NovelToon NovelToon

Menikah Dengan Kakak Mantan Pacarku

Pernikahan harus berlangsung

Semua orang berlari dengan panik, mereka sibuk berlalu lalang untuk mencari seorang laki-laki, dia adalah orang yang akan melangsungkan pernikahan hari ini. Laki-laki itu menghilang bagai ditelan bumi dan itu berhasil membuat keluarga mempelai wanita panik dan ketakutan. Mereka tak akan bisa menahan rasa malu jika pernikahan ini dibatalkan.

Kegaduhan telah terjadi dilingkarkan keluarga mempelai wanita. Sedangkan Elvira masih terlihat tenang sambil membawa mawar putih di tangannya. Hari ini adalah hari yang paling ia tunggu sejak beberapa bulan yang lalu, tapi ternyata hal yang tidak terduga terjadi tepat beberapa saat sebelum pernikahan dimulai. Calon suaminya telah kabur dan enggan untuk melanjutkan pernikahan bersamanya.

Elvira adalah seorang putri dari pengacara terkenal dan ia memiliki prestasi yang baik di sekolahnya. Selama kuliah, ia menjalin hubungan dengan seorang laki-laki bernama Zayden. Mereka adalah teman satu kelas di jurusan Ekonomi Manajemen. Setelah berteman selama satu tahun, mereka pun menjalin hubungan kekasih setelahnya. Hal itu menjadikan mereka pasangan kampus paling terkenal di Fakultas.

Saat perayaan wisuda, Zayden melamar Elvira di depan semua orang dan Elvira pun terharu serta langsung menerimanya. Tapi itu semua adalah sebuah kebohongan, pada kenyataannya Zayden belum siap untuk bersama dengan Elvira, apalagi terikat seumur hidup dengannya. Akan tetapi Zayden sudah terlanjur melamar dan terpaksa harus menikahinya.

Sekarang Zayden menghilang dan tak tau pergi kemana. Menurut penuturan beberapa orang yang melihat Zayden, laki-laki itu pergi bersama sahabat Elvira sendiri yaitu Viona. Hal itu membuat Elvira patah hati, namun ia berusaha untuk bersikap lebih tenang. Elvira percaya pada laki-laki itu, bahkan ketika berita kepergian Zayden sampai ke telinganya beberapa saat yang lalu. Ia masih duduk di tempat yang sama sambil berharap Zayden akan kembali dan menyesali keputusannya untuk kabur.

Sudah satu jam berlalu dan tamu undangan telah berkumpul serta menikmati hidangan yang ada. Akan tetapi para keluarga inti masih sibuk mencari keberadaan Zayden. Ibunya Elvira terus mengutuk dan mengumpat. Ia berharap Zayden akan mendapatkan karma atas semua perlakuan buruk yang ia lakukan pada putri mereka.

Rima menatap putrinya dengan tatapan sedih dan marah. Ia tau putrinya kecewa dengan tingkah Zayden tapi mereka tak boleh menutup mata bahwa Zayden bukan hanya mempermalukan Elvira saat ini, tapi juga mempermalukan keluarga besar Handoko.

"Ibu sudah katakan padamu, Zayden itu masih labil dan belum memiliki pijakan yang pasti. Kalian buru-buru menikah setelah wisuda, sekarang lihat akibatnya! Zayden kabur entah kemana. Jika pernikahan ini gagal, mau di taruh kemana wajah keluarga Handoko. Ibu mengatakan ini bukan karena ibu tidak bersimpati padamu, tapi lihatlah kenyataan. Zayden bukan pilihan yang tepat untuk dijadikan suami."

Elvira hanya mampu diam dan menatap bayangannya di depan cermin dengan wajah datar. Ia ingin mengelak tapi semua yang dikatakan ibunya adalah sebuah kebenaran. Zayden adalah seorang pengecut yang tidak berani mengambil keputusan dan menikah dengannya adalah sebuah bencana. Sebenarnya Elvira patut bersyukur karena pernikahan ini gagal, setidaknya ia terselamatkan dari laki-laki tidak bertanggungjawab itu. Tapi rasa malu keluarga tidak dapat ia hindari dan itu akan menjadi rasa malu seumur hidup untuknya.

"Ibu nggak mau tau, pernikahan ini harus tetap berlangsung. Dengan Zayden atau bukan Zayden, Ibu tidak peduli."

