NovelToon NovelToon

Penyesalan Dalam Cinta

Chapter 1

"Cinta adalah ketulusan yang membuatmu mampu mengorbankan banyak hal hanya untuk kata Cinta. Dan melakukan apa saja asalkan bisa bersamanya."

~Aiden Brown~

.

.

.

.

.

.

.

.

.

12 Januari 2015

Gadis cantik berambut coklat terang sepinggang itu tak henti-hentinya mondar-mandir di dalam Toilet sekolah. Sahabatnya menatap gadis itu dengan pandangan malas. Padahal jam istirahat hanya tinggal lima belas menit lagi. Namun gadis yang wajahnya menghiasi banyak sampul majalah, layar televisi dan media masa itu terlihat tak tenang.

"Lara! Berapa lama lagi kau akan mondar-mandir hem? Aku lapar ini," protes gadis bermarga Hernandez itu dengan wajah setengah memelas.

"Tolong bantu aku, Yunita. Aku tak ingin menyatakan cinta pada lelaki culun jelek itu. Lebih baik aku mencium pantat bebek dari pada menyatakan cinta pada lelaki itu." Keluh Lara mengacak rambut panjangnya hinga kusut.

Terdengar helaan nafas letih dari gadis yang di panggil Yunita itu. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding dan menatap Lara yang masih mengacak rambut coklatnya itu.

"Salah sendiri. Kenapa kau harus kalah taruhan dari Jimmi," ceramah Yunita membuat Lara berhenti mengacak rambutnya dan menatap Yunita dengan pandangan garang.

"Kau pikir aku mau kalah dari nenek sihir itu huh? Aku yakin dia pasti berbuat licik hinga dapat peran utama cerita Pain in love itu," ucap Lara dengan ke murkanya yang membuat Yunita hanya geleng-geleng kepala.

"Sudahlah mau bagaimana lagi. Kau harus tetap menyatakan cintamu padanya. Bukannya itu akan di saksikan oleh para murid lainnya. Ayo cepatlah aku lapar ini," tutur Yunita mendesak Lara.

"Awas saja Kimmi sialan itu," Teriak Lara lantang.

Beruntung ke duanya berada di Toilet yang jauh dari kelas. Hingga suara teriakkan nyaring melengking Lara tak menyakiti gendang telinga orang lain selain Yunita.

Gadis berambut hitam sebahu itu menggosok ke dua daun telinganya. Ia mendesah berat dan melangkah mendekat ke arah Lara. Ia memperbaiki tatanan rambut Lara. Ia juga merapikan seragam Lara.

"Ayo, cepat! Semakin cepat kau menyatakan cinta. Maka semakin cepat pula kau bebas dari taruhan itu. Hanya satu minggu bukan?" tanya Yunita pada Lara.

Lara menganggukkan kepalanya dengan lesu. Yunita menjepit poni Lara ke samping hinga gadis itu terlihat dewasa bukan lagi kesan imut.

Lara dan Yunita melangkah keluar dari kamar mandi. Saat itu ke duanya bertemu dengan Kimmi terlihat menunggu Lara di pintu keluar Toilet wanita.

"Dia berada di kantin saat ini. Ingat Lara kau harus menciumnya saat dia menerimamu. Jika dia menolak maka kau akan mendapatkan hukuman lain yang jelas-jelas akan membuatmu mati berdiri." Peringat Kimmi dengan bersidekap tangan di dada.

"Tenang saja. Tak ada satu orang lelaki pun yang mampu menolak pesona seorang Lara Smith," Tutur Lara dengan angkuh.

Kimmi tersenyum miring di depan Lara dan Yunita membuat ke dua gadis itu mendengus tak suka. Kimmi tau pasti seorang Aiden Brown, tak akan mau berhubungan dengan gadis mana pun. Karena lelaki itu terlalu serius dengan buku.

"Kita lihat saja nanti!" balas Kimmi mendahului ke dua gadis itu.

Lara mengengam tangan Yunita dengan kuat. Ia begitu malu saat ini dan nanti pastinya. Bagaimana seorang Lara Smith gadis cantik, artis papan atas dan kaya menyatakan jika ia jatuh Cinta pada lelaki Miskin, Culun dan terlihat menjijikan itu.

Lara rasanya ingin menenggelamkan dirinya ke lautan api saja saat ini. Jika Ibunya tau Lara akan di marahi habis-habisan. Dan melihat wajah dingin menakutkan sang Ayah jauh lebih baik dari pada menyatakan cinta pada lelaki jelek itu.

"Anggap saja ini aktingmu saja seperti yang bisa kau lakukan," bisik Yunita pada daun telinga kanan Lara.

Ke tiganya berhenti di ambang pintu kantin mewah Amsterdam High School membuat banyak anak-anak melihat ke arah ke tiganya. Terutama ke arah dua gadis cantik yang sudah lama bersahabat itu.

