...happy reading all......
"Si*lan." Maki Cilla dengan menendang meja kerjanya.
Dengan mengotak-atik ponsel canggihnya.
"Steven si*lan." Maki Cilla lagi.
Dengan tergesa gesa Cilla menyambar Sling bag yang ada di atas meja kerja dan langsung berjalan ke luar ruangannya dengan wajah yang memerah menahan emosi.
Brakk
"Sh*t." umpat laki laki yang sedang berkutat di depan layar komputer nya.
Dengan masih memegang dadanya yang masih berdetak kencang, dia menatap perempuan yang sudah membuatnya terkejut setengah mati.
Dengan heran dia menatap Cilla yang tengah berdiri di ambang pintu ruangannya yang menampilkan wajah galaknya.
"Kamu kenapa?" Tanya-nya heran.
"Kenapa? Kamu nanya kenapa?" Cilla mengulang pertanyaan Steven dengan rasa tidak percaya dan menahan gejolak amarahnya.
Dengan ragu Steven mengangguk dengan pandangan masih menatap Cilla was was.
Deg
Steven baru sadar akan kesalahannya, dengan gugup Steven tersenyum dengan manis berharap Cilla sedikit luluh walau dia tau itu tidak akan berhasil.
"I'am Sorry aku lupa Cilla." kata Steven dengan mengacungkan jarinya membentuk piece.
"Lo kan tau alasannya gue nggak mau kesana lagi, Lo malah ngirim gue ke sana." kata Cilla dengan menggebu gebu.
"Sorry Cill aku lupa." ringis Steven saat Cilla menatapnya semakin tajam.
"Lupa pala Lo! Lo sengaja kan Lo!?" Tuding Cilla yang semakin emosi melihat wajah Steven yang tak terlihat bersalah.
"Ini perintah pak bos langsung, aku nggak bisa bantah, kamu tau kan kita cuma bawahan." kilah Steven berharap Cilla mengerti sambil membela diri.
"Lo kira gue nggak tau apa kalo pak bos serahin masalah ini sama Lo, Lo kira gue bego apa." Tuding Cilla lagi.
"Ya kan aku cuma ngasih rekomendasi karyawan yang lebih berpotensi untuk di pindahkan ke kantor pusat Cill, dan semua Kep..."
"Iya, semua keputusan itu hasil ACC CEO, dan semua juga tau kalo Lo itu anak emasnya pak bos, keputusan Lo nggak bakal di tentang sama dia." Geram Cilla memotong ucapan Steven.
Steven yang mendengar perkataan Cilla hanya bisa menghela nafas pelan, berusaha menjelaskan situasi yang sedang terdesak.
Ingin sekali Steven berkata kepada Cilla bahwa Cilla orang yang tidak profesional yang mencampur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan.
"Gue mau resign." ringan Cilla gegabah.
Setelah mengatakan itu Cilla berlalu dari ruangan Steven dengan menenteng Sling bag nya dengan lesu.
Steven yang masih terkejut dengan penuturan Cilla hanya bisa speechless, tak menyangka reaksi Cilla akan seberlebihan ini.
"Akhh, sh*it" umpat Steven memukul mejanya.
🍃🍃🍃
"Si*lan sekarang gue jadi pengangguran" geram Cilla dengan menendang nendang batu kerikil di taman yang tak jauh dari kantor lamanya.
Brukh
"Aduh duh." Rintih Cilla saat siku nya terasa perih akibat tergores batu kerikil.
Cilla hendak memarahi orang yang sudah mendorongnya hingga tersungkur dan menyebabkan lecet di sikunya.
Namun saat Cilla hendak berbalik badan malah Cilla yang di buat khawatir melihat keadaan anak itu.
"Kamu nggak papakan? Apa yang sakit? Ke rumah sakit mau?" Cecar Cilla beruntun saat melihat anak laki laki itu mengerutkan wajahnya seperti menahan sesuatu yang membuat Cilla semakin panik.
"Aduh ini gimana? Darah? Lutut kamu berdarah." Heboh Cilla melihat lutut anak laki laki itu juga berdarah dan melupakan rasa perih di sikunya.
