NovelToon NovelToon

I Love You Xavera

Episode 1 Sang Penyendiri

2 bulan telah berlalu. Dimana hari-hari panjang telah berhasil dilalui oleh Xavera Adelina Putri di sekolah SMA Mutiara Cinta. Mengapa dikatakan dengan hari-hari yang panjang? Karena untuk mengatakannya sebagai hari-hari yang berat, akan menjadi beban pikiran yang terlalu menyulitkan. Pikir Xavera yang selama ini berusaha bertahan melawan kerasnya kehidupan.

Karena kepribadian nya yang senang menyendiri dan jarang berbicara membuat kebanyakan teman-temannya memilih untuk menjauh, bahkan membenci karakternya. Dibilang tidak asyik lah, pura-pura pendiam dan pemalu padahal munafik di belakang layar. Dan ada banyak kata-kata lainnya yang menyerang Xavera secara membabi buta.

Kenapa bisa dikatakan separah itu? Karena memang tidak ada satupun teman-teman di kelasnya yang ingin atau untuk hanya sekedar menyapa Xavera. Mereka bahkan menganggap Xavera seolah tak pernah ada di dalam kelas. Sekalipun mereka menyebutkan nama Xavera, selalu saja dibarengi dengan kata-kata pujian penuh luka.

"Untuk tugas selanjutnya Ibu ingin kalian membentuk sebuah kelompok ya." Ucap Ibu Indira. Seorang guru dari mata kuliah sejarah Indonesia.

Semua bersorak riang dengan teman sebangkunya masing-masing kecuali Xavera yang hanya duduk sendirian.

"Ibu, apa untuk menentukan kelompoknya sesuai dengan keinginan kita?" Ucap seorang siswa perempuan yang duduk di barisan depan. Ia bernama Tania. Ia menyerukan pertanyaannya dengan lantang.

Ibu Indira pun terdiam sejenak untuk kemudian berucap, "Ibu akan mengecek terlebih dahulu data jumlah siswa di kelas ini." Ucapnya sembari membuka lembar absen kelas yang ada di atas mejanya.

"Tapi jika kita ingin memilihnya sendiri, bagaimana Bu?" Ucap siswa perempuan yang lainnya.

"Ibu rasa untuk membuat nya terlihat adil. Ibu saja yang pilihkan pembagian kelompok untuk kalian ya." Ucap Ibu Indira dengan kedua sudut bibirnya yang tak henti mengukir senyuman.

"Boleh saja, Bu. Tapi jangan pilihkan Xaxa

untuk sekelompok denganku." Jawab siswa

perempuan tersebut yang diikuti oleh

seluruh siswa lainnya yang ada di dalam

kelas.

Ibu Indira mengerutkan keningnya heran. Ini

memang kali pertama dirinya membentuk

kelompok di ruang kelas satu ini. Dan untuk

di ruang kelas satu yang lain ia sudah

mencobanya, namun semua baik-baik saja.

Tidak ada yang banyak bertanya, apalagi

protes. Mereka semua mengikuti arahan

dengan baik. Apa ini yang dikatakan bahwa

perbedaan memang selalu ada. Pikir lbu

Indira.

Sembari kembali mengukir senyuman, Ibu

Indira pun berusaha memindai situasi

untuk kemudian bertanya, "Jika kalian

semua tidak ingin satu kelompok dengan

Xavera, lalu siapa yang akan sekelompok

dengannya? Jangan memilih pertemanan

dalam belajar. Kita harus saling

bekerjasama, saling membantu satu sama

lain."

"Tapi masalahnya Xavera itu bodoh, Bu. Dia

hanya akan menjadi beban kelompok saja.

Siapapun juga pasti akan malas jika harus

satu kelompok dengannya." Ucap Tania

tanpa ingin memfilter kata-katanya yang

langsung merendahkan kemampuan

Xavera di depan semua teman-teman

sekelasnya dan juga Bu Indira.

