NovelToon NovelToon

Ku Penuhi Janjiku

Pemimpin Misterius

Violetta Margareth. Gadis genius yang kini tumbuh menjadi wanita dewasa, meneruskan perusahaan milik sang ayah yaitu Bramasta, dengan ke geniusannya ia berhasil menggeser posisi perusahaan ayahnya menjadi posisi nomor satu di negaranya.

Violetta memiliki dua adik kembar bernama Gala dan Bara, mereka sama geniusnya seperti Violetta. Walaupun usianya sudah terbilang matang, Violetta enggan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya karena sudah nyaman dengan kesendiriannya.

Pagi hari.

Violetta sudah rapih dengan pakaian yang di kenakannya, seperti biasanya ia akan pergi ke kantor bersama ayahnya. Berbeda dari biasanya, kini mereka akan berangkat bersama si kembar meresahkan. Bara dan Gara berhasil menyelesaikan kuliahnya secara bersamaan dengan mendapat penghargaan lulusan terbaik, mulai saat ini juga mereka akan di bawa terjun ke dunia bisnis oleh kakak dan juga ayahnya.

"YUHUUU!! SARAPANNYA SUDAH SIAP!" teriak Renata dari bawah.

Bara dan Gala keluar dari kamarnya secara bersamaan, Violetta juga keluar dengan menenteng tas di tangan sebelah kanannya.

"Hallo guys, udah siap terjun ke dunia bisnis?" sapa Violetta pada kedua adiknya.

"Siap dong." sahut keduanya mengacungkan jempol kearah Violetta.

"Dahulukan sarapan biar otak kita berjalan." ucap Violetta.

"Let's go." seru si kembar.

Bara dan Gala mengekor di belakang Violetta, mereka terlihat gagah memakai jas hitam serta dasi yang sudah rapi, rambut klimis dan juga tak lupa dengan sepatu pentopel mengkilap.

"Selamat pagi, Ibunda ratu." sapa ketiga anaknya.

"Selamat pagi juga, ayo sarapan dulu semuanya. Oh iya, daddy mana? Kok belum keluar dari dalam kamarnya?" sahut Renata, ia juga memberikan pertanyaan kepada ketiga anaknya.

"Paling masih mandi besar." celetuk Gala.

"Ya allah, mulutnya jujur banget sih." sahut Violetta.

"Udah jadi nada dering tiap malem kak, jadi gak aneh sih." tambah Bara.

"Kalian ini ngomong apa sih? jangan-jangan kalian suka denger?" cecar Renata.

"Uh bukan denger lagi, sampe bosen dengernya." seru Gala.

"Telinga mereka ternodai bun, apalagi aku yang sedari kecil, hahaha." ucap Violetta tertawa.

Renata memalingkan wajahnya yang memerah, dia malu setengah mati karena ternyata selama ini ketiga anaknya sering mendengar suara lucknutnya bersama Bram. Tak lama kemudian Bram berjalan menghampiri Renata yang tengah duduk di kursi meja makannya, rambutnya masih basah karena terburu-buru.

"Tuhkan, betul apa yang aku bilang." ucap Gala.

"Ttuuuulll." seru Violetta dan Bara.

Bram mengernyitkan dahinya, dia menatap Renata dengan tatapan penuh tanda tanya. Rasanya Renata ingin menghilang dari bumi saking malunya, Bram yang tak mengerti pun mengendikkan bahunya lebih memilih melanjutkan sarapannya.

Semua orang sudah selesai dengan sarapannya, kini Bram dan ketiga anaknya berpamitan pada Renata.

"Sayang, mas kerja dulu ya." ucap Bram sambil mengecup kening Renata.

Renata meraih tangann suaminya kemudian menyaliminya, ketiga anaknya pun berpelukan sebentar lalu saling bergantian kemudian memberikan kecupan di kedua pipi Renata di sertai salim yang tak terlewatkan.

"Kita pergi dulu ya bun," ucap Violetta.

"Daaaa." seru keempatnya.

"Daaa.." balas Renata.