Keluarga besar telah sepakat untuk melangsungkan pernikahan. Hal ini terjadi karena keluarga besar tak mau menanggung malu. Semua tamu undangan hari ini adalah orang-orang penting yang memiliki pengaruh luar biasa. Jika pernikahan ini gagal maka akan menjadi bahan cemoohan. Apalagi keluarganya adalah keluarga yang terpandang dan memiliki perhatian khusus terhadap apa yang disebut reputasi.

Tak lama suara ketukan di pintu terdengar. Rima membuka pintu dengan tidak sabar, ia masih belum puas mengomeli putrinya. Saat pintu terbuka wajah laki-laki tampan segera masuk ke penglihatan wanita paruh baya itu. Laki-laki setinggi 185an dengan tubuh tegak dan kekar. Wajahnya memang terlihat lebih dewasa dan sedikit berumur, tapi itu tak menghentikan kharisma dan ketampanannya. Jika diperkirakan umur laki-laki itu mungkin 35 tahun, belasan tahun lebih tua dari Elvira.

Laki-laki itu memberi hormat pada Rima sambil tersenyum formal.

"Halo saya Ivan, saya kakak dari Zayden."

Mendengar hal itu, Elvira langsung berbalik dengan kaget dan heran. Selama 3 tahun pacaran, ia belum pernah mendengar bahwa Zayden memiliki seorang kakak laki-laki. Menurut penuturan Zayden, dia adalah anak tunggal dan Ayahnya telah lama meninggal akibat kecelakaan dalam pekerjaan. Tapi saat melihat laki-laki di depannya, Elvira pun menyadari bahwa laki-laki itu terlihat seperti Zayden dengan versi yang lebih dewasa.

Melihat wajah heran Elvira, laki-laki itu kembali tersenyum formal. Tampilannya yang rapi menambah kesan bermartabat, hingga membuat Elvira sungkan untuk tidak membalas senyum itu.

"Zayden mungkin tidak pernah menceritakan soal keberadaan ku padamu. Kami adalah saudara kandung, hanya saja orang tua kami bercerai karena dugaan perselingkuhan. Zayden ikut dengan ibuku dan pindah ke luar kota, sedangkan aku tetap tinggal bersama Ayahku. Aku rasa Zayden dan ibuku masih marah pada Ayahku jadi mereka enggan menyebutkan tentang keberadaan kami terhadap orang luar."

Mendengar kata 'orang luar' dari mulut laki-laki itu, Elvira hanya mampu terdiam. Ia tidak menyangka ada hal penting yang akan Zayden sembunyikan darinya. Hal itu membuat Elvira mencibir di dalam hati. Sejak awal sepertinya Zayden tak pernah percaya padanya. Mungkin bagi Zayden, Elvira adalah orang luar hingga tidak diperbolehkan tau tentang fakta soal keluarganya.

Laki-laki itu melihat jam di tangannya dan langsung menatap Elvira sekali lagi. Tatapan itu sangat datar hingga membuat Elvira merasa dingin.

"Sekarang sudah hampir jam 10, sudah saatnya pernikahan dilaksanakan." ucap Ivan datar.

"Bagaimana pernikahan dilaksanakan jika mempelai laki-laki nya kabur entah kemana." ucap Rima ketus.

Ivan menatap wajah Rima sambil memberi hormat.

"Saya sudah berbicara pada Tuan Handoko dan beliau meminta pernikahan harus tetap berlangsung. Zayden telah ditemukan di bandara sebelumnya dan sekarang mungkin sudah ada di atas pesawat. Jadi sebagai perwakilan keluarga saya akan bertanggung jawab untuknya."

Mendengar pernyataan itu Elvira langsung kaget, ia tak menyangka Zayden akan sejauh itu menghindarinya. Tapi kali ini Elvira tidak punya pilihan lain, yang lebih penting hari ini adalah menikah. Entah itu bersama Zayden ataupun kakaknya, itu tidak masalah. Selama pernikahan di mata para tamu tetap berlangsung dan ia dapat menghindari rasa malu maka ia akan melakukannya.

Rima pun menatap putrinya, sebenarnya dibandingkan Zayden, Ivan jauh lebih bisa diandalkan. Jadi ia tak akan protes jika Ivan menggantikan Zayden sebagai menantu dan menikahi anaknya.

