Siapa yang mau menerima kenyataan, kalau ternyata dirinya justru yang dipilih untuk dijadikan istrinya, siapa lagi kalau bukan Zevila Arigama, yang diminta oleh Razan untuk menjadi istrinya.
Persahabatan yang menjadikan kedua keluarga begitu erat menjalin hubungan baik bak keluarga sendiri. Kini, akan ada pertemuan penting untuk melakukan perjodohan sesuai yang tertulis dalam surat wasiat.
Di kediaman keluarga Arigama, kini tengah menikmati makan malamnya bersama. Ada Tuan Arta bersama anak dan istrinya, dan juga Tuan Danian bersama anak dan istrinya. Juga, ada keponakannya masing-masing. Siapa lagi kalau bukan Razan dan Zevila, mereka berdua dikabarkan tidak lagi mempunyai kedua orang tua. Tidak ketinggalan juga, ada Tuan Fauki selaku bagian keluarga Wigunanta.
Kedekatan Zevila dengan Razan, tidak begitu dekat, hanya sekedar mengenalinya. Sedangkan Zevila sudah begitu dekat dengan putra dari Tuan Arta, yakni Rivan Wigunanta. Usia yang tidak jauh jaraknya, keduanya berteman dengan baik.
Zevila yang tengah menikmati makan malamnya, sedari tadi tidak begitu fokus ketika yang lainnya bersenda gurau. Lebih lagi mengetahui acara makan malam yang tidak lain untuk melakukan pertemuan dari kedua belah pihak keluarga, yakni menjodohkan kakaknya dengan putra dari keluarga Wigunanta, yakni Razan.
Selesai makan malam, kini dilanjutkan lagi obrolannya di ruang keluarga, tentunya agar lebih nyaman dan leluasa untuk menentukan hari pernikahan.
Vira sebagai saudara dari Zevila, juga yang sama-sama bagian keluarga Arigama, Vira tidak sabar rasanya ingin secepatnya tanggal pernikahannya ditentukan. Dengan begitu serius untuk mendengarkan keputusan yang akan disampaikan, tidak ada yang bicara diantara mereka semua, termasuk Zevila yang tengah duduk santai seperti yang lainnya.
"Sesuai kesepakatan bersama, Razan akan menikah dengan Vira, putri dari bagian keluarga Arigama, gimana, apakah Tuan Arta sudah menentukan tanggal pernikahan untuk putri kami?"
"Aku tidak akan menikahi Vira, ini adalah keputusan ku." Razan akhirnya angkat bicara ketika Tuan Danian membuka obrolan.
Semua yang ada di ruangan keluarga, pun sangat terkejut mendengarnya, termasuk Tuan Arta sebagai paman dari Razan. Sungguh diluar dugaan atas jawaban yang dilontarkan oleh Razan, termasuk Vira yang seperti mimpi buruk ketika mendengarnya.
Zevila sendiri justru batuk saat semuanya bengong.
"Minumlah, jangan biarkan tenggorokan mu terluka," ucap Razan yang langsung menyodorkan segelas air minum kepada Zevila.
Arah pandangan semuanya tertuju ke Razan dan juga ke Zevila.
Merasa menjadi pusat perhatian, Zevila terasa tidak nyaman ketika memandanginya. Begitu juga dengan Rivan, merasa terbakar api cemburu saat Zevila diberi perhatian oleh saudaranya sendiri.
"Keputusan tidak bisa di rubah, dan mutlak kalau Razan akan tetap menikah dengan Vira."
Tuan Arta selaku Paman dari Razan, akhirnya angkat bicara dan memberi keputusan kepada keponakannya sesuai yang tertera di lembaran kertas yang dijadikan wasiat mendiang ayah dari Razan sendiri.
Saat itu juga, Razan langsung bangkit dari posisi duduknya, dan mendekati Zevila yang tengah duduk didekat ibunya.
Kemudian, dengan berani dan tidak ada rasa takut sedikitpun, Razan langsung meraih tangannya Zevila.
"Pilihanku hanya menikahi Zevila, bukan Vira, titik!" Razan pun angkat bicara dan menentukan pilihannya dengan tegas.
Rivan yang mendengarnya, pun tidak terima ketika perempuan yang disukainya akan direbut oleh kakaknya.
Seketika, Rivan langsung bangkit dari posisinya dan mendekatinya. Kemudian, ia melepaskan tangan kakaknya yang masih memegangi tangan kekasihnya.
