NovelToon NovelToon

Married With Neighbor

Gagal

Pagi ini suasana di sebuah rumah terlihat sedikit heboh. Hal itu lantaran pagi-pagi sudah terdengar suara seorang ibu yang tengah mengomeli putranya.

"Daffin jangan pura-pura tidur. Mama tau kamu sudah bangun sejak tadi." Itu adalah suara Rosalina atau biasa dipanggil mama Lina.

Sudah tiga kali dia bolak-balik kekamar putranya hanya untuk membangunkan sang anak yang dia tahu saat ini tengah berpura-pura dalam keadaan tidur.

"Mah, ini tu hari libur. Biarin lah anak mama yang ganteng ini nikmati liburannya sebelum besok udah mulai kerja." Daffin terlihat masih enggan untuk beranjak dari posisinya saat ini. Dia masih ingin menikmati weekend ini dengan mengistirahatkan tubuhnya. Apalagi dirinya baru dua hari yang lalu tiba dirumahnya setelah bertahun-tahun jarang pulang lantaran dirinya yang kala itu tengah menuntut ilmu disalah satu perguruan tinggi diluar negeri.

Memang mulai besok Daffin sudah berniat untuk bekerja membantu papanya diperusahaan. Sebagai anak tunggal tentunya besar harapan orang tua Daffin agar dirinya bisa melanjutkan dan mempertahankan kesuksesan perusahaan milik keluarganya.

Beruntung mereka dikarunia putra seorang Daffin. Karena dia tergolong anak yang cerdas. Belum lagi Daffin saat ini tumbuh menjadi lelaki yang baik. Meski dirinya berkuliah diluar negeri, namun sejauh ini Daffin tidak pernah terlibat dalam pergaulan bebas. Dia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan tata cara berperilaku.

"Udah gak usah nyari alesan. Lagian mama gak bakalan nyuruh kamu buat ngelakuin hal yang berat-berat. Mama itu cuman mau minta tolong sama kamu buat nganterin makanan ini kerumah tante Dania. Sekalian juga kamu nyapa mereka. Kan mereka belum tau kalau kamu udah pulang."

"Kenapa gak mama aja sih yang nganterin. Lagian Daffin malu lah mah. Masak iya cowok disuruh antar makanan kerumah tetangga." Daffin berusaha menolak apa yang disuruh oleh mamanya.

"Mama masih banyak kerjaan." Bohong bu Lina. Karena sebenarnya dirinya sama sekali tidak ada pekerjaan. Semua pekerjaan sudah dikerjakan oleh asisten rumah tangganya.

Sebenarnya niat utama bu Lina menyuruh putranya kerumah tetangga yang ada disampingnya karena tak lain ingin agar Daffin bisa bertemu dengan Naya yang merupakan putri dari tetangganya ini.

"Kalau mama banyak kerjaan kan bisa nyuruh bik Asih mah." Daffin masih mencoba mencari cara agar tak sampai melakukan apa yang disuruh oleh mamanya.

"Bik Asih juga lagi sibuk."

Mau tidak mau, Daffin pun akhirnya bangun dan langsung beranjak menuju kamar mandi. Menurut Daffin percuma jika dirinya terus mendebat mamanya. Karena sudah pasti ujung-ujungnya selalu berakhir dengan dirinya tidak akan bisa lagi menolak setiap titah darinya.

"Berhasil...." Dalam hati bu Lina bersorak gembira.

Dengan langkah berat Daffin pun mulai berjalan dengan membawa dua buah misting yang sudah pasti isinya adalah makanan.

Namun baru saja akan membuka pintu pagar rumahnya, Daffin berpapasan dengan bik Asih yang nampaknya baru pulang dari belanja.

"Den Daffin mau kemana?" Tanya pembantu itu heran karena melihat putra majikannya ini menenteng dua buah misting.

"Nah kebetulan. Ini tolong bibik anterin kerumah tetangga sebelah. Bilang ini dari mama."

Daffin dengan cepat langsung menyerahkan misting yang dibawanya pada bik Asih. Dan setelah itu dia langsung melesat masuk kedalam rumahnya lagi.