"Apa yang dikatakan Tania itu benar, Bu.

Bukankah seharusnya Xavera tidak

bersekolah disini?" Ucap Baby teman satu

meja dengan Tania.

"Ada banyak sekolah luar biasa. Kenapa bisa-bisanya sekolah ini menampung siswa

seperti dia, Bu." Timpal siswa lainnya.

"Wajahnya sih oke lah. Tapi kalau bodohnya

diluar nalar ya percuma. Bikin malu sekolah

nggak sih, Bu?"

"Dikeluarin aja bisa, kan? Daripada

buang-buang waktu sama duit aja. Aku

saranin dia buat sekolah di SLB XX."

Semua siswa saling bersahutan menghina

Xavera yang sedari tadi memilih diam tak

peduli.

lbu Indira pun yang sedari tadi diam

memperhatikan mulai angkat bicara, "lbu

rasa waktu pembelajaran kita di hari ini

sudah selesai ya. Ada waktu 15 menit lagi

untuk kalian berdiskusi. Silahkan tentukan

kelompok kalian masing-masing. Dan untuk

Xaxa. Kamu tidak perlu memiliki kelompok.

Ibu yakin kamu bisa menyelesaikan tugas

yang Ibu berikan sendirian. Sekian, Ibu

pamit keluar kelas." Ucap Ibu Indira tanpa meninggalkan jejak senyuman nya lagi. la

benar-benar muak menanggapi

siswa-siswinya yang sombong dan tidak

bisa diatur. Untuk Xaxa, ia akan berusaha

membimbingnya langsung diluar jam

pelajaran.

Mendengar hal itu membuat Tania bersorak

kemenangan dalam hati. Tujuannya untuk

semakin membuat Xavera dikucilkan

kembali berhasil.

"Sampai kapanpun itu. Aku akan selalu

membuat hidupmu menderita. Jangan

harap memimpikan kebahagiaan, karena itu

tidak akan pernah terjadi." Gumam Tania

dalam hati nya sembari melirik sekilas ke

arah Xavera yang duduk di kursi paling

belakang.

Bel istirahat berbunyi. Seperti biasanya,

Xavera tidak membawa bekal dari rumah

atau membeli makanan di kantin sekolah. la

selalu menahan rasa laparnya dengan

berdiam diri di ruang perpustakaan.

Jika biasanya ia duduk dipojokkan kursi

perpustakaan. Kali ini Xavera lebih memilih

duduk di kursi lain yang dekat dengan

jendela, memandangi suasana di luarnya

dengan tatapan dan pikiran yang tenang.

Seolah apa yang terjadi di dalam kelas tadi

tidak pernah ada. la belum mengambil

salah satu buku untuk dibaca. Masih asyik

memandangi apa yang dilihatnya saat ini.

Tentang sebuah pohon yang bergerak

karena hembusan angin dan beberapa

daun-daun yang berguguran, menjadi pusat

perhatiannya.

Nyatanya tempat itu bukanlah sembarang

tempat. Melainkan tempat keramat dari

seseorang yang tidak rela jika tempatnya

diambil alih. la akan selalu menjadi orang

pertama yang masuk ke dalam

perpustakaan. Tapi kali ini ia datang

terlambat karena sesuatu hal yang terjadi di

ruang guru.

Xavera yang tidak biasa memperhatikan sekitar yang tidak menjadi objek perhatian

nya, tidak mengetahui jika tempat duduk

yang ia tempati sekarang adalah tempat

yang selalu diduduki oleh seseorang.

Seseorang itu pun masuk ke dalam

perpustakaan dan langsung menghampiri

Xavera, "Kenapa duduk disini?" Ucap

seseorang itu pada Xavera dengan tatapan

dinginnya.

Xavera yang sedari tadi memandangi objek

yang disukainya langsung teralihkan

dengan suara seseorang yang bertanya

padanya.