"Lepaskan tangan mu Kak Razan!" bentak Rivan sambil melepaskan tangan kakaknya yang tengah memegangi tangannya Zevila.
Namun, bukannya dilepaskan, justru semakin kuat memeganginya. Lalu, mengangkatnya ke atas.
"Memangnya kamu ini siapanya Zevila? ha! berani beraninya menghalangi keputusan ku. Mulai dari sekarang, detik ini juga, Zevila milikku! bukan milikmu, paham!"
Dengan tegas, Razan memilih keputusan yang dibuatnya sendiri. Zevila yang mendengarnya, pun terasa geram saat mendengar ucapan dari Razan.
"Lepaskan! sakit, tau."
Zevila berusaha memberontak dan mencoba untuk melawannya. Namun sayangnya tenaganya Razan jauh lebih kuat ketimbang dirinya, dan juga Razan semakin kuat memegang tangannya Zevila.
Emosi yang sudah tidak terkendali, akhirnya Rivan melayangkan sebuah tinjuan ke arah sang kakak, namun tidak berhasil, Razan mampu menangkis tangan saudaranya.
Setelah itu, Razan melepaskan tangan miliknya Zevila. Kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan rumah kediaman keluarga Arigama.
Vira yang memang sudah tergila-gila dengan Razan yang memiliki pesona tinggi, tidak mau jika pernikahannya gagal.
"Razan! tunggu!" teriak Vira yang tengah mengejarnya.
Merasa dipanggil, dan sekalian memberi peringatan, Razan berhenti.
"Ada apa lagi?" tanya Razan tanpa menoleh, arah pandangannya pun lurus ke depan.
"Kamu serius menolak perjodohan denganku? aku itu menyukai mu, Zan. Apa kurangnya diri aku, sampai-sampai kamu lebih memilih Zevila yang jelas-jelas tidak menyukaimu."
"Tapi aku tidak tertarik sedikitpun padamu, dan aku tidak akan menyerah untuk menikahi Zevila, paham!"
"Tapi Zevila itu tidak menyukaimu, apa yang akan kamu dapatkan darinya? dia itu tidak pantas buat kamu."
Razan yang mendengarnya, pun langsung menoleh.
"Kalau Zevila tidak pantas buatku, apalagi kamu, sama sekali tidak cocok buatku, iya 'kan?"
Vira mendengkus kesal.
Razan yang memang berniat untuk segera pergi meninggalkan kediaman keluarga Arigama, bergegas keluar dan sudah ada orang kepercayaannya yang siap siaga menunggu.
Di dalam rumah yang cukup besar di kediaman keluarga Arigama, kini suasana berubah menjadi tidak tenang.
"Sudahlah, kita sudahi dulu pertemuan kita ini. Mungkin ada yang kurang pas momennya, makanya si Razan dengan beraninya mengacaukan acara pertemuan kita ini. Sebelumnya kami meminta maaf jika sudah membuat keributan di rumah Tuan Danian, saya akan memberi efek jera kepada keponakan kami. Kalau begitu, kami pamit untuk pulang, sampai bertemu lagi dipertemuan yang akan datang, permisi," ucap Tuan Arta angkat bicara sekaligus berpamitan, juga meminta maaf atas ulah keponakannya yang sudah mengacaukan acara perjodohan.
"Tidak apa-apa, masih ada hari esok," jawab Tuan Danian.
Rivan yang takut kehilangan orang yang sangat disukainya, berharap jika saudara sepupunya tidak jadi menikahinya.
Karena acara pertemuan sudah selesai, Tuan Arta bersama anak dan istrinya akhirnya memilih pamit pulang.
Setelah tamunya pada pergi, kini tinggallah penghuni rumah yang masih berada di ruang tamu.
"Zevila! berhenti."
Istri Tuan Danian langsung memanggil dan menghentikan langkah kakinya.
Zevila yang merasa dipanggil namanya, pun langsung berhenti. Kemudian, ia menoleh ke belakang.
"Iya Tante, ada apa?" Zevila menyahut dan langsung bertanya.
"Istirahat lah, tidak perlu kamu pikirkan soal Razan. Nanti biar Tante sama Paman yang akan menyelesaikan masalah mu," ucapnya.
"Iya Tante, makasih banyak," jawab Zevila menurutinya.
