Punggungnya terlihat bergetar dan terdengar suara tangisan disertai sesenggukan seorang Wina. Ibu muda yang menggendong bayinya yang usianya masih 3 minggu.
Kala itu masih jam 10 pagi Wina terlihat di pelataran sebuah gedung tinggi nan ramai pengunjung tampak wira wiri kesana kemari untuk menyelesaikan sebuah masalah ataupun mencari solusi terbaik dalam masalah hidupnya. Pengadilan agama. Wina yang terus berjalan tanpa memperhatikan kanan dan kiri bahkan orang-orang di sekelilingnya itu terus menangis dengan pakaian sederhananya. Bahkan orang-orang di sekelilingnya pun tampak cuek tanpa memperhatikan jalan Wina dan apa yang tengah terjadi pada Wina. Karena hal itu merupakan hal biasa yang terjadi di gedung tinggi itu.
Tiiiinnnn
Tangisan Wina seketika berhenti dan berganti tangisan bayinya yang menggelegar kaget bunyi klakson sebuah mobil.
"Maaf, nona, apakah kamu baik-baik saja?" tanya seorang pria gagah berjas hitam dengan wajah tegasnya berlari menghampirinya.
Sayang, Wina masih syok kaget dan terdiam ketika ditanya pria itu.
"Nona, apa kau baik-baik saja?" lanjut pria itu lagi.
"Oweekkk oweekkk" tangisan bayi Wina.
"Nona, bayi anda menangis. Maafkan kami, nona sudah mengagetkan kalian" ucap pria itu lagi dan Wina juga masih tak bergeming.
"Sudahlah! Ayo kita pergi dari sini!" seru pria tampan yang duduk di kursi penumpang.
"Tapi, tuan...." jawab pria itu yang ternyata adalah sopirnya sekaligus asistennya.
"Masuklah! Biarkan dia. Yang penting kamu sudah minta maaf padanya!" sahutnya kemudian menutup kaca jendela mobilnya. Kemudian mobil itu melaju menuju gedung tinggi itu.
Croottttttt
"Aahhahahahaha. Rasain! Dasar istri tak berguna. Eh mantan ding. Hahahahaha!" kini terdengar tawa gembira dari sosok pria yang pernah menjadi tambatan hati Wina setelah sengaja menginjakkan mobilnya dengan genangan air hingga bermaksud mengenai Wina dan bayinya. Lalu dengan seenaknya pergi meninggalkan Wina dan bayinya begitu saja tanpa meminta maaf namun justru mengejeknya.
Hal ini membuat Wina sadar bahwa keputusannya untuk menerima perceraian ini adalah benar. Hatinya harus lebih legowo dan ikhlas menerima cobaan ini.
Kini Wina hanya ingin menenangkan bayinya.
"Cup cup cup, sayang. Sabar ya sayang. Maafkan mereka. Kita harus kuat ya, nak. Biarkan air kotor ini penanda bahwa kita kuat. Mama akan selalu ada untukmu" ucap Wina mengusap air matanya dan berbicara pada bayinya yang kini mulai tenang.
Gendongan yang terciprat oleh genangan air kotor itu dibiarkan Wina lalu Wina menggendong bayinya keluar pelataran pengadilan agama. Kini Wina harus lebih kuat untuk anaknya.
"Air kotor itu akan kembali ke tuannya, nak. Mama berjanji" janji Wina dalam hatinya pada bayinya yang kini kembali terlelap dalam gendongannya.
Dengan wajah tersenyum, Wina melanjutkan langkah kakinya menuju entah kemana yang Wina sendiripun belum mengetahui kemana tujuannya. Kaki Wina terus melangkah dan terus melangkah mengikuti kata hatinya.
Brakkkkkkk
"Tolooooooonggg! Tolongggg!" suara teriakan seseorang terdengar ditelinga Wina.