Renata melambaikan tangannya pada ketiga anak dan suaminya, dia tidak menyangka kini anaknya sudah beranjak dewasa bahkan sudha bisa memimpin perusahaan walaupun masih di dampingi oleh suaminya. Begitu banyak hal yang sudah ia lewati bersama Bram, lika-liku berumah tangga sampai ia hampir memutuskan untuk kembali ke orangtuanya masih tertanam dalam ingatannya.

"Semoga Tuhan tetap memberikan kebahagian kepada keluargaku, kuharap Vio juga menemukan kebahagiaan yang selama ini ia tunggu." gumam Renata.

*

*

Beberapa menit kemudian.

Mobil yang di tumpangi Bram dan ketiga anaknya sudah sampai di depan perusahaan, Yandi menyambut kedatangan Bram di depan pintu utama. Si kembar keluar dari dalam mobilnya bersama Violetta, mereka memakai kacamata hitamnya agar terlihat keren.

"Selamat datang kak, selamat datang juga untuk keponakanku yang cantik dan tampan ini." sambut Yandi.

"Terimakasih om sambutannya." ucap Violetta.

"Ayo, kita masuk. Ada yang ingin daddy bahas dengan kalian semua, kita akan melakukan misi penting untuk kemajuan perusahaan." ajak Bram.

Si kembar dan Violetta menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, mereka masuk yang mana para karyawan sudah berjejer menyambut kedatangan si kembar. Selesai penyambutan Bram membawa ketiga anaknya ke ruangannya di ikuti oleh Yandi selaku asisten pribadi Bram, sampai di ruang CEO mereka duduk di sebuah kursi panjang di ruangan tersebut.

"Kita mulai pembahasannya." ucap Bram.

"Sepertinya sangat serius dad." ucap Violetta.

"Tentu saja, hari ini adalah hari terakhir daddy dan om Yandi bekerja di perusahaan ini. Sesuai kesepakatan kita, jika kalian sudah selesai dengan kuliah kalian maka sudah waktunya kami beristirahat, sekarang tanggung jawab perusahaan daddy serahkan semuanya pada kalian bertiga. Mulai besok Ramdan juga akan mulai bekerja sebagai asisten pribadi Violetta menggantikan posisi Om Yandi, daddy harap kalian bisa bekerja sama. Satu lagi, perusahaan kita memang sudah menduduki posisi pertama di negara ini. Tapi, masih banyak musuh yang mengincar dan juga ingin menjatuhkan kita dengan berbagai macam cara, untuk itu daddy ingin kalian mengajukan kerjasama dengan perusahaan MAKROPIONOPHELLA yang ada di negara K untuk memperkuat pertahanan kita." jelas Bram.

"Kenapa harus dengan perusahaan Makropionophella daddy?" tanya Bara.

"Perusahaan itu adalah perusahaan terbesar di asia tenggara, pertahanannya juga kuat dan sangat berpengaruh. Tapi sayangnya, pemilik perusahaan tersebut sangatlah misterius, dia sangat dingin dan juga tidak mudah untuk di dekati. Banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengannya, namun banyak pula yang di tolak karena tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan." jawab Bram.

"Emm, jadi penasaran deh." ucap Gala.

"Kita butuh tiang kokoh untuk tetap berdiri, untuk itu daddy ingin kita bekerjasama untuk mendapatkan sebuah jalinan kerjasama dengan pemilik perusahaan terbesar se-asia, sepertinya akan sangat sulit." ucap Violetta.

"Om yakin kalian pasti bisa." ucap Yandi mantap.

"Daddy percaya dengan kemampuan kalian." tambah Bram.

Violetta dan si kembar saling menatap satu sama lain, meskipun tak bisa di pungkiri kalau mereka kini tengah ragu, namun dari sorot matanya ketiganya tak mau membuat sang ayah kecewa.

"Aku akan mencobanya." ucap Violetta dengan mantap.

"Bagus sayang." puji Bram.