"Ayo aku obatin." Cilla menarik tangan bocah itu namun anak laki laki itu tak kunjung mengikuti nya.
"Kamu nggak bisa jalan ya sini tak gendong." sahut Cilla yang terlihat sangat panik.
Dengan mendapat kekuatan entah dari mana Cilla kuat menggendong anak laki laki yang bertubuh lumayan berisi itu.
Cilla berlari menggunakan hills sambil menggendong anak laki laki itu di jalan yang berkerikil.
Cilla mendudukkan anak laki laki itu di kursi taman dan mengobrak abrik kan isi tasnya, dan untungnya ada tisu basah dan tisu kering yang bisa di gunakan untuk membersihkan lukanya.
"Stthh... perih ya? Tahan bentar ya." Desis Cilla yang merasa perih sendiri, padahal anak itu tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Nama kamu siapa? Orang tua kamu dimana?" Cecar Cilla gemas melihat mata bulat anak itu.
"Aku Shaka, daddy Shaka kerja" jawabnya.
🍃🍃🍃
"Kalian ini bagaimana sih? Di suruh menjaga satu anak saja tidak becus!" Bentak wanita paruh baya itu menggelegar di ruang tamu rumahnya.
Emosinya sudah di ubun ubun mengingat cucunya yang kabur entah kemana dan putranya yang tidak bisa di hubungi, padahal anaknya kembali menghilang.
"Sekarang saya tidak mau tahu, satu jam lagi bawa cucu saya pulang! Dan ingat, jika kalian tidak menemukan nya tunggu saja nasib kalian." Peringat wanita paruh baya itu dan berlalu dengan di kawal oleh beberapa asistennya.
Sedangkan di taman, Shaka kembali di tinggal sendirian di taman, namun bukan sengaja di tinggal namun Cilla pergi sebentar ingin membuang hajat yang tiba tiba tidak mau mengerti kondisinya saat ini.
Shaka hanya duduk termenung di atas kursi taman dengan menatap kupu kupu yang hinggap di tiap kuntum bunga di depannya.
"Shaka." panggil suara yang begitu di kenalinya.
"Daddy?" gumam Shaka, Shaka membalikkan badannya dan tersenyum menatap laki laki yang menghampirinya.
"Ayo pulang, Oma khawatir." ajak papa Shaka.
"Tapi Shaka masih nunggu Tante cantik nanti dia bingung nyari shaka." kata Shaka berharap Daddy nya mau mengerti kali ini.
"Ya udah kita tunggu bentar ya, kalo nggak datang kita pulang duluan, kasian Oma sampai pusing nyariin kamu." bujuk papanya Shaka.
Seolah mengerti Shaka dengan patuh mengangguk.
Sedangkan orang yang di tunggu tunggu sedang menangis terisak isak di dalam bilik toilet.
Entah mengapa hatinya begitu sedih hari ini, seolah bebannya selama ini sudah tidak sanggup lagi di tampungnya dan mengalami ke bocoran.
"Ini gue kenapa?" Kesalnya pada dirinya sendiri yang menangis pada saat yang tidak tepat.
Cilla menghapus air matanya, namun semakin di hapus semakin deras air matanya mengucur membasahi pipinya.
"Sia*lan nih air mata nggak mau berhenti lagi." maki Cilla lagi pada dirinya sendiri.
"Huaa, tisunya pake habis lagi." Kesal Cilla berkali kali lipat.
"Ya udahlah, nangis nangis aja nggak peduli lagi gue." Imbuh Cilla lagi dengan suara yang sudah sumbang karena terlalu lama menangis.
Saat sedang hidmat hidmatnya menangis, handphone Cilla berdering yang membuat Cilla semakin merasa ingin menangis lebih kencang meluapkan emosi nya.
Dengan hati setengah tidak ikhlas Cilla melihat siapa yang menghubunginya, dan ternya itu adalah temannya Ayu.
"Jemput gue Yu" pinta Cilla langsung dan mematikan sambungannya dengan sepihak tanpa mendengar suara di penelepon.
Tak lama kemudian handphone Cilla kembali berdering...
...terimakasih telah membaca....
...tinggalkan jejak ya teman teman, like dan komen....
