NovelToon NovelToon

Semalam Dengan Mas Dokter

SAYA HAMIL

Seorang gadis muda menyusuri koridor demi koridor rumah sakit. Memperhatikan tiap pria berjas putih. Sudah hampir satu jam dia berkeliling namun belum juga menemukan orang yang dia cari. Rasanya sia-sia saja bolos sekolah hari ini jika tak berhasil menemukan orang tersebut. Tapi dia belum mau menyerah. Lebih tepatnya tak mau menyerah, terus melangkahkan kaki menapaki lantai rumah sakit besar tersebut.

Dia adalah Alula. Gadis yang masih duduk dibangku kelas XII itu menyamarkan seragamnya dengan memakai hoody over size yang hanya menampakkan sedikit rok abu-abunya. Jangan sampai ada yang mencecarnya karena keluyuran dijam sekolah seperti saat ini.

Disaat kakinya mulai terasa pegal, matanya menangkap sosok yang dia cari sejak tadi. Tak mau kehilangan jejak, dia berlari menghampiri pria berjas putih itu sambil berteriak.

"Dokter, Dokter, Mas Dokter."

Tak sia-sia, yang dia panggil akhirnya berhenti. Menoleh dan tampak mencari-cari orang yang mungkin saja memanggilnya.

Alula mempercapat langkah, berhenti tepat didepan Dokter tersebut dengan nafas tersengal. Matanya tertuju pada name tag yang tersemat dijas putih yang dikenakan sang Dokter. Disana tertera Dr. Aydin shadiq.

"Kamu????" Dokter Aydin belum sepenuhnya lupa dengan wajah gadis didepannya.

"Ya, saya gadis yang waktu itu," sahut Alula.

"Oh.." Dokter Aydin menggut-manggut. Perasaannya mendadak kacau. Tak bisa dipungkiri, bertemu kembali dengan Alula membuat dia otomatis teringat dengan hari itu. "Ada keperluan apa disini? Saudara kamu ada yang sakit?"

Alula menggeleng.

"Lalu siapa, teman kamu?"

Lagi-lagi Alula menggeleng.

"Lalu," Aydin mengerutkan kening. "Ada keperluan apa di rumah sakit?"

Alula tak langsung menjawab. Aydin bisa menangkap keraguan diwajahnya. Namun setelah beberapa detik hanya diam, akhirnya Alula bersuara lirih sambil menunduk. "Saya hamil."

"Hamil?" Hanya kata itu yang mampu ditangkap oleh indra pendengaran Aydin. "Oh..nganter saudara kamu cek kehamilan?"

"Bukan," Alula menggeleng sambil mengangkat wajahnya.

"Lalu, siapa yang hamil?"

"Sa-saya," sahutnya sambil menunjuk diri sendiri.

"Kamu," respon Aydin santai. Namun beberapa detik kemudian, raut wajahnya berubah. "Apa, ka-kamu? Kamu hamil?" tanyanya dengan wajah pias. Jantungnya mulai berdetak kencang tanpa terkendali. Dia menatap tak percaya kearah perut yang tertutup hoody tersebut. "Ja-jangan bilang kalau itu?"

"Ya, ini anak Mas Dokter."

Jeder

Tak ada angin tak ada hujan, Aydin bagai langsung tersambar petir. Langit seakan runtuh dan langsung menimpanya. Kabar ini sungguh mengejutkan. Jika benar gadis yang berdiri dihadapannya itu hamil anaknya, apa yang harus dia lakukan.

"Saya hamil, Dok. Saya hamil anak_" Aydin langsung membungkam mulut Alula. Melihat sekeliling dengan wajah cemas, takut ada yang mendengar. Nama baiknya bisa hancur jika ada yang tahu dia menghamili seorang gadis, dan karier yang baru dia bangun setahun ini, akan hancur berantakan.

"Kita bicarakan ditempat lain," ujar Aydin sembari melepaskan tangannya dari mulut Alula. Dia pegang pergelangan tangan gadis itu lalu menariknya pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkah kakinya terhenti saat menyadari jam kerjanya belum selesai, bahkan baru dimulai beberapa jam tadi.

"Ada apa, Dok?"

Aydin menghela nafas berat. "Kita bicarakan nanti, aku masih harus kerja." Dia mengambil ponsel dari saku jasnya. "Berapa nomor telepon kamu?"