"Kalau begitu ayo kita mulai pernikahannya."

Pernikahan tanpa cinta

Wajah sumringah keluarga Elvira membuat perasaan gadis itu sedikit berdenyut. Ia menunduk untuk sementara, lalu menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Elvira selalu tau bahwa harga diri keluarga adalah yang nomor satu. Apapun yang terjadi wajah keluarga Handoko tidak boleh jatuh di depan orang lain.

Elvira memegang lengan ayahnya sambil berjalan ke atas altar. Wajahnya terlihat datar dan terkesan tidak bernyawa, sangat kontras dengan ekspresi Ayahnya yang terlihat bangga dan antusias.

Keluarganya adalah keluarga hukum, Ayahnya adalah pengacara hebat. Bersikap profesional dan bermuka dua adalah keahlian dasar untuk menjalin kerjasama dengan orang-orang besar dan berpengaruh. Hal inilah yang membuat Elvira memilih jalur yang berbeda. Ia ingin menjadi seorang pengusaha hebat dan terlepas dari bayang-bayang keluarganya. Ia pun mengambil ekonomi manajemen sebagai pilihan. Hanya saja hidup terkadang tidak sesuai dengan rencana. Lihatlah ia sekarang, tunduk dan patuh demi apa yang disebut reputasi.

Sebagai orang yang berpengalaman, Ayahnya tentu tau seperti apa perasaan sang putri saat ini. Hanya saja wajah orang-orang telah tertuju pada mereka berdua, jadi ia memegang pelan tangan putrinya sambil memperingatkan.

"Tersenyum Elvira."

Mendengar peringatan dari sang ayah, Elvira pun langsung menegakkan tubuhnya. Ia tidak mau terlihat lemah hari ini, jadi ia ingin membuktikan pada mantan pacarnya bahwa ia baik-baik saja setelah ia ditinggalkan. Elvira ingin membuktikan bahwa ada atau tidaknya Zayden dalam hidupnya, ia tetap akan tetap bahagia.

Elvira menatap Ivan yang ada di depannya. Laki-laki itu terlihat tenang dan berwibawa. Walaupun ini adalah acara sakral dengan sumpah pernikahan, tapi sikap yang ditunjukkan oleh Ivan terlihat seperti seseorang yang terbiasa dibawah tekanan. Entah darimana pemikiran bodoh itu, yang jelas Elvira merasa lega karena satu masalah dalam hidupnya bisa ia selesaikan dengan cepat.

Budi menatap calon menantunya dengan perasaan puas, lalu ia pun tersenyum sekilas. Ia menyerahkan tangan Elvira dan meninggalkan pasangan itu untuk berdiri di atas altar bersama. Tak lupa ia mengucapkan kalimat mengharukan untuk membuatnya terlihat lebih realistis dan agak dramatis.

"Aku serahkan putriku padamu." Sambil menepuk bahu Ivan dan memasang mata sendu yang berkaca-kaca.

Ayahnya terlihat menyedihkan dan itu membuat Elvira ingin memutar matanya dengan malas. Ia bosan melihat wajah sedih ayahnya yang terkesan palsu dan dipaksakan. Hanya saja hari ini adalah hari pernikahannya, jadi Elvira terpaksa menanggungnya dan tetap diam sampai akhir. Akan tetapi hal berbeda dilakukan oleh Ivan, laki-laki itu menanggapi akting mertuanya dengan ekspresi yang tak kalah dramatis dan mengharukan.

"Tenang saja Ayah, aku pasti akan menjaga dan membahagiakan Elvira."

Betapa bagusnya mental Ivan, dalam waktu kurang dari 30 menit ia dapat menerima keluarga baru dengan begitu terbuka. Ivan bahkan dengan mudah mengimbangi akting ayahnya yang berlebihan. Ia tak memiliki rasa canggung sedikit pun untuk memanggil orang asing sebagai Ayah dan menikahi anak gadis orang lain tanpa pandang bulu. Jika ini dalam keadaan normal Elvira pasti akan mencibirnya, akan tetapi situasi yang begitu sulit membuat Elvira hanya bisa mengucapkan terimakasih. Apapun itu, Ivan saat ini bisa dikatakan sebagai penolongnya dari rasa malu.