"Loh Fin....kok kamu udah disini. Gimana sama yang mama suruh tadi?" Bu Lina terlihat mengerutkan keningnya. Pasalnya baru saja dirinya meminta putranya untuk kerumah sebelah. Tapi kenapa ini kok sudah kembali.

"Udah mah. Dan Daffin rasa sekarang tante Dania sudah menerima masakan yang dikirim mama."

Mendengar itu, membuat bu Lina semakin mengerutkan keningnya. Sepertinya rencana yang dibuatnya kali ini gagal.

"Kamu sendiri kan yang nganterin ke tante Dania?" Bu Lina memastikan.

"Niat awalnya gitu mah. Berhubung pas digerbang aku ketemu bik Asih, yaudah sekalian aku minta tolong beliau buat nganter."

Mendengar penuturan putranya, tentu saja membuat bu Lina langsung menepuk keningnya.

"Daffin, mama itu nyuruh kamu biar kamu itu nyapa tante Dania sama keluarganya. Sejak pulang kemarin kamu kan belum ngapa-ngapain. Ini malah kamu nyuruh balik bik Asih." Seketika keheranan bu Lina berubah menjadi omelan panjang lebar.

"Yasudah entar kalau sempet Daffin main kerumah tante Dania. Atau sekalian Daffin keliling rumah dikomplek ini buat nyapa tetangga yang lain. Biar mereka juga tau kalau Daffin udah pulang." Daffin mulai kesal juga dengan sikap mamanya. Karena pagi-pagi ini dirinya sudah mendapat banyak omelan hanya karena masalah antar makanan.

"Daffin...." Bu Lina sedikit berteriak karena kesal dengan ucapan anaknya ini.

Dengan cepat Daffin langsung berlari untuk kembali kekamarnya. Dan sesampai disana dirinya langsung mengunci pintu kamarnya. Dia tidak ingin mamanya sampai kembali masuk dan mengacaukan acara istirahatnya.

Menjelang sore, Daffin berniat untuk keluar dan menemui sahabat semasa SMAnya. Namun saat hendak masuk mobil, dia melihat seorang gadis masuk kehalaman rumahnya.

Tanpa berniat untuk menyapanya, Daffin memilih menjalankan mobilnya dan melintasi gadis itu tanpa berniat menyapanya.

"Naya...." Seperti biasa bu Lina selalu menyapa gadis itu dengan penuh antusias.

"Ayo masuk sayang. Kenapa malah berdiri disitu sih, kayak masuk rumah siapa aja." Bu Lina langsung menarik tangan gadis itu.

"Ini tan, Naya disuruh bunda buat balikin ini." Naya mengangkat misting yang dibawanya.

"Kata bunda terima kasih banyak atas kiriman makanannya. Dan ini juga bunda bawain kue buat tante." Kali ini gadis itu terlihat menyerahkan sebuah paper bag yang berisi kue seperti yang diucapkannya barusan.

"Terima kasih sayang, harusnya bunda kamu gak perlu repot-repot kayak gini." Bu Lina merasa tidak enak hati lantaran secara tidak langsung sudah membuat tetangganya ini repot.

"Gak repot kok tan. Yasudah kalau gitu Naya pamit pulang dulu ya."

Sebelum bu Lina menahannya, Naya langsung memilih pamit. Karena yang sudah-sudah wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah hampir mendekati setengah abad itu selalu mencari alasan agar bisa membuat Naya berlama-lama berada dirumahnya.

"Loh...kok mau pamit sih. Tunggu sebentar, tante mau manggil Daffin dulu. Dia sudah pulang loh Nay dari luar negeri. Tante kepengen kalian bertemu. Kan udah lama banget si Daffin gak pulang." Dengan panjang lebar wanita yang berstatus ibu dari laki-laki yang bernama Daffin ini berusaha menahan Naya yang hendak pulang.

Tanpa menunggu persetujuan Naya, bu Lina langsung bergegas menuju kamar putranya. Namun saat disana hasilnya nihil.