Kimmi menunjuk sudut ruangan dengan matanya. Lara menatap lelaki pucat dengan kaca mata bulat tebal menghiasi wajah putih itu. Pakaiannya begitu dekil dan sobek sedikit di beberapa bagian.

Lelaki itu makan dengan wajah tertunduk. Para lelaki tampan di berbagai sudut seakan mencoba menarik perhatian Lara yang melangkah memasuki kantin dengan langkah pelan.

Yunita ingin mengikuti Lara namun tangan Yunita di tahan oleh Kimmi. Gadis itu ingin Lara sendiri ke sana. Kimmi ingin melihat pertunjukan menakjubkan. Dimana Lara Smith musuhnya menyatakan cinta pada lelaki culun. Dan lebih memalukan lagi lelaki itu akan menolak seorang Lara Smith.

"Tenang Lara Smith! Saat ini kau sedang berakting. Maka lakukan sebaik mungkin dari pada kau mendapatkan hukuman menjadi pembantu Kimmi selama satu bulan."

Itulah yang Lara katakan berulang kali pada dirinya. Orang berbisik-bisik saat Lara telah berdiri di samping meja Aiden.

Merasa ada yang berdiri di samping meja yang ia tempati Aiden mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Lara. Wajah Aiden langsung memucat melihat wajah cantik Lara. Gadis itu terlihat semakin sempurna di lihat dari dekat. Membuat jantung Aiden berdetak tak karuan.

"Kau yang bernama Aiden Brown bukan?" tanya Lara langsung.

"Ya. Aku aku," jawab Aiden setenang mungkin.

"Aiden Borwn maukah kau menjadi pacarku?" Teriak Lara lantang dengan menutup ke dua matanya.

Hati Lara memaki dengan segala isi kebun binatang. Mata Aiden membulat sempurna mendengar peryataan Lara. Murid yang berada di sana bersorak tak percaya dengan apa yang mereka dengar.

Seorang Lara Smith menyatakan perasaan pada seorang anak buangan. Yang hanya mengandalkan otaknya saja.

"Astaga!"

"Senior Lara menyatakan cinta."

"Pada Si culun?"

"God!"

"Aku tak salah dengar?"

"Gila!"

Itu lah pekikkan dan bisikan yang membuat seluruh isi kantin heboh. Yunita menatap punggung Lara dengan wajah kasihan. Sedangkan Kimmi tersenyum penuh kemenangan.

Aiden membeku ia tak tau harus beraksi seperti apa di depan Lara. Gadis pujaan hatinya sekaligus cinta pertamanya. Yang ia pikir tak akan pernah ia gapai. Namun siapa sangka gadis itu sendiri menghampirinya dan menyatakan Cinta.

Lara membuka ke dua matanya karena tak kunjung mendengar jawaban Aiden. Sementara kantin sudah riuh mendengar pengakuan memalukan itu dari bibirnya.

"Culun cepat terima aku! Jika tidak akan aku buat kau mati dalam rasa sakit penderitaan dunia," ucap hati kecil Lara memandang Aiden dengan pandangan tak terbaca.

"Apa kau tak mau menerima peryataan cintaku?" tanya Lara di tengah hiruk pikuk suara orang-orang.

Suara Lara membuat Aiden kembali ke alam sadarnya. Ia menatap Lara dengan pandangan malu.

"Iya aku mau jadi kekasihmu," jawab Aiden membuat suara kantin semakin riuh.

Lara tersenyum masam mendengar jawaban Aiden. Dan tugas pertama memang selesai namun tugas ke duanya kembali menanti bukan?

Lara menundukkan wajahnya mensejajarkan wajahnya dengan Aiden.

"Wooooooooowww !!!!!!"

Teriak seluruh isi kantin Aiden membeku di tempat duduk. Lara memiringkan kepalanya dan mengecup pipi Aiden dengan cepat. Dan menarik wajahnya berdiri seperti semula.

"Mulai dari sekarang kau adalah pacarku." Ucap Lara dan membalikan tubuhnya lalu melangkah cepat menuju Kimmi dan Yunita berdiri di ambang pintu masuk kantin.

Aiden merasa jantungnya meledak. Bahkan ke dua lubang hidungnya meleleh darah segar.

"Aku sudah melakukannya dan ingat hanya satu minggu," ucap Lara saat berada di depan Kimmi. "Ayo! Yunita kita pergi." Ucap Lara langsung menarik tangan Yunita melangkah keluar dari kantin.

Kimmi hanya terdiam dan menatap ke arah Aiden. Ia mengeram melihat Aiden, rencananya tak berjalan sesuai yang ia inginkan.