"Saya tidak ingat." Jawaban Alula membuat mata Aydin langsung melotot.

"Hal pribadi seperti itu saja, kau tidak ingat. Tapi bisa-bisanya kau ingat jika kita pernah tidur bersama," celetuk Aydin. Wajah kesal pria itu membuat Alula menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan, berusaha untuk tidak terpancing amarah. Karena ada hal yang lebih penting dari sekedar marah-marah saat ini. Lupa nomor telepon, menurutnya itu hal yang wajar. Tapi lupa pada wajah pria yang telah merenggut mahkotanya, tidak akan mungkin. "Cepat catat nomor teleponku," titahnya.

Alula mengambil ponsel dari tas ranselnya, dan tanpa sengaja, Aydin yang menunduk melihat rok yang dikenakan gadis itu. Keningnya mengkerut, rok abu-abu itu mirip dengan seragam SMA.

"Berapa nomornya?" tanya Alula yang sudah siap dengan ponselnya. Aydin yang masih fokus pada rok Alula, tak menyadari jika gadis itu bertanya. "Dok, be_"

"Kamu....." Mata Aydin masih terkunci pada rok abu-abu. "Kamu masih sekolah?"

"Iya."

"Shittt," Aydin langsung mengumpat. "Double shitt," ulangnya sambil menarik kasar rambutnya kebelakang. Ini tak hanya bencana baginya, tapi kiamat. Apa yang harus dia lakukan pada gadis yang masih sekolah dihadapannya itu. Belum lagi jika gadis itu dibawah umur, bisa-bisa dia kena pasal berlapis jika tak mau tanggung jawab.

"Dok, Dokter," Alula kembali memanggil namun Aydin tak menyahuti. "Mas dokter," dia menepuk bahu Aydin, membuat pria itu langsung menoleh. "Berapa nomor telepon, Mas dokter?"

Aydin menyaut ponsel ditangan Alula, menekan nomor yang sudah dia hafal diluar kepala lalu melalukan misscall ke nomor ponselnya sendiri tersebut. "Sudah, pergilah," ujarnya lemas. Namun belum juga Alula beranjak selanhkah, justru dia yang lebih dulu pergi. Dengan langkah lunglai, kembali ketempat dia tugas. Masalah besar menantinya, apa yang harus dia lakukan? Menikah? Astaga, menikah masih sangat jauh dari angannya. Masih ingin meniti karier. Tapi kalau tidak menikah, tegakah dia menyuruh gadis SMA itu menggugurkan kandungannya?

SALAH SASARAN

Alula duduk didalam bis dengan pikiran kacau. Dia melihat kontak yang dia beri nama mas dokter. Berharap pria yang baru hari ini dia tahu bernama Aydin itu, mau tanggung jawab. Kelangsungan hidupnya ada ditangan Aydin saat ini. Karena kalau sampai pria itu tak mau tanggung jawab, tamatlah riwayatnya. Ibunya sangat membencinya, sudah pasti dia akan diusir jika ketahuan hamil diluar nikah. Dianggap mencoreng nama baik keluarga.

Pikirannya kembali ke tiga bulan yang lalu. Andai saja dia tidak ceroboh, tidak akan terjadi hal seperti ini. Semua ini salahnya. Ya, dia yang salah, dan Dokter Aydin, pria itu hanyalah korban. Tapi hari ini, dia mendatangi pria itu, bersikap seolah-olah dia adalah korban.

"Maaf Mas Dokter, semua diluar kendaliku," gumam Alula. Air matanya mulai menyeruak, buru-buru dia seka agar tak ada orang yang melihat dan menjadi pusat perhatian.

Saat menatap keluar jendela, tak sengaja dia menatap sekumpulan cewek berseragam putih abu berjalan di trotoar. Tampak mereka tengah asyik mengobrol dan sesekali tertawa bersama. Alula tersenyum getir. Mungkin jika saat ini dia tidak hamil, diapun akan sebahagia mereka. Tapi nyatanya, ada masalah besar yang menantinya. Ingatannya kembali pada masa 3 bulan yang lalu.