"Maaf. Apa ada yang salah?" Xavera

menatap laki-laki tersebut dengan tatapan

santainya. Dingin dan tajamnya sorot mata

di depannya saat ini sama sekali tidak

menggentarkan perasaan Xavera untuk

takut.

"Ini tempatku." Ucap laki-laki tersebut

sembari menghela nafas panjang.

"Sejak kapan? Apa kamu sudah

membelinya dari sekolah? Apa memang

bisa dilakukan?" Entah keberanian ini

datang dari mana. Yang jelas Xavera berani

berucap pada siswa laki-laki yang tidak

dikenalnya saat ini. Apa mungkin rasa kesal

atas kejadian di dalam kelas tadi seolah

bisa sedikit dilampiaskan nya dengan

kejadian ini. Entahlah. Karena biasanya,

Xavera tak berani menatap lawan bicaranya

apalagi berbicara selugas saat ini.

"Bisakah kamu mencari tempat duduk yang

lain. Karena masih ada banyak tempat

duduk yang kosong" Ucap laki-laki tersebut

sembari mengepalkan kedua tangannya.

"Kenapa bukan kamu saja."' Ucap Xavera

dengan tatapan datarnya sembari beranjak

dari tempat duduknya, "Aku tidak tertarik

untuk memperebutkan hal yang tidak

penting. Silahkan duduk di sini dan aku

pastikan ini tidak akan terulang." Ucapnya melangkah pergi meninggalkan

perpustakaan.

Sementara laki-laki itu yang sempat ingin meluapkan emosinya, tertahan melihat tingkah seseorang yang baru dilihatnya. Dan iya, sama seperti Xavera. Meski setiap hari mengunjungi perpustakaan, ia baru melihat Xavera. Lebih tepatnya mereka berdua baru saling memperhatikan keberadaan satu sama lain.

"Maafkan aku, Kak. Aku belum bisa

melepas kejadian itu. Aku akan terus

mencari bukti tentang siapa dalang dibalik

kematian Kakak." Batin siswa Laki-laki itu

menatap ke arah jendela dimana Kakaknya

satu tahun yang lalu melakukan aksi bunuh

diri dengan meloncat dari jendela tersebut

sembari menusukkan pisau di tubuhnya.

Episode 2 Perlakuan Kasar Tania

Siswa laki-laki yang berhadapan dengan

Xavera itu bernama Kaisar. Kaisar memiliki

sikap yang dingin dan tidak mudah

disentuh. la sangat menjaga privasi dirinya

dan juga keluarganya. Hingga tidak banyak

dari teman-temannya yang tahu dari

keluarga mana Kaisar berasal. Terlebih

Kaisar juga tidak memainkan sosial media

manapun. la hanya memiliki nomor ponsel

untuk berkirim pesan dan melakukan

panggilan telepon.

Keesokan harinya. Kai yang hendak

melangkah menuju perpustakaan setelah

bel istirahat berbunyi, bertemu dengan

Xavera di koridor sekolah. Tengah berjalan

sendiri dari arah yang berlawanan dengan

nya.

Kaisar berusaha mengalihkan tatapan

matanya. la tidak ingin siswa perempuan yang kemarin ia temui di perpustakaan itu

menyapanya. Namun karena ia Xavera.

Meskipun Kaisar terlihat sangat tampan

dan dikagumi oleh banyaknya siswa

perempuan di sekolah SMA Mutiara Cinta,

tidak lantas membuat nya ikut terhanyut,

terbawa perasaan dan sama-sama jatuh

cinta. Xavera justru tak memfokuskan

pandangan ke arah siapapun, ia lebih

memilih jalan dengan tatapan sedikit

menunduk untuk mengindari bersitatap

dengan semua orang.

Disaat Kai dan juga Xavera mulai

melangkah saling mendekati, tiba-tiba

seorang siswa perempuan yang bernama

Tania yang merupakan teman sekelas

Xavera menarik lengan Xavera dengan

kasar lalu membawanya ke arah toilet

bersama dengan Baby yang selalu berada

di sampingnya. Kai yang melihat itu

langsung menghentikan langkahnya.