Kimmi keluar dari kantin sedang kan di sana Aiden terlihat di kerubungi lelaki yang menjadi fans Boy Lara. Lelaki itu di siram dengan kuah sup panas oleh lelaki yang menatap Aiden murka.

Sedang Aiden tak dapat berbuat banyak. Lelaki itu kembali di bully oleh anak lelaki.

"Dasar tak tau diri beraninya kau merebut Lara!!!"

"Mulai saat ini kau tak akan ada waktu untuk bernapas normal."

"Dasar orang miskin menjijikan."

Itulah segelintir kata yang Aiden dengan saat para lelaki kaya itu menghajar Aiden habis-habisan. Sedangkan murid perempuan hanya menatap malas dan melangkah meninggal kantin karena lima menit lagi kelas mereka akan kembali di mulai lagi.

📣. 📣. 📣

PLAK!!!

Gadis cantik itu tersungkur ke lantai saat pipi kirinya di tampar kasar. Lelaki paruh baya itu menatap anak gadisnya dengan pandangan marah. Sedangkan wanita paruh baya di sampingnya mencoba menghentikannya agar tak memukul putrinya.

"Sudahlah sayang! Besok Lara akan mengadakan syuting iklan. Kau jangan lukai wajahnya itu akan membuat orang-orang bergosip," cegah Nyonya Smith pada suaminya.

Tuan Smith mengeram melihat Lara yang berusaha berdiri dengan menyentuh pipi kirinya yang berdenyut nyeri.

"Dasar anak tak tau diri! Bagaimana bisa dia membuat berita memalukan itu." Ucap Tuan Smith lalu melangkah pergi meninggalkan ruang keluarga.

Nyonya Smith membawa Lara duduk ke kursi ruang tamu. Ia memerintahkan kepala pembantu membawakan kantung es batu dan obat penghilang sakit.

"Dasar, kau bodoh. Kenapa membuat Papa mu marah. Kau tau Papa mu menaruh mata-mata di sekolahmu. Jadi jangan berbuat bodoh Lara Smith. Karena nama baik keluarga bersama dirimu," peringat Nyonya Smith angkuh.

"Maafkan aku Mama. Aku kalah taruhan hinga melakukan hal itu," jawab Lara jujur.

Ke dua pipi Lara telah di penuhi oleh genangan air mata. Nyonya Smith mendesah mendengar perkataan anak semata wayangnya. Keluarganya selalu di sorot oleh banyak media. Selain karna Lara seorang artis mereka juga keluarga terpandang. Karena Ayah Lara adalah Mentri kabinet .

"Ini Nyonya Smith." Tutur Pengurus Rumah pada sang majikan sambil meberikan permintaan sang Nyonya besar.

"Obati pipimu dan jangan menangis bodoh. Kau itu akan membuat wajahmu hancur saja besok. Kau mau Papa mu tambah marah jika ada pemberitaan buruk tentang keluarga kita huh?" Tutur Nyonya Smith, lalu meletakan kantong es ke tangan Lara dan berdiri dari duduknya pergi begitu saja.

"Sialan !" Umpat Lara melempar kantong es itu kelantai dengan keras.

Para pembantu hanya menatap Lara dengan pandangan beragam. Lara berdiri dan langsung berlari ke kamarnya. Ia benci keluarga, ia berharap ke dua orang tuanya mati saja jika begini. Ia kurang kasih sayang dan di perlakukan buruk. Dimana ia di tuntut untuk sempurna setiap waktu.

Mana ada manusia yang terlahir sempurna di dunia ini. Namun Papa nya tak ingin tau akan hal itu.

.

.

.

.

.

Bersambung...

Chapter 2

"Kalian tau apa tentang aku?! Hanya karena aku terlihat berbeda dan lemah kalian semakin menginjak aku seakan aku ini adalah sampah."

~Aiden Brown~

.

.

.

.

.

Bug !

Bug !

Bug !

Akh !!!

"Hentikan..."

Tubuh itu tak lagi berdaya karena menerima hantaman dari tangan dan kaki. Bukan hanya satu orang saja yang melakukannya namun lebih dari lima orang. Lelaki dengan baju sekolah lusuh itu meringkuk di pojok gudang.

"Rasakan! Siapa suruh dia menerima Lara," ucap salah satu dari lelaki tampan itu.

"Sudah miskin! Culun! CK! Membuat aku jijik saja," timpal satu orang lagi.

"Sudahlah. Aku yakin Lara hanya penasaran saja pada lelaki jelek itu. Nanti dia akan memutuskan lelaki buruk rupa ini," ucap lelaki yang merapikan tatanan rambutnya itu.

"Ayo kembali ke kelas," ujar yang lain.

Semuanya pergi dari gudang dengan wajah bahagia. Menyiksa anak buangan atau korban bully bukanlah perkara yang sulit. Tampa masalah dari Lara saja, Aiden sudah sangat sulit bertahan di sekolah elit itu.

