NovelToon NovelToon

Tahanan Suamiku

Petaka

Seorang pria berjalan tergesa - gesa di Bandara, ia  baru saja menginjakkan kaki di negara kelahiran nya. Tadi subuh ia mendapat kabar bila kedua orang tua nya telah tewas di habisi oleh orang yang tak di ketahui.  Rasanya dia tak percaya mendengar kabar tersebut semua terasa seperti mimpi.

Tak lama dia langsung menaiki taksi untuk segera tiba dirumah nya. Matanya memerah sejak tadi sudah menahan amarah pada orang yang tak di ketahui. Mendapati kabar bila kedua orang tua nya di  habisi oleh orang lain. Rasanya sangat sakit.

Sampai dirumah, ia melihat adiknya sudah terisak, menangisi kedua jenajah yang sudah terbujur kaku. Para pelayat memberikan jalan agar dirinya bisa melihat jenazah kedua orang tuanya yang sudah berada di peti.

"Rayan?" Lirihnya. Matanya berkaca - kaca menatap adiknya yang terisak pilu. Betapa adiknya pasti sangat sedih, menghadapi semua ini sendirian sebelum dirinya kembali.

"Kakak. Papa sama mama. Hiks. Aku takut kak, papa sama mama sudah tidak ada, Rayan harus apa, Hiks."

Rama memeluk adiknya, ia juga sama sakit nya, air matanya mengalir, tak mampu berucap. Dilihatnya kedua orang tuanya yang sudah berada di dalam peti jenazah tersebut.

Tak butuh waktu lama. Jenazah di bawa ke pemakaman, Rayan selalu terisak atas kehilangan kedua orang tua nya secara mendadak itu. Tak ada kalimat yang terucap selama proses pemakaman. Baik Rayan mau pun Rama. Ia terus memeluk adiknya sambil memperhatikan proses pemakaman kedua orang tua nya hingga selesai.

***

"Apa yang terjadi, Ray kenapa mama sama papa bisa sampai seperti ini?" Tanya nya.

"Aku tidak tau kak. Malam itu mama sama papa bilang akan pergi makan malam bersama sahabat mereka yang ada di luar kota. Ray juga di ajak, tapi Ray menolak karena ada tugas kuliah. Lalu--- Hiks, lalu subuhnya ada kabar dari rumah sakit, mengatakan mama sama papa sudah tewas. Huuuu." Raya semakin menangis. tak sanggup menceritakan semuanya.

"Sttt. Jangan sedih ada aku disini, apa pun yang terjadi aku akan selalu melindungimu."

Setelah memastikan adiknya sudah terlelap akibat menangis. ia mencari informasi atas  kematian kedua orang tuanya. Ia tak percaya kalau semua itu terjadi pada kedua orang tuanya.

"Apa yang terjadi sebenar nya, kenapa kalian pergi tiba - tiba?" Tanya nya, ia berpikir keras untuk semua yang terjadi pada keluarga nya.

Ditempat lain. Ada juga keluarga yang meratapi kehilangan orang yang di cintai. Keluarga Aditama baru saja juga memakamkan orang terkasih mereka. Ardan Aditama meninggal disaat yang bersamaan.

"Ma, aku tidak terima ini. Siapa pun yang sudah melakukan ini pada papaku akan ku lenyapkan mereka." Udap Arya. Dia tidak akan mengampuni siapa pun yang sudah menghilangkan nyawa papanya.

"Arya, dengarkan mama mungkin ini sudah jalan nya takdir papa kamu. Mama berusaha iklas, nak. Mama hanya ingin papa kamu tenang disana."

"Tidak ma, mana mungkin aku membiarkan pelaku kejahatan bekeliaran dimana - mana. itu hal mustahil, jangan minta aku untuk memaafkan orang yang sudah melenyapkan papaku. Tidak akan pernah." Arya begitu murka,  tidak ada maaf bagi orang yang sudah membunuh papanya. Siapa pun itu akan dia lenyapkan.

Malam itu. Anggi, mamanya menceritakan kalau papanya pergi ijin ingin bertemu dengan  keluarga Patra. Dan setelah itu mendapat kabar dari kantor polisi bila suaminya tewas akibat tembakan orang yang tak diketahui.

"Patra..." Arya mengeram marah, satu nama itu ia hapal dalam ingatan. Tangan nya di kepal kuat, rasanya dia ingin sekali menghabisi orang yang sudah membuat papanya tiada.

***

"Hai.. Bagaimana kabar mu. Maaf aku tidak bisa datang melihat kedua orang tua kamu disaat terakhir, aku berada diluar kota dan baru pulang tadi pagi." Ucap seorang wanita yang merupakan kekasih, Rama.

Rama hanya mengangguk kecil, ia mengulurkan tangan agar kekasihnya duduk disamping nya. Di peluknya wanita itu erat seolah takut jika suatu saat dirinya juga akan kehilangan wanita terkasihnya itu.

"Jangan sedih, apa pun yang terjadi kita harus tetap melanjutkan hidup, bukan? Percayalah kedua orang tua mu sudah tenang disana.."

"Hem, aku hanya kasihan pada, Rayan. Dia sangat sedih, Rayan masih kecil masih sangat membutuhkan kedua orang tua ku, Mil. Aku tak sanggup melihat dia setiap hari menangis."

Mila mendesah berat, ia tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang di cintai.

"Untuk itu, jangan pergi lagi, menetaplah disini. Kau bisa menjaga, Rayan sampai dia mandiri.."

"Itu sudah aku putuskan, setelah aku pikir, sepertinya aku harus mencari tau siapa yang sudah menghabisi nyawa kedua orang tua ku. Polisi hingga saat ini belum juga menemukan pelakunya."

"Hem, baiklah. Sebaiknya kita makan siang. Pekerjaan mu tinggal dulu. Aku akan menemai mu hari ini bekerja."

Rama tersenyum, ia tau kekasihnya berusaha menghiburnya, dan dia suka itu. Disaat dirinya sedang terpuruk, dia memang butuh ditemani oleh seseorang yang mengerti dirinya.