"Kemana anak itu." Bu Lina turun sambil menggerutu sendiri. Diapun langsung menanyakan keberadaan putranya pada ART nya.

"Wah Nay, Daffinnya lagi keluar katanya. Maaf ya tante udah bikin kamu nunggu" Bu Lina merasa tak enak hati.

Namun hal itu tidak berlaku bagi Naya. Dalam hati justru Naya bersorak gembira lantaran tidak sampai bertemu dengan putra dari tetangganya itu.

Seingat Naya Daffin adalah pria dingin yang jauh dari kata ramah. Bayangkan saja dulu saat Daffin belum berkuliah keluar negeri dan setiap kali Naya berada dirumah bu Lina, pemuda itu selalu bersikap tidak ramah. Dia hanya akan menyapa saat mamanya menyuruhnya.

"Gak pa-pa kok tan, lagian Naya terburu-buru karena masih ada hal yang harus Naya kerjakan dirumah." Bohong Naya.

"Tapi lain kali Naya harus ketemu sama Daffin ya. Siapa tau nanti kalian bisa akrab." Selalu itu yang bu Lina katakan. Tapi nyatanya semenjak mereka mulai bertetangga selama hampir delapan tahun, tak sekalipun terjalin keakraban antara Naya dan Daffin. Bahkan keduanya seperti dua orang yang tidak saling kenal. Namun entah kenapa sejak dulu juga Bu Lina seperti selalu berusaha mengakrabkan putranya dengan Naya.

Kue Pisang

Daffin kembali kerumahnya saat langit sudah mulai terlihat gelap. Kedatangannyapun rupanya bersamaan dengan sang papa yang terlihat baru pulang dari kantor.

"Papa baru pulang juga?" Sapa Daffin begitu keluar dari mobilnya.

"Iya. Kamu dari mana?"

Daffinpun mengatakan kalau dirinya habis menemui sahabat semasa SMAnya. Daffin berencana ingin menjadikan sahabatnya ini sebagai asisten pribadinya. seperti yang dikatakan oleh papanya jika dirinya boleh mencari sendiri siapa yang akan dijadikan sebagai asisten pribadinya.

Pilihan Daffinpun jatuh pada sahabatnya Farel. Dia adalah teman baik Daffin semasa SMA. Mereka berpisah lantaran Daffin yang kala itu diminta papanya agar kuliah diluar negeri. Sementara Farel, dia memilih melanjutkan kuliahnya didalam negeri saja.

"Gimana Fin, apa kamu sudah dapat orang untuk kamu jadikan asisten pribadimu selama bekerja?

"Udah pa. Aku tadi nemuin Farel dan aku minta dia buat jadi asisten aku. Papa ingat kan Farel, yang dulu sering main kerumah."

"Kayak pernah denger nama Farel, tapi papa lupa anaknya yang mana." Sepertinya pak Malik lupa akan orang yang dimaksud putranya ini.

"Ya sudah, yang penting kamu nyaman saja kerja sama dia."

Keduanyapun lantas memilih masuk kedalam. Disana mereka sudah disambut oleh bu Lina.

"Fin...Kamu dari mana?." Bu Lina sengaja bertanya karena saat pergi tadi putranya ini pergi tanpa berpamitan lebih dulu kepadanya.

"Habis ketemu temen mah."

Tak ingin mamanya semakin banyak bertanya, Daffinpun langsung memilih pamit untuk kekamarnya lebih dulu. Dan dia baru keluar saat jam makan malam tiba.

"Sayang....makan yang banyak, mama sengaja masakin makanan kesukaan kamu." Bu Lina terlihat mengambilkan nasi untuk putra kesayangannya ini.

"Udah mah, segitu aja nasinya. Tadi pas keluar Daffin udah makan sama Farel.

Selesai makan Daffin langsung kembali kekamarnya. Karena besok adalah hari pertamanya bekerja, Daffiin ingin istirahat lebih awal agar besok dirinya bisa bangun lebih pagi dari biasanya.

