NovelToon NovelToon

Bosku Perawan Tua

Part 1 ~ Saya Asisten Ibu

“Ini datanya, gue harap kali ini cocok. Setelah ini gue nggak mau urus perekrutan asisten lo ya. Gue naik jabatan jadi manager, tapi masih aja dapat tugas printilan begini,” keluh Edric pada Sarah.

Sarah Alesha, wanita yang seharusnya sudah disibukkan dengan rumah tangganya sebagai seorang istri dan seorang Ibu. Malah sibuk di kantor, perusahaan milik Ayahnya. Sebelumnya Edric adalah asisten Sarah, karena sudah berganti jabatan menjadi manager beberapa bulan lalu tentu saja asisten Sarah harus berganti.  

Masalahnya, Sarah selalu mengeluhkan asisten pengganti Edric. Bahkan pria itu diberi tugas untuk mencari penggantinya yang bisa membuat Sarah nyaman. Sebagai seorang direktur Sarah cukup dihormati. Lebih tepatnya ditakuti. Bahkan hal sekecil apapun bisa jadi bahan untuk menegur dan yang paling parah adalah pemecatan.  

“Kamu tahu sendiri, spesifikasi yang kerja sama denganku kayak gimana,” keluh Sarah yang asyik bertatapan dengan layar laptopnya.

“Tapi nggak mesti juga lo pecat karyawan karena bau ketek lah, sudah menikah juga jadi masalah,” tutur Edric. Mungkin kalau bukan sepupuan, mana mungkin Edric bisa seloyal dan sesabar itu pada Sarah.

“Bau badan itu pengaruh dengan konsentrasi kerja aku. Coba kalau kamu bau badan, bukan hanya aku yang terganggu. Orang-orang disekeliling aku. Gimana ceritanya, kamu dampingi aku ketemu client dan nanti client terganggu sama kamu yang bau ketek,” tutur Sarah.

“Referensi kamu yang sebelumnya lebih parah, bentar-bentar ada telpon dari istrinya. Entah anaknya nangislah, gas di rumah habislah, token listrik minta diisi. Aku ini direktur, Edric. Masa dipusingin sama urusan rumah tangga asisten aku,” ujar Sarah yang memang ada benarnya.

“Ya udah, tapi kali ini kalau cocok coba rem mulut lo. Jangan asal bentak-bentak orang nggak jelas.”  

“Setiap kemarahan aku jelas kok,” sahut Sarah tidak mau kalah.

“Terserah. Kalau masih nggak cocok juga, kamu minta HRD aja yang cari asisten untuk kamu. Lagian spesifikasi perekrutan kamu tuh aneh.”

Sarah mengerucutkan bibirnya, mengingat spesifikasi yang diajukan untuk calon asistennya. Selain mahir dan menguasai komputer, Sarah mengharuskan asistennya wangi, berstatus single, bisa masak dan tidak berwajah menyebalkan. Sungguh persyaratan yang tidak biasa untuk perekrutan sebagai personal assistant.

Saat ini Sarah berumur tiga puluh tiga tahun dan belum menikah. Bukan karena tidak laku, tapi terlalu berhati-hati memilih pria entah itu sebagai kekasih ataupun teman. Kekecewaan di masa lalu karena penghianatan kekasih, berpengaruh sampai saat ini.

Dari wajah, tidak usah ditanya. Sarah cantik, sangat cantik malah. Dengan wajah Indo, karena ayahnya keturunan Belanda dan Ibunya asli Indonesia. Juga dengan background keluarga berada dan terpandang, menjadi nilai lebih dari seorang Sarah Alesha.

“Permisi, Ibu Sarah. Kandidat asisten Ibu sudah datang,” ujar Melan sekretaris Sarah yang masih berdiri di tengah pintu.

“Hm, berapa orang yang datang?” tanya Sarah dengan pandangan masih terfokus pada layar laptopnya.