Baru saja Rama bersama, Mila pergi. Seseorang datang kesana, ia menatap tajam pada seorang wanita yang duduk sambil mengerjakan pekerjaan nya.

"Aku mau bertemu dengan tuan Patra." Ucap Arya dengan lantang.

Wanita itu bingung, bukankah Patra sudah meninggal dunia minggu lalu. Lalu dia berpikir, mungkin yang di maksud adalah Rama Arkilo Patra.

"Tuan Patra baru saja keluar makan siang bersama kekasihnya." Jawab wanita itu dengan takut.

"Sial. Aku ketinggalan." Umpatnya kesal. "Katakan padanya, aku mencarinya. dan jangan sampai kamu lupa. Katakan jika aku ingin menghabisinya." Setelah mengatakan itu, Arya pergi meninggalkan perusahaan tersebut. Ia berjanji akan menghabisi siapa yang sudah melakukan perbuatan keji itu pada keluarganya.

***

"Tante sedang apa?" Tanya Rayan, ia menopang tubuh seorang wanita paru baya, kalau tidak ada Rayan mungkin tubuhnya sudah jatuh ke lantai.

Anggi memegangi kepalanya yang sedikit pusing, datang ke Mall hanya ingin menghilangkan rasa  penat. namun kekuatan pisiknya belum juga pulih.

"Maaf nak, tante sudah merepotkan mu. Kepala tante rasanya sedikit pusing." Ucapnya, ia menampilakn senyum nya.

"Sebaiknya tante duduk disana dulu, ayo saya bantu." Ujar Rayan, menopang tubuh Anggi untuk bisa duduk dengan aman.

"Tante datang bersama siapa?" tanya nya kemudian setelah mereka mendapatkan tempat duduk.

"Bersama sopir, tadinya putra tante sudah melarang keluar rumah, tapi tante bosan dirumah terus. ya berakhirlah seperti ini." Rayan mengangguk paham. Matanya menatap kesekeliling arah mencari sopir yang dimkasud, Anggi

"Mana sopir tante?"

"Entahlah. Sepertinya sedang pergi. padahal tadi tante minta untuk menunggu."

Rayan berpikir keras. Dia tak mungkin meninggalkan wanita itu seorang diri dengan kondisi yang kurang baik.

"Bagaimana kalau tante saya antar ke rumah sakit saja." Tawaran terakhir yang menurutnya lebih baik. dia juga akan segera kembali pulang. Kakaknya sudah bertanya dia dimana.

"Hem. Sebaiknya juga begitu, kamu tidak keberatan sama sekali kan, nak?" Tanya Anngi merasa tak enak hati

"Tidak kok, tante. Mari saya bawa. Ada sopir saya disana, tante." Anggi mengangguk, di pandanginya Rayan yang terlihat tulus. Disaat sekarang sangat jarang ada orang yang perduli dengan orang lain.

***

"Maaf saya tidak bisa menunggu putra tante lebih lama lagi, saya sudah akan kembali pulang keluarga saya sudah menanyai saya. tidak apa, kan tante?" Tanya Rayan tak enak hari, ia meringis pilu.

Anggi tersenyum, ia mengangguk tak masalah. Diantar ke rumah sakit saja sudah sangat bersyukur.

"Terima kasih, kamu sangat baik. Maaf tante tidak bisa memberikan apa pun, kalau saja kamu mau menunggu putra ku sampai tiba, akan kami bayar upah mu, nak." Ucap Anggi dengan tulus.

"Tidak perlu tante, saya melakukan itu dengan iklas. Kalau begitu saya permisi. Semoga tante sehat dan baik - baik saja." Rayan menampilkan senyum tulusnya sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.

Di parkiran, Rayan sibuk berbalas pesan dengan kakaknya, malam ini , Rama memang berjanji akan makan malam bersama adiknya, tapi rupanya adiknya itu belum juga sampai dirumah.

Brukk.

"Agrhkk."

Tubuh Rayan oleng, ia kaget akibat tubuhnya di senggol benda keras. Dia pikir tubuhnya telah menubruk tembok, ternyata bukan.

"Maaf. Saya tidak melihat jalan. Maaf kan saya." Ucapnya tulus. ia meringis, menertawakan dirinya yang menduga menubruk tembok.

"Kamu tidak apa?" Tanya seorang pria, ia mengulurkan tangan untuk membantu, Rayan berdiri.

"Tidak. Terima kasih, sekali lagi maaf kan aku. Permisi." Rayan dengan cepat pergi meninggalkan tempat tersebut, mencari dimana keberadaan sopirnya.

Sedang pria itu terpaku menatap wanita yang sudah pergi meninggalkan dirinya.

"Cantik." Satu ucapan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Ia langsung kaget setelah menyadari hal itu.

"Apa yang ku pikirkan. Astaga,  harusnya aku menamparnya karena sudah menubrukku tadi. Sial. Itu kesalahan ku." Umpatnya. lalu kembali melangkah menuju ruangan dimana orang tersayang nya di rawat.

***

"Darimana saja kamu. Sejak tadi sudah ditunggu. Ada Mila juga." Ujar Rama kesal. Adiknya yang minta makan malam bersama, tapi malam dia pula yang keluyuran.

Rayan meringis tak enak hati, ia tersenyum kecil melihat kekesalan kakak nya.

"Maaf. Tadi sehabis kampus aku pergi ke Mall, eh malah bertemu dengan ibu - ibu yang sakit, akhirnya aku anterin kerumah sakit, kak". Ucap nya sedikit bersalah. "Mana kak, Mila. Kapan dia datang?" Tanya nya

Di ruang makan. Kita makan bersama, nanti saja kamu mandi. Kelamaan tau.

"Iya, ya. Jangan marah, nanti kak Mila takut dekat - dekat sama kamu, kak Rama. Diluar sana banyak pria yang menyukai kak, Mila." Rayan menggoda kakaknya yang masih saja kesal.

Ray. ya ampun kamu kemana saja, kita sudah menunggu mu sejak tadi. Kebiasaan pulang malam.