Namun apa boleh buat, ia juga lelaki normal yang tak bisa menolak pesona Lara Smith.

Aiden terbatuk-batuk dengan keras dengan mengeluarkan darah segar. Dari arah pintu masuk gudang terdengar jelas sepatu beradu dengan lantai.

"Aiden!" serunya dengan suara lantang.

Gadis cantik itu berlari dengan kuat mendekati tubuh Aiden yang meringkuk dengan batuk mengalun. Ia membantu Aiden berdiri dan memberikan sapu tangan kepada Aiden.

"Astaga! Baru dua hari kau sudah seperti ini sejak si gadis Sombong itu menyatakan cinta padamu Aiden," geramnya marah.

"Aku tidak apa-apa Gea," ucap Aiden lirih.

"Apanya yang tidak apa-apa?" Bentak gadis cantik itu melirik seluruh wajah Aiden penuh lebam dan ke dua sudut bibir lelaki itu pecah.

Namun Aiden tak menjawab ia hanya diam saja mendapatkan bentakan dari Gea Miller. Gadis manis yang mau menerima menjadi seorang teman. Ia tak pernah malu berteman dengan Aiden. Gadis itu begitu baik meski ia adalah putri dari seorang Hakim.

Aiden bersyukur setidaknya di sekolah besar itu masih ada yang baik dan mau berteman dengannya. Gea mendesah kasar melihat Aiden begitu lemah.

"Ayo ke Rumah Sakit," tuturnya.

"Tidak usah. Antar kan aku ke UKS saja," pinta Aiden.

Lelaki itu tak ingin berada di Rumah Sakit. Karena biayanya pasti sangat mahal. Dimana Aiden akan mengambil uang untuk membayar tagihan Rumah Sakit. Sedangkan dia tinggal bersama nenek tua yang sakit-sakitan.

"Tidak! Keadaanmu begitu parah dari biasanya Aiden. Soal biaya tak usah risau, yang penting lukamu di obati dengan tepat," ucap Gea tak terbantahkan lagi.

Aiden hanya menurut saat Gea memapahnya keluar dari gudang dan melangkah menuju parkir mobilnya. Gea mengatakan Aiden bisa membayarnya dengan membantunya belajar. Agar bisa masuk universitas hebat di luar negeri.

Tanpa lelaki polos itu sadari jika gadis itu menaruh hati padanya. Gadis cantik itu mengagumi Aiden karena sikap baik Aiden dan kepintaran Aiden. Hingga ia jatuh hati pada lelaki culun itu. Dan keluarga Gea menerima kehadiran Aiden dengan tangan terbuka.

Aiden bahagia karena Gea dan keluarganya begitu baik. Terutama ke dua orang tua Gea menganggap Aiden seperti putra mereka sendiri.

Di lain tempat Lara terlihat menorehkan kanvas putih bersih dengan warna merah. Ia terlihat begitu serius melukis di samping Yunita. Lara selain hebat dalam berakting ia juga mahir dalam melukis dan bermain alat musik lainnya. Karena ia di tuntut sempurna sebagai seorang Putri tunggal dari keluarga Smith.

Meski sebenarnya Lara muak dengan semua peraturan yang ke dua orang tuanya terapkan. Dari kecil Lara di ajarkan banyak hal mulai dari menyulam, menari ballet, bermain berbagai jenis alat musik, berkuda dan juga berdansa. Seakan kehidupan seperti seorang Lady anggun dan sepurna.

"Aku dengar dia di bully hari ini Lara. Kapan kau akan memutuskannya? Apa kau tak mau menolongnya?" Tanya Yunita menatap Lara melukis bunga mawar dimana kuasnya kini sedang membuat daun bunga.

Tangan Lara berhenti ia menoleh menatap wajah Yunita yang terlihat serius. Lara meletakan peralatan melukisnya dengan kasar.

"Menolongnya?" ulang Lara dengan suara malas.

"Iya."

"Tidak akan. Melihatnya saja aku malas, baguslah jika banyak yang membully nya karna dengan begitu aku akan sangat mudah memutuskannya lima hari lagi." Tutur Lara berdiri dari duduknya dan melangkah ke wastafel di sudut ruang lukis.

Yunita mengikuti Lara dari belakang. Ia berdiri di belakang tubuh Lara saat gadis Smith, itu membersihkan tangannya yang kena cat air itu.

"Apa kau tak kasihan?" tanya Yunita pelan.

Pergerankan tangan Lara terhenti. Kata Kasihan membuat Lara terdiam. Apakah ia patut mengasihani orang lain di tengah kehidupan yang memuakan ini? Dan Lara bukan tipe orang yang baik.