...to be continued...
... happy reading all...
Dengan hati setengah tak ikhlas Cilla mengangkat telpon dari Steven.
"Apa?!" Sembur Cilla langsung membuat Steven ayang ada di balik telpon itu menjauhkannya dari telinganya.
"Lo nangis?" Tebak Steven kerana mendengar suara Cilla yang parau.
"Nggak, ini habis karaoke gue." sambar Cilla jengkel, sudah jelas Cilla habis menangis Steven malah bertanya.
"Sensi amat sih. Ini ak-" sungut Steven dengan wajah lelah.
"Mau apa Lo telpon gue?" Tanya Cilla dengan berjalan gontai menuju taman.
"Ini, anu itu loh Cill, in.."
"Ini anu, ini anu! Gagu Lo?!" Bentak Cilla hingga membuat beberapa orang menatap dirinya bingung.
Sedangkan Steven tanya bisa mengelus dada dan menarik nafas dalam sambil terus mengucapkan kata 'sabar' di dalam hatinya.
"Ini, surat resign kamu nggak di terima sama pihak HRD." Ucap Steven dengan hati hati takut gendang telinganya berdengung lagi.
Cilla terdiam sesaat mendengar sambil menelaah kata demi kata yang terucap dari mulut Steven di seberang sana.
Tak lama kemudian terdengar Cilla tertawa terbahak bahak karena ucapan Steven tadi.
"Ngaco Lo! Mana ada gitu. Ngarang Lo ya!" Tuding Cilla tak terima.
"Ini beneran Cill, aku nggak bohong sama kamu, lagian kenapa kalian satu circle yang ngajuin resign barengan gitu?" Tanya Steven dengan nada lemah.
"Wait, maksud Lo Winda, Siska sama Ayu juga resign gitu?!" Tanya Cilla tak tak percaya.
"Iya, kalo nggak pe.." Steven hanya bisa menghela nafas panjang saat ucapannya terpotong karena Cilla sudah mematikan sambungan teleponnya.
"Sabar, orang sabar ya pasti kesal." semangat Steven untuk dirinya sendiri.
Steven memutar video yang di kirimkan oleh anak buahnya.
"Pertemuan yang lumayan mengharukan." Gumam Steven.
🍃🍃🍃
"Gila ya tuh orang, udah tau gue nggak mau ambil nih kerjaan malah tetap di kasih, lihat aja nanti gue bakal balikin ke asalnya biar dia tau rasa." Cilla terus mengoceh dengan tangannya yang cekatan mengemas barang barang bawaannya ke dalam koper.
Handphone Cilla berdering di atas meja rias Cilla membuat sang empunya memutar bola mata malas karena jarak meja rias dan lemarinya terbilang cukup jauh didalam kamar yang luas ini.
"Huh, siapa sih yang telpon telpon gue tengah malam gini." Dumel Cilla dan mengambil handphone melihat siapa yang menghubunginya.
"Siska? Tumben dia nelpon gue jam segini?" Heran Cilla dan langsung menggeser tombol hijau itu ke samping dan mengaktifkan loud speaker.
"Cilla, gue mau ngadu sama Lo." rengek Siska terlebih dahulu saat Cilla mengangkat panggilannya.
"Apa? Tumben Lo nelpon gue jam segini? Ngadu apaan Lo?! Berantem Lo sama cowok Lo?!" Tanya Cilla dengan sedikit judes.
pasalnya sering kali Siska curhat tentang pacarnya yang selalu jelalatan namun demikian Cilla tetap mendengarkan Siska agar menuntaskan rasa penasarannya meski dirinya sudah menebak apa yang akan di katakan Siska nantinya.
"Cill, Lo tau nggak, gue barusan putus sama cowok gue. Dia ketauan selingkuh, gue mergokin dia di cafe sama selingkuhannya." Cerita Siska dengan suara lirih menahan tangis.
"Nah kan bener tebakan gue, Pricilla gitu loh." Bangga Cilla dalam hati.
"Lah kan biasanya juga gitu, lagian ya sis, kan gue udah bilang sama Lo tinggalin aja tuh Doni di kadal nggak tau diri, sekarang lihat kan dia nggak bisa berubah, sekali selingkuh pasti bakal keterusan." Oceh Cilla yang memang sangat menentang hubungan Siska dengan Doni.