Seorang DJ tampak sedang beraksi diatas panggung yang tak terlalu besar. Muda mudi yang ada disana larut dalam suasana pesta dan tampak sangat menikmati alunan lagu yang dibawakan. Tepatnya di halaman belakang sebuah rumah mewah, diarea sekitar kolam renang pesta itu digelar.

Hari ini, Kakak Alula yang bernama Eliza, mengadakan pesta ulang tahun sekaligus perayaan dirinya yang akhirnya diterima kerja disalah satu rumah sakit bonafit di Jakarta. Ya, Eliza adalah seorang dokter muda. Dokter umum yang baru saja meniti karier.

"Gimana, udah dapet orangnya?" tanya Alula pada Nifa, sahabatnya. Disaat semua orang menikmati pesta, Alula dan Nifa malah sibuk merencanakan sesuatu.

"Udah, pokoknya kali ini gak akan gagal," sahut Nifa yakin. Mereka tak terlalu takut obrolannya akan terdengar karena suara musik terlalu kencang. "Gila ya Kakak lo. Kirain seseorang yang dulunya kuliah di fakultas kedokteran itu, yang ada diotaknya hanya buku, buku dan buku. Taunya Kakak lo beda. Pesta ulang tahunnya wow banget, seru." Alula tersenyum getir. Dia seperti tak mengenal Eliza lagi setelah kakaknya itu pacaran dengan Willy. "Halaman rumah lo udah mirip banget kayak tempat dugem yang waktu itu."

Tangan Alula langsung mengepal saat Nifa menyebut tempat terkutuk itu. Hampir saja ditempat itu, dia diperkosan Willy. Kalau saja Nifa dan temannya yang lain tidak datang diwaktu yang tepat untuk menyelamatkannya, sudah pasti kehormatannya direnggut Willy. Bisa-bisanya Willy menjebaknya, memaksanya datang ketempat itu dengan dalih Eliza sedang pingsan. Ternyata Willy hanya berbohong, pria itu malah memberinya minuman yang telah dicampur obat perangsang, membuatnya nyaris kehilangan keperawanan malam itu.

"Gue pastiin, Willy bakal membayar mahal apa yang telah dia lakukan ke gue," tangan Alula mengepal kuat. "Dia bakal ngerasain tersiksa kayak gue malam itu."

Alula dan Nifa merencanakan balas dendam pada Willy. Diam-diam memberinya obat perangsang. Setelah itu, mereka ingin tahu, pada siapa bajingan itu akan melampiaskan nafsunya yang tidak tertahankan. Tak mungkin pada Eliza, karena wanita itu bintang malam ini, jadi tak mungkin menghilang tiba-tiba. Alula berharap bisa memergoki Willy berhubungan dengan wanita lain, dengan begitu, dia mempunyai bukti kebejatan Willy. Dan semoga saja, kakaknya segera putus dengan bajingan itu.

"Yang mana orangnya?" Alula mengedarkan pandangan, penasaran dengan waiter suruhan Nifa. Tadi dia dipanggil Papanya, jadi tak ikut saat Nifa mencari orang suruhan.

"Bentar-bentar," Nifa mengedarkan pandangan, mencari keberadaan orang suruhannya. Saat matanya menemukan pelayan itu dan tak sengaja saling tatap, dia langsung melambaikan tangan. "Tuh orangnya, namanya Anto."

Pelayan berkemeja putih dengan vest hitam, pekerja salah satu katering itu langsung paham melihat Nifa melambaikan tangan. Dia segera mendekat kearah Nifa dan Alula.

"Gimana?" tanya Nifa.

"Sipppp," Anto membentuk jarinya menjadi simbol OK.

"Jangan sampai gagal," pesan Alula.

"Tenang, tapi jangan lupa bayarannya," sahut Anto sambil menyeringai. Alula menghela nafas melihat seringai licik Anto, sepertinya pemuda itu sudah sering mendapatkan pekerjaan kotor seperti ini.

"Gampang." Alula yang merasa haus, mengambil salah satu dari dua minuman diatas nampan yang dibawa Anto.

"Jangan," pekik Anto cepat namun sedikit terlambat.

"Kenapa?" tanya Alula heran.

"Itu minuman yang udah gue kasih obat."