Mulai besok Daffin akan bekerja dikantor cabang milik papanya. Sebenarnya pak Malik meminta putranya ini agar langsung bekerja dikantor pusat. Bahkan pak Malik ingin Daffin menggantikan posisinya. Namun Daffin menolak lantaran dirinya belum siap dengan alasan dirinya ingin belajar lebih dulu.

Beruntung pimpinan dikantor cabang itu sudah memasuki masa purna. Jadi jabatannya langsung bisa digantikan oleh dirinya.

"Mah...Daffin kekantor dulu." Pamit Daffin pada mamanya.

Hari ini Daffin berangkat bersama papanya karena sebelum mulai bekerja papanya akan memperkenalkan dirinya dulu kepada semua staf yang ada disana.

Spesial untuk hari pertama putranya bekerja, bu Lina sengaja mengantar putranya sampai masuk mobil. Bahkan setelah mobil yang ditumpangi kedua laki-laki kesayangannya sudah melaju, bu Lina masih memilih mengikutinya sampai gerbang.

Saat hendak berbalik badan, bu Lina tidak sengaja melihat Naya hendak berangkat sekolah. Dia kebetulan melewati depan rumahnya.

"Sayang....kamu mau berangkat?" Bu Lina basa-basi agar bisa menyapa gadis itu.

"Iya tan, ini mau berangkat."

Naya pun terpaksa turun dari motornya. Rasanya tidak sopan jika dirinya menjawab sapaan orang yang lebih tua sambil tetap melajukan motornya. Apalagi wanita yang menyapanya ini selalu bersikap ramah kepadanya.

"Maaf tan ya, Naya harus segera berangkat. Soalnya takut telat nyampek kampus."

"Iya. Hati-hati sayang bawa motornya." Seperti biasa bu Lina akan selalu menunjukkan rasa sayangnya pada gadis itu.

Bu Lina sebenarnya begitu menginginkan untuk memiliki anak perempuan. Hanya saja setelah menderita Mioma Uteri bu Lina harus menjalani operasi pengangkatan rahim. Hal inilah yang menjadikan penyebab dirinya tidak bisa hamil lagi.

Dirinya bertetangga dengan keluarga Naya sejak delapan tahun lalu. Saat itu Naya masih duduk dibangku kelas tujuh. Dan entah kenapa saat pertama kali melihat Naya, bu Lina langsung menyukai gadis itu. Bagi bu Lina Naya adalah gadis yang sopan. Selain itu Naya juga memiliki wajah cantik dan terlihat menggemaskan.

Semakin hari bu Lina semakin dekat dengan Naya. Apalagi semenjak Daffin pergi keluar negeri untuk melanjutkan study nya. Bu Lina sering meminta Naya untuk kerumahnya dengan alasan karena dirinya merasa kesepian.

Naya kembali menyalakan motornya dan segera berangkat menuju kesekolah. Sementara Bu Lina kembali masuk begitu motor yang dikendarai Naya sudah tidak terlihat lagi.

Sementara disebuah gedung berlantai tiga, nampak para staf tengah berdiri di ruang meeting untuk menyambut kedatangan pimpinan barunya. Orang itu tak lain adalah Daffin yang saat ini secara resmi akan menjabat sebagai pimpinan dari cabang perusahaan yang dimiliki orang tuanya.

Selain Daffin, ada juga Farel yang akan diperkenalkan oleh pak Malik sebagai asisten pribadi dari putranya.

Semua staf terlihat bersemangat menyambut pimpinan mereka yang baru. Terutama para staf perempuan, mereka terlihat paling antusias begitu melihat seperti apa wajah pimpinannya yang sekarang.

"Selamat datang pak. Semoga bapak betah disini." satu persatu staf mulai menyalami Daffin untuk mengucapkan selamat kepadanya. Kemudian salah satu diantara orang itu ada yang ditunjuk oleh pak Malik untuk mengajak putranya berkeliling kantor.

"Papa tinggal dulu. Kamu bisa keliling lihat-lihat kondisi disini dengan ditemani Heru."

Hanya butuh waktu lima belas menit Daffin berkeliling melihat kondisi perusahaan yang akan dipimpinnya. Setelah itu dirinya mulai bekerja keruangan yang memang sudah disiapkan untuknya.