Mereka berdua berhadapan dengan pendeta sambil berpegangan tangan dengan begitu hikmat. Mengucapkan janji pernikahan dan memasangkan cincin ke jari manis.

Saat sesi berciuman Elvira menjadi kaku dan tak bisa bergerak. Ia adalah orang yang konservatif dan belum pernah melakukan hal intim dengan seorang laki-laki. Ini adalah pertama kalinya ia harus berciuman dengan orang lain, walaupun Ivan sekarang telah menjadi suaminya tapi tetap saja ia bisa dikategorikan sebagai orang asing. Bahkan saat ia bersama Zayden di masa lalu, Zayden tak pernah melakukan hal ini pada Elvira. Zayden mengatakan bahwa ia akan mencium Elvira ketika mereka telah sah menjadi suami istri. Dalam benak Elvira kala itu, ia merasa bahwa Zayden sangat mencintainya dan menjaganya hingga akhir. Tapi sekarang Elvira berfikir sebaliknya. Mungkin Zayden tak pernah benar-benar tertarik padanya, hingga dia bahkan enggan untuk menyentuhnya.

Ivan mengerti apa yang Elvira rasakan saat ini. Jadi ia pun mengambil inisiatif dan membelai pelan pipi istrinya. Setelah itu ia mengecup bibir istrinya dengan selembut dan sepelan mungkin.

Melihat pasangan yang terlihat begitu harmonis, orang-orang pun lalu bertepuk tangan dengan meriah. Pada dasarnya tamu hari ini terdiri dari keluarga inti dengan banyak mitra kerja. Jadi dapat dikatakan ini masih terbilang aman. Kebanyakan dari tamu tak pernah benar-benar melihat seperti apa sosok calon suami Elvira yang sebenarnya.

Menurut rencana Elvira dan Zayden, mereka ingin melakukan dua sesi pernikahan. Satu pemberkatan yang hanya dihadiri oleh keluarga inti dan mitra kerja keluarganya dalam bisnis. Sedangkan sesi selanjutnya adalah resepsi yang dihadiri oleh teman-teman dekat mereka. Tapi karena pernikahan dengan Zayden gagal maka resepsi pun akan ia batalkan.

Melihat wajah datar Elvira, Ivan langsung berjalan lebih dekat.

"Elvira?"

"Ya?"

"Tersenyumlah, kita akan pergi untuk menyapa tamu."

Ivan tersenyum dan menggenggam tangan Elvira, lalu berjalan menuju para tamu sambil menyapa. Kekuatan sosialisasi yang dimiliki Ivan begitu sempurna, ia dapat berbicara dengan siapa saja tanpa rasa canggung dan grogi. Terkadang akan ada pertanyaan nyeleneh dari beberapa tamu iseng, tapi Ivan akan selalu menjawab dengan rendah hati dan tidak menyinggung.

"Kamu sangat beruntung mendapatkan Istri yang sangat cantik. Jika aku jadi kamu aku tidak akan melepaskannya sejak malam pertama hahahaha."

Suara tawa itu begitu menggelegar dan membuat orang-orang ikut tertawa juga. Melihat betapa baiknya sang Ayah memperlakukan tamu ini, Elvira dapat memprediksi bahwa tamu ini pasti orang yang sangat penting.

Ivan pun ikut tertawa, "tentu saja. Jika diizinkan aku ingin membawa Elvira sekarang juga dan menghentikan pesta dengan cepat."

"Hahaha benar-benar anak muda yang tidak sabaran. Budi, menantu mu sangat lucu, aku suka yang seperti ini. Kalau dia tidak menjadi menantu mu sekarang, mungkin aku akan menyeretnya untuk dinikahkan dengan putri ku yang ada di rumah."

Mendengar hal itu Budi juga ikut tersenyum. "Sayang sekali putrimu tidak seberuntung putriku."

Mereka pun langsung tertawa bersama. Hal itu membuat Elvira sedikit cengok, ia tidak paham dimana letak kelucuan dari semua percakapan yang mereka lontarkan sejak tadi. Selera humor bapak-bapak menurutnya begitu aneh dan terkesan garing.

Ivan yang belasan tahun lebih tua dari Elvira pun hanya mampu mengelengkan kepala sambil tersenyum. Terkadang ia sedikit geli melihat ekspresi Elvira yang mencoba mengerti selera humor para tamu yang dominan bapak-bapak. Ekspresinya begitu lucu dan imut hingga membuat Ivan menjadi lebih terhibur.