Karena ia di didik keras oleh ke dua orang tuanya. Gadis itu tertekan sejak kecil dan tak pernah di ajarkan untuk mengasihani orang lain.

"Untuk apa? Itu sudah menjadi takdirnya. Dan ingat dia bisa Sekolah di sini karna uang dari keluargaku yang menyumbang biaya pendidikan yang mahal di sini." Ucap Lara kembali mengusap tangannya.

Yunita mendengar jawaban Lara hanya terdiam. Ia tak tau hati Lara terbuat dari apa hingga ia begitu kejam. Hanya baik pada Orang-orang tertentu saja.

Ke duanya keluar dari ruangan lukis. Saat itu Lara di jemput oleh menegernya. Ia melangkah masuk ke dalam mobil hitam mewah itu dan melaju menuju salah satu restoran mewah. Dimana di sana akan di adakan pertemuan keluarga besar Smith.

Sebelum itu Lara telah berganti baju dan memakai make up natural. Ia terlihat begitu cantik dan elegan. Lara Smith adalah anak kebanggaan di keluarga besar Smith. Dimana akan banyak baik bibi atau pun paman Lara akan memuji dan menjilat keluarga Lara.

"Oh, Lara sudah datang," seru lelaki tua itu menyambut cucu pertamanya itu.

Lara tersenyum mendengar perkataan sang Kakek. Sang Nenek terlihat begitu antusias dengan kehadiran Lara. Banyak hal yang mereka katakan mulai dari kehidupan keluarga sampai kesuksesan Lara.

Lara berdiri pamit ke kamar kecil. Namun ia tak menuju Toilet melainkan atap gadung Hotel dimana tempat Restoran mewah itu di lantai paling atas hinga bisa melihat pemandangan dari atas begitu indah.

"Cih! Menyebalkan sekali

orang-orang tua itu," grutu Lara yang merasa sesak karena Keluarga yang penuh sandiwara itu.

Lara merogoh tas kecilnya ia mengeluarkan sebatang rokok yang di samarkan di tempat bedaknya. Ia menghirup rokoknya dengan pelan. Dan menghembuskan asap rokok itu dengan perlahan. Ia merasa begitu tenang saat menghisap rokok di salah satu sudut atap Hotel mewah itu.

Baru beberapa kali hisap suara Lelaki yang memanggil namanya membuat Lara menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya dengan ujung hilsnya. Lara membalikan tubuh nya pelan dengan jantung berdebar. Ke dua matanya membuat saat melihat siapa yang berdiri di depannya dengan wajah tak percaya.

***

Gadis cantik itu menatap malas lelaki culun yang kini berada di depannya itu. Ke duanya berdiri di salah satu ruangan di lapangan indor sekolah. Orang-orang sudah pulang, hingga di sana hanya ada Sehun dan Lara.

Gadis itu menyadarkan bahunya di dinding. Ia masih menatap Aiden yang terlihat salah tingkah karena di tatap oleh Lara. Hari ini adalah hari di mana Lara akan memutuskan Aiden.

"Kenapa kau menghindari ku, Lara?" tanya Aiden pelan.

Kini tak terlihat lagi bekas memar di wajah putihnya. Hanya penampilannya saja yang begitu kumuh dan bau got. Karena dia habis di bully lagi seperti biasanya.

Lara bersedikap, ke dua tangan di depan dadanya menatap Aiden jengah. Ia berpikir bagaimana tidak lelaki itu di bully habis-habisan dia terlalu bodoh dan lemah di luar belajar. Yang lelaki berkulit albino itu tau hanya lah belajar. Menaklukan banyak buku bukan manusia.

"CK!" decak Lara malas,"Kau di bully lagi?" tanya Lara dengan nada angkuh.

Aiden tak menjawab dia hanya diam mendengar pertanyaan Lara. Ia malu karna dia terlihat begitu lemah di depan gadis yang ia cintai.

"Kau mencintaiku?" tanya Lara lagi.

Kepalanya yang awalnya tertunduk kini terangkat menatap wajah Lara. Namun wajah dan kuping Aiden malah memerah karena malu.

"Jawab aku!" bentak Lara dengan suara lantang.

"I——ya," jawab Aiden terbata-bata.

"Kau tau salah satu tugas seorang pacar adalah melindunggi kekasihnya. Namun kau melindunggi diri sendiri saja tak becus," cibir Lara pada Aiden.

Lelaki itu membenarkan letak kaca mata yang hampir melorot itu karna sudah usang.

"Kita putus!" putus Lara dengan suara tegas.

Ke dua bola mata Aiden langsung membulat sempurna mendengarnya. Bagaimana bisa? Padahal hubungan dia dan Lara baru satu minggu.

"Kenapa?" tanya Aiden pelan.

