NovelToon NovelToon

Melati

Melati

Namaku Melati (bukan nama sebenarnya). Umur 30, tahun ini. Tinggiku sekitar 170 cm. Lumayan tinggi untuk ukuran wanita Indonesia.

Kulitku coklat dengan mata berwarna biru (saat ini sedang pakai softlens yaa). Aslinya sih coklat, tapi aku suka nggak pede dengan warna mataku sendiri. Kurang menantang menurutku. Mataku cenderung sayu, seperti anak kucing yang mengiba, aku tak suka.

Aku suka warna yang lebih berani.

Makannya aku suka gonta-ganti softlens. kalau masalah warna menyesuaikan mood lah ya.

Bagian tubuh yang paling aku sukai adalah dada dan pan tat. Aset bagian atasku itu cukup membuat orang yang melihatku harus banget melirik bagian itu setidaknya lebih dari sekali.

Berukuran cup D dan aku imbangi dengan pakaian yang tetap memperlihatkan belahannya. Ini bongkahan alami ya, bukan hasil suntik silikon. Big no, karena bakalan pecah kalau diremes. Hmmm...

Untuk bo kong memang mon tok sih, ditambah aku rajin kegel. Selain besar, bulat tapi juga kencang.

Orang bilang sih bodyku gitar spanyol, tapi aku lebih suka disebut sexy.

Aku seorang baby.

Yes...

Sugar baby.

Dan daddyku yang saat ini sedang 'bergoyang' di atasku adalah seorang duda anak dua, berumur 50 tahun.

Kenapa duda? Biar aku jelasin ya, aku bukan pelakor. Jadi yang ingin berhubungan denganku pastikan kamu single.

Aku ogah ribut dengan bini orang, kalau masih pacar sih bisa ditolerir. Pacar ini, kan?

Pekerjaannya?

Dia seorang anggota TNI bintang dua. Pangkatnya apa, aku nggak tahu dan nggak mau tahu juga, yang penting semua kebutuhanku terpenuhi.

Semuanya.

Gaji pokok, tunjangan, fasilitas dan kepuasan.

Dua tahun ini kami bersama dan sebulan lagi kontak kita berakhir. Dia seperti enggan melepasku, tapi aku sudah terlanjur teken kontrak dengan calon Daddy yang lain. Gimana dong?

Salah sendiri waktu tanda tangan perjanjian kontrak, bapak satu ini kekeuh cuma minta dua tahun aja. Eh, sekarang ketagihan, kan? Nyesel nggak tuh?

Aku nggak mau sepi job juga, setidaknya setelah urusanku disini selesai, aku sudah dapat daddy lainnya lagi.

Dan siapa bilang baby itu bukan pekerjaan? Ini kerja cuy! Kita nge treat daddy kita mati-matian loh, biar puas dan nyaman

Musti tampil bersih, cantik dan wangi semerbak bunga setaman tentunya. Ya kali dibayar mahal cuma pake daster doang, bau asap dan penggorengan.

Soal service, jangan berani-berani meragukanku. Tanya dikalangan para Daddy, siapa yang tidak menginginkanku?

Bagi yang nanya job desk nya baby itu apa, nih ya, aku kasih tau.

Pagi nggak perlu repot nyiapin sarapan, kita nggak tinggal bareng. Cukup mandi, dandan sexy lalu video call bentar, kasih semangat biar kerjanya makin lancar.

Trus abis itu sarapan, tinggal pencet ponsel. Atau kalau lagi nggak mager yah nongkrong bentar di cafe sambil ngopi. Kecuali pas weekend yaa...

Sambil nunggu makan siang, kita bebas ngapain aja.

Sore pulang kerja biasanya Daddy mampir sebentar, charger energi sampai full. Setelah puas, kita wajib nina boboin bentar sampai sesukanya dia.

Lalu yang terpenting jangan menyalahi perjanjian yang sudah disepakati.

Contohnya, jangan berani-berani main dengan pria lain jika masih dalam masa kontrak.

Jadilah baby yang berkelas. Meski kita sama aja kayak ja lang lainnya, tapi beda kelas ya say.

Kasta baby paling tinggi disini. Karena kita paling eksklusif dan mahal tentunya.

Bukan orang sembarangan yang bisa menjamah kita. Soal duit, itu nomor satu. Kalau dompet nggak gendut, jangan harap mau pelihara baby.