Rayan terkekeh, diliriknya Rama yang masih saja melotot padanya. "Maaf kan, Mila. Tadi ada insiden kecil. Tapi ya sudah lah, aku juga sudah dirumah. Mari kita makan. Kita eksekusi makanan lezat ini.."

Mereka duduk bersama sambil  menikmati makan malam. Sambil sedikit bercerita tentang keseharian mereka.

"Oh ya, siapa yang masak. Apa bibi atau kak, Rama?" Tanya Rayan

"Beli, bukan masak. Mana sempat masak, kami saja pulang malam. Rama sangat sibuk hari ini." Mila menjawab apa adanya, karena Rama memang lumayan sibuk, dia harus melihat semua pekerjaan ayahnya. Selama ini dia tinggal diluar Negeri.

"Kapan kalian menikah kak. Aku ingin kalian menikah tapi setelah menikah, jangan tinggalkan aku, tetaplah tinggal dirumah ini." Ucap Rayan penuh harap. Dia ingin rumahnya dipenuhi canda tawa, kalau Mila ada dirumah mereka, setidaknya, Rayan ada teman ngobrol.

Mila melirik kekasihnya. Dia tidak mungkin memutuskan seorang diri. Kalau Rama memintanya untuk segera menikah, maka dia sudah siap. Tapi sayang nya kekasihnya hanya diam.

"Ck, kalian hanya pacaran tanpa mau menikah, ya? Jangan sampai aku menikah duluan." Rayan mendengus kesal. Ia pun melipir menuju kamar setelah selesai makan.

"Mila, jangan hiraukan apa yang dikatakan, Rayan. Dia masih kecil. Nanti dia juga akan lupa dengan apa yang dia katakan.." Mila mengangguk. Ia tersenyum kecut, ternyata rama belum juga siap menikah.

***

Hari ini, Rama mendapati kabar tentang siapa yang ditemui kedua orang tua nya sebelum meninggal dunia. Rama sangat marah, berdasarkan orang suruhan nya, kedua orang tua nya malam itu pergi bertemu dengan Aditama. Rama tidak mengenal siapa orang itu, selama ini dia tinggal diluar Negeri.

"Brengsek. Awas saja kalian. Kenapa harus menghabisi kedua orang tua ku. Akan ku balas semua perbuatan mu, Aditama. Akan segera ku kirim kamu bertemu dengan kedua orang tua ku. Tunggu saja." Ucapnya. ia sangat marah mengetahui fakta sesungguhnya. Bahkan melihat laporan serta poto dimana kedua orang tuanya merenggang nyawa. Mata nya kembali berkaca - kaca tapi sudah di ingatkan dengan kejadian menyedihkan tersebut.

"Adam!" Serunya

"Iya tuan.."

"Kau yakin dengan semua informasi ini?" Tanya nya memastikan sekali lagi.

"Yakin seratus persen, tuan. Tuan Patra meninggal akibat di bunuh oleh orang yang belum diketahui, namun pada saat malam itu, kedua orang  tuan anda pergi menemui keluarga Aditama. Saya tidak tau ada pertemuan apa mereka saat malam itu." Ucap Adam.

"Sial. Pasti Aditama mengetahui masalah ini, aku harus mencarinya.." Ucapnya. Adam,  "kamu cari siapa Aditama itu, dan carikan alamat rumahnya, aku ingin bertemu mereka. Jika mereka terlibat dengan  kasus ini, aku tidak akan segan - segan melenyapkan mereka juga."

Adam mengangguk pasti. Dia mengerti dengan kesedihan hati, Rama. Siapa pun orang yang berada di posisinya saat ini, akan melakukan hal yang sama.

"Semoga anda tidak salah langkah, tuan. Bisa jadi bukan Aditama yang melakukan hal ini. Tapi bisa juga. Semoga keadilan terungkap secepatnya." Bisik Adam dalam hatinya.

**

"Rayan ini undangan untuk mu, jangan lupa datang nanti malam, ya?"

Rayan tersenyum sambil mengangguk, ia menerima undangan tersebut.  "Iya, aku akan datang. Terima kasih atas undangan nya."

"Kira - kira, aku bisa pergi gak, ya? Kalau kakak melarang ku bagaimana? Dia kan sangat posesif, takut inilah, takut itulah, apa lagi dengan semua kejadian yang menimpa mama dan papa. Huh. Rasti pasti sangat kecewa kalau aku tidak datang." Rayan sedih, dia tak menyalahkan  Rama atas  penjagaan yang ketat terhadap dirinya sendiri.

Aditama papaku

Malam hari nya, Rayan pergi ke suatu pesta diantar oleh, Rama sendiri. Pulang nya, Rama mengatakan tidak bisa menjemput adiknya karena harus melakukan urusan lain.

"Ingat, ya Ray, jangan pulang malam, kalau bisa pukul sepuluh malam kamu sudah sampai dirumah." Ucap Rama mengingatkan. Dia tidak ingin adiknya berada dalam bahaya, apa lagi mengingat mereka yang tinggal berdua tanpa orang tua.

"Iya kak, jangan khawtir, yang ulang tahun teman satu kelas, loh.  Kakak juga jangan pulang malam."

"Hem. pergilah, nanti kamu pulang naik taksi saja." Ujar Rama kembali. Rayan mengangguk, ia langsung masuk kedalam rumah, Rasti.

Disana dia sudah melihat banyak teman kampusnya. Apa aku datang telat, tapi kan ini masih pukul delapan kurang lima menit." Di undangan di buat acara dimulai pukuil delapan." Bisik, rayan dalam hati.

"Ray, sini. Kenapa bengong saja." Rasti berteriak,  dia cukup senang, Rayan mau datang ke acara ulang tahun nya, ia tau Rayan masih dalam kondisi berduka.

"Eh, iya Ras. Selamat ya, udah gede juga masih saja pake acara ulang tahun, kayak bocah saja kamu." Kekeh, Rayan.