*******

Pukul empat sore Daffin baru pulang dari kantornya. Lagi-lagi saat mobilnya baru masuk gerbang, dirinya kembali berpapasan dengan gadis yang sepertinya baru keluar dari dalam rumahnya.

"Kamu sudah pulang Fin? Wah sayang sekali. Baru saja Naya dari sini." Bu Lina mengatakan itu dengan raut wajah seperti sedang kecewa. Namun Daffin memilih tidak merespon ucapan mamanya. Karena setelah menyalami bu Lina, Daffin langsung bergegas pergi kekamarnya untuk membersihkan diri.

Kini Daffin sudah berada diruang tengah bersama papanya. Keduanya terlihat sedang latur dalam obrolan santai.

Tak lama mamanya datang dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh dan sepiring kue pisang.

"Mah ini kue yang kemarin? Mama bikin lagi ya?" Tanya Daffin sembari memasukkan sepotong kue pisang itu kedalam mulutnya.

"Mama minta tolong tante Dania buat bikinin kue ini. Kemarin mama lihat kamu doyan banget, ya udah tadi siang mama minta tante Dania bikinin lagi."

Sejenak fikiran Daffin mengingat kembali gadis yang tadi dilihatnya. Dia menebak jangan-jangan tadi yang kerumahnya itu adalah anak dari tante Dania yang tak lain adalah Naya. Gadis menyebalkan menurutnya. Bagaimana tidak, dulu setiap kali ada Naya dirumahnya pasti mamanya ini selalu mengabaikan keberadaannya.

"Kapan-kapan kamu main kerumah tante Dania. Ucapin terima kasih sama beliau." Lagi-lagi mamanya ini selalu menyuruhnya untuk berkunjung kerumah tetangga sebelah. Entah ada apa sebenarnya dirumah itu, hingga mamanya ini tidak pernah bosan menyuruhnya untuk datang kesana.

Daffin memilih terus menikmati kue itu tanpa berniat untuk menanggapi omongan dari mamanya yang saat ini terdengar mulai ngelantur kesana kemari.

Bagaimana Daffin tak menyebutnya ngelantur. Karena pembicaraan yang awalnya membahas tentang kue pisang bikinan tante Dania, kini malah merambat dengan mamanya yang terdengar sedang menyanjung-nyanjung gadis yang menurut Daffin menyebalkan itu.

Insiden

Seperti biasa, setiap pagi dirinya akan bersiap untuk pergi kekantor. Setelah memastikan dirinya benar-benar siap barulah dia turun untuk sarapan pagi bersama mama dan papanya.

"Kamu sekarang pulang sore gak Fin?" Tiba-tiba mamanya menanyakan hal itu.

"Kayaknya iya mah. Emangnya kenapa?" Tanya Daffin heran.

"Gak ada apa-apa. Cuman nanya aja." Dusta mamanya. Karena sebenarnya sore nanti dia berniat mengajak putranya ini untuk berkunjung kerumah tetangga sebelahnya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Daffin bergegas menuju kantor. Namun saat dirinya baru keluar dari halaman rumahnya, mobilnya hampir saja menabrak peseda motor yang tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Aw......." Pengemudi sepeda itu berteriak histeris lantaran dirinya yang merasa kaget.

Beruntung mobil Daffin tidak sampai mengenainya. Hanya saja mungkin karena panik hingga mengakibatkan pengendara sepeda motor itu oleng dan jatuh.

Dengan perasaan sedikit kesal Daffin turun dari mobilnya dan menghampiri pengendara motor itu dengan maksud ingin membantunya.

"Lain kali kalau bawa motor hati-hati. Untung barusan gak sampek saya tabrak."

Meski tangan Daffin tergerak untuk membantu membangunkan motornya yang roboh, namun kalimat yang diucapkan Daffin rupanya memancing emosi sang pengendara motor.

"Apa situ bilang? Perasaan situ deh yang nyebrangnya gak lihat-lihat. Harusnya situ yang mesti hati-hati. Sebelum nyeberang lihat kanan kiri dulu dan pastiin keadaannya benar-benar aman."