“Hanya satu orang, Bu,” jawab Melan lirih dan berhasil mengalihkan perhatian Sarah.

“Hanya satu orang?” Melan mengangguk pelan. “Suruh masuk!” titahnya sambil membuka berkas yang tadi diserahkan Edric. Mendapati kenyataan kalau hanya satu orang kandidat asistennya, Sarah pun segera menghubungi Edric.

“Halo, kamu gimana sih. Masa aku harus menyeleksi satu orang doang,” ujar Sarah melalui ponselnya. Wanita itu berdiri menghadap kaca jendela besar yang ada tepat di belakang kursi kerjanya.

“Pagi Bu,” sapa seorang pria.

“Hm, duduklah!” titah Sarah tanpa menoleh karena masih dalam panggilan telepon dengan Edric.

“Iya memang hanya satu orang," jawab Edric di ujung telpon.

“Ya nggak bisa gitu dong. Masa nggak ada pilihan lain. Kalau tidak sesuai dengan harapan aku, gimana?”

“Kamu nggak punya pilihan, ada pilihan pun percuma. Jadi terima aja dan jangan memandang segala hal sesuai ekspektasi hidup kamu. Kadang kita harus menurunkan ekspektasi agar hidup lebih seimbang. Sudahlah, terima saja dia jadi asisten kamu,” tutur Edric lagi.

“Mana bisa begitu,” sahut Sarah lalu berbalik dan menatap pria yang duduk di depan mejanya. “Edric, kamu utus anak SMA untuk jadi asisten aku?”

Terdengar decakan di ujung telepon. “Udah dulu lah, aku sibuk.”

“Eh, aku ini atasan kamu,” cetus Sarah lalu panggilan diakhiri oleh Edric. Sarah ingin memaki tapi urung karena ada orang lain di ruangannya. Bagaimanapun dia harus bisa menjaga imagenya sebagai seorang pemimpin.

Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sarah kembali duduk dan membaca curriculum vitae pria tersebut.

“Kamu Arya?”

“Betul, Bu?”

Sarah menatap wajah Arya seakan memastikan sesuatu.

“Kamu yakin umur kamu dua puluh lima tahun?” tanya Sarah seakan tidak percaya.

“Sesuai akte kelahiran dan berkas yang lain sih, begitu Bu. Apa ibu perlu pembuktian kalau saya sudah dewasa dan bukan anak SMA?’” tanya Arya.

Sarah berdehem, karena pembicaraan dengan Edric tadi didengar oleh Arya.

“Jangan ngaco kamu, memang harus membuktikan dengan apa?” tanya Sarah.

“Terserah Ibu maunya gimana,” jawab Arya sambil cengengesan.

Brak.

Sarah menggebrak mejanya.

“Astaga Bu, bikin kaget aja,” seru Arya sambil mengusap dadanya.

“Berdiri kamu!”

Arya pun berdiri, Sarah menghampiri Arya bahkan memutari tubuh pria itu untuk membuktikan kalau Arya memang tidak bau badan. Ternyata pria itu memiliki tubuh yang cukup tinggi, bahkan tinggi Sarah yang memakai heels hampir setara dengannya. Dengan wajah baby face, Arya terlihat lebih muda dari umurnya.

“Kamu menguasai aplikasi komputer apa saja?” tanya Sarah sudah kembali duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Arya masih berdiri menjawab pertanyaan wanita itu.

“Bisa masak?”

Arya menggaruk kepalanya, entah memang karena gatal atau hanya pengalihan perhatian saja.

“Bisa nggak?” bentak Sarah.

“Ya ampun, cantik-cantik tapi galak bener,” gumam Arya. “Bi-bisa sih Bu, tapi ya sebisa-bisanya aja, belum tentu seenak masakan chef.”

“Kamu tahu kalau saya cari asisten sekaligus supir. Kamu harus siap kalau harus lembur atau sewaktu-waktu dihubungi untuk segera datang.”