Rasti membawa Rayan ke tempat yang sudah disediakan. "Kamu tidak apa kan duduk disini dulu, aku harus kesana, acara sebentar lagi akan dimulai."

Rayan mengangguk, ia pun paham kalau Rasti pasti akan sangat sibuk.

"Enak, ya jadi kamu Ras. Masih punya kedua orang tua, beda sama aku. Satu pun sudah tidak ada." lirihnya pada diri sendiri. Melihat Rasti yang tertawa bahagia bersama dengan keluarganya rasanya ia sangat iri. Karena sampai kapan pun dia tidak akan pernah merasakan hal seperti yang terlihat di depan mata nya.

Acara pun dimulai, banyak anak muda yang hadir disana, termasuk banyak pria yang dia tak kenal, Rayan mengira bila para pria yang jauh lebih dewasa darinya pun dengan Rasti adalah teman - teman kakak nya.

Tak ingin larut dalam kesedihan, ia mengambil duduk di tempat yang kosong.

***

Ditempat lain. Rama dan Arya bertemu, mereka  sudah sepakat untuk bicara  melalui asisten mereka  masing - masing.

"Kamu.  Sedang apa disini?" Tanya Arya heran, dia datang kesana untuk bertemu dengan  Patra, tapi malah bertemu dengan Rama, salah satu teman nya ketika mereka kuliah di luar Negeri dulu.

"Arya, kamu sudah kembali. Bukan nya kamu ada diluar negeri?  Kapan kamu kembali?" Tanya Rama. Ia juga kaget mendapati Arya disana. Di salah satu caffe yang cukup jauh. dari kediaman mereka masing - masing.

"Sudah hampir satu bulan. Aku ada urusan disini sebelum urusan ku selesai, maka aku tidak akan pernah kembali."  Jawab Arya. Dia duduk sambil menatap ke sekeliling, mencari meja lain yang kemungkinan orang yang ingin dia temui.

"Kamu sedang apa disini?" Tanya Arya kemudian.

"Bertemu seseorang, asisten aku mengatakan ketemunya disini. Orang nya belum nongol." Ucapnya, Rama menyeruput secangkir kopi yang sudah di suguhkan.

"Ketemu siapa? "Tanya  Arya kemudian.

"Aditama"

Deg

Arya kaget mendengar nya. "Buat apa kamu bertemu dengan orang itu?" Tanya nya

"Untuk menghabisinya. Dia sudah menghancurkan keluargaku. Dan dia juga harus hancur.  Aditama dan istrinya harus hancur, mereka berdua harus lenyap dari bumi ini."  Dengan mantan Rama mengatakan hal tersebut.

Dia tak tau kalau Arya adalah putra dari orang yang di carinya. Selama ini dia tidak mengetahui nama belakang, Arya.

Bug..

Arya yang marah mendengar nya langsung memberikan bogeman pada, Rama. Emosinya meledak mendengar, Rama yang ingin mamanya juga lenyap. Belum hilang rasa duka dalam hatinya atas kepergian papa tercinta, namun denegan terangan, Rama mengatakan ingin mama nya juga tiada.

Sebagai seorang  anak, Arya tentu tidak akan tinggal diam. Siapa pun yang berusaha menyakiti mama nya akan dia hadapi.

"Apa yang kamu lakukan, Arya?" Tanya Rama dengan marah, ia bangkit berdiri tak terima di pukul tanpa sebab.

"Jangan bilang kamu adalah orang suruhan Patra. Kamu utusan dari orang brengsek itu. Hah." Tanya nya dengan nada tinggi.

"Kamu.." Rama menunjuk Arya dengan emosi sekaligus kaget. "Kamu, jangan bilang kalau kamu adalah orang nya Aditama. Mana dia, kenapa malah mengutusmu. Katakan padaku mana manusia bajingan itu, aku sudah tidak sabar ingin melenyapkan dirinya. Dia harus habis di tangan ku." Ucapnya dengan tegas.

"Aku. Aku Arya Aditama. Orang yang kamu cari adalah papa ku. Mau apa kamu, mau menghabisi mamaku? Langkahi dulu aku sebelum kamu menghabisi mama ku, jangan harap kamu bisa melakukan hal itu." Jawab Arya dengan emosi. Rahang nya mengeras, rasanya saat itu juga ingin melenyapkan, Rama.

"Jangan bilang Patra itu adalah papa kamu, sialan?" Tanya nya. Diam nya Rama membuat Arya yakin kalau Rama memang benar anak nya, Patra.

"Dimana papa kamu, aku ingin menghabisinya. Katakan padaku, Rama. Papa kamu harus berakhir di tangan ku." Ucap Arya dengan mengeram emosinya. Tak bisa di percaya kalau orang yang sudah membuat papanya tiada adalah orang tua dari Rama.

"Kamu tau, keluarga mu sudah membuat papa ku tewas, katakan padaku apa salah papaku hingga harus di lenyapkan. Katakan, Rama?"

Arya menarik baju Rama dengan kuat matanya memerah, menahan gejolak dalam diri. Dia sudah gelap mata. Rama masih syok mengetahui hal tersebut.  Apa yang sebenar nya terjadi. Pikiran Rama masih melayang kemana - mana.

Bug. Bug..

Arya memukuli Rama dengan gelap mata, tak ada rasa aksihan, tak ada kata teman. Jiwa ibils nya sudah merongrong hingga ke ubun - ubun.

Bukan hanya Arya, Rama juga melakukan hal yang sama, baku hantam pun terjadi diantara mereka berdua. Wajah mereka berdua sudah  mengeluarkan cairan merah akan tetapi tak ada salah satu dari mereka yang mengakhiri kekuatan fisik tersebut.

"Hentikan. Jika ingin membuat keributan jangan disini." Ucap petugas kemanan, ia melerai pertengkaran diantara dua pemuda yang sama - sama marah itu. Satu  pertugas kemanan memegangi, Arya yang satu lagi memegani, Rama. Dua pria itu saling menatap tajam, rasa benci terlihat jelas dari sorot mata mereka.