Daddy ku yang ini seorang familly man yang selalu pulang kerumahnya, sebab ada anak-anak yang menunggunya pulang. Sweet banget kan?

Terus sebagai baby, kita kerja lebih keras di weekend. Dua hari harus full ngelus-elus si Daddy. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dari makan, mandi sampai nonton tv.

Seperti hari ini, dari kemarin Daddyku disini. Dari kemarin juga aku nggak sempat turun dari ranjang. Saat ini kita lagi mandi bareng di bathtub. Airnya sampai berhamburan akibat ulah kami.

Aku men de sah saat bapack garang ini menggigit pan tatku. Aku menggigit bibir bawahku, menggodanya. Aku suka ini!

Semakin garang, aku semakin suka!

"Meeeelll... aaarrrggghhh!!!" Mas Bima mengerang keenakan. Ia mencengkram pan tatku kencang sekali.

Aku diam saja sampai dia selesai menumpahkan semua cairannya kedalam tubuhku.

Ini nikmat sekali, se la kan anku tidak berhenti berkedut sampai Mas Bima mencabut senjatanya dan memelukku erat.

Aku tahu dia puas, aku juga.

Aku mencium rahangnya lalu turun ke leher dan dia menangkap bibirku dengan bibirnya.

"Hentikan..." lirihnya, seperti tak rela. "Aku ada acara sebentar lagi."

Ngomongnya ada acara, tapi masih saja memainkan dadaku dengan lidahnya.

Aku mencengkram rambutnya.

"Stop Mas, ayo kita mandi." pintaku sambil menggelinjang. Mas Bima tak mengindahkan, ia malah kembali menuntunku berdiri, memposisikanku menghadap wastafel lalu mengakat satu kakiku keatas. Ia mulai permainannya lagi.

Astaga, ini pasti akan lama. Aku sudah pasrah, ku pasang wajah paling mesum yang bisa mas Bima lihat. ia menatapku lewat cermin. Sungguh demi apapun, tidak ada yang tahan melihat wajahku jika sudah begini.

Akhir-akhir ini memang Mas Bima lebih intens 'memakai' aku. Mungkin ia mencoba menggunakan waktunya yang hanya tersisa sebulan bersamaku dengan sebaik-baiknya. Aku berjanji, akan kuukir kenangan paling manis bersamaku dalam hidupnya.

Kenangan yang akan ia ingat seumur hidupnya, seperti yang kulakukan kepada Daddy-daddyku sebelum dia.

Untuk hari ini cukup sampai disini, setelah menyuapi Mas Bima makan, memakaikan bajunya, aku mengantarnya sampai pintu depan.

Ia mencium bibirku lamaaaa sekali. Sampai aku pikir bibirku sudah monyong tanpa di filler sekalipun.

Mas Bima meremas dadaku, lalu melambaikan tangannya.

Aku menutup pintu, lalu bergegas masuk kamar untuk merias diri. Siang ini aku ada undangan pernikahan kesalah satu temanku yang sudah insyaf.

Meski begitu kami masih berhubungan baik sampai saat ini.

Terakhir ia menikah dengan seorang pengusaha properti, tapi tak berakhir baik. Ternyata suaminya seorang maniak. Kabarnya mereka bercerai, malang sekali temanku ini.

Lalu tiba-tiba Pamela datang memberikan undangan pernikahannya lagi. Kali ini ia bilang suaminya hanya orang biasa.

Tapi kulihat waktu menjemput Pam saat kami makan bareng, pria itu terlihat seperti bukan pria sembarangan.

Soal fisk, lebih tampan dan gagah dari mantan suami Pam dulu. Ototnya jangan ditanya, ulalaaaa... manjaaaa. Astaga, kalau aja bukan milik Pam, pasti sudah kugoda.

Outfit kantornya juga sekilas lihat aja aku tahu itu buatan designer, elegan dan berkelas.

Beruntungnya Pam, mudah-mudahan pernikahannya kali membawanya ke kebahagiaannya yang sesungguhnya sampai akhir.

Sebentar, aku siap-siap dulu yaaa...

***

303

Pernikahan mewah sekelas konglomerat, di hotel bintang lima.

Ini sih gila!

Dekorasi pelaminannya sungguh indah, bernuansa ungu dan putih. Pamela terlihat anggun dan fresh dengan balutan kebaya putih yang cantik. Begitu simple, tanpa ekor dibelakangnya.