“Oke, nggak masalah kok,” jawab Arya tanpa beban.

“Kamu beneran single, kan?” tanya Sarah sambil bersedekap dengan tatapan tajamnya. “Jangan-jangan kamu sudah menikah.”

“Belumlah Bu. Ibu sendiri yang bilang saya kayak anak SMA, masa udah nikah sih.” Arya senyam senyum tidak jelas.

“Tapi saya tidak suka dengan sikap cengengesan kamu,” ujar Sarah.

Tanpa dititah, Arya langsung duduk bahkan menyangga wajahnya dengan salah satu tangan dan menatap wajah Sarah.

“Jangan gitu Bu, saya juga bisa serius atau sesuai permintaan lah.”

“Tidak. Kamu tidak saya terima, silahkan keluar.”

“Tidak diterima gimana Bu, saya sudah tanda tangan kontrak sebagai asisten ibu dengan Pak Edric.”

“Hah, Edricccc!” teriak Sarah.

“Astaga,” pekik Arya. 

Part 2 ~ Siap Bos

“Kenapa lagi sih?” Edric sudah berada di ruang kerja Sarah menatap bergantian atasan sekaligus sepupunya dengan Arya, pria yang sudah diterima menjadi asisten Sarah.

“Kamu udah bosan hidup kali ya. Gimana bisa dia sudah tanda tangan kontrak sedangkan aku belum ….”

“Arya bisa tinggalkan kami,” titah Edric. Arya pun meninggalkan ruangan setelah mengangguk pada Sarah.

“Kamu kenapa sih?” tanya Edric sudah duduk berhadapan dengan sepupunya yang memang menyebalkan.

“Lo yang kenapa? Untuk apa aku seleksi kalau dia sudah tanda tangan kontrak. Gue nggak mau, ganti orang lain aja.”

“Nah, ini. Sampai kiamat kamu nggak akan dapat asisten yang cocok. Tidak ada manusia yang sempurna termasuk kamu Sarah. Arya akan tetap bekerja sebagai asisten kamu, cocok atau tidak. Training dia selama tiga bulan, kalau setelah tiga bulan kamu nggak cocok aku akan ajukan Arya ke bagian lain.”

Sarah berdecak mendengar usulan Edric, entah mengapa dia melihat para pria dimatanya selalu salah tidak ada yang sempurna.

“Tidak bisa Edric, aku tidak suka gayanya. Terlalu cengengesan dan masih muda kayak mahasiswa magang."

“Sekarang kamu tidak suka, mana tahu nanti malah jatuh cinta.”

“Jangan gil4 kamu, mana mungkin aku suka sama bocah pol0s begitu. Nggak mungkinlah, yang serius dan benar-benar macho aja aku tolak.

Edric mengedikkan bahunya lalu berdiri dan menumpukan kedua tangannya di atas meja.

“Tiga bulan. Kalau dalam tiga bulan kamu punya alasan yang masuk di akal, maka aku akan ganti lagi asistenmu.”

Edric dan Sarah keluar dari ruangan dan mendampati Arya duduk di atas meja Melan -- sekretaris Sarah. Arya sepertinya menggoda Melan karena gadis itu terkikik malu-malu bahkan tidak menyadari keberadaan Edric dan Sarah yang sudah berdiri menatap mereka.

“Hemm.” Edric berdeham seakan menunjukan eksistensinya pada Arya dan Melan.

Arya menoleh, terkejut dan langsung sigap berdiri. Begitu pun dengan Melan.

“Ma-af Bu, ada yang bisa saya bantu?” tanya Melan dengan gugup karena Sarah seperti memberikan tatapan laser ke arahnya.

“Kamu jangan kecentilan,” ujar Sarah menatap Melan. “Nggak usah kegantengan,” ujarnya lagi melirik Arya. “Kerja yang benar, tahu ‘kan standar yang saya terapkan untuk bekerja dengan saya.”