"Baiklah, kalau begitu. Mulai besok kau akan resmi menjadi pengganti ayahmu sebagai CEO, sedangkan Bara menjadi wakil CEO, putraku Ramdan akan menjadi asisten pribadi Violetta-" jelas Yandi.

"Aku mau di bagian keuangan." potong Gala.

"Kenapa?" tanya Bram.

"Tidak papa, hanya saja bagian keuangan harus di pantau demi kelanjutan perusahaan." jawab Gala.

"Baiklah, terserah kamu saja Gala. Yang terpenting adalah kalian harus saling membantu, kalau butuh bantuan tinggal beritahu daddy dan om Yandi." ucap Bram.

Si kembar dan Violetta pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dirasa cukup untuk pembahasan yang tengah di rundingkan, Bram dan yang lainnya mulai bekerja sesuai yang sudah di tetapkan.

Violetta duduk di kursi singgasananya yang di sediakan di ruangan Bram, mereka berada di dalam satu ruangan yang sama hanya terhalang kaca saja. Violetta tampak melamunkan sesuatu, dia penasaran dengan pemilik perusahaan Makrophionophella.

"Hemm, sepertinya menarik." gumam Violetta mengangguk-anggukkan kepalanya.

Menatap bintang

Seorang pria tengah menatap gundukan tanah yang bertabur bunga diatasnya, dia menatap nanar gundukan tersebut dengan nafas yang tercekat, ditinggalkan untuk selamanya membuat dirinya merasa kembali sendirian.

"Maafkan aku, aku tidak bisa menjagamu dengan baik sebagaimana kau menjagaku selama ini. Tidurlah dengan tenang, akan ku penuhi janjiku selama ini." ucapnya dengan sendu.

"Maaf tuan muda, sudah waktunya untuk anda kembali." ucap salah satu bodyguard.

"Baiklah." ucapnya bangkit.

Pria tersebut berdiri seraya merapikan masker dan juga kacamata hitam yang tengah di pakainya, ia meninggalkan pemakaman tersebut dengan langkah yang gontai. Beberapa bodyguard berjejer begitu pria tersebut berjalan menuju kearah mobil, penjagaan dilakukan dengan begitu ketat karena identitas sang pria tersebut tidak boleh diketahui oleh orang lain.

"Amir, apakah ada kabar dari rumah sakit?" tanyanya.

"Hari ini, nyonya sudah di persilahkan keluar dari sana tuan muda." jawab Amir selaku pengawal pribadinya.

"Bawa aku menemuinya, pastikan tidak ada yang melihat peegerakanku." titahnya.

"Laksanakan tuan." sahut Amir.

Pria tersebut masuk kedalam mobil Roll-royce, dia duduk di belakang di susul oleh pengawalnya yang duduk di depan di samping kemudi.

"Atur jadwalku untuk pergi ke negara I lusa, aku penasaran dengan tempat yang di beritahukan di dalam surat yang sudah ku baca." ucapnya.

"Baik tuan, sebelumnya saya juga mau memberitahukan bahwa banyak perusahaan dari negara I ingin mengajukan kerjasama dengan perusahaan Makropionophella." ucap Amir.

"Katakan pada Zergan, dia harus lebih berhati-hati lagi, jangan sampai ada yang mengetahui identitasnya dan juga identitasku sebelum semua terbongkar begitu saja. Aku ingin menyelidiki lebih lanjut semua kasus yang terjadi selama bertahun-tahun, aku sudah menemukan beberapa titik terang tapi masih belum saatnya kita bongkar." jelasnya.

"Sepertinya tuan Zergan sudah mulai menyerah, dia selalu merengek pada tuan besar." ucap Amir.

"Jangan dengarkan dia, dia selalu saja begitu hanya karena ingin hidup bebas." ucapnya.

Amir pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dia memerintahkan sang supir yang tak lain adalah salah satu bodyguard kepercayaan untuk melajukan mobilnya menuju tempat yang dirahasiakan.

*

*

Di sisi lain.

Malam hari.