Entah mengapa ini seperti pernikahan impianku nanti.

Ehem, orang sepertiku bukannya nggak pernah bermimpi bakal membina keluarga yang harmonis lho yaaa...

Banyak yang mendekati, tapi yang cocok dihati, entahlah...

Ada yang cocok di ini, tapi nggak cocok di itu. Ada yang ngajakin serius, nggak tahunya dijadikan istri kedua. Yah, mending jadi baby kalau begitu ceritanya.

Jadi istri kedua, bukannya bahagia, tapi malah saling menyakiti hati sesama perempuan.

Nanti ditendang istri pertama, kita jadi gelandangan. Malu juga kan kalau sampai jambak-jambakan? Toh Dimata publik, yang salah tetap kita.

Yak ampuun, apa cuma baby, pekerjaan yang nggak beresiko? Jikapun ada, itu karena kebodohan kita.

Contohnya hamil. Nah, kan ada alat kontrasepsi. Pinter dikit dong.

Milih Daddy juga bukanya yang sembarangan. Biar aman pilih yang single, duda dengan anak yang masih kecil-kecil nggak masalah. Aman deh, nggak bakal ada drama labrak melabrak.

Kalau duda berumur dengan anak yang sudah remaja, ini yang nakutin. Remaja sekarang brutal-brutal gaeesss...

Syukur-syukur dapet yang masih muda.

Biasanya para eksekutif muda yang penat dengan kerjaan, pacar nggak bisa disentuh, atau nggak ada pacar sama sekali saking sibuknya dan mereka butuh pelampiasan. Daripada 'jajan' sembarangan, mereka lebih milih peliharaan baby.

Yang model begini pikirannya masih labil, permainan ranjangnya juga belum terlalu lihai. Ini kerjaan double buat kita, karena harus lebih agresif lagi.

Yang enaknya, mereka masih gampang dibodohi. Hehehe...

Aku berjalan sendiri menghampiri pelaminan. Antrian didepan sudah mengurai.

Pamela sudah melihatku dari jauh. Ia mengulurkan tangan, menyambutku saat aku sampai didepannya.

"Selamat ya sayaaannggg..."

Kami berpelukan, kucium pipinya kanan kiri. Sekilas aja, takut merusak make up nya. Yee khaann?

"Thanks ya Mel... Gue doain lo cepetan ketemu jodoh." Wajah Pamela berseri-seri. Aura pengantin emang beda.

"Aamiin... Eh, tapi boleh request nggak doanya?"

"Apa?"

Aku mendekatkan bibirku di telinga Pamela, lalu berbisik, takut lakinya denger, "doain Daddy gue yang baru kayak laki lo ya, kayaknya pro banget di ranjang. Iya nggak sih?"

Pam ngakak. Sumpah ni cewek nggak ada akhlak, ketawa lebar banget. Mana dilihat banyak orang pula.

Yah, tapi emang begini sih Pamela, apa adanya. Ia nggak terlalu peduli penilaian orang.

"Badan lo bakal sakit kalau ketemu laki kayak punya gue." Pam melirik Rion, suaminya.

"Separah itu?" Tanyaku nggak yakin.

"Iya, tapi nagih." Bisik Pam.

"Astaga, gue sukaaa..." Mataku berbinar.

"Dih, sana pilih makanan. Nggak usah salam laki gue!" Usir Pam galak.

Gue mana peduli, serobot dikit pipi suaminya aaahhh... mayaannn...

Pamela sudah berkacak pinggang saat aku meminta suaminya berfoto denganku. Dia nggak ku ajak dong, biarin aja...

Setelah puas menggoda Pam, aku melenggang menuju stand makanan, pingin icip Zuppa soup, kayak yang menggoda gitu baunya.

Saat aku melangkah, dari pintu masuk terdengar sedikit kegaduhan, aku tak sengaja menoleh. Sepertinya ada tamu penting yang datang. Rombongannya ketat banget.

Pak Presiden dengan para ajudannya.

Wow, beruntung sekali Pamela. Aku jadi tambah penasaran, apa pekerjaan suaminya sampai presiden saja menyempatkan waktunya untuk hadir loh.

Tak sengaja aku melihat Mas Bima, tepat dibelakang Pak Presiden.