Wina menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah belakang. Terlihat oleh Wina seseorang wanita renta yang tertabrak sepeda motor dan kini terlihat terjatuh di aspal jalan raya. Kebetulan jalanan tampak lengang dan sepi kendaraan lalu lalang. Segera Wina berlari memghampiri seseorang yang kecelakaan itu. Tampak pengendara itu kabur melarikan diri dengan mengendarai kendaraannya begitu kencangnya untuk menghindari kejaran massa.
"Ibu!" seru Wina lalu berlari dan membantu wanita renta itu.
"Tolongin ibu, nak" ucap wanita renta itu sambil menangis dan itu karena luka-luka yang ada ditubuhnya mungkin yang terlihat maupun yang luka dalam.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Next ya gaesss....
Brakkkkkkk
"Tolooooooonggg! Tolongggg!" suara teriakan seseorang terdengar ditelinga Wina.
Wina menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah belakang. Terlihat oleh Wina seseorang wanita renta yang tertabrak sepeda motor dan kini terlihat terjatuh di aspal jalan raya. Kebetulan jalanan tampak lengang dan sepi kendaraan lalu lalang. Segera Wina berlari memghampiri seseorang yang kecelakaan itu. Tampak pengendara itu kabur melarikan diri dengan mengendarai kendaraannya begitu kencangnya untuk menghindari kejaran massa.
"Ibu!" seru Wina lalu berlari dan membantu wanita renta itu.
"Tolongin ibu, nak" ucap wanita renta itu sambil menangis dan itu karena luka-luka yang ada ditubuhnya mungkin yang terlihat maupun yang luka dalam.
Wina pun menolongnya dan tampak kesusahan karena dirinya juga sedang menggendong bayinya yang masih terlelap. Wina membantu wanita renta itu berdiri pelan-pelan dan segera mengajak wanita renta itu berjalan sambil pincang kakinya ke tepi jalan.
"Maaf, apakah kaki ibu masih bisa buat berjalan? Maaf, saya sedang menggendong bayiku" tanya Wina hati-hati. Karena Wina khawatir menyinggung hati wanita renta itu.
"Sepertinya masih bisa, nak. Maafkan aku yang sudah menyusahkanmu. Kakiku sepertinya masih bisa buat berjalan" jawab wanita renta itu lalu menggandeng tangan Wina untuk menopang jalannya yang sedang kesusahan.
Wanita itu merasa kakinya sangat sakit ketika buat berjalan. Namun ia tak sanggup mengucapkannya pada Wina karena melihat bayi lucu yang sedang tidur terlelap dan nyaman berada di gendongan ibunya.
Dengan merintih kesakitan namun tak dia ucapkan, wanita renta itu tetap berjalan ke tepi jalan apalagi dia tidak mau merepotkan gadis yang sudah menolongnya. Setelah berada di tepi jalan, kemudian Wina mendudukkan wanita renta itu di sebuah kursi di pinggir jalan yang letaknya masih di depan gedung pengadilan agama.
"Teimakasih ya, nak. Kau sudah menolongku. Siapa namamu, nak?" ucap wanita renta itu setelah duduk dan bersandar di kursi di bawah pohon yang rindang.
"Namaku Wina Pramesti, bu. Ibu tadi sebenarnya mau kemana? Kenapa bisa ditabrak pengendara yang kabur itu, bu? Apakah ibu pergi sendirian?" Wina penasaran atas kejadian yang sudah menimpa wanita renta yang kini duduk di sebelahnya.
"Nama yang bagus dan sesuai dengan orangnya. Namaku Widuri. Aku juga tidak begitu ingat atas kejadian yang sudah menimpaku barusan. Begitu cepat rasanya. Tadi aku bermaksud mau menyeberang kemari. Tapi tiba-tiba ada kendaraan yang melaju dengan kencangnya tanpa menengok ke kanan dan ke kiri. Maafkan aku. Aku sudah menyusahkanmu" jawab nenek itu dengan senyuman hangatnya.