Melan mengangguk pelan sedangkan Arya menatap Sarah tanpa rasa bersalah.

“Ikut saya dan kamu yang bawa mobil,” titah Sarah sambil melempar kunci mobilnya pada Arya, beruntung pria itu sigap dan berhasil menangkap.

“Arya, semoga kamu tahan selama tiga bulan ini,” ujar Edric lalu menepuk bahu Arya.

“Siap kapten.”

Edric berlalu dan sempat melirik pada Melan yang sedang memandangnya lalu menunduk karena malu dipandang oleh pria itu.

Arya sudah berada di depan kemudi, sedangkan Nyonya besar ada di kabin penumpang. Sejak duduk mulutnya terus merepet menjelaskan apa yang tidak boleh dilakukan oleh Arya.

“Kamu dengar nggak sih, dari tadi manggut-manggut doang.”

“Dengar Nyah, eh Bu.”

“Coba ulangi!”

“Hah, yang bener aja bu. Nggak bakal cukup lima menit kalau saya jelaskan ulang.”

“Bilang saja kamu melamun. Jangan kebut-kebutan, tapi saya harus sampai di lokasi dengan selamat dan tepat waktu.”

“Siap Bos,” sahut Arya meski dibenaknya memikirkan bagaimana bisa tiba tepat waktu tapi tidak boleh ngebut sedangkan kondisi kota Jakarta sudah biasa dengan kemacetan.

Sarah dan Arya fokus pada pandangannya masing-masing. Jika Sarah menatap keluar jendela melamunkan masa lalu dan memikirkan bagaimana masa depannya, berbeda dengan Arya. Selain fokus dengan kemudi dan jalanan di depan, sesekali Arya melihat center mirror mengagumi keindahan seorang Sarah.

Gil4, cantik banget ini cewek. Memang kelihatan dewasa, tapi menarik, batin Arya.

Setiap lelaki pasti akan sepakat dengan pendapat Arya kalau Sarah itu … sempurna. Dengan tubuh tinggi dan kulit putih mulus bukan hanya sering perawatan, tapi juga bawaan lahir.  Bentuk dadanya yang membusung sempurna, meskipun tidak menggunakan pakaian yang press body tapi bisa terbayang kalau pahatan dibalik setelan kerjanya memang indah. Hidungnya bangir dan belahan di dagu dan beberapa tahi lalat di wajah membuatnya bukan hanya terlihat cantik tapi juga manis. Pelengkap  wajah Sarah semakin sedap dipandang adalah bibir yang agak tebal.

“Halah, kelamaan otak gue ngeres,” gumam Arya sambil menggelengkan kepalanya.

“Kamu bilang apa?”

“Oh, nggak Bu. Ini kaca mobilnya agak ngeres, nanti saya bersihkan deh.”

“Kirain otak kamu.”

“Ya emang,” sahut Arya lirih.

 Mereka sudah tiba di tujuan, salah satu hotel berbintang lima. Sarah akan bertemu dengan rekan bisnisnya sambil makan siang.

“Saya tunggu di sini ya bu.”

“Iya, nanti balik ke kantor temui HRD minta revisi kontrak kerja kamu jadi supir.”

Brak.

Sarah membanting pintu mobil menyisakan Arya yang terkejut sambil mengusap dadanya.

“Busyet, si bos galak banget sih.”

Arya pun menyusul langkah atasannya setelah memastikan mobil sudah aman terkunci. Sarah tidak banyak bicara, bahkan ketika di lift Arya bertanya apa yang harus dia lakukan nanti tidak dijawab hanya helaan nafas saja.

“Hai Sarah, tumben telat.”

Sarah hanya berdehem, bersalaman lalu duduk kembali. Melirik pada Arya agar ikut duduk di sebelahnya.

“Bawa bodyguard Sar?”