Hanya berdua

Pesta pernikahan berlangsung dengan begitu meriah. Semua orang menikmati makanan dan tersenyum dalam kebahagiaan.

Saat semua orang terlena dan menikmati pesta dengan santai, Elvira menarik tangan Ivan ke sudut ruangan dimana perhatian semua orang sedang tak tertuju pada mereka. Elvira lalu menggenggam gaun nya dengan perasaan gugup. Wajahnya memerah dan ia sedikit menunduk.

"Terima kasih." ucap Elvira pelan.

Suara itu begitu lembut dan berhasil masuk ke telinganya Ivan. Selama beberapa jam, ini adalah kalimat pertama yang dikeluarkan gadis itu untuknya. Ivan merasa tersanjung dan lucu, tingkah Elvira begitu imut di matanya. Sekarang ia mengerti kenapa adiknya yang manja mau menikahi gadis seperti ini. Elvira begitu manis dan baik, bahkan disituasi sulit semacam ini ia masih menyempatkan untuk mengucapkan terima kasih pada orang yang telah membantunya.

Ivan membelai pelan kepala Elvira, tingkahnya seperti seorang Ayah yang sedang membujuk putrinya.

"Kenapa kamu berterima kasih? Ini adalah kesalahan Zayden, aku hanya mencoba menutupi kesalahannya. Sebagai seorang kakak, aku memiliki kewajiban untuk melakukan hal ini. Justru akulah yang harusnya berterimakasih padamu. Terima kasih karena telah menikah dengan ku."

Elvira terdiam sejenak, ia menatap mata Ivan dan merasa ingin menangis setelahnya. Selama proses pernikahan berlangsung, Ivan adalah satu-satunya orang yang bersikap sangat lembut padanya. Pernikahan hari ini begitu melelahkan dan itu benar-benar menguras tenaganya. Tapi tak ada satupun anggota keluarganya yang datang untuk menghiburnya. Bahkan sang ibu datang menemuinya hanya sekedar untuk mengomel tentang betapa buruknya ia memilih seorang suami.

Ivan paham bahwa Elvira saat ini sedang bersedih dan membutuhkan dukungan. Keluarganya tak mungkin menghiburnya saat ini, ia pun berinisiatif menggenggam pelan tangan Elvira lalu memeluknya dengan lembut. Hal itu itu membuat tubuh alvira sedikit bergetar dan ia pun menangis dalam diam.

Setelah menangis untuk waktu yang lama, akhirnya perasaan Elvira menjadi lebih ringan. Ia menatap Ivan sekali lagi dan berterima kasih. Tapi Ivan tidak menjawab dan hanya terus membelai kepalanya dengan lembut.

Ivan membawa Elvira keluar dari tempat itu. Elvira pun kaget dan menatap Ivan dengan tatapan heran.

"Kemana kita akan pergi?"

"Ketempat dimana kita hanya bisa berdua."

Setelah itu mereka naik lift menuju lantai paling tinggi. Setelah sampai di atap gedung, pemandangan malam langsung menerpa penglihatan mereka. Ivan membawanya ke ujung gedung dan mereka pun melihat pemandangan dengan lebih jelas.

Cahaya lampu yang begitu indah dengan warna-warni serta orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Pemandangan itu terlihat begitu harmonis dan sedikit meringankan beban pikiran yang ada ada di dalam otak Elvira. Kehidupan orang di luar sana terlihat begitu berwarna dan penuh dengan canda tawa. Hal itu membuat ia tersadar bahwa hidup akan terus berjalan sebagaimana mestinya, tidak peduli apakah ia akan sedih atau terjatuh karena nya. Lagipula ia bukan manusia satu-satunya di dunia ini, hingga harus membuat kehidupan berhenti dan memaklumi kesedihannya untuk sejenak.

Zayden telah meninggalkannya maka ia harus merelakan laki-laki itu dan memulai kehidupan baru bersama orang lain. Walaupun 3 tahun bukan waktu yang singkat, tapi Elvira percaya bahwa waktu juga bisa menyembuhkannya.