Bukan tanpa alasan Cilla sangat menentang hubungan keduanya, Cilla sangat membenci yang namanya perselingkuhan karena dirinya cukup trauma dengan perpisahan kedua orang tuanya dan di tambah lagi dengan jejak masa lalunya yang juga di khianati oleh orang orang yang di anggapnya tempat pulang.
"Tapi gue sayang sama dia, gue cinta banget sama dia Cilla Tapi kan cinta itu buta Cill dan Lo tau itu." Terang Siska dengan suara yang bergetar.
"Iya cinta itu buta Siska, tapi Lo nggak harus buta beneran Siska." Geram Cilla dan tanpa sadar Cilla menendang satu koper kecil yang ada di sudut ranjang.
"Tempat Lo ribut banget Cill, Lo lagi dimana?" Heran Siska yang sudah sejak tadi mendengar suara grasak-grusuk Cilla dan sekarang malah terdengar suara benda jatuh.
"Ini di kamar lagi packing barang buat besok." Siska yang mendengar itu menjadi teringat jika dirinya belum menyiapkan apa apa untuk di bawa besok pagi.
"Astaga Cill, aku belum nyiapin apa apa buat besok untung kamu ingetin Cill." Panik Siska yang seketika melupakan masalah hatinya.
"Ya udah, sana siapin barang barang Lo, besok gue ngg.." Cilla terdiam saat mendengar suara benda jatuh dari balik telpon.
"Sstt, si*lan! Siapa yang mindahin kursi di sini hah?! Lo ya!" Teriak Siska menggelegar.
"Sis ini gue matiin dulu ya, bye." Cilla cepat cepat matikan sambungan telponnya sebelum telinganya berdengung karena mendengar Siska mengomeli adiknya.
"Buset dah tuh anak, udah tengah malam gini masih sempat ribut." Gumam Cilla.
Besoknya pagi menjelang siang saat Cilla menjemput siska di basemen apartemen Siska, namun dia sudah di suguhkan dengan pemandangan Siska dan adiknya yang sedang lomba menangis.
"Huft, drama kalian ini kapan akan berakhir, gue nggak mau telat." Cilla membuka suara setelah sekian lama.
"Sabar kak, ni orang pelit amat, aku minta cuma satu juta kagak di kasih padahal dia ninggalin aku lama." Drama Ryan adik Siska.
"Nggak Cill, ni cebong rawa pinter bohong, udah gue transfer kagak bersyukur dia, sekarang gue juga di palak." Adu Siska.
"Ryan." Panggil Cilla.
"Iya kak." Jawabnya dengan muka melas.
"Kamu nggak malu nangis nangis kek gini?" Heran Cilla, Ryan yang mendengar itu langsung saja mengedarkan pandangannya melihat apakah ada orang atau tidak.
"Kalo demi duit aku rela nangis kayak gini kak Cill." Rengek Ryan seketika membuat Siska yang hendak menarik ingusnya berhenti.
"Matre banget Lo jadi cowok." Kesal Siska memukul bahu Ryan.
"Udah Sis, kasih aja dari pada kita telat." Ujar Cilla yang tidak ingin membuang buang waktu lagi.
"Tuh kak dengerin." Ryan mengusap ingusnya di lengan cardigan diska tanpa di ketahui sang empunya, sedangkan Cilla yang melihat itu hany bisa menahan tawanya.
"Nih, inget ya jangan bawa orang sembarangan ke apartemen. Apalagi bawa cewe!" Peringat Siska pada adik nya.
"Iya kak iya, gue nanti fokus buat belajar aja biar Lo nggak kerja lagi." Saut Ryan sambil mengelap air matanya dengan uang yang di berikan Siska dengan wajah tengilnya.
"Si*lan Lo!" Kesal Siska hendak memukul pundak Ryan lagi.
Namun sebelum Siska memukul Ryan, tangannya langsung di tarik Cilla agar menyudahi debat lagi mereka.
...terimakasih sudah membaca....
...jangan lupa tinggalkan jejak, like dan komen....