"Karna kau culun! Miskin! Lemah! Dan juga tak bisa di andalkan," ucap Lara tanpa berpikir.

"Bukankah kau mencintaiku?" tanya Aiden dengan suara berat.

Lara tertawa geli mendengar kata-kata Aiden. Cinta? Sama sekali tak pernah

Lara merasakan itu untuk lelaki itu. Aiden mengerutkan dahinya karna tawa Lara.

"Kau gila?" Maki Lara setelah tawanya reda. "Cinta?! Cih! Kau hanya bahan taruhanku saja. Dan asal kau tau aku tak sudi berpacaran dengan orang sepertimu. Kau bukan levelku Aiden Brown. Apa yang bisa kau banggakan di depanku, huh?" remeh Lara.

Ke dua tangan Aidrn mengepal di ke dua sisinya mendengar hinanaan Lara. Gadis yang ia cintai menghinanya begitu kasar.

"Dan satu hal lagi. Kau besok tak akan bersekolah di sini karna beasiswamu di cabut. Aku tak suka sekolah bagus ini ada sampah sepertimu." Tutur Lara lalu melangkah menuju pintu keluar.

Aiden masih mematung di tempat yang sama melihat punggung Lara menjauh darinya.

"Padahal aku mencintaimu begitu tulus Lara," tutur Aiden lirih.

Kristal bening bergilir begitu saja di wajah kumuh Aiden. Sakit! Sunguh sangat sakit. Ia tak tau bisa sesakit ini. Wanita itu begitu membuat hatinya hancur berkeping-keping.

.

.

.

.

.

.

.

Bersambung...

Chapter 3

12 November 2020

Wiisssss !!!

Berapa lembar cek dengan nominal yang tak terhitung melayang di atas tempat tidur kusut. Lelaki berkulit albino itu mengancing baju kemeja birunya. Sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk senyum sarkartis.

Tempat tidur berukuran King Size tak berbentuk. Dimana di atas kasur empuk itu bekas darah terlihat kontras dengan warna putih kapas itu. Gadis cantik yang terlihat acak-acakan itu meringkuk menutupi tubuh polos yang penuh dengan bekas kemerahan, sudut bibirnya yang pecah dan ke dua matanya yang sembab itu membuat lelaki yang telah menyalurkan nafsu bejatnya itu tersenyum penuh kemenangan.

Gadis itu menatap nyalang mata tajam elang milik lelaki berkuasa itu. Lelaki yang jelas-jelas memperkosanya dan malah melemparkannya Cek seolah dia adalah wanita panggilan yang di bayar. Di bayar memuaskan nafsu lelaki berkulit albino itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu ******?" hardiknya dengan nada tinggi delapan oktaf.

Gadis itu tersenyum pahit dengan penghinaan lelaki itu. Ia menggenggam ujung selimut tebal yang menutupi tubuh sintalnya. ******!! Kata yang lelaki itu lontarkan begitu sakit dari pada di tikam dengan besi panas.

"Apa jumlah yang aku berikan padamu kurang, huh?" ujarnya dengan senyum menyeringai saat kancing terakhir terpasang.

Lelaki itu kembali meraih dompet kulit mahalnya dan kembali mengambil cek dan melempar kan nya lagi ke atas tempat tidur.

"Aku rasa itu lebih dari cukup untuk kau hidup satu tahun tampa bekerja. Cih! Kau hanya memberikanku darah perawan mu saja dan kau bisa hidup enak selama satu tahun. Bukankah itu terlalu gampang Lara Smith!" tekan lelaki itu pada nama gadis cantik yang terlihat hancur itu.

"Brengsek kau Aiden Brown!" maki Lara lantang dengan mata berkilat marah.

Aiden tertawa lantang mendengar makian Lara. Gadis yang pernah mengisi relung hatinya. Gadis yang ia cintai dengan tulus dan gadis yang membuat ia hancur sehancur-hancurnya. Gadis yang membuat ia patah sepatah patahnya.

"Bukankah aku memang brengsek dari dulu Lara. Dan kau tau? Kau lah yang membuat aku menjadi seperti ini. Dan Well, terimakasih atas dorongan mu ****** cantikku," tutur Aiden memandang remeh gadis itu.

Ia melangkah keluar dari kamar mewah bergaya eropa klasik dengan sentuhan warna Gold itu. Lara meringis karena sakit di bagian sensitifnya. Ia tak punya apa-apa lagi di dunia ini. Semuanya telah hancur, karirnya, keluarganya, dan juga harga dirinya.

"Aku membenci mu, Aiden Brown!," racau bibir ranum itu dengan lelehan air mata.

25 April 2015

Lelaki dengan seragam koyak itu menatap kertas putih berlambang sekolahnya itu dengan wajah di tekuk. Di surat itu ia jelas jika ia di keluar kan dari sekolah elit itu. Ia tak menyangka jika apa yang di katakan oleh Lara benar adanya.