Terdiam dengan beberapa pertanyaan yang

muncul.

"Kenapa aku jadi memikirkannya" Batin

Kaisar kesal dengan pikirannya sendiri. la

kembali melangkahkan kakinya cepat

menuju perpustakaan.

Setelah sampai di ruang toilet, Tania

langsung menghempaskan tubuh Xavera

dengan kasar ke arah tembok. Siswa lain

yang tengah berada di toilet pun langsung

tergesa-gesa keluar. Mereka tahu

bagaimana populer nya Tania yang

merupakan anak seorang pengusaha

terkenal. Tidak ada yang berani

menegurnya selain sama-sama memiliki

kekuatan.

"Aw." Ucap Xavera mengaduh kesakitan.

"Kenapa mengaduh? Sakit ya?" Ucap Tania

sembari mencengkeram kuat rahang

Xavera.

Xavera sendiri tidak berusaha melawan. la hanya terus diam dan menerima setiap

perlakuan kasar Tania padanya.

"Baby, Keluarlah. Aku ingin berbicara

dengan nya berdua." Ucapnya tanpa

mengalihkan tatapan tajamnya pada

Xavera.

"Baiklah aku pergi. Selesaikan urusanmu

dengan dia secepatnya. Aku tunggu di kantin." Baby pun langsung keluar toilet.

Setelah puas mencengkeram kuat rahang

Xavera, Tania pun langsung melepaskan

nya dengan kasar.

"Aku peringatkan sekali lagi. Jangan berani

mengadukan nya atau nasib Ibumu akan

hancur!"

"Aku tidak pernah berniat untuk mengadukannya. Jadi kamu tidak usah

khawatir akan hal itu." Ucap Xavera setelah

mengatur nafasnya yang sesak akibat dari

cengkeraman tangan Tania pada lehernya

tadi.

"Bagaimana aku tidak khawatir. Kemarin

kamu pasti sengaja bukan melakukan nya

agar semua orang tahu tentang kamu yang

sebenarnya. lya kan sialan?!!" Tania

berteriak kesal. Begitu muak untuk hanya

sekedar menatap wajah Xavera. la

benar-benar menahan kekesalannya

kemarin karena tidak bisa meluapkannya

sepulang sekolah karena harus melakukan

ekskul cheerleader.

Permasalahan ini dimulai saat Xavera lupa

mengubah nama di lembar jawaban nya.

Hingga yang terjadi saat pemeriksaan guru,

tertera ada dua nama Xavera. Yaitu yang

dibuat oleh Xavera sendiri dan juga Tania.

"Maaf." Ucapnya menghela nafas, "Kali ini

aku benar-benar tidak sengaja

melakukannya."

Mendengar hal itu Tania langsung tertawa

terbahak. la tidak percaya dengan alasan

Xavera.

"Apa kamu pikir aku ini bodoh? Mudah saja

dibohongi oleh tampang sok polos mu itu,

hah?!" Ucapnya lantang sembari kembali

mendorong kasar bahu Xavera. "Aku bisa

saja saat ini juga menghubungi Papah aku

untuk menarik semua--"

"Jangan!" Xavera langsung berlutut di

hadapan Tania. "Aku mohon jangan lakukan

hal itu. Aku minta maaf. Aku benar-benar

merasa bersalah. Dan aku akan pastikan

hal ini tidak akan terulang lagi." Ucapnya

sembari mengatupkan kedua tangan

meminta permohonan maaf dari Tania.

Semakin merasa sombong. Tania melipat

kedua tangan di dadanya dengan dagu yang

diangkat ke atas. Ekspresi wajah nya

benar-benar merendahkan posisi Xavera.