Dan entah kenapa Wina merasa sangat nyaman berada di dekat Widuri. Bahkan setelah melihat senyum hangatnya.
"Pasti ibu Widuri merasakan ada yang sakit kan?! Bagaimana kalau kita pergi ke rumah sakit sekarang? Aku panggilkan taksi" ujar Wina yang merasa kasihan pada Widuri.
"Tidak usah, nak. Tidak apa-apa. Oh iya, siapa nama bayimu? Sepertinya dia terlihat sangat nyaman berada di gendonganmu. Karena sejak dari tadi kulihat dia tetap tertidur pulas" ucap Widuri mengulurkan tangannya melihat dan meraba pipi gembul bayi Wina.
"Iya. Syukur dan alhamdulillah dia tidak rewel. Namanya...Axciello Aryadirga. Biasa ku panggil Cello" jawab Wina setelah terjeda agak lama karena teringat kejadian hari ini yang baru saja apa yang dia alami dengan mantan suami dan keluarga mantan suaminya. Matanya mengembun dan terdiam. Hal itu mengundang tanya Widuri dan Widuri dapat membaca situasi masalah yang sedang dialami Wina.
"Bersabarlah. Semua terjadi atas kehendak-Nya. Bukan atas kemauan kita" kata Widuri lalu mengelus tangan Wina. Dan perbuatan Widuri membuat sadar Wina atas lamunannya.
"Terimakasih, bu. Oh iya ayo kita ke rumah sakit sekarang. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada ibu. Karena aku tidak mau jadi sasaran dari keluarga ibu. Ayo, bu" ajak Wina sedikit memaksa dan menyetop taxi yang sedang lewat. Kemudian mereka bertiga menaiki taxi tersebut menuju rumah sakit. Sedangkan Widuri hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju dan mengalah. Dia melihat kebaikan hati pada diri Wina. Tapi dia melihat kesedihan dari raut wajah dan kedua bola mata Wina.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu, nak? Ceritakan saja pada ibu" bisik Widuri di telinga Wina dan seketika Wina menoleh memperhagikan wanita disebelahnya itu dengan seksama. Bagaikan peramal baginya, Widuri dapat membaca apa yang terjadi padanya. Kemudian Wina menundukkan wajahnya dan menatap wajah polos dan lucu Cello. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Dengan perkembangan Cello yang tumbuh dan berkembang tanpa didampingi ayahnya bahkan keluarganya.
Wina memikirkan semua itu. Dia merasa bahwa kini dia tidak sendirian lagi. Ada Cello yang menemaninya. Baginya dialah harta yang paling berharga untuknya saat ini.
"Nak..baiklah. Ceritakan nanti saat kamu ingin cerita" lanjut Widuri lalu mereka diam selama perjalanan ke rumah sakit.
...*********************...
Bersambung yah gaesss
Next chapt👉
Wina memikirkan semua itu. Dia merasa bahwa kini dia tidak sendirian lagi. Ada Cello yang menemaninya. Baginya dialah harta yang paling berharga untuknya saat ini.
"Nak..baiklah. Ceritakan nanti saat kamu ingin cerita" lanjut Widuri lalu mereka diam selama perjalanan ke rumah sakit.
Taxi melaju ke rumah sakit terdekat. Taxi pun akhirnya sampai di rumah sakit yang dituju setelah sepuluh menit perjalanan. Kemudian Wina meminta tolong pada petugas medis yang kebetulan sedang lewat. Tenaga medispun menolong Widuri dengan membawakan kursi roda dan segera dibawa ke ruang periksa.
Setelah beberapa saat pemeriksaan Widuri, kini Wina dipanggil oleh salah seorang dokter bahwa Widuri harus di opname karena terdapat keretakan pada sebelah kakinya.
"Maafin aku ya, bu. Karena aku tidak segera membawa Bu Widuri ke rumah sakit tadi. Pasti sangat sakit bukan?!" ucap Wina setelah mendapatkan penjelasan dari dokter.