Keluarga gadis itu mempersulit dirinya. Aiden mengehela napas letih nya saat itu Gea datang dengan wajah tak bersahabat. Ia memukul kepala belakang Aiden dengan tangannya hingga Aiden meringis kesakitan.

"Hei! Bodoh kau akan diam saja di perlakukan tidak adil seperti itu, huh? Kau bisa memprotes jika perlu ajukan petisi pada Papa ku. Agar kau bisa mendapatkan ke adilan. Papa ku kenal banyak orang di dalam dunia hukum. Mereka tak boleh semena-mena seperti ini," tutur Gea dengan menggebu-gebu.

Aiden tersenyum kecut mendengar perkataan Gea. Ia tak akan melakukan apa-apa karna ia tak ingin Lara membenci nya. Karena gadis itu pasti akan terkena masalah jika keluarganya tersandung masalah dirinya. Ia tak ingin gadis itu terluka karna ia begitu mencintai gadis itu.

Meski Lara menyakitinya dan menghinanya ia tak bisa membenci gadis itu. Aiden berpikir mungkin ini sudah jalannya. Karena dia adalah anak yatim piatu. Ke dua orang tuanya sudah meninggal dan ia tinggal bersama neneknya yang sakit-sakitan.

Aiden berpikir ia akan bekerja saja dan mendapatkan uang agar bisa membahagiakan neneknya. Dengan begitu ia bisa menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama sang nenek.

Yang di katakan Lara tak ada yang salah. Ia memang lemah, miskin dan jelek. Tak ada yang bisa di banggakan darinya selain otak cerdasnya. Dan soal Lara menjadikannya taruhan Aiden tak masalah. Dia tak marah karna bisa menjadi kekasih gadis itu sebentar lebih dari cukup baginya.

"Sudahlah Gea. Aku akan bekerja saja agar bisa memberikan Nenekku makan enak dan tempat yang layak," tutur Aiden pelan.

"Dasar bodoh," maki Gea lagi melihat Aiden begitu lemah.

Gadis itu tak menyangka jika Lara sejahat itu. Gadis itu telah menyakiti Aiden luar dalam. Gara-gara gadis itu Aiden di bully habis-habisan. Lalu di keluar kan dengan tidak adil. Namun Aiden seakan tak mempermasalah kannya.

Di lain tempat Lara terlihat sedang menguping pembicaraan ke dua orang tuanya. Dimana sang Ayah terdengar begitu murka pada seorang. Karena orang itu menghalangi niatnya menjadi calon Presiden.

Sedangkan Ibunya menenangkan lelaki tua itu. Lara hanya mengeleng kan  kepalanya mendengar perkataan kasar sang Ayah. Lelaki tua itu terlalu serakah dengan jabatan. Bahkan dia mengikut sertakan Lara dalam rencananya.

Dimana Lara bisa menarik perhatian para penduduk Belanda untuk memilihnya. Ia juga membawa Aiden untuk berkampanye agar orang-orang memilihnya. Membawa Lara ke tempat-tempat kotor untuk membantu orang miskin. Agar media meliput dirinya namun seorang dari partai berbeda menghalangi niatnya.

"Sampai kapan lelaki tua itu akan marah," sinis Lara yang merasa terganggu dengan suara menggelegar tuan Smith.

Lara melangkah menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur empuknya. Ia memang tak pernah kekurangan apa pun dalam kehidupannya. Ia terlihat sempurna dari luar. Bahkan orang-orang iri dengan keluarga nya.

Dimana sang Ayah di kenal adalah orang baik. Lelaki yang ramah dan murah senyum. Bahkan tak sungkan membantu rakyat miskin. Itulah yang orang-orang tau dan para media tulis bahkan di beritakan dari mulut ke mulut.

Yah! Walau pun hanya orang-orang tertentu saja yang tau jika sang Ayah tak lain adalah serigala berbulu domba. Penuh dengan kepalsuan dan terlihat seperti iblis bertopeng malaikat.

Ayahnya tak pernah segan membunuh orang yang menghalangi jalannya.

Tok

Tok

Tok

"Masuk !" titah Lara dari dalam kamar.

Pelayannya masuk ke dalam kamar luas dan tertata rapi itu. Ia mengulas senyum ke pada sang nona muda.

"Maaf nona. Tuan Smith meminta nona bersiap-siap untuk acara makan malam dengan seorang petinggi, malam ini juga," sampai sang pembantu.

"Ya. Keluarlah aku akan siap-siap," tutur Lara

Wanita paru baya itu keluar dari kamar Lara. Gadis itu bersiap-siap untuk pergi menemui kolega lelaki tua itu. Jujur saja hati kecil Lara mengumpat dan menyumpah serapah lelaki tua itu. Lagi-lagi dia harus turun tangan untuk masalah politik yang menjijikan itu.