"Tenang saja, semua tidak akan ada masalah, sekarang lebih baik kamu istirahat lah."
Tuan Danian ikut angkat bicara.
"Iya, Paman. Kalau boleh bertanya, apakah sudah mendapatkan kabar soal kematian ayah, Paman?"
Zevila yang begitu frustrasi karena belum juga mendapatkan informasi mengenai insiden kecelakaan, serta kematian mendiang ayahnya, hari hari yang dijalaninya tidak begitu tenang.
"Paman sedang berusaha semaksimal mungkin, untuk hasilnya kita tunggu saja nanti. Dari pihak polisi sih, murni kecelakaan dan tidak ada yang bermasalah, tapi tetap saja, Paman akan mencari titik terangnya."
Tuan Danian yang tidak ingin membuat keponakannya larut dalam kesedihan atas kematian ayahnya, sebisa mungkin untuk selalu meyakinkannya.
"Benar ya, Paman, usut tuntas soal kematian ayah." Zevila penuh harap untuk menguak kebenarannya.
"Soal kematian mendiang ayah kamu, Paman akan berusaha semaksimal mungkin, dan berusaha keras untuk mencari dalang insiden kecelakaan ayah kamu. Jadi, kamu tidak perlu khawatir, karena kejahatan seperti apapun akan terkuak dengan sendirinya." Tuan Danian ikut menimpalinya, dan menyemangati keponakannya agar tetap bersabar.
"Iya, Paman, semoga saja pelakunya segera ditemukan, dan tidak menjadi teka-teki dalam pikiran ku." Kata Zevila penuh harap, jika kematian ayahnya secepatnya terkuak.
"Ya udah, karena sudah malam, lebih baik kamu kembali ke kamar dan istirahat lah," ucap Tuan Danian.
Zevila mengangguk dan mengiyakan. Setelah itu kembali ke kamarnya untuk istirahat.
Karena sudah waktunya untuk istirahat, Zevila memilih kembali ke kamarnya dan tidur. Sama halnya dengan Vira, juga buru-buru masuk ke kamar untuk istirahat.
Di lain tempat, Razan yang lagi males pulang ke rumah, memilih main ke rumah orang kepercayaannya, siapa lagi kalau bukan Dendi Prakoza.
"Kenapa kamu Bos? jutek gitu mukanya, gimana acaranya, kelihatan lagi mules gitu ekspresi kamu Bos. Gak lagi kena masalah 'kan, Bos?"
Dendi selain bertanya, tak lupa juga meledek Bosnya. Razan yang lagi males bicara, langsung menjatuhkan diri di atas sofa dengan posisi terlentang.
"Aku bersikeras untuk menikahi Zevila, tidak bisa dirubah dengan alasan apapun, titik!" jawab Razan yang tetap berkeinginan untuk menikahinya.
"Tapi 'kan, surat wasiatnya kalau yang dijodohkan itu, si saudara sepupunya Nona Zevila sendiri, Bos."
"Vira kah yang kamu maksud?"
"Iya, siapa lagi, kata Bos Razan 'kan memang Nona Vira yang ditulis pada surat wasiat, sedangkan Bos sendiri dijodohkan dengan Vira, putri dari Tuan Danian."
"Iya juga sih, isi surat wasiatnya si memang namaku dan nama Vira yang tertulis, bukan si Zevila. Tapi, aku tetap saja, aku tidak akan melepaskan Zevila, apapun alasannya aku akan tetap memilihnya untuk ku jadikan istriku!"
Razan sendiri tetap pada pendiriannya, yakni akan menikahi Zevila, sesuai tujuannya yang sudah menjadi keputusan yang mutlak.
Karena dirinya tidak ingin semakin penat memikirkan bagaimana caranya untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya, Razan memilih untuk tidur di sofa hingga pikirannya sedikit tenang.
Di lain sisi, Tuan Arta dan juga istrinya yang baru aja sampai di rumah bersama putranya, mereka kembali ke kamarnya masing-masing untuk istirahat.
Rivan yang tengah duduk sambil memegangi ponselnya, mendadak teringat jika yang menginginkan Zevila tidak hanya dirinya, melainkan ada Razan yang juga saudara sepupunya sendiri, sama statusnya seperti Razan, yakni bagian keluarga Wigunanta.