"Sial," umpat Alula. Mau dia keluarkan lagi, sudah terlanjur tertelan meski hanya seteguk. Nifa langsung tepok jidat melihat sahabatnya yang lagi-lagi ceroboh. Ini bukan yang pertama kali, Alula memang seceroboh itu. "Gimana nih, udah terlanjur keminum seteguk? Obatnya ada lagi gak?" Alula panik, takut rencananya gagal.

"Habis," sahut Anto.

"What, lo masukin semuanya?" pekik Nifa.

"Udah sini." Anto mengambil minuman sisa Alula dan kembali meletakkan diatas nampan. Hanya keminum seteguk, tak terlalu berkurang banyak. Mengambil tisu dari saku vest untuk membersihkan bekas bibir Alula agak tak nampak seperti minuman sisa. "Dia tadi udah manggil gue, makanya udah gue taruh obatnya. Bisa keduluan orang lain kalau gue gak langsung kesana," Anto buru-buru ke tempat Willy. Jangan sampai Willy keduluan dapat minuman dari orang lain dan dia gagal dapat bayaran.

"Bego banget sih lo," Nifa menggaplok lengan Alula kuat. Hampir saja rencana kita gagal gara-gara lo," omelnya.

"Terus gue gimana nih, udah terlanjur keminum dikit," Alula sedikit panik.

"Biarpun cuma seteguk, tapi dosisnya banyak. Mending lo balik ke kamar, terus berendam sampai pagi," sahut Nifa dengan nada jengkel.

"Gila lo, bisa masuk angin gue," sahut Alula.

Alula dan Nifa fokus menatap Anto. Berharap tak ada kesalahan lagi seperti barusan. Jantung mereka berdegup kencang saat beberapa langkah lagi, Anto sampai ditempat Willy. Hanya tinggal beberapa langkah, tapi rasanya lama dan menegangkan, kayak nonton adegan slow motion. Alula sungguh tak sabar ingin melihat Willy tersiksa seperti apa yang dia rasakan malam itu.

"Yahh...yah...yah.." Pekik Alula dan Nifa bersamaan saat minuman untuk Willy, tiba-tiba saja diambil oleh pria yang sedang mengobrol bersama Willy dan Eliza. Dan parahnya, pria yang tampak tersedak itu langsung meneguk minuman tersebut hingga hampir habis.

SALING MEMBUTUHKAN

Alula dan Nifa panik saat tahu mereka salah sasaran. Dan Anto, pria itu sungguh ketiban sial. Alih-alih dapat bayaran, dia malah dimaki habis-habisan dan sesekali, tangan Alula dan Nifa memukul lengannya. Melampiaskan kekesalan pada pria yang mereka anggap ceroboh yang telah menghancurkan rencana mereka.

"Ah...gagal, gagal, gagal," Alula sampai mencak-mencak karena kesal. "Kapan lagi gue dapat kesempatan emas buat ngehancurin si berengsek Willy." Setelah melampiaskan kekesalan, dia merasakan tubuhnya sedikit panas. "Gerah banget ya, Nif," gadis itu mulai mengibas-ngibaskan telapak tangannya disekitar leher.

"Jangan-jangan, obatnya udah mulai bereaksi, La."

"Mati deh gue. Kenapa gua lagi-lagi harus tersiksa karena rasa sialan ini." Alula merasa frustasi dengan kondisi tubuhnya.

"Emang gimana rasanya, La?" dengan santainya, Nifa malah melontarkan pertanyaan yang membuat Alula geram.

"Coba aja sendiri kalau pengen tahu," geramnya. "Ini obat sebenarnya buat laki apa perempuan sih Nif, kok bereaksi juga ke gue?"

"Di tulisannya sih buat wanita dan laki-laki."

Astaga, ingin sekali Alula mengumpati sahabatnya itu. Sudah tahu obat itu untuk Willy, kenapa malah beli obat yang untuk pria sekaligus wanita.

"Lo aja minum seteguk udah kesiksa La, gimana dengan cowok itu?" Nifa menatap nanar kearah pria korban salah sasaran mereka. Pria itu pasti tersiksa, batinnya. Sekarang saja, bisa dia lihat, cowok itu mulai menunjukkan gelagat aneh, seperti gelisah. "Bisa-bisanya ya La, kita masih kecil udah mainan barang kayak gitu," mendadak Nifa bergidik ngeri. Padahal beberapa hari yang lalu, dia yang menyarankan Alula memakai cara ini. Bahkan dia yang nyari obat tersebut di internet lalu memesannya. Dan sekarang, dia sendiri yang menyesal. Harusnya obat seperti ini diawasi penjualannya, bukan malah banyak sekali beredar di market place hingga siapapun bisa memesan dengan mudah.