Aku tersenyum saat mata kami bertemu, dia hanya melirik sekilas tanpa expresi lalu kembali fokus ke depan.

Aku hanya mengedikkan bahu, resiko lain jadi baby ya gini, siap-siap nggak dianggap saat nggak sengaja bertemu atau papasan dijalan.

Meski kalau ketemu dikamar maunya dimanja. Ditinggal sebentar udah merengek minta di puk puk.

Tapi jangan tanya, diluar mereka bisa saja memandang kita selayaknya kuman.

Apalagi kalau ada relasi disekitarnya, jangankan dianggap, melirik aja ogah. Mas Bima masih mending kasih lirikan dikit.

Aku sih sudah biasa. Kadang aku malah sengaja menggoda Daddyku.

Seperti aksi yang sedang aku mainkan saat ini.

Aku mengambil makananku lalu berdiri tepat ditempat yang kuperkirakan dia bisa leluasa melihat kearahku.

Karena ini standing party, jadi aku tetap berdiri sambil makan. Pertama-tama aku mencari teman yang kira-kira datang sendiri.

Nyari teman pria ya, biar emosinya dapet.

Yup dapet, seorang pria yang kelihatannya mapan, sedang berdiri nggak jauh dari tempatku.

Ia sepertinya sengaja menyendiri, jika dilihat dari penampilannya, nggak mungkin pria ini nggak punya teman atau relasi di sini.

Aku menghampirinya. Sengaja aku menjatuhkan tas kecilku disebelahnya.

Pura-pura kerepotan memegang makanan dan tas, aku menunduk. Sengaja mengekspos dadaku agar Mas Bima lihat.

Voila, tepat saat matanya melirik ke arahku, aku menyibakkan belahan dress ku yang tinggi sampai paha.

Mas Bima membasahi bibirnya, sepertinya dia sudah mulai gelisah.

"You oke?" Seperti rencana ku, pria tadi mendekatiku. Ia mengambilkan dompet dan mengulurkan tangannya berniat ingin menolongku.

Aku tersenyum, kuraih tangan itu. Hangat dan lembut. Berbeda dengan tangan Mas Bima cenderung kasar dan liat.

Setelah mengembalikan tasku, pria itu berlalu pergi, bahkan tanpa melirik belahan dadaku yang menggiurkan ini.

Aku melihat punggungnya menjauh, tanpa sadar aku bengong.

"Ikuti aku..."

Aku kaget, Zuppa soupku hampir lepas dari tangan.

Mas Bima berjalan pelan melewati belakangku.

Aku menyeringai, enak saja nyuekin aku. Sekalinya digoda dikit nggak tahan juga.

Aku mengikuti Mas Bima. Agak jauh agar tak ada yang curiga.

Langkahnya lurus menuju tembok belakang.

Jika dilihat sekilas, tidak akan ada orang yang tahu tembok ini ada pintu tersembunyi. Letaknya agak pojok dan memang sepertinya sengaja di design untuk keadaan darurat.

Untuk orang terlatih seperti Mas Bima ini sangat mudah mengetahui apakah tembok itu aneh atau tidak.

Ia meraba sedikit tembok itu, sebentar kemudian ia menekan sesuatu sampai pintu itu terbuka perlahan.

Mas Bima masuk, aku juga.

Kami menyusuri lorong kecil, panjangnya sekitar lima meteran.

Keren, ini seperti ruang rahasia.

Mas Bima menggandengku karena labirin ini gelap. Ia menyalakan senter ponselnya.

Diujung jalan buntu, tidak ada persimpangan sama sekali. Mas Bima menengadah lalu mencari-cari sesuatu yang janggal.

Entah apa yang dilakukannya, tiba-tiba kami turun seperti menaiki lift. Aku berpegangan lengannya erat.

Pintu terbuka saat kami sampai. Ternyata ini menuju lobi bawah. Di ujung paling tidak akan orang sadari sama sekali, kita keluar.

Mas Bima melepas genggamannya. Aku berjalan lalu duduk di sofa tunggu. Sedang ia menuju resepsionis, berbicara sesuatu lalu mengetikkan pesan diponselnya.

303

Ponselku bergetar, pesan dari Mas Bima masuk.

Aku tersenyum, lalu dengan anggun melangkah menyusul Mas Bima yang sudah tidak terlihat lagi disana.

See... sudah kubilang, dia nggak akan tahan.