“Iya, biar kalian nggak macam-macam.”

Dua rekan Sarah tertawa mendengar ejekan yang mungkin saja serius, karena sulit juga mengartikan apa yang Sarah rasakan karena raut wajah datarnya.

“Sar, kemarin kita ketemu Felix sama cewek tapi bukan istrinya deh. Mesra banget, tapi kalau dilihat masih bagusan kamu ke mana-mana.”

“Kamu belum bisa move on dari Felix ya, sampai sekarang masih jomblo aja. Sedangkan aku saja, sudah punya anak dua.”  

Busyet, ini orang berani banget, batin arya mendengar Sarah dihina. Bahkan pria itu sempat  mengepalkan tangannya lalu menoleh menatap  wajah sarah.

Brak.

Sarah melempar buku menu yang dia pegang. Felix adalah mantan kekasihnya, padahal mereka sudah bertunangan dan yang konyol Felix mengkhianati Sarah dengan meniduri Amira -- sepupu Sarah dari pihak ibunya. Keduanya didapati dalam satu ranjang setelah pertunangan Sarah dan Felix.  

“Dengar ya, aku tidak peduli mau Felix jalan sama pembantunya atau Ibu kalian. Aku masih sendiri karena berhati-hati, hampir semua pria yang aku kenal rata-rata brengs3k macam Felix. Sama seperti kalian. Kerja masih di perusahaan orang tua tapi gaya sudah selangit. Tiap malam tidur dengan perempuan random, sedangkan istri kalian di rumah hatinya menjerit. Maaf aku lebih baik sendiri daripada dapat laki-laki sampah.”

Sarah berdiri lalu menghela nafasnya.

“Mana proposal kalian?”

Kedua rekan Sarah berdeham lalu menyodorkan dua bundel berkas ke arahnya.

“Arya, terima dan cek sama kamu.”

“Siap, Bos.”                                                                                

“Jangan lagi ungkit masalah Felix, karena aku sudah dapatkan yang lebih baik.” Sarah merangkul pundak Arya yang langsung terkejut dengan ucapan wanita itu. “Kamu lihat sendiri, aku masih eksis di kalangan muda. Dia tampan, bisa diandalkan dan bukan penjahat kelam!n macam Felix.”

Sarah sudah berlalu, Arya menatap punggung Sarah dan kedua rekan Sarah yang menatapnya.

“Hm, selamat siang Bapak-bapak. Saya permisi dulu, semoga proposal kalian memang yang diinginkan oleh perusahaan kami.”

Sarah dan Arya sudah berada dalam mobil, mesin dan pendingin udara sudah dihidupkan. Perlahan Arya menoleh dan …

“Bu, tadi itu ….”

“Kembali ke kantor dan nggak usah banyak tanya.”

Arya menggaruk kepalanya dan berkata, “Siap, Bos.” 

Part 3 ~ Bisa Dipecat

“Bu Sarah kenapa?” tanya Melan saat Sarah melewatinya dengan wajah judes. Sebenarnya sudah biasa Sarah seperti itu, tapi kontras dengan Arya yang bergaya sok cool bahkan mulutnya komat kamit bersenandung (bukan baca mantra).

Arya mengedikkan bahunya lalu duduk di kursi yang tersedia di depan meja Melan. Menangkup wajahnya dengan tangan kanan, memperhatikan apa yang dikerjakan wanita itu. Sesekali bertanya random bahkan rayuan gombal membuat Melan terkekeh.

“Udah ah, nggak konsen nih kamu ajak bercanda terus.”

“Siapa yang ngajak bercanda.”

Obrolan Arya dan Melan terhenti karena dering telpon dan wajah Melan langsung berubah serius setelah mengakhiri panggilan.

“Kamu diminta Ibu ke dalam,” titah Melan setelah menghela pelan. Sepertinya telpon dari Sarah dan ia mendapat teguran mungkin juga makian yang berhasil membuat mood entah ke mana.