Lain lagi di tempat kosannya Dendi, rasa kantuk yang dikuasai oleh banyaknya pikiran, Razan terlelap dari tidurnya. Dendi selaku orang kepercayaannya si Razan, selalu siaga menjaga Bosnya, sesuai amanah dari mendiang ayahnya sebelum berpisah untuk selama-lamanya.
Bahkan, untuk makan saja selalu melakukan pemeriksaan, takutnya ada makanan yang didalamnya merusak fungsi organ dalam tubuh.
Selain itu, Dendi selalu berusaha untuk tidak pernah lengah dari kata keteledorannya hingga pagi menyambutnya dengan hangat oleh mentari di pagi hari.
Tersadar dari tidurnya yang lelap, Razan membuka kedua matanya, dan memeriksa isi dalam ruangan, rupanya masih berada di rumah kosan milik orang kepercayaannya.
"Jam berapa ini?" tanya Razan sambil celingukan, dan menguap ketika bangun dari tidurnya.
Terasa gerah saat bangun dari tidurnya, Razan meraih ponsel dan melihatnya.
"Astaga! hari ini aku ada pertempuran penting dengan pihak perusahaan milik dari Gertana. Aish! benar-benar melelahkan!"
"Jadwal pertemuan sudah di cancel sejak kemarin sore, Bos. Memangnya Bos Razan tidak menerima pesan kah?"
Dendi langsung menyahut, Razan yang penasaran segera memeriksa pesan masuk dari ponselnya. Benar saja, rupanya ada pesan masuk yang diabaikan.
Razan yang begitu penat dengan pekerjaannya, juga ditambah soal masalah pribadi, sampai tidak fokus jika ada pesan masuk ke nomor ponselnya.
"Kenapa dibatalkan, Den?" tanya Razan ingin tahu.
"Tuan Vikto sedang dalam perjalanan dari luar negri, karena jadwal penerbangan yang diundur, jadinya tidak punya waktu untuk melakukan pertemuan. Selain itu, Tuan Vikto ingin bertemu langsung dengan mu, Bos. Katanya sih begitu, Bos."
"Oh, kirain karena sesuatu hal yang lain. Ya udah kalau gitu, aku pinjam bajumu, aku mau langsung ke kantor saja, dan gak perlu pulang ke rumah."
"Kenapa, Bos?" tanya Dendi sambil membereskan kamar tidurnya.
"Lagi males aja akunya, sudah cepetan siapkan baju buatku, udah siang ini!"
"Iya, Bos."
Dendi yang tidak ingin Bosnya marah dan emosi, langsung menyiapkan baju ganti. Sedangkan Razan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di lain tempat, Zevila yang sudah bangun dari tidurnya, tengah beberes didalam kamarnya. Juga, membereskan berkas-berkas untuk masuk ke kantor mendiang ayahnya.
Setelah sudah siap untuk berangkat, Zevila segera turun dan ikut sarapan pagi bersama keluarganya.
Saat sudah berada di ruang makan, Zevila tengah menikmati sarapan paginya hingga tidak terasa sudah waktunya berangkat ke kantor.
"Zevila," panggil Tuan Danian yang juga hendak berangkat ke kantor.
"Iya, Paman, ada apa?"
Zevila menyahut dan bertanya.
"Duduk sini sebentar, ada sesuatu yang sangat penting ingin Paman sampaikan ke kamu, duduklah."
Tuan Danian meminta keponakannya untuk duduk, Zevila pun mengiyakan.
"Ini, ada sesuatu yang penting, tadi malam setelah kamu masuk ke kamar, ada seseorang yang datang mengirimkannya ke rumah. Kamu boleh membacanya, dan mempercayai semuanya. Paman berharap, kamu tidak marah, juga bisa menerima kenyataan semua ini dengan lapang," ucap Tuan Danian sambil menyodorkannya sebuah lembaran kertas yang ada didalam map.
Zevila yang ingin tahu isi dalam map tersebut, langsung meraihnya dan membaca isi dalam keseluruhan di lembaran kertas yang ada didalam map.
Kalimat demi kalimat yang ia baca dari atas sampai bawah, dan tidak ada yang terlewatkan sedikitpun. Saat sudah dibaca semuanya, sungguh Zevila sangat tidak menyangka jika isi dalam kertas tersebut benar-benar di luar dugaannya. Shock sudah pasti, dan napasnya mendadak terasa panas.
"Maksudnya Paman, ini apa? yang benar saja, kalau Papa mempunyai hutang sebesar ini, tidak mungkin!"