Violetta menatap indahnya langit yang bertaburkan bintang, dia duduk diatas sebuah kursi yang terletak di taman sendirian. Bayangannya berputar ke masa lalu dimana ia seringkali menatap bintang diatas langit bersama pria di masa kecilnya, ia tersenyum getir kala kenyataannya pria yang dulu ikut mengobati traumanya tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya walaupun hanya sekali saja.

"Sampai kapan aku harus selalu menunggu Sara." gumam Violetta.

Bertahun-tahun Violetta menunggu kedatangan Aksara, bocah dingin yang dulu membuat sebuah janji dengannya untuk bertemu di kala usia keduanya dewasa. Begitu banyaknya laki-laki yang mengejar Violetta, tapi tak pernah sekalipun hatinya terketuk untuk membiarkan pria lain masuk kedalam hatinya.

"Apa aku harus menyerah? Ingkar janji? aku lelah menunggumu datang Sara, sialnya aku selalu berharap kau datang." ucap Violetta dengan diiringi buliran bening jatuh dari pelupuk matanya.

Salah seorang memberikan tisu kearahnya, Violetta menatap siapa yang datang menghampirinya.

"Kenapa kalian kemari?" tanya Violetta.

"Aku dan Gala mencari kakak, tapi kakak gak ada di kamar jadinya kita cari aja, taunya kakak disini. Setiap kali banyak bintang yang datang setelah melewati musim hujan, kakak pasti sering keluar menatap ribuan bintang." jawab Bara.

"Kakak masih mengaharapkan pria itu datang?" tanya Gala.

"Tau apa sih kalin para bocil, ini urusan orang dewasa." ucap Violetta.

"Jika kakak sudah lelah, menyerahlah. Aku tahu itu gak mudah, tapi sampai kapan kakak akan terus seperti ini? kakak sering menangisi orang yang belum tentu datang menepati janjinya, jika dia memang memikirkan kakak? Lantas selama bertahun-tahun dia kemana?" ucap Bara.

"Kalau pria yang kakak tunggu sudah beristri? Mati? Bagaimana? Apa kakak akan terus berharap?" cecar Gala.

Violetta terdiam mendengarkan ucapan kedua adiknya, ia tahu kalau adiknya tidak ingin melihat dirinya terus-menerus berharap dengan hal yang belum pasti. Bara dan Gala tidak suka melihat kakaknya bersedih, mereka begitu menyayangi kakak perempuannya, bahkan jika ada yang menyakitinya merekalah yang menjadi garda terdepan untuk melindunginya.

"Kakak akan tetap menunggunya. Jika dia sudah beristri, setidaknya kakak bisa melihat wajahnya dan juga alasan dia tidak pernah menemui kakak. Jikapun dia sudah mati, setidaknya kakak bisa melihat. Tempat peristirahatan terakhirnya." jawab Violetta.

"Baiklah jika kakak tetap kekeh dengan pendirian kakak, jujur saja. Aku paling tidak suka ada air mata kakak yang terjatuh, beritahu aku jika pria itu sudah datang karena aku ingin menghajarnya." ucap Bara dengan tegas.

"Kenapa malah kau ingin menghajarnya?" tanya Violetta.

"Karena dia kakak sering menangis." jawab Bara.

"Aku ikutan dong." seru Gala.

"Heelleehh, luka dikit aja langsung ngerengek ke bunda." ledek Bara.

"Enggak kok, sekarang Gala gak bakalan cengeng." kilah Gala.

"Mulai deh, kalo mau berantem jangan di depan kakak. Depan bunda aja sana, biar kalian di ceramahin sampe pagi." Ucap Violetta.

Bara dan Gala pun langsung terdiam, mereka ikut duduk bersama Violetta diatas kursi panjang dengan wajah mengadah menatap bintang bersamaan. Malam semakin larut, ketiganya masuk kedalam mansion menuju kamarnya masing-masing.

