Nindya Putri. Seorang wanita berumur 35 tahun. Ia bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan terkenal di kotanya. Saat ini, ia berstatus lajang, karena beberapa hari yang lalu, baru putus dengan pacarnya.
****
Nindy tinggal bersama orang tua dan adiknya bernama Ari. Kedua orang tuanya, Bapak Hernawan Arifin dan Ibu Susheni Kusumawati. Kedua orang tuanya bekerja mengurus toko roti peninggalan almarhum kakek dan neneknya. Ibu Nindy sering ngomel kepadanya, di suruh cari pasangan yang bener lah, yang mapan lah, kata-kata itu membuat Nindy pusing.
Nindy punya sahabat dekat. Kedekatanya melebihi keluarga sendiri, dia juga masih hidup melajang sampai sekarang. Namanya Ririn. Dia punya adik laki-laki yang Nindy juga mengenalnya. Namanya Vano. Saat ini Vano sedang kuliah di luar kota.
Nindy dan Ririn teman sekolah dari SD sampai SMA. Sedangkan Vano sudah dianggapnya seperti adik sendiri.
Ibunya Ririn sudah lama meninggal, ayahnya pun juga begitu, setelah setahun kematian ibunya, ayah Ririn menyusul kemudian. Kini dia hidup berdua dengan adiknya, Vano.
Ndrett..ndrett..ndreett...
Ponsel Nindy bergetar. Dari balik selimut, ia meraih ponsel yang ada di meja deket ranjangnya. Sambil mengedip-ngedipkan mata yang masih buram, dilihatnya alarm di ponsel miliknya.
"Waduhh gawatt nih, terlambat lagi gue." gumamnya dan langsung melompat dari tempat tidur. Langsung saja ia segera mandi dan bersiap pergi ke kantor. Tanpa sempat sarapan, Nindy pamit ayah ibunya, dan langsung meluncur naik taksi, karena hari ini ada meeting, ia harus buru-buru. Sesampainya di kantor, Nindy berlari menuju lift, karena ruanganya ada di lantai 5 .
"Nin, tunggu!" teriak Ellen yang berlari ke arahnya.
"Kamu juga baru datang?" tanya Nindy kepada Ellen yang terengah-engah.
"Iya. Kesiangan bangun tadi." jawab Ellen yang perlahan mengatur nafasnya.
Keduanya segera memasuki lift dan tergesa-gesa menuju ruang kerja mereka. Setelah sampai, selang beberapa menit kemudian, Nindy dan rekan-rekan kantornya masuk kesebuah ruangan untuk meeting dengan pimpinan perusahaanya.
***
"Akhirnya selesai juga meetingnya." ucap Nindy bernafas lega dan segera keluar dari ruang meeting.
"Mau makan siang di mana Nin?" tanya Ellen kepadanya.
"Makan mi setan saja yuk yang ada di ujung jalan itu!" jawab Nindy penuh semangat.
"Oke juga.." sahut Ellen dengan masih membenahi meja kerjanya.
"Li, kamu ikut nggak sama kita-kita?" tanya Nindy kepada Lily.
"Kemana?" Sahut Lily.
"Makan mi, ikut yaah?"
Ajak Nindy sambil tersenyum. Mereka segera melanjutkan kerjaan yang masih menumpuk. Dengan penuh semangat akhirnya selesai juga.
"Hemm, pegelnya..?" kata Ellen menggeliatkan badanya, dan berdiri menghampiri Nindy.
"Sudah waktunya nih, nyari amunisi." kata Ellen sambil melihat jam di tanganya.
"Siap meluncur." sahut Nindy yang beranjak dari tempat duduknya.
Nindy, Ellen dan Lily segera bergegas ke tempat yang mereka tuju, yaitu warung mie setan.
Sesampainya di warung mereka pesen 3 mangkuk mi setan. Dan tak berapa lama hidangan pun sudah siap di meja. Segera saja ketiganya melahap dan menghabiskan tanpa sisa sedikit pun. Akhirnya kenyanglah perut mereka dengan semangkuk penuh mi setan. Setelah itu mereka segera bergegas kembali ke kantor.
Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Waktunya pulang kerja. Segera Nindy bersiap, merapikan meja kerjanya dan segera meluncur pulang. Ellen maupun Lily sudah pulang duluan, karna tidak lembur. Sewaktu pulang, Nindy melewati boutique Ririn yang tak begitu jauh dari kantornya, tiba-tiba saja dia kangen sama Ririn.
"Rin..?" sapanya setelah masuk ke boutique Ririn.
"Hay Nin..baru pulang ya?" jawab Ririn sambil mengelap meja etalasenya.