"Paman juga awalnya tidak percaya, tapi kenyataannya memang begini. Kalau mendiang Papa kamu sekarang kasusnya sedang ditangani, dan mendiang Papa kamu telah dijadikan tersangka. Hari ini juga, kita akan proses semua permasalahan, dan sebisa mungkin untuk menghapus nama buruk keluarga Arigama. Jadi, kita tidak punya jalan lain selain menjual Perusahaan untuk mengganti rugi jika ayah kamu dinyatakan bersalah. Kamu tenang saja, Paman akan mencari tahu kebenarannya soal kematian ayah kamu."
"Terus, kalau perusahaan Papa dijual, kita jatuh miskin dong, Paman?"
Tuan Danian mengangguk.
"Benar, makanya Paman mau mencari kebenarannya. Kalau sudah ditemukan pelakunya, maka kita akan membalaskan dendam atas kematian ayah kamu." Kata Tuan Danian.
"Tapi, bagaimana caranya, Paman? Bukankah sangat sulit untuk menemukan pelakunya? kalau ternyata memang ayah yang bersalah, kita bisa apa, Paman?"
"Paman yakin kalau kematian ayah kamu pasti ada yang sudah merencanakan, percayalah sama Paman." Kata Tuan Danian meyakinkan keponakannya.
"Semoga saja, Paman. Aku berharap pelakunya segera ditemukan!"
Saat itu juga, Tuan Danian dikagetkan suara dering pada ponselnya. Kemudian, cepat cepat untuk menerima panggilan video call.
Dengan suara yang sudah ditinggikan volumenya, Zevila maupun Tuan Danian, juga istrinya maupun Vira dapat mendengarkannya.
Tidak ada yang bersuara sepatah kata pun, mereka benar-benar fokus mendengarkan suara lewat panggilan video.
Betapa terkejutnya si Zevila ketika mendengarnya. Juga, bukti rekaman yang di tunjukkan oleh orang kepercayaan dari Tuan Danian.
"Apa! jadi, yang menyebabkan kecelakaan adalah Tuan Arival?"
Tubuh Zevila terasa tak berdaya ketika mendengar bukti yang ditunjukkan oleh orang kepercayaan dari Pamannya.
"Kamu sudah tahu kebenarannya, 'kan? terus, apa tujuan kamu? apakah akan membalaskan dendamnya pada si Razan?"
Zevila yang mendengar penuturan dari Pamannya, pun terasa pening untuk mencerna dalam setiap kalimatnya, sungguh benar-benar sulit untuk dipahami dan cerna.
"Gak! aku gak percaya kalau ayahnya Razan adalah dalang dibalik kematian ayahnya Zevila. Aku yakin kalau ayah kamu mati karena kesalahannya sendiri!"
Vira yang mendengarnya, pun merasa tidak terima ketika lelaki yang disukainya akan dijadikan alat balas dendam.
"Ini kenyataannya, dan Papa tidak bisa berada di pihak Razan. Sepertinya kamu harus lupakan Razan, dan menjauhinya." Tuan Danian akhirnya memberi keputusan kepada putrinya untuk mengakhiri rencana perjodohan.
"Apa kata Papa tadi, mengakhiri perjodohan? Gak! aku gak mau." Vira tetap dengan pendiriannya.
"Jangan membantah!" bentak Tuan Danian.
"Tapi, Pa-"
"Masih banyak lelaki yang lebih baik dari Razan, percayalah dengan Papa, Vira!"
Zevila sendiri masih diam, berusaha untuk mencernanya. Betapa shock ketika mengetahui kebenarannya. Sedangkan Vira mendengkus kesal.
"Begini saja, Zevila siap menerima pernikahan dengan Razan. Dari situlah, kamu memulai melakukan rencana untuk membalaskan dendam atas kematian ayahmu lewat Razan, kamu racuni dia, dan buat tak berdaya hidupnya, setelah itu, kamu tinggalkan lelaki yang bernama Razan saat benar-benar jatuh cinta dengan mu."
"Apa! Zevila harus membuat Razan jatuh cinta dengannya? tidak! aku tidak akan terima rencana Papa yang sangat konyol itu."
"Papa tidak mempunyai pilihan lain untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya Zevila. Mau bagaimana pun, ayahnya Zevila adalah seorang Kakak yang sudah sangat berjasa kepada Papa." Kata Tuan Danian. Zevila menghela napasnya.