"Tidak apa-apa. Lagi pula ibu sudah tua, jadi wajar kalau kecelakaan mengalami hal seperti ini. Yang muda saja bisa mengalaminya juga bukan. Apalagi yang sudah seusia ibu. Kamu jangan khawatir ya. Hanya luka sedikit. Tidak begitu parah" jelas Widuri dengan tutur kata yang lembut.
"Apakah ada nomor dari keluarga ibu yang bisa aku hubungi? Mungkin mereka bisa melihat kondisi ibu saat ini. Dan pasti mereka sedang mencari ibu" ujar Wina merasa khawatir.
"Ibu tinggal sendiri. Ibu tidak memiliki keluarga. Adapun dari mereka tempat tinggalnya sangat jauh. Bisakah aku minta tolong padamu?" ucap Widuri mengheningkan ruangan pemeriksaan seketika.
"Katakan saja, bu. Apa yang bisa aku bantu?" jawab Wina merasa iba pada Widuri.
"Temani aku di sini ya. Dan, bolehkah aku tahu dimana tempat tinggalmu?" kini Widuri bertanya lagi. Karena jika Widuri lihat dari penampilan Wina yang lusuh itu sambil menggendong tas besar, tampaknya Wina dan anaknya tidak memiliki tempat tinggal dan sedang butuh bantuan.
"Baik, bu. Saya akan menemani ibu selama ibu di rawat di sini. Tempat tinggalku....aku...aku tidak memiliki tempat tinggal sekarang, bu. Aku dan anakku akan mencari tempat tinggal setelah menemani ibu selama ibu dirawat" jawab Wina dengan hati yang getir. Menurutnya saat ini adalah waktu yang sangat menguntungkan baginya karena sementara dia akan menginap di rumah sakit selama belum mendapatkan tempat tinggal sementara atau kos-kosan.
"Sepertinya dia wanita yang baik. Sungguh malang nasibnya dan anaknya. Baiklah aku akan melihatnya lebih lama di sini selama merawatku" batin Widuri menatap Wina dan putranya kasihan.
"Semoga mendapatkan tempat tinggal yang cocok buat kalian ya, nak" sahut Widuri. Dia hanya ingin menguji seberapa baiknya Wina menurutnya.
Waktu berjalan begitu cepat. Wina dan bayinya yang saat ini berada di rumah sakit itu merasa baik-baik saja dan Wina merasa sangat bersyukur bisa menolong Widuri. Namun, dia juga bingung harus kemana dia mencari kos yang murah dan cocok untuknya juga bayinya. Apalagi di kota besar seperti ini. Bahkan Wina dikeluarkan dari perusahaan dimana ia bekerja membanting tulang dengan alasan Wina sudah terlalu lama ijin tidak masuk karena menyelesaikan perceraiannya dan merawat Widuri. Saat ini Wina hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini.
"Ya Allah, aku harus bagaimana lagi untuk menghidupi anakku ini? Baiklah besok setelah tugasku selesai merawat ibu Widuri, aku akan mencari kos lagi dan mencari pekerjaan yang bisa membawa anakku bekerja" doa Wina dalam hati kemudian menghembuskan nafasnya kasar dan tersenyum pada Cello yang berada dalam pangkuannya. Hal itu dilihat oleh Widuri.
Widuri merasa kasihan dan hatinya tercubit ingin menolongnya. Entah mengapa Widuri merasakan kenyamanan berada dekat dengan Wina. Seolah Wina adalah keluarganya. Sangat sulit Widuri merasakan hal seperti saat ini. Karena baginya sulit mempercayai orang lain ketika dia sudah pernah mendapatkan sebuah penghianatan oleh keluarganya sendiri. Meskipun pikiran itu pernah ia tepis bahwa tidak semua orang seperti itu.
"Nak, bawalah kemari cucuku" pinta Widuri sambil memberi isyarat tangannya menepuk ranjang untuk diletakkan di sebelahnya.
...******************...
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!