"Ingat, Rama. Mulai saat ini kau bukan sahabat ku, lupakan apa yang pernah terjadi diantara kita dulu. Lupakan kalau kita pernah saling berbagi, saling melindungi. Dan malam ini juga aku mengatakan perang pada mu. Sebelum aku menghabisi seleuh keluarga mu, aku tidak akan pernah berhenti. Ingat itu." Ancama serius di ucapkan, Arya.

Begitu juga dengan, Rama dia juga mengatakan hal yang sama. "Kamu pikir aku akan sudih menjalin pertemanan dengan keluarga pembunuh seperti mu, jangan mimpi kamu Arya, aku juga akan melakukan hal yang sama. Kamu dan keluarga mu akan berakhir di tangan ku. Tak akan ada yang sisa. Aku bahkan berniat ingin melelang mama mu ke tempat judi." Ucap  Rama.

"Brengsek. Kurang ajar kamu." Arya mengamuk, tak terima mama nya di hina orang lain. Baginya mama nya adalah wanita yang sangat dia cintai.

"Sudah. Cukup. Jika kalian ingin ribut selesaikan masalah kalian diluar, jangan buat keributan di sini, mengganggu pengunjung lain. pergi kalian.." Pertugas kemanan itu membawa mereka berdua keluar.  Baik Rama pun dengan Arya sama - sama di bawa keluar hingga mereka masuk ke dalam mobil mereka  masing - masing.

"Sial. Kenapa selama ini aku tidak tau kalau Arya itu punya anam Aditama. Dia harus menerima ganjaran seperti yang sudah dilakukan orang tuanya pada papa dan mama ku. Ini tidak bisa di biarkan. Awas kamu, Arya. Kamu marah jika mama kamu dilenyapkan, lalu bagaimana dengan kami. Kami bahkan kehilangan kedua orang tua kami dalam waktu bersamaan."

Arya tidak kembali ke rumahnya tak ingin mama nya melihat kondisinya yang babak belur. Dia memilih pergi ke rumah salah satu teman nya.

"Sial, kenapa keadaan rumah mu sangat ramai, Bara. Ada apa disini?" Tanya nya. Dia berjalan masuk, barulah dia mengetahui kondisi rumah nya yang sangat ramai, ternyata rasti adiknya, Bara sedang mengadakan acara ulang tahun nya.

"Arya, kamu kenapa?" Tanya Bara heran. Dia menghampiri teman nya yang datang tanpa diundang tanpa kabar juga. Bara sempat heran, apa lagi melihat wajah nya yang babak belur.

"Kecelakaan kecil. Ambilkan minum. Gue haus." Pinta nya, lalu duduk di salah satu tempat yang kosong disana. Banyak pasang mata melirik, Arya yang babak belur. Bara yang melihat itu memutuskan mengajak Arya masuk kedalam rumah, di luar rumah banyak teman - teman adiknya, tepat nya di dekat kolam renang.

Arya berhenti melangkah disaat melihat sosok yang pernah dilihatnya dirumah sakit. Bukan hanya Arya, Rayan juga, ia kaget apa lagi melihat wajah orang yang babak belur itu.

"Ray, kamu disini?" Tanya Bara

"Eh, iya kak. Tadii numpang toilet." Ucap Rayan, ia meringis ngilu melihat luka di wajah, Arya yang tak karuan.

"Ray. kamu bisa bantu obatin luka Arya. Dia teman ku, entah kenapa dia bisa seperti ini. Aku masih ada perlu sama Rasti, kamu kan tau sendiri, dia bisa ngambek kalau tidak melihat ku diacara nya."

Rayan mengangguk ragu, jika menolak merasa tak enak hati.

"Iya, iya kak. Mana obat nya? "Tanya Rayan, ia tak berani menatap  Arya yang terluka itu.

"Ambil saja di laci dekat dapur, disana banyak jenis obat luka. Kalau Arya tidak nurut tekan saja luka nya." Bara terkekeh lalu melenggang pergi.

"Sini. Duduk om." Ucap Rayan menunduk. tak tau mau mengatakan apa.

"Om? Apa aku setua om mu. Bara kamu panggil kak, lalu aku, Om. Aku dan Bara seumuran. Jangan katakan itu lagi." Dengan tegas Arya mengatakan hal tersebut. Emosinya belum sepenuhnya reda, udah di buat kembali memanas.

"Eh, iya kak. Ma-maaf." Jawab Rayan.

Setelah, Arya duduk, ia pun mulai membersihkan luka di wajah, Arya. Pria itu sedikit meringis menahan rasa perih.

"Maaf. Sakit ya?" Tanya Rayan lagi.

"Menurut mu?" Dengan sorot mata tajam, Arya menjawab dengan angkuh.

"Nih orang galak benar, udah ditolongin malah marah. Kalau tidak mau terluka maka jangan berantam. Aku tau nih, dia pasti berantam karena wanita?" Bisik Rayan dalam hatinya. Ia kembali membersihkan noda merah di wajah, Arya.  Sesudah itu barulah dia berikan obat luka, tak lupa Rayan memberikan plester pink disana.

"Sudah.. Semoga cepat sembuh." Ucap Rayan dengan tulus.

"Hem. Ngomong - ngomong kamu yang waktu itu ada dirumah sakit kan?" Tanya Arya

"Eh, Iya kah? Saya lupa." Rayan terkekeh canggung, tak tau harus bicara apa. Sebenar nya dia ingin segera pergi, tapi tak enak meninggalkan, Arya yang masih mengajaknya bicara.

"Kamu teman nya, Rasti?" Tanya Arya

"Hem."

"hem apa? Jawab itu yang benar, seolah kamu tidak menghargai orang lain yang sedang bicara."

Jleb.

Rayan menelan saliva berat. Rasanya pria yang sudah di obati luka nya sangat ketus ketika bicara dengan orang lain.

"Ray sudah selesai?" Tanya Bara yang baru datang dengan makanan yang di bawa nya buat, Arya.

"Sudah kak, kalau begitu aku ke sana, ya. Sekalian mau ijin pulang. Takut kakak ku marah."