Zevila yang semakin penat untuk mencerna setiap ucapan dari Pamannya, memilih untuk mengatur napasnya yang terasa shock ketika mendengar insiden kematian ayahnya disebabkan oleh seseorang, yakni mendiang orang tuanya Razan.
"Kamu tenang saja, kami pasti akan membantumu untuk membalaskan dendam atas kematian ayahmu. Jadi, kamu tidak perlu terkecoh menerima paksaan untuk menikah dengan Razan, lelaki yang sebenarnya harus kamu singkirkan untuk selama-lamanya."
Tuan Danian berusaha untuk meyakinkan Zevila agar percaya dengan ucapannya.
"Baik, Paman, aku yang akan menikah dengan Razan, dan aku juga yang akan membalaskan dendam ku padanya. Tidak perlu lewat Vira, karena aku yang akan melakukannya sendiri."
Kamu serius?" tanya Tuan Danian kepada keponakannya.
Zevila mengangguk dan mengiyakan.
Dengan perasaan yang sudah sangat geram dan dongkol, Zevila langsung memberi keputusannya, yakni menikah dengan Razan, lelaki yang diketahui sudah menyebabkan kematian ayahnya.
"Aku gak terima kalau Zevila yang menikah dengan Razan, Pa! pokoknya aku yang harus menjadi istrinya."
Vira tiba-tiba menyahut saat mendengar Zevila menyanggupi untuk menerima paksaan dari Razan.
"Diam, kamu!" bentak Tuan Danian kepada putrinya.
"Pa!"
"Diam!"
"Baik lah, jika Zevila bersedia menikah dengan Razan. Tapi ingat, tujuan kamu menikah dengan Razan itu hanya untuk membalaskan dendam padanya, bukan untuk jatuh cinta."
"Pa! aku gak terima jika Zevila menikah dengan Razan. Karena dia lelaki yang aku cintai!" sahut Vira ikut menimpali bercampur emosi.
"Lebih baik kamu masuk ke kamar, biar otak mu agak warasan sedikit, ngerti kamu!"
"Tapi, Pa-"
"Tidak ada tapi tapian, sekarang juga kamu masuk ke kamar." Perintah Tuan Danian kepada putrinya.
Vira yang tidak bisa berkata apa-apa lagi, dirinya hanya bisa nurut dan mengikuti apa kata sang ayah.
Sedangkan Zevila yang penuh kebencian, sedikitpun tidak segan-segan jika harus membalaskan dendamnya kepada lelaki yang memilih dirinya untuk dinikahi. Namun, bukannya menolak, justru siap untuk menikah dengan Razan, tentunya untuk membalaskan dendamnya kepada seseorang yang diketahui anak dari orang yang sudah menyebabkan kematian ayahnya.
"Waktu kita tidak banyak, kita segera berangkat untuk mengurus masalah yang sedang ditangani oleh polisi. Hari ini juga, kita akan selesaikan masalah ayah kamu, secepatnya agar segera diproses." Kata Tuan Danian yang sudah siap untuk berangkat.
Zevila yang sudah bersemangat karena akan mulai karirnya di kantor, kini harus mendapatkan masalah yang lumayan cukup berat untuk ditangani. Namun, mau bagaimana lagi, hanya bisa berusaha dan berusaha, yakni mendapat keputusan yang baik.
Di tempat lain, Razan yang tengah dalam perjalanan menuju tempat kerjanya, teringat dengan sosok Zevila. Namun, lamunannya buyar saat sudah sampai di depan pintu masuk.
Lain lagi di kediaman keluarga Wigunanta, Rivan yang sudah siap untuk berangkat ke kantor, rasanya begitu malas saat mengingat ucapan dari Razan yang akan tetap menikahi perempuan yang disukainya.
"Rivan, kamu gak ke kantor? dah jam berapa ini?" tanya Tuan Arta membuyarkan lamunannya.
"Nanti, Pa, lagi males berangkat terlalu pagi. Oh iya, Kak Razan beneran gak pulang kah? perasaan dari tadi gak kelihatan,"
"Mungkin tidur di rumah kosannya Dendi, kemana lagi kalau gak ke rumah kosannya. Kenapa memangnya? kelihatan lesu kamunya,"
"Gak apa-apa, ya udah ya, Pa, aku berangkat duluan."