"Untuk terakhir kalinya aku pegang

kata-kata mu. Tapi jika nantinya hal ini

terulang lagi. Jangan salahkan aku kalau

Ibumu mati detik itu juga." Ucap Tania

berlalu pergi meninggalkan Xavera yang

masih berlutut sembari menundukkan

wajahnya.

"Aku tidak pernah bersedih. Aku tidak

pernah bersedih." Ucap Xavera berulangkali

di dalam hatinya berusaha menahan air

mata yang terus saja mendesaknya untuk

keluar.

"Aku bahagia dan aku tidak pernah

bersedih. Aku bahagia dan aku tidak pernah

bersedih. Aku bahagia dan aku tidak pernah

bersedih." Gumamnya lagi berulangkali kali

masih di dalam hatinya. Beranjak dari

duduknya untuk kemudian masuk

tergesa-gesa ke dalam salah satu kamar

toilet.

Luruh sudah air matanya yang berusaha ia

tahan habis-habisan. Xavera benar-benar

tidak bisa menahannya hingga air matanya

terus berderai membasahi kedua pipinya.

Namun meski begitu, Xavera masih kuat

dan bertahan untuk tidak mengeluarkan

suara tangisannya. Dan itu cukup menyayat

hatinya yang tidak puas dan merasai

dadanya yang semakin sesak oleh

kenyataan.

Xavera malu jika tangisannya terdengar

oleh siswa lain. Terlebih mereka tidak akan

perduli juga dengan kesedihan yang

dialaminya. Daripada mendatangkan

hujatan dibanding rengkuhan, Xavera

kembali berusaha menahan air matanya

dan bergegas untuk keluar dari dalam

kamar toilet dan menghapus air mata nya

dengan cepat.

"Aku masih ingin melihat sejauh mana

kamu bersikap sombong dan purapura

tidak merasa bersalah. Aku semakin tidak

percaya kamu akan bersikap tidak tahu

malu seperti ini, Tania." Batin Xavera

melangkahkan kakinya menyusuri koridor

sekolah menuju kelasnya.

Di sepanjang perjalanan, semua mata

tertuju ke arahnya. Sepertinya berita

tentang Tania yang melabraknya saat jam

istirahat hari ini sudah tersebar seantero

sekolah.

Xavera yang tidak peduli terus

melangkahkan kakinya. Mata-mata yang

memandangnya rendah saat ini seolah lenyap tiada arti. Xavera yang dipaksa kuat

oleh keadaan, mulai terlihat tangguh.

Ditinggalkan oleh Ayah dan juga adik

laki-laki nya, hidup bersama Ibu yang sakit

karena mengalami kecelakaan, di-bully

setiap hari oleh Tania sudah berhasil

membentuk nya menjadi se tegar saat ini.

Episode 3 Maaf. Aku Tidak Sengaja

Setelah selesai menjelaskan permasalahan yang terjadi di dalam kelas karena masalah penulisan namanya dan Tania, akhirnya Xavera mendapatkan hukuman dan diminta untuk melakukan banyak tugas yang harus di kumpulkan besok juga.

Sebenarnya mudah saja untuk Xavera mengerjakan tugas-tugas itu. Namun peran nya yang diatur oleh Tania membuatnya tak bisa bergerak bebas, melainkan harus melakukan nya dengan asal seolah menghancurkan nya adalah pilihan.

"Semua akan berjalan seharusnya suatu saat nanti. Untuk saat ini, aku akan menikmati permainanmu Tania." Ucapnya meyakinkan hati bahwa semua akan baik-baik saja.

Masuklah Xavera ke dalam perpustakaan. Setelah mengambil salah satu buku bacaan, Xavera langsung duduk di kursi biasanya yang ada di pojok sebelah kiri dari pintu masuk. Matanya yang terlihat sembab menjadi pusat perhatian. Namun Xavera yang tidak menyadari hal itu, lagi-lagi tidak memperhatikan sekitarnya hingga selalu bersikap biasa saja.