Bara tersenyum kecil. ia mengangguk membiarkan, Rayan pergi

"Ck, dasar anak manja, baru juga pukul sembilan sudah mau pulang. Apa kata dunia, disaat jama sekarang maish takut pulang malam. Alasan saja. " Julit Arya.

"Nih makan dulu, jangan mengomel. Katakan padaku, kenapa kamu bisa seperti ini?" Tanya Bara heran.

"Ini akibat ulah orang yang sudah membuat papaku tiada, kamu pasti tidak akan menyangka kalau aku bilang siapa orang yang sudah melenyapkan, papa ku. Kau tau Bara, dia adalah Rama, teman ku yang dulu pernah aku ceritakan. Dia teman yang pernah satu kampus sama aku."

"Lah, bukan nya kamu bilang dia ada di luar Negeri?" Bara heran

"Tidak, tadi aku bertemu dengan nya, aku menghajar nya. Dia juga ingin melenyapkan mama ku. Dia bilang kedua orang tua ku harus lenyap. Berani sekali dia mengatakan hal itu padaku, apa dia tidak tau siapa aku. Tidak ada kata teman bagiku, Bara. Jika ini menyangkut nyawa keluarga ku, siaap pun akan aku lenyapkan dari duani ini. Termasuk, Rama."

"Bro, aku turut berduka atas kejadian yang sudah menimpa keluarga mu. Dan jika kamu ingin menuntut keadilan lakukan dengan cara yang benar, jangan sampai ada kejadian tak terduga kembali.."

Mereka akhirnya berbincang banyak hal random sambil menikmati makanan. Arya bahkan minta dukungan, Bara ketika suatu saat dibutuhkan. Sebagai teman yang baik, Bara tentu mengabulkan nya..

**

"Kau ingin pulang, Rayan?"

Rayan menoleh ke samping, dia kaget melihat seseorang yang berdiri di samping nya.

"Kau. Kau tau nama ku?" Tanya nya tak percaya. "Padahal kita tidak ada kenalan tadi?"

"Hem. Bara mengatakan padaku kalau namamu, Rayan. Bukankah nama mu memang Rayan? "Tanya nya. Mata nya menyipit melihat Rayan yang kaget juga gugup.

"Ayo aku antar pulang, sebagai imbalan sudah mengobati luka di wajah ku.

"

Diserang

Selesai pamitan pada, rasti. Rayan berniat pulang, masih ingat dengan pesan kaak nya untuk tidak lewat dari jam sepuluh malam. Disaat dirinya menunggu taksi, Rayan di akgetkan dengan sosok yang tadi sempat di oabti luka nya.

"Kau mau pulang, Rayan?"

"Eh, iya kak." Jawab nya gugup.

"Mari saya antar pulang, sebagai ganti karena kamu sudah mengobati luka ku."

Rayan berpikir,  apakah tidak masalah kalau dirinya pulang bersama orang yang dia tidak kenal sama sekali. Apa lagi kondisinya tidak baik - baik saja.

"Tapi--"

"Tidak akan ada masalah. Hanya sebagai ucapan terima kasih. Mari, silahkan masuk." Ucap Arya dengan lembut, ia membuka pintu mobilnya, mempersilahkan Rayan masuk.

Tak enak hati menolak, Rayan pun mengangguk, mengikuti perintah orang yang belum  ia ketahui nama nya itu.

Sepanjang perjalanan, Rayan diam, tau tau mau bicara apa

"Kamu tinggal dimana?" Tanya Arya membuka suara. Rayan pun memberikan alamat rumahnya.

Belum habis dari waktu yang di tentukan. Rayan sudah kembali ke rumah, tak lupa mengucapkan kata terima kasih pada orang asing yang sudah mengantar nya.

***

Rama  di hadang oleh orang yang tak dia kenal sama sekali. Disaat dirinya pergi keluar kota untuk perjalanan bisnis. Dia dia kagetkan dengan  empat orang yang berusaha mencelakainya.

"Turun." teriak orang yang berdiri di depan mobilnya.

"Sial! Mau apa mereka? Adam, siapa mereka?"

"Tidak tau tuan, sepertinya mereka memang sengaja menghadang perjalanan kita. Sebaiknya tuan diluar saja, biar saya yang menghadapi mereka." Ucap Adam, ia langsung keluar tanpa menunggu jawaban dari tuan nya.

Bukan hanya Adam saja, Rama juga ikut keluar dari mobil. Tak tega melihat Adam bertarung seorang diri. Baku hantam pun terjadi, mereka saling serang, slaing melakukan perlawanan hingga empat orang itu tumbang.

"Cih, hanya segitu kemampuan kalian. Aku tau kalian bukan rampok tapi di suruh oleh seseorang. Katakan pada tuan mu aku tidak takut padanya." Ucap, Rama. Dia kembali masuk kesalam mobil setelah selesai membereskan orang yang sudah menghaalngi perjalanan panjang nya.

"Tuan. Mungkinkah mereka orang - orang nya, Arya?"

"Segala sesuatu bisa mungkin, Adam. Tapi biar lah. Jika Arya memang ingin perang, aku akan hadapi. Kedua orang tua ku sudah tiada akibat Aditama. Tidak ku sangka, Arya bersikap licik seperti itu. Harusnya dia tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh, papa nya. Jika salah maka salahkan, jika benar maka di benarkan.."

Adam mengangguk setuju, mereka pun meninggalkan tempat kejadian tersebut.

Dilain tempat, Arya juga sedang melakukan meeting dengan salah satu rekan bisnis nya.  Ia bersama Bara bertemu setelah selesai meeting, sambil menunggu pesanan berbincang seputar bisnis yang mereka geluti. Selesai mengopi, Bara pamit pergi karena masih ada yang ingin dia selesaikan. Sedang Arya pergi membeli rokok ke seberang caffe.

Tanpa di duga, Arya diserang oleh orang tak di kenal.

Dor..

Letusan senjata terdengar hingga mmebuat orang yang ada disekitar panik. Arya kaget, ia melihat lengan sebelah kirinya sudah terluka. Arya langsung mencari tempat persembunyian.