“Ibu siapa?” tanya Arya sambil membuka ponselnya.

“Ibu Sarah, masa Ibu aku.”

“Waduh, Ibu kamu nyuruh aku masuk jangan-jangan diminta taaruf. Bilang aku belum siap.”

“Ish Arya, cepat sana masuk nanti aku dimarahi Bu Sarah lagi.” Melan bahkan sampai menarik tangan Arya agar beranjak dari kursinya.

Sedangkan di dalam ruangannya, Sarah masih emosi dengan ulah dua rekan bisnis dan juga teman lamanya. Membahas masalah Felix, mengingatkan kembali sakit yang pernah ia rasakan.

“Memang kenapa kalau aku belum menikah, apa urusannya dengan mereka,” gumam Sarah lalu menarik nafas dan berusaha fokus. Jabatannya sebagai direktur tentu saja memerlukan fokus dan konsentrasi, menye-menye karena masalah percintaan hanya akan membuatnya terpuruk dan berimbas pada perusahaan.

“Ibu panggil saya?”

“Lain kali sigap, jangan harus aku hubungi baru datang.”

Arya tidak menyahut dan sudah duduk di hadapan Sarah, siap menerima perintah. Sempat menoleh ke arah sofa yang terlihat menggiurkan untuk ia tempati.

“Kamu kroscek proposal tadi, ini juknis standar penerimaan kerjasama perusahaan. Pastikan benefit yang didapat perusahaan kalau kerjasama itu kita lakukan. Buatkan memo kesimpulannya dan tandai apa yang tidak masuk akal, aneh atau tidak sesuai.”

Sarah kembali fokus dengan layar laptop sedangkan Arya garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Ada masalah dengan instruksi Sarah, dia tidak mengerti apa yang harus dilakukan.

“Bu Sarah, saya nggak ngerti deh.”

“Sama saya juga nggak ngerti, kenapa harus kamu jadi asisten saya.” Sarah menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, bersedekap lalu menatap Arya. “Kamu tidak bisa kerjakan apa yang saya perintahkan?"

“Bukan tidak bisa, memang saya belum paham.”

“Tapi ini tupoksi kamu sebagai aspri saya.”

“Waktu interview saya tidak ada ditanya kompetensi beginian, Pak Edric malah tanya saya bisa komputer apa nggak, bisa nyetir nggak, juga bisa masak dan sudah menikah atau belum. Malah sempat ditanya ada keluhan bau badan apa nggak.”

Sarah akhirnya mengajarkan Arya apa yang harus dilakukan dengan proposal pengajuan kerjasama sebelum dikroscek oleh dirinya. Mereka duduk di sofa bersisian, Sarah menjelaskan tanpa senyum apalagi bercanda sedangkan Arya hanya ber ah oh seakan paham dengan penjelasan tersebut.

Tanpa Sarah sadari, Arya malah menikmati wajahnya. Pandangan Arya tertuju pada wajah Sarah bukan berkas yang sesekali ditunjuk dan ditandai dengan stabilo.

“Seperti ini, mudahlah. Ini sortir pertama, jadi saya akan lanjut kroscek hanya pada bagian yang kamu tandai. Kalau kamu punya otak cerdas harusnya tidak sulit.”

“Sulitlah bu, banyak hal yang bikin kita berbeda,” sahut Arya mulai ngaco.

Sarah mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Arya lalu membolak-balik lembaran proposal yang tadi ia jelaskan. Mencari perbedaan yang dimaksud Arya.

“Perbedaan yang mana?”

“Umur dan status sosial,” sahut Arya.

Sarah menoleh dan mendapati Arya sedang menatapnya tanpa rasa bersalah.

“Dasar bocah, aku sedang menjelaskan kerjasama kamu malah membayangkan yang tidak-tidak.” Sarah memukul lengan Arya membuat pria itu tersadar lalu menyeringai.