...to be continued....
...happy reading all......
Tepat saat jam makan siang Cilla dan Siska baru sampai di lokasi tujuan. Mereka langsung mencari restoran untuk mengisi perus dan beristirahat.
Saat mereka masuk kedalam restoran yang sedikit asing begi mereka, tiba tiba ada satu orang waiters yang hampir tersandung kaki kursi, dan untung saja Cilla dengan refleks menahan lengan waiters itu.
"Terima kasih." Saut waiters itu dengan tersenyum menatap Cilla, namun dengan cepat senyuman itu langsung hilang bergantian dengan ekspresi bingung dan seperti mengingat sesuatu.
Bukan hanya reaksi waiters itu saja yang berubah tapi juga raut Cilla yang terlihat datar.
Tapi dengan cepat Cilla merubah raut wajahnya dan kembali tersenyum walau terkesan sedikit kaku.
"Apa ada meja yang masih kosong?" Tanya Cilla dengan kikuk.
"Oh, di lantai dua masih ada, mari." Waiters itu mempersilakan Cilla dan Siska ke lantai dua dengan di tuntun oleh waiters tadi.
Setelah mendapatkan meja dan memesan makanan, Cilla dan Siska sibuk mengotak-atik handphone Mading masing hingga makanan datang.
"Permisi, pesanannya kak." Ramah waiters mengantarkan makannya.
Keduanya masih belum mengeluarkan suara nya dan hanya berfokus ada makanan.
Selesai makan keduanya hanya saling diam dan menatap dengan senyum aneh tersungging di bibir keduanya.
Tak lama kemudian Cilla mengeluarkan kartu kredit milik Steven dari dalam tasnya.
"Kuras aja duitnya, selagi kartunya ada sama kita." Itulah kira kira arti tatapan mereka berdua saat melihat kartu kredit Steven.
"Untung dia mau nerima persyaratan kita Sis." Kata Cilla dengan menyeringai.
"Gimana nggak akan di turutin, kamu kan anak emas nya perusahaan. Kamu nggak ada main kan sama pak Steven?" Imbuh Siska dengan di ikuti cengiran menyebalkan menurut Cilla.
"Ya nggak lah, ya kali gue murahan gitu. Lagian dia juga udah nikah." Kata Cilla santai yang membuat Siska heran karena mengira Steven selama ini masih membujang.
"Loh selama ini dia cuma sendiri, kalo dia udah married pasti di pamerin." Siska menyangkal.
"Serius, tapi istrinya kerja di luar negri, makanya istri ya nitip suaminya sama aku, bisa di bilang aku ini mata mata nya istri Steven. Begitu, bukan main belakang, dan soal kartu kreditnya gue nggak tau kenapa dia tiba tiba jadi baik ngasih nih kartu." Terang Cilla agar tidak ada tidak ada ke salah pahaman nantinya.
Siska yang mendengar penuturan Cilla hanya mengangguk anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Selesai membayar makanan dan melepas lelahnya perjalanan, akhirnya mereka kembali berangkat menuju mess yang sudah di sediakan kantor untuk mereka.
Di sepanjang perjalanan Cilla tertidur dan Siska yang masih memikirkan kejadian kemarin sebelum akhirnya berangkat ke ibu kota.
Siska masih ingat saat Cilla datang ke kantor dan mengomel kepada Winda, Ayu, dan dirinya.
Flashback.
Saat sedang mengomel, Cilla mendapat telpon untuk naik ke ruangan wakil CEO yaitu Steven, dan menjelaskan bahwa dia sudah terikat kontrak kerja dan jika ingin resign harus membayar denda penalti.
Sedangkan Winda dan
Ayu masih bisa resign tanpa denda penalti karena belum menjadi pegawai tetap.
Dan akhirnya mau tak mau Cilla harus tatap bertahan di perusahaan yang selama ini tempat dia menggantung kan hidup.
Cilla yang di panggil ke ruangan wakil CEO langsung misuh misuh meninggalkan teman temannya.
Tak lama setelah Cilla masuk keruangan Steven Siska juga masuk.
Flashback.
Ceklek.
Pintu ruangan di buka Siska.