"****! Ini pasti ulah mu, Rama. Sialan. Bisa - bisanya kamu menyenrangku di tempat umum. Awas kamu, Rama akan ku lakukan pembalasan yang lebih  keji lagi. Tunggu saja pembalasan ku." Arya mengeram marah. Ingin kembali menyenyerang lawan tapi dirinya tidak membawa senjata. Sentaja miliknya tertinggal di mobil.

Saat itu pula dia mengutuki dirinya yang tidak siaga setiap saat. Aku harus pergi dari sini, kalau tidak aku bisa lenyap juga sia - sia. Arya mengumpati, Rama yang sudah menyerang dirinya. Detik itu juga dia bersumpah akan membalas yang lebih kejam lagi.

Berlari sambil menunduk untuk menghindari tembakan. Dan akhirnya Arya berhasil keluar dari sana. Dia berlari ke sembarang tempat hingga dia menemukan minimarket. Tanpa pikir panjang, Arya masuk mencari tempat untuk bersembunyi. Dan sialnya musuh itu mengejar nya, mereka masuk kedalam minimarket tersebut.

Dor..

Suara letusan kembali terdengar hingga semua pengunjung disana serta karyawan kaget, mereka semua ketakutan.

"Jangan ada yang bergerak. Tetap ditempat. Jika kalian menurut dengan apa yang kami lakukan kalian akan selamat tapi jika kalian tidak menurut, kama pistol ini akan meletus di kepala kalian." Ucap seorang pria berpakaian hitam.

Semua orang yang ada disana terdiam ketakutan. Tak ada yang berani bergerak sedikit pun, bajkan untuk bernafas saja mereka takut.

"Kamu.." Ucap Rayan, ia keget melihat, Arya yang terluka, pria yang kemaren malam juga mengalami luka di wajahnya, masih tampak ada luka di wajahnya kini sudah mendapat luka  tembakan di lengan kirinya. Rayan juga melihat Arya memegani lengan nya yang kesakitan.

"Ssss. Diamlah, jangan katakan jika aku bersembunyi disini. Kamu tetap  bersikpa seperti biasa saja." Pinta Arya memelas. Rayan mengangguk takut apa lagi dia mendengar suara tembakan beberapa menit lalu.

Dua orang pria berkeliling mencari keberadaan, Arya. Mereka juga melihat tetesan noda darah di sekitar lorong.

"Kamu.." Ucap mereka pada Rayan yang berdiri mematung. Rayan terlonjak kaget.

"Kamu melihat seorang pria terluka?" Tanya nya. Rayan geleng kepala, ia sangat ketakutan melihat pistol diarahkan padanya.

"Jangan bohong. Kau ingin mat!?" Sentak pria itu.

"Sa-saya tidak melihat siapa pun, tuan. Tadi saya fokus memilih belanjaan saya." Rayan menjawab dengan gugup berdoa agar tidak disakiti oleh mereka.

"Kenapa ada darah disini?"

Sa-saya tidak tau. Ucap Rayan. Lagi - lagi dia ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.

"Periksa di sekitar sini, Arya pasti berada di tempat ini, noda merah itu sebagai bukti.." Mereka pun mencari keberadaan Arya, namun hasilnya nihil, tak  menemukan pria yang mereka incar.

"Huh.." Rayan bernafas lega disaat penjahat itu sudah pergi. Dia pun mendekat dimana, Arya bersembunyi. Ya, pria itu bersembunyi di balik kaca besar. Tidak akan ada yang menduga diirnya berada di balik kaca tersebut.

"Tuan. Keluar lah mereka sudah pergi." Ucap Rayan.

Tak lama, Arya keluar, ia sudah sedikit lemas, darah nya sudah banyak yang terbuang.

"Astaga, apa tuan baik - baik saya. Sebaiknya kita ke rumah sakit." Ucapnya panik. Tanpa menunggu jawaban Arya, Rayan mengambil lengan, Arya lalu membawanya keluar. Banyak pasang mata melihat mereka dengan takut.

***

"Bagaimana kondisi nya, dokter?" Tanya Rayan

"Bukan masalah besar. Hanya saja pasien tetap harus di operasi, untuk mengeluarkan peleuru  yang ada di tubuhnya. Segera tanda tangan  surat persetujuan nya , nona."

"Em.. Bisakah saya bertemu dengan nya sebentar."

"Silahkan.."

Rayan langsung menemui, Arya. Rasanya tidak mungkin dia melakukan hal yang diminta dokter itu.

"Tuan.. Apa ada keluarga anda yang bisa di hubungi. Dokter mengatakan anda harus segera di operasi untuk mengeluarkan peluru yang ada di tubuh, anda itu.."

Arya menatap Rayan dengan lemas. Baginya luka tembakan tersebut bukan lah masalah besar, akan tetapi darah nya yang sudah banyak terkuaras membuatnya merasa lemas rak berdaya.

"Lakukan saja, jika harus menunggu mama ku itu akan memakan banyak waktu. Lakuakn, aku mengijinkan mu untuk melakukan hal itu semua."

"Tapi-"

"Lakukan lah." Tegas Arya, ia kesal. Dirinya sudah lemas, Rayan masih ingin berdebat dengan nya, rasanya dia tak bertenaga untuk berdebat saat ini.

"Baiklah." Rayan pasrah, dia pun melakukan hal yang diminta, Arya. Sambil menunggu , Arya selesai operasi. Rayan menghungi Anggi. Nomor yang di berikan, Arya sebelum dirinya masuk ruang operasi.

**

"Dokter. Bagaimana kondisi putra ku? Apa dia baik - baik saja?" Tanya Anggi, air mata nya sudah menetes. takut kehilangan. Belum laam dirinya ditinggal suaminya, kini putra nya malah mengalami luka tembak. Anggi mengira putranya sedang kritis.

"Wanita ini, kan yang waktu itu?" Gumam Rayan dalam hati. Lalu dia memberanikan diri untuk bicara.

"Tante.. Apa kabar?" Ucap Rayan, ia tersenyum lembut.