“Damai Bu, saya terkesima penjelasan Ibu loh.”

“Apa maksud kamu perbedaan umur dan status sosial?”

“Kapan saya bilang gitu, salah dengar kali bu.”

“Kamu ….”

“Eits, jangan pukul lagi. Saya bisa melaporkan Ibu melakukan kekerasan dalam lingkungan kerja. Ayo Ibu jelaskan lagi, insya Allah saya makin mumet.”

“Arya!!!”

***

“Apartemen,” gumam Arya ketika Sarah menyebutkan tempat yang harus mereka tuju. “Bu Sarah tinggal di apartemen?”

“Hm. Beberapa hari sekali saya pulang ke rumah.” Sarah menjawab sambil bersandar pada jok mobil dan memejamkan mata.

“Oke.”

Perlahan mobil bergerak meninggalkan perusahaan, bergabung dengan kemacetan ibu kota padahal sudah malam dan lewat jam pulang kerja.

“Mampir drive thru ayam crispy ya.”

“Hm.”

Sarah menyebutkan pesanannya ketika sampai drive thru restoran cepat saji, menawarkan Arya apa yang pria itu inginkan. Namun, Arya menolak.

“Bu, ini ‘kan junk food. Bukan makanan sehat.”

“Saya sudah lelah kalau harus mampir dan pesan di restoran. Masak sendiri saya nggak bisa.”

Arya perlahan menjalankan mobil menuju stand untuk ambil pesanan dan dia berikan pada Sarah.

“Ibu tanya saya bisa masak atau nggak karena saya harus siapkan makan juga?”

“Tergantung kebutuhan.”

“Besok deh saya memasak makan malam untuk Ibu.”

“Nanti kamu campur sianida.”

Arya sempat menoleh dan berdecak mendengar tuduhan Sarah lalu kembali fokus dengan jalanan. Baru sehari bekerja dengan wanita itu, tapi kalimat yang keluar dari bibir seksoy Sarah Alesha cukup menggigit. Untung saja hati Arya made in Tuhan, kalau made in China mungkin sudah mengajukan resign  sejak tadi.

Ketika GPS mengarahkan untuk berbelok pada kawasan apartemen mewah, Arya berdecak kagum. Kalau bukan menjadi bawahan dari Sarah belum tentu dia bisa memasuki kawasan tersebut. Bahkan sebagai ojek atau taksi online pun tidak sembarangan bisa masuk.

“Ikut saya!” titah Sarah sebelum keluar dari mobil.

Sarah dan Arya berada di resepsionis. Rupanya Sarah mendaftarkan Arya sebagai orang yang boleh masuk ke unitnya dan mendapatkan hak akses.

“Ini card untuk akses lift, nanti saya share nomor kamar dan acces code. Besok pagi kamu jemput saya, jangan harap saya sudah menunggu tapi jemput ke atas. Kadang saya sulit bangun pagi.”

Arya ingin tertawa, tapi dia tahan. Ternyata wanita perfeksionis di hadapannya ada kekurangannya, yaitu kebluk. Sarah juga memberikan dua lembar uang rupiah pada Arya untuk naik taksi.

Esok hari.

Ponsel Arya yang berada di bawah bantal terus bergetar dan berdering. Dengan malas dan mata masih terpejam, ia meraba dan mendapatkan ponselnya.

“Halo.” Arya menyapa masih dengan setengah sadar.

“Arya, kamu di mana? Bu Sarah sudah nunggu di lobby.”

Kalimat itu sukses membuat Arya terbelala, lalu menjauhkan ponsel dari telinga lalu menatap jam yang tertera di layar ponsel.

“Tujuh dua puluh. Gue kesiangan.” Arya menepuk dahinya lalu melompat dari ranjang dan menuju toilet. “Mampus lo Ar, bisa-bisa dipecat sama perawan tua.”

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!