*

*

Seorang pria dengan tubuh yang tegap lengkap dengan masker dan kacamata hitam yang selalu terpasang di wajahnya, dia berjalan diikuti oleh beberapa bodyguard menuju sebuah ruangan khusus. Begitu sampai di depan pintu, ia mengatur nafasnya yang terasa berat. Amir membukakan pintunya, ia juga menyuruh orang yang berada di dalam ruangan tersebut untuk keluar.

"Silahkan masuk tuan, bicaralah dengan perlahan karena emosi nyonya tidak stabil atau bisa berubah sewaktu-waktu." ucap Amir.

"Hem." jawabnya.

Pria tersebut masuk dengan langkah perlahan, dilihatnya seorang wanita paruh baya tengah duduk dengan pandangan kosong menatap kearah luar jendela. Mendengar suara derap langkah yang mendekat kearahnya, wanita tersebut membalikkan tubuhnya menatap seorang pria dengan pakaian serba hitam berdiri menatap kearahnya.

"Siapa kau?" tanyanya dengan suara pelan.

Pria tersebut melepaskan kacamata dan juga masker hitamnya, wanita tersebut tidak mengenali siapa dirinya sehingga ia hanya terdiam dengan alis yang saling bertaut.

"Aku Azrio Pradana Dikara, putramu." ucapnya.

Deg!

"Nama itu?" guamam wanita tersebut.

Wanita tersebut sangat terkejut mendengar nama yang baru saja di ucapkan oleh pria di hadapannya, tangannya di gunakan untuk menutup mulutnya seakan tak peecaya dengab kenyataan yang seperti mimpi. Buliran bening berjatuhan menyebrangi pipi mulusnya, pria yang bernma Azrio pun mendekat kearahnya memeluk tubuhnya dengan erat.

"Aku putramu, aku masih hidup ibu." ucapnya.

"Be-benarkah? Kau masih hidup nak, hiks." tanyanya sambil menangis.

Azrio menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, wanita yang bernama Liona pun membalas pelukan Azrio, dia menangis sesenggukkan di dalam dekapan putranya.

"Anakku, hikss..hikss.. pria itu tidak membunuhmu, kau masih hidup, hikkss..." ucapnya sambil menangis pilu.

Lama berpelukan Azrio perlahan melepaskan tubuh ibunya, dia mengusap wajah ibunya yang basah oleh air mata. Liona tetap menangis menatap lekat wajah Azrio, perlahan kesadarannya tubuhnya melemah dan tak sadaekan diri.

"Ibu, ibu, kau kenapa ibu?" panik Azrio.

"AMIR, PANGGILKAN DOKTER." teriak Azrio dari dalam.

Upnya satu dulu, lagi sibuk banget di dunia nyata sampe besok, author harap kalian gak kecewa ya 🙏😘

Bertemu Azrio

Dua hari kemudian.

Sesuai permintaannya, Azrio datang ke negara I bersama Amir dan juga para bodyguard yang lain. Tempat tujuan Azrio adalah sebuah desa yang jauh dari keramaian kota, desa yang masih asri dengan keasliannya.

"Tuan muda, kita sudah sampai." ucap Amir.

Azrio turun dari dalam mobilnya, Amir menunjukkan jalan kepada Azrio menuju sebuah rumah. Sekilas bayangan muncul di dalam benak Azrio, dia merasakan sakit yang terasa berdenyut di kepalanya kala sebuah rekaman yang seakan berputar layaknya tayangan televisi.

"Akhhh, kepalaku." ringis Azrio.

"Tuan, kau tidak papa? Apa kita beristirahat saja tuan?" tanya Amir.

"Cepat tunjukkan dimana rumahnya." titah Azrio dengan dingin.

Amir menuntun tubuh Azrio seraya berjalan menyusuri jalan kampung, selama di perjalanan Azrio menatap sekeliling rumah yang berjejer serta melihat anak kecil berlarian memakai pakaian hitam dan sabuk di pinggangnya. Tak lama kemudian, Azrio sudah sampai di sebuah rumah sederhana, disana sudah ada seorang pria tua menunggu kedatangannya.

"Selamat datang di desa kami." sambutnya.