"Iya nih.., tadi sewaktu aku melewati toko kamu aku jadi kangen sama kamu."
"Ahh nona satu ini pinter juga cari alasan."
Ririn memberikan segelas orange jus kepadanya, dan segera saja Nindy meneguknya. Ririn memiliki sebuah boutiqe kecil yang ia kelola sendiri. Walaupun kecil-kecilan tapi hasil keringat sendiri.
"Gimana usaha boutiquenya Rin, lancar?"
"Ya bisa di bilang begitu Nin, yang penting bisa berjalan lancar saja sudah seneng."
"Sukur deh kalo begitu."
Nindy segera menghabiskan minuman yang di suguhkan Ririn. Setelah berbincang agak lama, beberapa menit kemudian dia pamit pulang, dan Ririn pun segera menutup boutiquenya karena lelah.
Sewaktu pulang Ayah dan ibu Nindy sudah beristirahat di kamar. Mungkin karena capek mengurus toko seharian.
Ari masih asik memandangi laptopnya di kamar. Mungkin ia sedang menyelesaikan tugas kuliahnya.
Karena lelah, Nindy tidak menyapa adiknya dan langsung saja menuju kamar.
BERSAMBUNG
Sebenarnya Nindy masih lelah, ingin tidur kembali, tapi segudang pekerjaan telah menantinya untuk segera di selesaikan.
Dengan kurang bersemangat, segera ia ke kamar mandi dan bersiap diri pergi ke kantor seperti biasa.
"Nin, sudah jam segini kamu kok belum berangkat?" tanya ibu yang sibuk menyiapkan sarapan.
"Ini mau berangkat, Bu." jawabnya sambil mengambil segelas susu yang sudah di siapkan lbu di atas meja.
"Sarapan dulu Nin, walaupun sedikit."
"Baiklah bu." sahutnya sambil mengambil selembar roti tawar dan melahapnya.
Nindy buru-buru sarapan. Ari sudah lebih dulu sarapan dan sudah berangkat kuliah. Sedangkan ayahnya sudah siap untuk pergi ke toko.
"Mau bareng Nindy nggak Yah ke tokonya?" tanya Nindy kepada ayahnya.
"Nggak Nin, ayah berangkat sendiri saja."
"Ohh baiklah Yah."
Selesai sarapan, Nindy pamit ayah dan ibunya. Seperti biasa, dia naik taksi ke kantor. Beberapa menit kemudian, sampailah ia di kantor, dan sudah ada beberapa karyawan yang datang.
"Ah untung belum terlambat." gumamnya lega.
"Pagi Nindy..? Hehe..." sapa Ellen yang cengar-cengir di belakangnya.
"Kenapa sih kamu, Len?"
"Lhoo di sapa kok malah kenapa sih."
"Pagi juga Nona Ellen?" jawab Nindy.
Lalu keduanya tertawa bersama memasuki lift. Pekerjaan seabrek sudah menanti di meja kerja mereka.
"Ahh, capek sekali..!" kata Nindy sambil berdiri menghampiri Ellen.
"Makan yuk, dah laper nih?" Ajaknya pada Ellen dan Lily.
"Kalau soal makan sih ayo!" sergah Lily semangat.
Mereka bertiga segera bergegas makan siang, dan pilihan mereka jatuh pada warung nasi uduk. Sambil mengunyah, mereka ngobrol dan bercanda. Begitulah setiap harinya. Selesai makan, ketiganya langsung balik ke kantor. Hari ini nggak ada lembur, jadi pulang nggak terlalu malem.
******
Nindy segera naik taksi dan ingin cepet sampai di rumah untuk rebahan. Setibanya dirumah, ia lihat ada sebuah mobil terpakir di depan rumahnya. Dengan langkah pelan ia memasuki rumah. Ketika melewati ruang tamu, Nindy melihat ayah dan ibunya sedang berbincang dengan seorang laki-laki seumuran denganya. Rupanya anak dari teman ayahnya.
"Nin, sudah pulang? Kesini sebentar, nak?" seru ibu memanggilnya.
"Iya, Bu." jawabnya sambil melangkah menghampiri mereka.
"Nindy, kenalkan ini anak temen ayah." kata ayah memperkenalkan laki-laki itu.
"Kia Alfaro.." ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangan kepadanya.
"Nindy.." jawab Nindy sambil menjabat tangannya
Nindy sebenarnya capek, tapi demi menghormati ayah, ibu dan juga anak teman ayahnya, Nindy menemani mereka ngobrol. Rupanya orang tuanya berniat menjodohkanya dengan Kia, anak sahabat ayahnya. Ya apa lah daya, dia mencoba menerima niat baik ayahnya. Nindy dan Kia sepakat untuk menjalani hubungan ini dulu.
