lui tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Putri cantik Mama bukan anak haram. Jangan dengarkan suara-suara monster jahat itu lagi ya", dan yang ketiga mencoba menenangkan putrinya dengan kecupan-kecupan yang menambah keyakinan Tiffany kalau dirinya bukanlah sebuah kesalahan.
Tiffany mengangguk singkat, "Mereka jahat, katanya baby ku aib", ujarnya menunduk menatap perutnya.
Lui menatap sendu Tiffany. Mengapa kebahagiaan putrinya itu singkat sekali.
Tiffany baru bisa lari dari mimpi-mimpi buruknya itu ketika menjalin hubungan dengan Bayu. Sebelum itu Tiffany selalu dihantui. Setiap malam, anaknya bahkan tidak bisa tertidur dengan nyaman.
Saat bersama Bayu dunia Tiffany yang awalnya hanya ada monster dan dirinya. Perlahan berubah. Bayu seperti mampu mengusir jauh monster-monster tersebut.
Namun kini sepertinya monster-monster sialan itu kembali lagi. Lui mendesah pelan, mengapa hubungan asmara putrinya harus sama persis dengan dirinya. Membuat Tiffany nya kembali terluka untuk kesekian kalinya.
Bedanya, Andreas mau memperjuangkannya. Sementara Bayu takut untuk memperjuangkan cintanya.
"Dia bukan aib kan Ma?."
Lui menatap sendu mata putrinya yang tampak polos. Manik matanya yang coklat terang seolah menunjukkan seberapa banyak luka yang telah dipendamnya.
Menggeleng pelan Lui menjawab, "Dia anugerah, sama kayak kamu."
Tiffany tersenyum lebar, "Mama nggak akan minta aku bunuh dia kan?."
Lui kembali menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca.
Hatinya sakit mendengar kata bunuh keluar begitu saja dari bibir ranum putrinya.
"Makasih Mama", Tiffany memeluk Lui dengan bahagia.
Sedangkan Lui tersenyum miris, "Bahagia terus sayang. Mama Papa ada disini", sahutnya seraya melirik sang suami yang berdiri diambang pintu.
...🌻🌻🌻...
"Dewa Wisnu Sanantya."
"Ha?, Papa pindah agama sekarang jadi Hindu?."
Andreas menatap bingung putrinya, "Enggak tuh."
"Itu ngapain bawa-bawa dewa segala", ujar Tiffany sambil mengolesi rotinya dengan selai coklat.
"Itu nama orang sayang", Andreas menatap gemas anaknya yang mengangguk-angguk. Entah mengerti atau tidak.
"Nama dewa?."
Tuh kan.
Lui terkekeh pelan. Tiffany masih belum paham dengan maksud suaminya.
"Astagfirullah", Andreas memijit pangkal hidungnya.
"Loh kok Papa bisa ngucap", celetuk Tiffany dengan mulut yang sibuk mengunyah. Menatap tak paham Papa nya.
"Bisa lah, kan Papa muslim sayang", Andreas mencoba untuk sabar.
"Temen aku ada tuh yang non muslim tapi bisa ngucap."
"Ya mana Papa tau. Tuhannya double kali", sahut Andreas asal.
"Papa...", tegur Lui. Sudah tahu anaknya itu kepo akut. Masih saja diladeni.
"Emang boleh triple Pa?."
Kan, apa Lui bilang.
Andreas tertawa, "Enggak boleh sayang. Sebagai orang Islam kita percaya Tuhan itu satu. Esa, tidak ada yang kedua apalagi yang ketiga. Only one. like you, there is only one in my heart", mengedipkan sebelah matanya menggoda sang putri yang tersipu.
"Papa gembel Ma."
Lui menggelengkan kepalanya seraya tertawa pelan.
Dimata hukum mungkin anaknya itu sudah beranjak dewasa. Tapi baginya Tiffany masih sama seperti bocah lima tahun.
Yang semua hal nya butuh penjelasan detail. Sedetail-detailnya.
"Dewa Wisnu Sanantya itu anaknya temen Papa", Lui menjelaskan kepada putrinya yang sedang meminum susu.
"Oh, anaknya Papa."
"Anaknya temen Papa Fany", koreksi Andreas menatap jengah Tiffany yang menyengir.
"Terus ada apa dengan anak temen Papa. Mau nikah?", Tiffany menatap Papa nya yang tengah sarapan.
Setelah habis mengunyah makanannya. Andreas menjawab, "Rencananya begitu, tapi sama kamu katanya."
Seakan tahu kemana arah pembicaraan sang Papa. Tiffany langsung mengalihkan pandangannya. Mengambil ponselnya berpura-pura tak mendengar apa yang diucapkan oleh Andreas barusan.
Sudah dua Minggu sejak orang tuanya tahu jika Bayu menolak untuk bertanggung jawab. Selama itu pula mereka gencar menjodohkan Tiffany dengan laki-laki lain.