"Sepertinya aku mengenalmu? Tapi aku lupa siapa namamu?" ucap Azrio sambil memegangi kepalanya.

"Tidak apa nak, masuklah." ucap pak Zanid selaku mantan kepala desa.

Azrio masuk kedalam rumah tersebut, Amir ikut masuk dan duduk bersama pak Zanid dan juga Azrio. Para bodyguard berjaga di luar rumah, mereka berpencar di sekeliling rumah tersebut untuk menjaga keamanan Azrio.

"Maaf sebelumnya tuan Zanid, kedatangan kami kesini memang terkesan mendadak dan kau juga pasti bingung kenapa tuan Azrio tidak mengenalimu." ucap Amir.

"Sebelumnya ada seseorang datang kesini, dia bilang kalau ada tamu yang akan datang ke rumah peninggalan bu Sarina. Yang menjadi pertanyaanku adalah, dimana bu Sarina dan Aksara? Mereka pergi tanpa memberitahu akan pergi kemana, aku sudah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri, tapi sekarang yang aku temui malah pria berseragam yang sama sekali aku tak mengenalnya." jelas Zanid.

"Ceritanya sangatlah panjang tuan, yang pastinya aku akan memberitahumu sebagian garis besarnya saja. Bu Sarina sudah meninggal beberapa hari yang lalu, sesangkan anak yang kau panggil Aksara kini ada di hadapanmu." ucap Amir.

Deg!

Zanid memandang kearah Azrio, dia sedikit terkejut melihat perubahan Aksara yang sangatlah jauh berbeda. Lebih terkejut lagi kala mendengar Sarina selaku nenek Aksara sudah meninggal dunia, ia ingin sekali bertemu dengan Sarina yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, mata Zanid mulai memanas dan tak berselang lama ia menangis.

"Aku tidak menyangka kalau bu Sarina akan pergi secepat ini tanpa bertemu denganku terlebih dahulu, hiks. Kalau boleh tau, apakah Aksara hilang ingatan? ucap Zanid menangis.

"Umur tidak ada yang tahu tuan. Benar sekali, tuan Aksara yang namanya kini berubah menjadi tuan Azrio mengalami hilang ingatan saat usianya menginjak 20 tahun, dia mengalami kecelakaan hebat saat tengah mencari tahu kebenaran atas hilangnya sang ayah." jelas Amir.

"Bukannya orangtua Aksara sudah meninggal?" tanya Zanid.

"Tidak tuan, ibu tuan Azrio masih hidup karena mengalami depresi dia dirawat di rumah sakit jiwa. Sedangkan ayahnya, kami tengah mencari tahu keberadaannya. Perlu diketahui, bu Sarina bukanlah nenek kandung tuan Azrio, tuan besar atau kakek dari tuan Azrio memiliki sahabat, sahabatnya tersebut menitipkan bu Sarina pada tuan besar karena nyawanya sudah di panggil oleh pemiliknya. Tuan besar sengaja menyembunyikan cucunya disini bersama bu Sarina demi keamanannya, banyak musuh yang mengincar dirinya dan ingin melenyapkan nyawanya." jelas Amir lagi.

Tidak sampai disitu, Amir menceritakan semuanya pada Zanid secara rinci. Mendengar percakapan Amir dan juga Zanid membuat kepala Azrio semakin berdenyut nyeri, dia menahan rasa sakit dikepalanya yang seakan di himpit oleh beberapa bebatuan besar.

"Aaarrggh, Amir sakit sekali." ucap Azrio kesakitan.

Amir segera menangkap tubuh Azrio berusaha menenangkannya, dia juga memberikan obat agar rasa sakit yang di derita Azrio berkurang.

Beberapa jam berlalu.

Azrio mulai membaik setelah mengistirahatakan tubuhnya, dia mengingat sebagian memorinya yang pernah ia lalui di kampung tersebut, Azrio meminta kepada Amir dan para bodyguardnya untuk tidak mengikutinya.

"Aku akan pergi, jangan ikuti aku." ucap Azrio dengan datar.