Rivan yang sama sekali tidak bersemangat, segera berangkat ke kantor. Dengan kecepatan tinggi, Rivan mengendarai mobilnya tanpa supir yang mengantarkannya ke kantor.
Saat sampai di tempat kerjanya, hilang sudah semangatnya. Pikirnya setelah menduduki kursi impiannya, yakni pindah tempat dan menjadi kepala pimpinannya perusahaan, kemudian Rivan berencana untuk melamar pujaan hatinya, perempuan yang disukainya sejak masih sekolah dan kuliah.
Kini, saat mengetahui kalau saudara sepupunya memilih Zevila untuk dinikahi, hatinya hancur, meski kenyataannya belum benar keputusannya. Tetap saja, Rivan tidak bersemangat ketika yang menjadi saingannya adalah saudaranya sendiri.
Baru juga masuk, ingin rasanya putar balik dan mencari tempat yang bisa menenangkan pikirannya. Namun, tidak disangka jika di hadapannya ada sosok Razan yang berdiri tegap di depannya.
"Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, ayo ikut aku."
Razan mengajak Rivan untuk membicarakan sesuatu hal penting di tempat lain. Rivan yang tidak bisa menolak ajakan saudaranya, mengiyakan dan mengikutinya dari belakang. Rupanya mengajaknya masuk ke ruang kerjanya.
"Duduk lah, ada hal penting yang ingin aku sampaikan, yakni mengenai tanggung jawab sepenuhnya padamu."
Razan tidak ingin bertele-tele, dan langsung bicara ke pokok intinya. Tidak ada pilihan lain selain menerima perintah dari sang kakak, Rivan duduk di depan saudara sepupunya.
"Memangnya hal penting apa yang ingin Kak Razan sampaikan padaku?" tanya Rivan yang begitu serius menatap saudara sepupunya.
"Mulai besok kantor ini kamu yang akan urus, dan kamu yang akan bertanggungjawab sepenuhnya, berhasil atau tidaknya, ada pada diri kamu. Aku percayakan semua yang mengenai kantor ini, kamulah orangnya. Jangan kecewakan keluarga Wigunanta, kamu mengerti?"
"Kak Razan beneran yakin kah, jika aku yang akan urus semuanya? kalau sampai aku gagal, bagaimana?"
"Itu berarti kamu gagal untuk meraih keberhasilan, dan aku akan ambil alih. Jika terjadi kemerosotan soal pendapatan yang bisa menumbangkan perusahaan, maka tidak ada kesempatan kedua untuk mu, paham 'kan?"
"Baik lah, jika Kak Razan mempercayai ku untuk mengelola perusahaan di kantor ini, maka aku akan menyanggupinya. Tapi ingat, jika aku gagal, jangan menyalahkan ku dalam sepihak."
"Tergantung permasalahannya, bisa ditoleransi atau enggaknya," ucapnya.
"Sudah tidak ada yang dibicarakan lagi 'kan? kalau tidak ada, aku mau pamit keluar, pekerjaan ku hari ini numpuk, permisi."
"Satu lagi, jauhi Zevila, karena dia sudah menjadi calon istriku."
Rivan yang mendengarnya, napasnya terasa panas, juga tak lupa mengepalkan kedua tangannya yang terasa geram saat perempuan yang disukainya telah direbut oleh saudara sepupunya sendiri.
'Mentang-mentang kamu yang berkuasa di keluarga Wigunanta, dengan seenak jidat mu untuk menguasai segalanya, tidak akan!' batin Rivan penuh geram dan terasa dongkol.
"Kak Razan tenang saja, karena aku tidak akan merebutnya darimu." Sahut Rivan tanpa menoleh, lalu bergegas pergi meninggalkan ruang kerja saudaranya.
Razan yang sudah mendengarnya, pun segera membereskan tempat kerjanya, lantaran Rivan yang akan menggantikan posisinya. Sedangkan dirinya akan pindah tempat kerjanya, yang tidak lain di sebuah perusahaan yang satunya, yakni milik mendiang ayahnya yang pernah diduduki.
Di tempat lain, Zevila yang tengah ditemani Tuan Danian, rasanya benar-benar sudah tidak sabar untuk bertemu dengan seseorang yang ada di video call, ingin segera berhadapan langsung dan meminta bukti yang akurat. Juga, tidak ingin berlama-lama menunggu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!