*****
Waktu berjalan begitu cepatnya, tak terasa hubungan mereka sudah hampir setahun. Selama hampir setahun hubungan pacaran mereka cuma monoton, begitu-begitu saja. Mungkin juga karena pengaruh usia. Kia orangnya baik sih, cuma kadang-kadang kaya anak kecil.
Tiiinggggg
Suara pesan masuk ke ponsel Nindy.
"Nin, setelah kamu pulang kerja nanti kita ketemu." Isi pesan dari Kia.
"Boleh, ketemu dimana?" jawabnya singkat.
"Di tempat biasa."
"Ok."
Setelah pulang kerja Nindy mampir ke tempat Ririn, untuk ngomongin kalau hari ini dia akan ketemuan dengan Kia.
"Rin, hari ini Kia ngajak aku ketemuan."
"Ketemuan? Ya semoga lancar, Nin." jawab Ririn seraya tersenyum.
"Menurit kamu, aku ganti baju, atau apa adanya gini, Rin?" tanya Nindy.
"Ah kamu pakai apa saja pantes, tetep cantik." jawab Ririn sambil tersenyum.
"Bisa saja kamu, Rin."
"Atau kamu mau pilih baju di boutique aku ini?" kata Ririn menawarkan.
"Nggak usah Rin, begini saja, aku ingin orang yang menyukaiku, menerimaku apa adanya, walaupun aku lagi nggak berdandan dan pakai baju bagus.." ucap Nindy menegaskan.
Dengan hati yang berdebar-debar, Nindy menuju tempat yang sudah di sepakati. Ternyata Kia belum tiba di situ. Ia lebih dulu memesan minuman untuknya dan Kia. Beberapa menit kemudian Kia datang. Nindy bersemangat sekali ketika melihat Kia datang.
"Macet ya?" tanya Nindy.
"Lumayan.." Singkat banget jawabnya.
"Mau makan apa?" tanya Nindy lagi.
"Minum aja, Nin."
Nindy berusaha mencari dan memulai bahan pembicaraan agar suasana tidak kaku.
"Ki, minggu depan kamu ada waktu nggak, aku penat dengan segudang pekerjaanku, butuh refreshing, kamu bisa gak nemenin aku?" tanya Nindy penuh semangat kepada Kia.
"Maaf Nin, aku gak bisa!" jawab Kia singkat.
Nindy berhenti bicara, dilihatnya Kia hanya melihatnya dengan tatapan datar. Ia paham akan maksud tatapan mata Kia.
"Apa kamu bosan dengan hubungan ini?" tanya Nindy dengan asal.
"Ngomong apa sih?"
"Sikap kamu beda akhir-akhir ini.." kata Nindy yang menatap ke arah Kia.
"Biasa saja kok.."
"Lalu kenapa...?" tanya Nindy yang semakin penasaran.
Kia hanya terdiam. Kini ia menatap Nindy semakin dalam. Membuat Nindy merasa gak karuan.
BERSAMBUNG
Perasaan Nindy benar-benar nggak enak. Tidak seperti waktu akan berangkat tadi, begitu bersemangat sekali.
"Ki, apa kamu merasa bosan dengan hubungan kita?" kata Nindy mengulangi pertanyaan yang sama.
"Bukan begitu, Nin.." jawab Kia bingung mau memulai dari mana.
"Terus maksud kamu apa?" tanya Nindy.
"Jika kamu sudah tidak suka lagi, katakan saja.!" ucap Nindy menebak isi hati Kia.
Semua pertanyaan terus keluar dari bibir Nindy. Namun, Kia masih membisu dengan seribu bahasa. Akhirnya ia bertanya untuk yang terakhir kalinya kepada kia.
"Apa kamu punya cewek lain..?" tanya Nindy dengan wajah yang menunduk.
"A..akuu..." jawab Kia terbata.
"Benarkan ucapanku tadi..? Kalau emang benar, setidaknya jangan kamu permainkan aku seperti ini, aku juga punya perasaan, jika memang sudah bosan bilang..!" kata Nindy setengah menahan air matanya yang hampir jatuh.
"Ma...maafkan aku Nin, bukan maksud ku untuk mempermainkan kamu? Bukan pula aku tidak suka sama kamu lagi, mungkin aku dan kamu sudah tidak ada kecocokan lagi." ucap Kia tanpa merasa bersalah.
"Tega kamu Kia berkata seperti itu kepadaku..!!" ucap Nindy sambil mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi.
"Nin, sekali lagi maafkan aku..?" ujar Kia sambil berusaha memegang tangan Nindy. Tapi dengan cepat Nindy menghindari tangan Kia.