Siska langsung masuk dan berdiri di samping Cilla yang ada di depan meja Steven.
Keduanya langsung saja menghela nafas dalam dan menatap Steven jengah.
Steven yang melihat temannya seperti itu langsung saja memijat jidatnya pusing.
"Lo manggil kita cuma buat liat Lo bengong kek orang tol*ol gitu?" Pedas Cilla tak tahan setelah beberapa menit mereka hanya saling diam, dan kakinya mulai terasa kebas terlalu lama berdiri.
"Kalian akan tetap di pindahkan ke kantor induk dengan posisi yang masih sama." Jelas Steven tanpa basa basi.
"Iya, gue tau! Tapi gue nggak mau gue maunya tetap di sini." Ngotot Cilla tak mau pindah.
"Lagian apa susahnya sih pindah tempat kerja doang? Lagian ini juga buat menunjang karir kalian." Kata Steven sedikit membentak Cilla dan Steven.
"Lo bentak gue!?" Teriak Cilla dengan muka memerah, sedangkan Siska hanya diam masih menyimak.
"Sorry Cill, aku nggak maksud bentak kamu, tapi please kamu kerja yang profesional." Imbuh Steven dengan nada lemah.
"Kamu juga Siska, kenapa malah juga ingin resign sedangkan kantor sedang mengalami sedikit krisis." Tambah Steven lemah.
Siska yang sedari tadi hanya diam tersentak mendengar Steven menyebut namanya.
"I-ini saya mau pulang kampung pak." Gugup Siska.
"Jika hanya pulang kampung kenapa tidak mengajukan cuti saja? Dan saya masih ingat jika kamu tidak memiliki keluarga selain adik kamu, dan sekarang adik kamu juga kuliah di sini." Siska yang mendengar itu langsung saja terdiam dan tersenyum dengan kaku.
"Saya nggak jadi resign kok, beneran. Saya akan ikut peraturan kantor dan besok berangkat dinas." Kata Siska cepat. Takut dengan tatapan intimidasi Steven yang di tujukan untuknya.
Sedangkan Cilla yang mendengar pengakuan Siska langsung berdecak kesal dan menggerlingkan matanya kesal.
"Lo mah nggak asik Sis, katanya mau resign malah nggak jadi. Plin plan Lo!" Cilla berkata dengan kesal.
"Sorry." Siska nyengir dan menunjukkan jarinya membentuk piece.
"Sekarang kamu Nadira Pricilla, gimana? Lanjut resign dan bayar penalti atau ikut Siska?" Tanya Steven dengan menyeringai. Dia sangat yakin jika Cilla akan memilih opsi pertama karena Cilla sangat menyayangi uangnya.
"Tolonglah ya bapak Steven Stoward! bapak kan sudah tau apa alasan saya menolak tugas kali ini, lagian saya nggak punya duit. "Kata Cilla dengan melas.
"Huft." Steven merogoh saku jasnya mengeluarkan dompet dan mengambil salah satu kartu kreditnya. "nih! Pakai ini." Steven menyodorkan kartu kreditnya membuat Cilla sumbringah dan Siska hanya melongo seperti orang bodoh.
"Ini mereka pasti ada something." Gumam Siska dalam hatinya.
"Ok sekarang deal, kamu besok berangkat bareng Siska." Kata Steven dengan senyum mengembang, karena akhirnya Cilla juga mau di pindahkan dan membatu kantor yang hampir pailit.
sedangkan di kantor induk sedang kekurangan orang karena banyak yang di pecat akibat ketahuan korupsi dan hampir menyebabkan perusahaan pailit.
Sedangkan mencari karyawan yang kompeten akan lumayan lama, dan akhirnya para direksi dan dewan komisaris sepakat akan menarik beberapa karyawan yang ada di perusahaan cabang di pindahkan ke perusahaan induk.
Penarikan karyawan itu bukan asal tunjuk tapi juga melalui beberapa tahap seleksi dan juga Benyak dedikasi yang sudah di lakukan untuk perkembangan perusahaan.
Flashback off
......**terimakasih sudah membaca.......
...jangan lupa tinggalkan jejak, like dan komen....
......to be continued**.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!