Elvira menikmati angin yang menerpa wajahnya, ia pun menghembuskan nafas pelan dan memenangkan pikirannya agar lebih jernih. Ini adalah perasaan terbaik yang ia miliki setelah seharian cemas dan patah hati. Elvira akhirnya dapat melihat dunia lebih jernih dan mencoba untuk menikmatinya.

"Sangat indah." ucap Elvira sambil tersenyum kecil.

Elvira memandang dengan tatapan sendu dan sedikit kosong. Hal itu membuat Ivan sedikit bersimpati dan ingin memeluknya lagi. Hanya saja ia takut dianggap terlalu vulgar dan memanfaatkan keadaan.

Angin malam yang ada di atas gedung membuat Elvira merasa kedinginan. Apalagi ditambah dengan gaun pernikahan yang bisa dikatakan terlalu tipis. Ivan yang menyadari Hal itu pun melepas jas miliknya dan memakaikannya pada Elvira.

"Pakailah." ucapnya lembut.

Sikap Ivan yang begitu perhatian perlahan membuat Elvira merasa nyaman. Walaupun ada rasa sungkan dalam dirinya, ia tetap menerima dan mengucapkan terima kasih. Ia pun memakai jas milik Ivan dan menikmati pemandangan dengan lebih hikmat.

"Terima kasih karena membawaku ke tempat ini."

Ivan pun melihat Elvira dan tersenyum ringan. "Kenapa kamu selalu mengucapkan terima kasih? Ini sudah seharusnya dilakukan oleh seorang suami untuk istrinya, ketika istrinya sedang sedih atau merasa lelah."

Mendengar hal itu Elvira terdiam sejenak, ia memandang Ivan dengan lebih intens dan mulai bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Ivan mengatakan hal itu?

Pernikahan ini adalah pernikahan dengan nama. Tak ada perasaan lebih yang terlibat. Itu membuat Elvira merasa pesimis dan menganggap pernikahan ini bukanlah sesuatu yang ia impikan. Tapi entah mengapa ia merasa Ivan memiliki pemikiran yang berbeda.

Setelah sekian lama ragu, akhirnya Elvira memberanikan diri menanyakan tentang sikap Ivan padanya.

"Apakah kamu menganggap pernikahan ini serius?"

Ivan yang mendapatkan pertanyaan seperti itu langsung mengubah ekspresinya. Ia menatap Elvira lebih dingin dan itu berhasil membuat Elvira merasa takut dan mundur satu langkah. Tapi hal itu tidak membuat perasaan Ivan mereda.

"Apakah kamu menganggap pernikahan ini main-main Elvira?"

"Hah?"

Elvira merasa bingung dan tidak bisa menjawab. Suara dingin yang Ivan keluarkan begitu menusuk hatinya, entah kenapa ia merasa bersalah dan takut pada laki-laki itu saat menatapnya dengan galak.

"Ten-tentu saja tidak, aku hanya bertanya padamu. Aku takut kamu akan melakukan hal yang sama seperti Zayden."

Mendengar hal itu perasaan Ivan langsung menghangat, ia menatap Elvira dengan cara yang lebih lembut dari sebelumnya.

"Tentu saja aku berbeda dari Zayden." ucapnya meyakinkan.

Mendengar hal itu Elvira entah mengapa merasa begitu terjamin. Sikap tegas Ivan dan perlakuannya yang begitu lembut hingga membuat Elvira berfikir bahwa mungkin tidak masalah untuk melanjutkan pernikahan ini.

Saat Elvira masih berfikir wajahnya terlihat begitu serius dan lucu. Hal itu berhasil menggaruk perasaan Ivan untuk melakukan hal lebih. Ia memegang wajah Elvira sekali lagi dan mengecup bibir kecil itu dengan lembut. Namun hal yang membuatnya kaget adalah, Elvira tidak menolak ciumannya. Bahkan gadis itu terlihat menikmati dan menutup matanya, seolah ia menunggu untuk dipuaskan dan dilayani dengan cara terbaik.

Ivan merasa menjadi lebih percaya diri. Ia pun mencium Elvira dengan lebih intens sambil memeluknya untuk lebih dekat. Saat mereka berpelukan dan menikmati ciuman dengan ditemani angin malam serta pemandangan lampu yang begitu indah. Pikiran Ivan pun melayang dan ia merasa nyaman dengan apa yang telah ia lakukan.

'gadis ini tidak buruk' ucapnya dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!