"Kenapa dia? Apa yang terjadi dengan nya dan perempuan itu. Mengapa kedua matanya sekarang menjadi sembab? Apa dia habis menangis? Memangnya apa yang dilakukan perempuan itu padanya?" Kaisar yang tidak pernah memperhatikan sekitar layaknya Xavera tiba-tiba saja tergoda untuk melirik ke arah Xavera setelah mendengar bisik-bisik dari beberapa siswa. Tatapan matanya yang sebelumnya fokus membaca buku pun menjadi teralihkan.

Xavera yang saat ini tengah fokus membaca buku tentang ekonomi tidak menyadari jika saat ini banyak pasang mata yang melirik-lirik ke arahnya. Terlebih berita tentang dirinya yang dilabrak dan disiksa oleh Tania sudah tersebar luas di setiap penjuru sekolah SMA Mutiara Cinta. Tapi tidak dengan Kaisar yang anti sosial. Ia benar-benar tidak tahu menahu tentang hal itu terkecuali jika Aldi teman sebangkunya yang menceritakan. Yang ia tahu hanyalah Tania yang menarik lengan Xavera di hadapannya saat di koridor sekolah. Sementara kejadian dimana Xavera dihempaskan dengan kasar hingga membentur dinding toilet dengan rahang yang dicengkeram erat tentu itulah yang tidak ia ketahui.

Semua siswa satu persatu mulai meninggalkan perpustakaan. Tapi tidak dengan Xavera, begitupun Kaisar yang memilih diam di kursinya sembari melirik-lirik tipis ke arah Xavera. Berhubung bel berakhirnya istirahat belum berbunyi, Xavera masih ingin menenangkan hatinya yang bergejolak karena ulah Tania.

"Aku sangat menyayangi dan mencintai Ibu. Biarlah kehidupan penuh luka dan air mata ini selalu aku terima. Karena aku selalu bahagia karena merasakannya demi Ibu. Untuk kesembuhan Ibu. Untuk bisa melihat Ibu kembali sembuh, sehat dan bahagia. Terutama untuk bisa melihatnya berubah dan kembali seperti dulu." Lirih Xavera dalam hatinya sembari menundukkan kepala di atas meja setelah menutup rapat buku ekonomi yang diambilnya tadi di salah satu rak buku.

Xavera mengangkat wajahnya. Ia yang sedari tadi mengabaikan sekitar mengedarkan pandangan nya ke segala arah sampai tatapan matanya bertemu dengan seseorang yang tengah duduk di salah satu kursi tepat di samping jendela yang kemarin ia duduki.

"Rupanya dia benar-benar selalu menempati tempat itu." Ucapnya sembari menatap ke arah Kaisar. Sementara Kaisar yang melihat Xavera mulai mengangkat wajahnya tadi langsung pura-pura membaca buku nya lagi.

Tak ingin menambah waktu lagi, Xavera mulai beranjak dari tempat duduknya. Berjalan ke arah Kaisar menuju pintu keluar perpustakaan. Namun saat melewati nya, tiba-tiba saja ada yang menahan lengannya. Siapa lagi kalau bukan Kaisar yang seorang diri di sana.

Xavera membalikkan badannya dengan tatapan bingung ke arah Kaisar.

"Ada apa?"

Kaisar yang dibuat kaget oleh tindakannya sendiri yang refleks memegang tangan Xavera sontak melepaskannya.

"Maaf. Aku tidak sengaja."

"Ada apa?" Xavera kembali mengulang pertanyaan nya dengan tatapan mata yang fokus meminta jawaban Kaisar.

"Tidak ada. Tidak ada apa-apa. Aku hanya tidak sengaja." Ucapnya sembari mengalihkan tatapan mata dari Xavera yang terus menatap ke arahnya.

Xavera yang dibuat bingung tak ingin ambil pusing. Ia hendak melangkahkan kakinya untuk pergi, namun sebuah tangan lagi-lagi menahan langkahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!