***

Appolo Lewat

Mas Bima menungguku disana, didepan kamar nomor 303. Menyandarkan tubuhnya kesamping, satu tangannya ia simpan didalam saku celana. Ia menyugar rambut cepaknya sambil memandangiku.

Cool banget sih bapak satu iniii...

Aku melangkah anggun mendekatinya, perlahan dan menantang.

Tatapannya sudah lapar, seperti singa yang menunggu mangsanya dengan tak sabar. Tapi ia singa terlatih, nafsunya ia kendalikan dengan epik, meskipun gampang sekali ku goda.

Mas Bima membuka pintu lalu menyeret tanganku dengan lembut, membimbingku masuk kedalam kamar.

Ia menutup pintu itu, lalu berbalik badan dan langsung mengunci tangan kiriku dibelakang punggung. Ditekanya sampai dadaku menempel sempurna kedadanya.

Bukannya takut aku malah asyik mencium lehernya.

Mas Bima mendesakku sampai mentok pintu. Ia begitu tak sabar mengobrak-abrik bibirku.

Aku menikmati ini, kukalungkan lenganku di lehernya. Ia semakin brutal saat aku membuka kancing bajunya satu-satu. Lalu menurunkan resleting dan membelai senjatanya yang sudah tegak sempurna.

Semakin brutal, aku semakin suka.

Dengan sekali hentakan, ia mengakat tubuhku dan membawanya diatas ranjang.

Kali ini kurasa mas Bima agak terburu-buru, mungkin tadi ia hanya minta ijin sebentar. Sedang dibawah Pak Presiden loh yang di kawal.

Gila! Dan mas Bima masih sempat-sempatnya memesan kamar agar kami nyaman.

Ini seru!

Enaknya jadi baby kalau dapet Daddy yang matang dan perhatian ya gini. Mereka tetap mengutamakan kenyamanan kita.

Bukanya main seret, masukin dimanapun, kapanpun yang penting puas, hasrat tuntas.

Menjijikkan!

Ia tidak men cum buku mesra seperti biasanya, atau memintaku men cum bunya agar sama-sama nikmatnya.

Ia bermain agak kasar, bahkan menggigit dadaku sampai merah. Ku biarkan saja.

Sudah kubilang kan, kalau semakin brutal, aku semakin suka? Gairahku naik berkali-kali lipat jika lawanku memperlakukanku dengan kasar.

Jadi kali ini aku benar-benar menyambut Mas Bima dengan 'panas'.

Kulepas semua pakaianku, juga milik Mas Bima. Tidak kulempar sembarangan karena beresiko kusut. Setelah ini ia masih harus kembali bertugas. Aku tak mau dia dalam masalah.

Aku duduk di atas tubuhnya, ku posisikan tubuhku sesuai yang ia mau, hingga ia masuk dengan sempurna kedalam tubuhku.

Hingga kami men de sah bersama, menjerit bersama dan jatuh lemas dengan puas bersama-sama.

***

Mas Bima sudah wangi dan rapi lagi, ia sempat mandi dan berpakaian dengan kilat.

Aku membantunya dahulu sebelum membersihkan badanku sendiri. Ia harus cepat kembali sebelum kena tegur.

Kesana kemari mencari kemeja, celana dan sepatunya dengan te lan jang bulat.

Sudah biasa, bahkan aku berkeliaran didalam apartemen seperti ini juga.

Siapa yang peduli? Toh aku ada didalam sangkar emas, dan yang bisa melihatku hanya tuanku.

Aku menjalin dasi Mas Bima dengan lincah, pria ini meremas pan tat ku gemas.

"Aku nggak suka kamu brutal kayak tadi." Protesnya. "Kali ini ku maafkan, kedepannya jangan ulangi."

Ia mengecup bibirku saat aku selesai dengan dasinya.

Aku terkekeh, dasar laki-laki. Mereka yang punya jiwa berburu seperti mas Bima, tidak akan suka wanitanya memimpin dalam hal apapun.

Permainan tadi lebih banyak aku yang memimpin, mas Bima kurang suka. Bagaimanapun, aku yang harus nurut dibawahnya. Ia lah sang singa, si raja rimba. Ia suka wanita penurut dan manja.

Siapa suruh dia kasar, sudah kubilang kan? Semakin kasar, aku semakin suka!