Naya, yang tak lain adalah pengendara dari motor yang hampir ditabrak oleh Daffin rupanya terlihat sedang meluapkan kekesalannya. Meski kakinya terasa begitu sakit, dia berusaha sekuat mungkin untuk berdiri guna bisa memaki-maki pria angkuh yang ada dihadapannya sekarang.

"Cantik-cantik kok bar-bar." Ucap Daffin lirih. Namun tentu saja ucapannya ini bisa didengar oleh Naya yang saat itu tengah berdiri tak jauh darinya.

Baru saja Naya hendak membalas ucapan Daffin, tiba-tiba terlihat bu Lina muncul dengan setengah berlari untuk menghampiri keduanya.

"Loh...loh...loh...ini ada apa? Terus kaki kamu kenapa sayang, kenapa dipegangi kayak gitu?" Bu Lina terlihat sedikit panik kala melihat keadaan Naya yang sepertinya sedang menahan sakit.

"Fin...kamu apakan Naya?" Selanjutnya bu Lina menatap tajam kearah putranya.

"Mama apaan sih kok gitu banget ngeliatin akunya. Dia itu cuman jatuh. Lagian siapa suruh bawa motor gak hati-hati." Daffin lagi-lagi menyalahkan Naya atas kejadian ini.

"Loh kok nyalain aku lagi sih. Jelas-jelas tadi situ yang main asal nyebrang aja." Tentu saja Naya juga tak mau disalahkan begitu saja.

"Udah-udah, sekarang kamu harus tanggung jawab Fin. Itu kayaknya kaki Naya keseleo. Cepat kamu gendong dia kedalam."

"Ngapain mesti digendong segala, orang dianya aja udah bisa berdiri." Dengan tegas Daffin menolak perintah mamanya yang menurutnya terlalu berlebihan.

"Tapi kamu liat sendiri kan, dari tadi Naya megangin kakinya terus." Bu Lina terlihat begitu khawatir.

"Gak perlu tan, lagian ini cuman keseleo aja. Dan gak ada luka juga." Naya sekuat mungkin berusaha menahan sakit dikakinya. Gila aja kalau dirinya sampai harus digendong oleh pria menyebalkan ini.

"Tuh kan mah, dia aja bilang gak pa pa. Jadi aku gak perlu tanggung jawab."

Setelah mengatakan itu Daffin langsung menyambar tangan mamanya dan menciumnya. Setelah itu Daffin dengan cepat masuk kedalam mobil dan segera menjalankannya.

"Aku berangkat dulu ya mah. Udah telat soalnya."

Melihat kepergian putranya yang tiba-tiba, tentu membuat bu Lina sedikit tercengang. Namun didetik berikutnya.

"Daffin....." Terdengar suara teriakan dari sang mama. Namun sayang, karena saat bu Lina menyadari, mobil putranya sudah tidak terlihat lagi.

Setelahnya bu Lina memapah Naya kerumahnya. Sementara motor Naya biar diurus oleh tukang kebun dirumahnya.

Sebenarnya bu Lina memaksa Naya agar dirawat dirumahnya saja. Namun tentu saja hal itu ditolak oleh Naya. Mungkin jika rumahnya jauh Naya sedikit berfikir ulang. Lah ini, rumah mereka saja bersebelahan. Hanya ada tembok pagar yang menjadi pemisahnya.

"Loh Nay, kamu kenapa balik lagi." Bu Dania yang tak lain mamanya Naya merasa sedikit kaget. Karena baru beberapa menit lalu putrinya ini berpamitan untuk berangkat kuliah, lah ini kenapa sudah balik kerumahnya. Dan yang membuat bu Dania semakin bingung, Naya kali ini kembali kerumahnya bersama tetangga baiknya dalam keadaan Naya yang dibopong.

" gak kenapa-napa kok bun, cuman Insiden kecil saja." Jawab Naya sembari memposisikan duduknya disofa yang ada diruang tamu.