Alula ikut menatap kearah pria tersebut. Kasihan juga melihatnya yang tampak gelisah. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. "Gue ke kamar dulu ya Nif, mau ngedinginin otak dan tubuh gue." Alula meninggalkan Nifa begitu saja. Berjalan masuk kedalam rumah namun tiba-tiba tubuhnya hampir terjungkal karena bahunya tertabrak seseorang dari belakang.

"So-sorry, Mbak."

Alula melongo melihat pria yang menabraknya. Tak lain tak bukan, adalah pria yang menjadi korban obat perangsangnya.

"Toilet dimana ya?" tanya pria itu. Pria yang baru hari ini dia tahu ternyata bernama Aydin. Kening pria itu tampak berkeringat. Dan satu hal yang membuat Alula kaget, pria itu menutupi bagian bawah perutnya dengan telapak tangan, mungkinkah miliknya sudah bereaksi saat ini?

"Disana, Mas," Alula menunjuk toilet yang ada didekat dapur. Aydin gegas berlari kesana, namun sial, tampak beberapa wanita sedang mengantri didepan toilet. Tak mau para wanita itu memergoki celana bahannya yang mengembung, dia kembali ke tempat Alula. Beruntung gadis itu masih ditempat yang tadi.

"Ada toilet lain lagi gak, Mbak?" Melihat pria yang tampak gelisah itu, Alula sungguh merasa kasihan sekaligus bersalah.

"Ayo ikut saya."

Entah apa yang ada diotaknya, Alula malah membawa Aydin ke kamarnya. Dengan suka rela meminjamkan kamar mandinya untuk pria tak dikenal itu.

Cukup lama Alula menunggu Aydin yang ada didalam kamar mandi. Sedang di dalam kamar, gadis itu juga mencoba untuk melawan hasrat tubuhnya yang menggebu. Sampai akhirnya dia mendekatkan telinga dipintu saat mendengar suara aneh dari dalam kamar mandinya. "Apa dia main solo?" gumamnya.

Suara yang berasal dari dalam kamar mandi membuat Alula makin kepanasan, gairahnya kian membumbung tinggi. Tangannya tak bisa dikendalikan untuk tidak menarik gagang pintu.

Mulut Aydin menganga dan matanya melotot saat seorang gadis tiba-tiba masuk dan memergokinya main solo. Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata seberapa malunya dia. Hendak meraih celananya yang tergantung, sialnya gantungan tersebut malah ada disebalah Alula, bisa-bisa dia dianggap mau macam-macam kalau mendekati gadis itu dengan kondisi setengah telan jang seperti ini.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Sama-sama berusaha melawan hasrat yang sudah naik ke ubun-ubun.

Aydin sudah benar-benar tidak kuat. Sudah terlanjur ketahuan juga. Dengan mengesampingkan rasa malu, dia melanjutkan yang tadi sempat tertunda. Saat ini yang ada di otaknya, hanyalah mencapai kepuassan.

Rasanya Alula mau mati saja. Disaat tubuhnya haus sentuhan, seorang pria setengah telanjangg malah bermain didepannya. "Arrgghhh aku gak kuat." Gadis itu berlari kebawah shower lalu mengguyur tubuhnya. Rasanya sedikit dingin, namun dia begitu kaget saat sepasang lengan memelukanya dari belakang.

Aydin sungguh tidak kuat lagi, saat tubuhnya butuh pelampiasan, seorang gadis malah berdiri tak jauh darinya dengan tubuh basah yang membuat pakaiannya kian melekat dan menampakkan lekuk tubuh yang sangat menggoda. Dia peluk gadis itu erat sambil menciumi tengkuknya.

Alih-alih menolak, Alula malah menikmatinya. Berusaha mengembalikan akal sehat namun lagi-lagi, kalah dengan yang namanya naffsu. Bahkan saat pria itu membalikkan tubuhnya lalu mencium bibirnya, dia hanya pasrah. Mematikan shower yang membuat dia gelagapan lalu melingkarkan lengan dileher sang pria.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!