"Pergilah Mas... Masa ijin pipisnya lama banget." Aku menggodanya dengan memeluk dan menciumi rahangnya.

"Hmm, pipisin kamu, jadi lama." Gumamnya.

"Mau lagi doooong..." Aku menggodanya lagi. Kali ini sambil membelai se la kang annya.

"Aarrgghh, hentikan! Aku nggak akan tahan."

"Ya udah, lagi yuk." Ajakku sambil meniup-niup lehernya. Ia kegelian.

"Ck, aku harus pergi." Mas Bima melepas pelukannya, lalu melangkah menuju pintu.

Aku mengekor dibelakangnya.

"Jangan keluar, nanti ada yang melihat." Larang mas Bima sambil melirik tubuhku yang polos.

Aku memeluknya dari belakang.

"Aku menunggumu." Bisikku ditelinganya. Sedikit membelai daun telinganya dengan lidahku.

Ia menghela nafas, lalu membuka pintu. Dia memperingatkanku sebelum keluar.

"Jangan menggodaku lagi, kali ini biarkan aku kerja dengan tenang." Pintanya sambil mencubit ujung dadaku yang menantang.

Aku memekik, lalu tertawa sambil melambaikan tanganku.

Ya ampun... sebentar banget. Jujur aku belum puas. Bagiku ini hanya pemanasan. Belum masuk ke inti permainan. Belum pendinginan. Namanya juga olahraga, kan?

Jadi setelah mas Bima pergi, kukunci pintu lalu menuntaskan kembali hasrat yang masih menggebu di atas ranjang.

Sendiri.

Aku ahli bersolo karir. Tidak percaya? Atau kau mau lihat?

Hahaha...

***

Seusai check out, aku putuskan kali ini akan berbelanja sebentar ke supermarket. Mampir sebentar sambil nyari makan. Persediaanku sudah hampir habis semua.

Dan lagi aku sedang ingin jalan-jalan juga. Sendirian? Nggak masalah. Aku sudah biasa.

Tidak ada orang yang aku percaya di dunia ini. Apa itu teman? Bulshit!

Dengan Pam kami dekat, karena dulu kami seprofesi, dan dia sama gilanya sepertiku.

Tapi setelah Pam insaf dan punya kehidupan baru yang lebih baik, kami pun renggang.

Aku tak masalah, setidaknya aku masih punya uang, maka orang tidak akan menghujatku. Jaman sekarang, uang bisa membeli mulut seseorang. Bahkan harga dirinya sekalian.

Miris.

Namun percayalah, itu nyata!

Aku menaikkan kaca mata hitamku diatas kepala, lalu mengambil troli di pojokan depan dan mulai memilih-milih belanjaan.

Dikarenakan aku kurang suka masak, jadi langsung saja ke bagian snack dan makanan instan. Hahaha...

Tunggu, ku ambil buah dulu. Apel, mangga, kiwi, anggur dan pisang.

Wow, besar sekali pisangnya? Aku suka!

Kudorong lagi troli kedepan, ada snack ringan didepan sana. Aku sibuk memilih sampai tak sadar, troli-ku menabrak seseorang.

Aku memekik sedikit, lalu tersentak.

Seorang lelaki tinggi besar dengan kulit bersih dan hidung mancung, menoleh menatapku. Mata kami bersiborok, aku terpesona dengan mata coklatnya.

Teduh dan mengayomi.

Aku tersadar lalu bergegas menghampirinya.

"Maaf, saya nggak sengaja. Apa ada yang sakit?"

"It's oke." Pria itu tersenyum lalu melangkah pergi.

Astaga, apa tadi Appolo? Mengapa tampan dan bercahaya sekali?

Aku menoleh menatap punggungnya. Pria itu sudah agak jauh. Tapi aku mengenal punggung itu.

Baju yang dipakainya pun sama, itu pria yang sama yang ada di pesta Pamela tadi.

Bodohnya aku nggak sempat ngajakin kenalan. Yang bening begitu bisa-bisanya kulewatkan.

Ponselku berdering. Pesan dari mas Bima, ia menyuruhku makan, ia tahu aku belum makan dari tadi.

Pesan itu juga bagai alarm untukku, bahwasanya aku tidak bisa berhubungan dengan lelaki manapun selama dalam masa kontrak.

Sial, aku meremas ponselku. Kubiarkan Appolo-ku berlalu pergi begitu saja.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!