"Tapi itu kenapa jalannya jadi pincang kayak gitu?" Bu Dania mendekat pada putrinya untuk memastikan keadaan putrinya.

Tak ingin membuat bu Dania semakin khawatir, Bu Lina pun mau tidak mau menceritakan kronologi yang sebenarnya menimpa putrinya ini.

Bu Lina bahkan berkali-kali meminta maaf lantaran hal ini terjadi atas ketidakhati-hatian putranya saat mengemudikan mobil.

"Bu Lina ini kayak sama siapa saja kok minta maafnya sampai segitunya. Lagi pula Naya memang terkadang suka ceroboh kalau bawa motor. Makanya ayahnya sering melarang dia bawa motor itu ya takutnya gini ini. Tapi dia tetep aja ngenyel minta bawa motor terus."

Sungguh bagi Naya hari adalah hari yang buruk baginya. Sudah jatuh, eh ini malah bundanya ikut-ikutan mojokin dirinya sama persis seperti yang dilakukan laki-laki yang hampir menabraknya tadi.

***

Akibat insiden itu, Naya terpaksa harus absen kuliah. Dia menghubungi sahabatnya agar memberi tahu dosen yang mengampu mata kuliah dihari itu perihal kejadian yang membuatnya harus absen dulu.

Sementara bu Lina, wanita itu sepanjang hari selalu menemaninya. Dia beralasan jika tindakannnya ini adalah bentuk dari tanggung jawabnya pada Naya menggantikan putranya yang masih harus kekantor.

Semua kebutuhan Naya mulai dari makan, minum, bahkan kekamar mandi pun semua bu Lina yang membantu. Dan kalau boleh jujur sebenarnya Naya merasa tidak enak hati. Tapi kendati demikian meski dirinya sudah berkali-kali menolak bantuan bu Lina, tetap saja perempuan itu memaksakan dirinya. Hingga mau tidak mau bundanya memberi isyarat pada dirinya agar mengiyakan saja dengan apa yang ingin dilakukan oleh tetangga yang menurut Naya terlampau baik ini.

"Sayang...tante pulang dulu ya. Ini kayaknya udah waktunya Daffin pulang. Tante mau bikin perhitungan sama dia."

Mendengar itu tentu saja Naya berusaha memberi penjelasan agar bu Lina tidak lagi membahas hal ini pada Daffin. Meski sebenarnya Naya masih kesal, tapi dia tidak ingin memperpanjang masalah seperti ini. Menurut Naya akan sangat buang-buang waktu jika sudah berurusan dengan pria berkepala batu itu.

"Udah kamu istirahat saja. Masalah Daffin biar jadi urusan tante." Seolah mengerti dengan ekspresi ketidaknyamanan Naya, bu Lina dengan cepat menjawabnya.

Hingga tak butuh waktu lama, bu Lina sudah tiba dirumahnya. Disana rupanya putranya ini sudah datang sejak tadi. Terlihat dari tampilannya yang sudah berganti pakaian. Dan Daffin juga terlihat tengah duduk santai sembari menikmati secangkir teh.

"Bagus ya, habis bikin anak orang celaka malah sekarang enak-enakan santai disini." Tanpa aba-aba bu Lina langsung menghadiahi putranya dengan menjewer telinganya. Hal ini sontak saja membuat Daffin merasa kaget. Bahkan diapun sampai harus tersedak teh yang tengah diminumnya.

"Mamah apaan sih. Emang aku bikin anak orang hamil sampek harus tanggung jawab segala." Daffin yang kesal hanya menjawab asal kata-kata yang dilontarkan oleh mamanya.

"Hus....kamu kalau ngomong jangan sembarangan. Awas aja kalau kamu sampek berani ngehamilin anak orang." Kini bu Lina yang malah ikutan kesal akibat omongannya sendiri yang mendapat respon menyebalkan dari sang putra.

"Sudah, sekarang kamu diam disini tunggu mama turun dan jangan sampai kemana-mana." Seperti anak kecil yang sedang mendapat peringatan dari ibunya, Daffin benar-benar terlihat duduk manis ditempatnya menunggu sang mama turun kembali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!