"Kamu. Kamu wanita yang dulu pernah menolong ku, kan? Kamu, Rayan"

Rayan mengangguk, ia senang ternyata wanita itu masih mengingat nya. "Tante masih ingat." Ucap nya.

"Tentu saja.  Masa sih lupa sama orang yang sudah berbuat baik pada kita. Apakah kamu yang menghubgiku ku tadi?"

Rayan kembali mengangguk, ia mengajak wanita itu duduk sambil menunggu operasinya selesi.

Ceklek.

Dokter keluar dari ruang operasi dengan perasaan lega.

"Dokter, bagaimana putraku, apa dia baik - baik saja?" Tanya nya panik

"Tenang nyonya, putra anda baik - baik saja. Luka nya tidak parah, hanya saja tetap butuh melakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan peluru dari lengan nya. Tunggu saja putra anda di pindahkan keruang rawat. Baru kalian bisa menemuinya."

Anggi mengangguk, hatinya lega mendengar penuturan dokter itu.

Rayan sebenarnya ingin kembali pulang, tapi Anggi malah meminta Rayan untuk menemaninya sampai, Arya sadar kembali.

"Kau mengenal putraku?" Tanya Anggi. Kini mereka duduk diruangan rawat Arya sambil menunggu pria itu sadar dari pengaruh obat bius nya.

"Tidak tante, hanya saja  beberapa kali kami pernah bertemu. Saya juga tidak tau kenapa tuan itu bisa mendapat luka seperti ini." Jawab Rayan dengan sendu

Anggi tersenyum, ternyata feeling nya tidak salah, wanita yang pernah menolong nya memang benar - benar baik.

"Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih, kamu sudah menolong putra ku juga aku. Entah dengan apa harus membaals kebaikan kamu, nak.."

"Tidak tante. bukan kah sesama manusia kita wajib saling menolong. Bila orang lain bertemu hal yang sama mereka juga akan melakukan hal ini.."

Arya membuka mata perlahan. ia meringis merasakan sakit di bagian lengan nya. ternyata setelah pengarih obat bius nya hilang, rasa sakit nya terasa.

"Mama." Lirihnay pelan. Ia melihat mamanya sedang duduk bersama seorang gadis yang tadi sudah menolong nya.

"Arya, kamu sudah bangun nak. Kamu butuh apa katakan sama, mama. Biar mama ambilkan."

"Arya haus, ma."

"Baiklah." Anggi mengambilkan air minum serta sedotan nya, lalu di bantunya, Arya untuk minum, setelah itu dia duduk kembali, tersenyum menatap putranya yang baik - baik saja.

"Arya, kamu tau nak. Ini gadis cantik yang mama ceritakan waktu itu, dia yang sudah menolong, mama. Benarkan apa kata mama, dia cantik." Seru Anggi. Dia memuji kecantikan dan kebaikan, Rayan  pada , Arya putra nya.

"Iya ma. dia baik." Jawab Arya dengan datar.

"Tante, ya sudah. Saya ijin pulang, kakak saya bisa marah kalau saya pulang lama." Rayang tersenyum pada Anggi yang terlihat cemberut, ia masih ingin bersama gadis itu.

"Semoga cepat sembuh, tuan.." Arya mengangguk, ia memandangi Rayan yang sudah hilang di balik pintu.

"Dia kenapa buru - buru pulang sih, mama kan masih ingin cerita banyak hal."

"Ma." Sela Arya, heran melihat tingkah mama nya yang tak biasa.

"Mungkin dia ada urusan, kenapa mama seolah ingin menahan nya. Bagaimana kalau keluarga nya marah. Jangan buat keadaan menjadi sulit."

"Pokoknya kamu harus mengucapkan terima kasih sama gadis itu. Mama tidak mau tau."

"Astaga mama, Arya  masih sakit. Nanti kalau Arya sudah smebuh, pasti mengcapkan terima kasih, tadi Arya lupa, ma." ucapnya

***

Rama, meminta Adam untuk melakukan penyerangan terhadap perusahaan Aditama. Dia tak terima atas kejadian yang ada diluar kota. Dia yakin kalau, Arya yang sudah melakukan penyeranagan kecil itu.  tak akan ada ampun baginya, hingga Arya bersama keluarga nya mendapatkan teguran.

"Dam. Minta orang kita memabatalkan kerja sama kita, kalau mereka masih menjalin kerja sama dengan perusahaan, Aditama. Aku tidak akan pernah membiarkan, Arya menang. Jika di sudah berani menyerang ku  itu sama saja dengan melawan ku dalam bentuk apa pun. Aku yang kehilangan orang tua ku, lalu kenapa dia yang marah. Aku berhak mendapatkan keadilan."

Adam mengangguk paham, dia sudah melakukan banyak hal agar beberaap rekan bisnis mereka membatalkan kerja sama mereka dengan perusahaan, Aditama. Adam juga ikit geram, karena sudah di hadang di tengah jalan. Sampai kapan pun dia akan tetap melindungi, Rama dari serangan musuh, tuan nya.

[Cara mu terlalu licik, Rama. Ini sikap asli mu, kenapa sejak dulu kamu pendam]

Pesan dari Arya membuat Rama tersenyum sinis. Ini belum seberapa, Arya. "Kau yang sudah memulai semua ini, maka jangan salahkan aku jika menjadikan mu jatuh miskin hingga tak terhingga. Seandainya kau membiarkan papamu masuk dalam bui penjara aku tidak akan melakukan hal sejauh ini. Terima lah akibat nya." Gumam, Rama tanpa mau membalas pesan dari, Arya.

"Sayang, kamu pasti belum makan siang, kan?" Mila datang membawa makan siang untuk kekasihnya. Ia tau, Rama sangat sibuk pasti akan lupa dengan urusan perut nya sendiri.

"Kamu disini?" Ucap Rama tersenyum, ia melihat paper bag yang di bawa kekasihnya, hatinya menghangat melihat hal itu. Perhatian, Mila membuatnya semakin jatuh cinta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!