"Tak ada yang perlu di maafkan! Memang di sini aku yang terlalu bodoh. Aku terlalu percaya diri dan menganggap kamu cinta terakhir dalam hidupku. Tapi semua itu ternyata kesalahan besar..!" ucap Nindy seraya berdiri.
"Terima kasih selama ini sudah menyayangi aku dan menemani hari-hariku. Semoga kamu bahagia..!" jawab Nindy mengakhiri pertemuan itu.
Nindy berjalan keluar restoran sambil berulangkali mengusap air matanya, dan ternyata Kia mengejarnya.
"Aku antar kamu pulang Nin?" Tawar Kia seraya berusaha memegang tangan Nindy.
"Ga usah..!! Aku bisa pulang sendiri..!!"
"Nin, sekali lagi maafkan aku, Nin?" ucap Kia dengan tampang sok menyesal. Dia meraih tangan Nindy, tapi secepat kilat Nindy menepisnya, karena semakin muak melihatnya, dan ingin rasanya ia menampar wajahnya Kia.
Nindy tersenyum getir. Sebelum akhirnya mereka benar-benar berpisah. Nindy berjalan menyusuri trotoar, dan tak menghiraukan apa pun lagi. Pikiranya kosong, dan berhenti di depan boutique sahabatnya. Perlahan ia masuk dan duduk di sudut ruangan untuk menenangkan fikiranya yang kacau saat itu.
*****
Sementara di tempat lain, Vano adik dari sahabatnya, pulang ke kota ini karena selesai kuliah dan akan mencari kerja di kota ini juga. Dia menyewa sebuah apartemen yang letaknya tidak jauh dari rumah Ririn dan tentunya deket juga dari toko kakaknya.
Cekleeeekkk
Bunyi pintu apartemen yang terbuka.
"Lumayan baguslah untuk aku tempati.." ucap Vano setelah melihat apartemen yang baru saja ia sewa.
Vano melihat-lihat ruangan apartemen tersebut yang lumayan besar, kemudian menatanya kembali sesuai keinginanya. Tak butuh waktu lama akhirnya selesai sudah Vano menata apartemenya.
Sementara Nindy yang masih duduk termenung di sudut ruangan boutique Ririn, terngiang-ngiang akan ucapan Kia tadi. Ririn yang mengetahuinya, langsung melangkah menghampiri sahabatnya.
"Menagislah jika ingin menangis." Tutur Ririn dengan suara lembutnya dan dengan hangat memeluk Nindy.
Sontak Nindy memeluk Ririn. Kesedihan yang semula ia tahan tak dapat dibendungnya lagi. Tangisnya pecahlah sudah. Nindy menangis meluapkan kesedihanya dan Ririn memeluk sahabatnya sambil menenangkanya.
"Aku putus dengan Kia Rin, katanya dia sudah tidak cocok denganku lagi." ucap Nindy di sela isak tangisnya.
"Sudah, jangan menyalahkan diri sendiri, mungkin dia belum jodoh kamu, sehingga Tuhan akan mengganti yang lebih baik lagi." ucap Ririn yang menenangkan hati sahabatnya itu.
"Iya Rin, mungkin ini jalan terbaik yang Tuhan berikan buat aku." ucap Nindy yang melepaskan pelukanya dari Ririn.
"Jangan bersedih berlarut-larut, jalani saja jika ini kehendak atau takdir dari Tuhan." ucap Ririn dengan bijaksananya.
"Minum dulu, biar tenang pikiranmu, Nin." kata Ririn seraya memberikan segelas minuman dingin kepada Nindy.
"Kenapa ya Rin, aku selalu gagal, aku yang selalu jadi alasan penyebab putusnya hubungan." gumam Nindy dengan suara parau.
"Itu sih bukan kamunya, cowok kamu saja yang nggak pinter menilai kamu, aku yakin suatu saat, kamu akan menemukan belahan jiwamu, jadi orang jangan pesimis gitu?" ucap Ririn meyakinkan.
Nindy cuma tersenyum mengiyakan kata-kata Ririn. Dia memang sahabat yang paling mengerti Nindy dari dulu. Ayah ibu Nindy juga sudah akrab dengan Ririn dan juga adiknya.
Setelah dari boutique Ririn, Nindy pulang. Seperti biasa ayah ibunya sudah beristirahat karena capek menjaga toko seharian.
"Baru pulang mbak?" tanya Ari yang melihatnya memasuki rumah.
"Iya Ri.." jawab Nindy sambil berjalan menuju kamar, dan tidak melihat ke arah adiknya yang masih asik dengan laptop di depanya untuk menyelesaikan tugas kuliah.
Terima kasih buat kaka yang udah kasih dukunganya dan membaca novel aku.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!