Anak rekan kerja, anak tetangganya, anak temen masa kecil Papa Mama nya. Semua jenis anak orang disodorkan padanya.
Namun Tiffany belum mau untuk mencobanya. Ia takut kembali ditolak.
"Mau sampai kapan sayang", Andreas menggapai tangan putrinya. Menggenggamnya lembut.
"Kalau kamu ngasih izin Papa buat datengin rumah nya Anarghya. Mungkin kamu sama Bayu bisa menikah", lanjut Andreas dengan suara yang sangat lembut. Takut Tiffany tersinggung.
"Bayu memang akan menikah Pa. Tapi bukan dengan Fany", balas Tiffany datar.
Andreas mengganguk pelan. Ia tahu itu. Semua orang tahu berita yang seminggu lalu baru disiarkan. Di koran bisnis, majalah bisnis hingga televisi.
'Putra sulung keluarga Anarghya akan segera menggelar pernikahan dengan salah satu model ternama indonesia.'
"Tapi kan para Anarghya sialan itu tidak tau kalau kamu sedang mengandung cucunya", Andreas masih enggan menyebut nama-nama yang haram diucapkan oleh mulutnya.
Tiffany menunduk, "Mereka tau Pa", sahutnya lesu.
Andreas melotot begitupula dengan Lui yang sedari tadi hanya menjadi pendengar.
"Mereka tau?, dan mereka hanya diam saja. Dasar bedebah sialan. Manusia-manusia keji."
"Pa...", Lui mengelus punggung tangan sang suami yang tampak tersulut emosi.
Detik berikutnya Andreas bangkit begitu saja. Membuat Lui dan Tiffany tersentak kaget. Melihat ke arah Andreas yang tampak masuk ke ruang kerjanya. Dan tak lama itu keluar dengan membawa senjata api. Membuat Lui dan Tiffany kompak berteriak dan bangkit berdiri.
"Papa!."
"Papa mau kemana Pa?", tanya Lui menahan tangan suaminya yang tampak kesetanan.
"Mau menghabisi Anarghya", jawab Andreas tegas. Tidak ada keraguan dimatanya. Seperti waktu itu.
Lui menggeleng takut, "Jangan Pa. Jangan ada pertumpahan darah lagi."
"Cukup Ma. Sudah cukup Papa menahan selama ini. Sudah cukup Papa mengalah ketika tau Bayu menjalin hubungan dengan Fany. Menahan amarah saat tau satu-satunya putri Papa dirusak oleh penerus Anarghya sialan itu. Papa sudah menahan semuanya Ma, demi Fany. Tapi sekarang tidak. Papa tidak bisa menahannya lagi", Andreas kembali melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan ucapan istrinya.
"Aku atau Anarghya itu yang mati."
Andreas bukan pria yang pengecut. Dunia saja bisa ia lawan demi mendapatkan istrinya. Lantas mengapa tidak bisa bila menyangkut kehormatan putrinya. Ia akan memberikan keadilan untuk cucu dan anaknya. Bahkan nyawa sekalipun taruhannya, Andreas siap.
"Berhenti Papa!."
Andreas berhenti ketika mendengar teriakan Tiffany. Berbalik dan matanya seketika membola ketika melihat sang putri menodongkan pistol tepat dipelipis kanannya sendiri.
"Kalau memang harus ada pertumpahan darah lagi. Biar lah darah Fany yang terlebih dahulu mengalir", ujar Tiffany serius. Tidak ada keraguan di matanya. Persis seperti sang Papa.
"Fa-fany. Jangan gitu sayang", Lui hendak melangkah mendekati Tiffany. Namun perempuan itu menginterupsi Mama nya dengan mengulurkan tangannya. Menyuruh Lui untuk tetap berada di tempat.
"Papa lupa, kalau aku ini adalah kloningannya Papa. Keras Papa, lebih keras aku", tambah Tiffany seraya menatap wajah Andreas yang hanya diam memandanginya. Tapi dapat Tiffany lihat Andreas sedang menahan amarahnya.
"Pa", Lui mencoba untuk melerai keduanya. Mencoba bernegosiasi dengan ego suami dan putrinya. Disaat keduanya tidak waras begini hanya Lui yang bisa diharapkan.
"FANY!", Lui berteriak ketika melihat Tiffany yang hendak menarik pelatuk pistol tersebut.
"Tiga", Tiffany menghitung mundur. Matanya masih lurus menatap sang Papa.
"Pa, Fany Pa...", kepala Lui seakan mau pecah. Ia sangat frustasi.
"Dua."
Tiffany dan Andreas masih sama-sama diam ditempat. Memandang satu sama lain tanpa ada yang bergerak. Hanya Lui yang heboh. Perempuan berjilbab itu terus saja beristighfar sembari mencegah anaknya berbuat gila.
"Sa...tu."
DOR
"TIFFANY!!!."
...🌻🌻🌻...
Tiffany Aurellie (New Cast)
Jangan lupa di like and subscribe yaa. Semoga sukaa💋
^^^30 Oktober 2023^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!