* * *

Raut gelisah terpancar jelas dari gadis yang berpakaian sedikit terbuka itu. Lelaki tua bau tanah itu terlihat mengembangkan senyum menyeringai nya. Di Sana hanya ada Lara dan lelaki tua yang memiliki ke dudukan lebih tinggi dari pada orang tua Lara.

Tangan lelaki itu menyusup di balik rok mini Lara. Membuat mata bulat Lara melotot karena ulah mesum lelaki itu. Lara langsung berdiri dari duduknya. Ruangan VVIP Restoran mewah itu kedap suara. Hinga teriakkan marah Lara tak terdengar dari luar.

"Apa yang kau lakukan Paman!" Pekik Lara marah ia melangkah mundur.

"Hanya menyentuhmu saja sayang. Apa kau tak mau Ayahmu menjadi Presiden, huh? Dia begitu terobsesi menjadi Presiden. Dan sebagai upahnya aku bisa menikmati tubuh ranum mu itu," tuturnya vulgar.

Lara langsung meraih pisau yang tergeletak di atas meja dan mengarahkannya pada lelaki tua itu.

"Jangan mendekat! Aku tak mau kau menyentuh tubuhku. Ayahku akan murka jika kau berani-beraninya menyentuh anak gadis nya." Pekik Lara masih dengan pisau yang di todong ke dapan agar lelaki itu takut.

Namun bukan takut lelaki itu malah tertawa seolah perkataan Lara itu lucu. Namun saat itu lelaki berkacamata masuk ke dalam membawa makan dan menutup pintu tampa melihat apa yang terjadi. Lelaki tua itu terlihat biasa saja.

Karena lelaki itu sangat berkuasa dan orang-orang takut jika harus berurusan dengan lelaki kolonmerat itu. Pelayan yang membawa makan itu terbelalak melihat posisi Lara yang terpojok ke sudut diding dan menodongkan pisau ke arah Lelaki tua.

"Lara!" serunya dengan suara pelan.

"Aiden," panggil Lara lirih.

"Letakan makannya dan keluar dari ruangan ini," titah lelaki tua itu.

Lelaki itu melangkah mendekat ke arah Lara. Ia tau jika Lara tak akan bisa menusuknya. Karena gadis itu terlalu penakut untuk melukai orang.

"Jangan mendekat Paman! Aku akan menusuk mu jika kau berani mendekat," peringat Lara lantang.

Namun lelaki tua itu tak peduli. Aiden membeku di tempat bahkan makan di nampan yang ia bawa tak kunjung ia letakan. Kejadiannya sangat cepat pisau yang Lara pegang terlempar jatuh dengan tubuh Lara yang sudah di himpit bahkan di cium paksa oleh lelaki tua itu.

Lara meronta dan memekik. Aiden menjatuhkan nampannya dan menolong Lara namun lelaki itu terlalu lemah hinga terjatuh. Aiden tak mau menyerah melihat gadis yang ia cintai di lecehkan di depan matanya membuat ia murka.

BUG

Lagi-lagi Aiden terjatuh karena dorongan lelaki tua yang masih bugar di usia tua nya. Aiden bangkit dan lebih keras menarik memisahkan tubuh yang mencoba memperkosa Lara.

Ke duanya bergulat cukup sengit. Meski Aidenn babak belur namun lelaki itu tak mau melepaskan lelaki tua itu.

Aiden yang mau kabur dari ruangan itu di tahan oleh lelaki tua itu. Dan menghempas kan tubuh Lara di lantai dingin itu. Lara meraba-raba lantai hinga mendapatkan kembali pisau yang tadi sempat jatuh kelantai.

Jlep !!!!!

Pisau itu masuk tepat ke jantung lelaki tua itu. Aiden yang tak berdaya di lantai terbelalak melihat Lara menusuk jantung lelaki itu. Lara mematung saat darah lelaki itu keluar dari mulutnya hingga muncrat ke wajah Lara yang berada di bawah tindihan nya.

"Lara!" ucap Aiden lirih.

Lara masih membeku tak bergerak. Aiden bangkit dan meringsut ke arah Lara ia mendorong lelaki tua itu ke samping. Lelaki itu jatuh dengan mata terbelalak.

Aiden membantu Lara duduk. Gadis itu masih syok dengan apa gang ia lakukan. Ke dua tangannya bergetar hebat. Ia menangis keras setelah kata "Aku membunuhnya !" terlontar pelan.

Aiden memeluk tubuh Lara yang bergetar hebat. Ia menatap ke arah lelaki tua itu. Terlihat ia menghembuskan nafas terakhir dengan mata terbelalak menahan sakit.

.

.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!