"Tapi tuan-" ucap Amir.

"Percaya padaku, kampung ini lebih aman dari dugaan kalian." potong Azrio.

Dengan berat hati Amir menganggukkan kepalanya, dia mempersilahkan Azrio pergi tanpa adanya penjagaan, sebelum itu Azrio mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

*

*

Di sebuah sungai.

Seorang wanita di temani dua pria tengah bermain air di sungai, mereka asyik bercanda sambil mencari ikan di sungai tersebut tanpa menggunakan alat apapun.

"Kakak, kenapa ikannya sangat susah untuk di tangkap?" keluh Gala.

"Yang ngeluh suruh balik." sahut Bara cuek.

"kita pakai bambu untuk menangkapnya, tapi bambunya harus di potong dulu dan dibuat ujungnya runcing." ucap Violetta.

"Kalo gitu, biarkan Bara yang mencari bambunya." ucap Gala.

"Kok aku sih?" protes Bara.

"Oh, mau di bocorin rahasianya biar kakak tahu." bisik Gala di telinga Bara dengan senyum jahilnya.

"Ck, awas lu ya." ucap Bara berdecak.

Bara berjalan melewati bebatuan besar hendak mencari bambu, Violetta masih sibuk menangkap ikan menggunakan tangan kosong seperti yang pernah ia lakukan dulu bersama Aksara. Setiap satu bulan sekali Violetta pasti akan datang ke kampung tempat dimana ia dulu di sembunyikan, ia berharap akan bertemu dengan Aksara walaupun sampai saat ini tak pernah sekalipun bertemu. Terkadang Violetta datang bersama temannya, tapi saat si kembar sudah beranjak remaja mereka selalu ikut dengannya sambil belajar di padepokan yang terletak di kampung tersebut.

Dari kejauhan seorang pria temgah menatap kearah sungai dengan alis yang saling bertaut, melihat kebersamaan Violetta dan juga Gala membuat kepalanya berdenyut nyeri kembali. Bara yang datang dengan membawa bambu pun menghampiri pria tersebut, ia melihat pria tersebut mencengkram kepalanya dengan keringat yang membanjiri keningnya.

"Hey, kau tidak apa-apa? Apa kepalamu sakit?" tanya Bara.

"Aaarrgghhh, to-tolong aku." ucap Azrio dengan bahasa K.

"Bahasa K?" gumam Bara.

Bara yang paham akan bahasa Azrio lantas meletakkan bambunya, dia meraih tubuh Azrio mencoba menenangkannya.

"KAKAK! KAK, KAK VIO, GALA, KEMARILAH." teriak Bara.

'Vio? Nama itu? Seperti tidak asing' batin Azrio.

Gala dan Violetta mendengar teriakan Bara, mereka mencari sumber suara kemudian keluar dari dalam air.

"Kak, kau dengar suara Bara yang memanggil kita?" tanya Gala.

"Iya dek, kakak mendengarnya. Ayo cepet kita samperin Bara, kakak khawatir terjadi sesuatu sama dia." ucap Violetta khawatir.

Violetta yang hafal akan kampung tersebut, dia menarik tangan Gala mencari Bara yang tadi memanggilnya. Saat Violetta mengedarkan pandangannya, ia menangkap sosok adiknya yang tengah membantu seseorang yang terlihat kesakitan. Gala dan Violetta buru-buru berlari menghampiri Bara, dilihatnya pria yang tersebut menutupi wajahnya.

"Siapa dia Bara? Kenapa dia terlihat kesakitan?" tanya Violetta.

"Aku gak tahu kak, tadi dia berdiri disini dan kayak kesakitan jadi Bara samperin, dia minta tolong tapi pakai bahasa asing." jelas Bara.

Azrio membuka tangan yang menutupi wajahnya, rasa sakitnya mulai sedikit mereda. Pandangan Azrio dan Violetta saling bertubrukkan, sehingga tatapan matanya terkunci.

Deg!

'Mata itu, seperti..' batin Violetta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!