BAB 1
Namaku Gulla
Kenanganmu terbang terbawa oleh angin
Dan jatuh di hatiku, membuatku tersenyum
Perasaanku yang belum terungkapkan kini sedang mendatangimu
Karena aku mencintaimu. .
Datanglah kepadaku
Karena aku membutuhkanmu
Juga merindukanmu. . .
Kau menggerakkan hatiku yang dingin
Kau membuat hatiku menangis
Itu adalah dirimu
Aku coba lupakan, aku coba hapuskan
Tapi cintaku adalah dirimu
-I love you Boy-
Ibrahim masuk ke dalam mobil, ia mengelap peluh yang membasahi dahinya lalu ia melajukan mobilnya membelah jalan Raya.
Bekerja sebagai polisi bukanlah hal yang mudah, apalagi amanah yang ia tanggung begitu berat. Membuatnya tidak dapat bermain-main, ia di amanahi sebagai Komisaris Jendral bagian Badan Reserse Kriminal. Tugasnya mengkordinasi jalannya penyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum.
Walaupun ia pemimpinnya bukan berarti ia harus santai-santai, ayahnya Rakan Salman Al-fatih mengajarinya untuk amanah. Karena amanah yang ia dapatkan itu akan dipertanggung jawabkan nanti di akhirat.
Hadist yang selalu ayahnya tanamkan sejak Ibrahim kecil "Jabatan itu amanah. Dan pada hari Kiamat nanti, jabatan itu menjadi kehinaan serta penyesalan, kecuali bagi orang yang melaksanakannya secara benar dan menunaikan semua kewajibannya." (HR. Muslim)
Ibrahim sebenarnya mendapatkan rumah dinas, tapi Ibrahim enggan memakainya. Mungkin nanti disaat ia sudah menikah, kini ia tinggal bersama orangtuanya. Paling tidak Ibrahim ingin menghabiskan waktu bersama keluarganya tercinta.
Hari ini adalah hari yang paling melelahkan untuknya karena ia harus menangani kasus tindak korupsi yang dilakukan salah satu anggota parlemen di negeri ini, kasus yang tidak menemui titik ujungnya. Kasus tindak korupsi ini malah berputar-putar dan tidak menemukan pelaku utamanya kadang para polisi menyerah untuk menindak lanjuti dan memilih menutup kasus seperti ini. Seperti yang kita tahu bahwa kekuasaanlah yang mampu membeli keadilan.
Ibrahim memandang temaram lampu di jalan, ia menyipitkan mata melihat seorang gadis berlari di padatnya lalu lintas. Pandangan itu menarik minat Ibrahim, tanpa ia sadari ia menghentikan mobilnya di pinggir tepi jalan.
Kemudian Ia keluar dari mobil, berdiri di depan kap mobil mengamati gadis yang berlari menuju arahnya dengan kencang dengan napas yang terengah-engah. Rambut panjang gadis itu tergerai indah melambai-lambai seakan memanggil Ibrahim untuk menyentuhnya.
Ibrahim menyadari malam itu, jika gadis ini memiliki pesona yang kuat yang tidak bisa ditolak oleh dirinya.
*****
"Selamatkan saya, saya mohon pak polisi." Ucap gulla, ketika ia melihat ada sosok polisi berseragam berdiri dengan gagah.
Napas gulla bergerak tidak beraturan, ia senang berhasil keluar dari neraka. Ia tidak bisa membayangkan jika ia harus terjebak ditempat itu lebih lama lagi. Ia berterima kasih pada takdir ketika ada seorang polisi yang berdiri di hadapannya seakan-akan ingin menolongnya.
Gulla menatap Polisi itu dengan memohon, bahkan ia menarik polisi tersebut agar membukakan pintu mobil untuknya. Gulla tidak punya waktu lagi, ia harus pergi secepatnya dari sini. Ia takut suaminya menangkapnya dan ia akan mendapat penyiksaan yang lebih perih lagi. Ia sudah lelah, dan ingin mengakhiri penderitaan ini.
Polisi itu dengan terpaksa membuka pintu mobilnya, Gulla dengan cepat masuk ke kursi kemudi.
"Siapa yang menyuruh kamu duduk di situ?"
Gulla menatap polisi itu sebal, lalu ia menggeser dirinya. "Pak ayo cepat masuk," ucap Gulla ketika ia hanya melihat polisi itu berdiri di depan pintu.
Polisi itu seakan tidak mendengarkan dengan cepat Gulla menarik tangan polisi itu agar masuk ke dalam mobil, tapi yang terjadi sebaliknya Gulla menariknya terlalu kencang hingga tubuh polisi jatuh menindihi tubuhnya.
Mata gulla mengerjap melihat mata kelam hitam milik polisi tersebut, mereka saling bertatapan satu sama lain dan jantungnya ikut berdebar. Gulla tidak pernah merasakan perasaan seperti ini bahkan saat ia bersama suaminya. Suasana menjadi hening dan canggung, tiba-tiba kehangatan itu menyebar di antara keduanya namun suara klakson mobil menggangetkan mereka berdua.
Gulla dengan cepat mendorong polisi tersebut, begitu juga dengan polisi itu memperbaiki posisi duduknya lalu menutup pintu mobil. Mobil sedan hitam itu melaju membelah jalan raya dengan cepat seiring dengan detak jantung mereka berdua.
****
"Namaku gulla," ucap gadis itu, ketika Ibrahim menyetir kendaraannya. Keningnya berkerut ketika mendengar ucapan gadis itu. ia menatap gadis itu sebentar, ia tidak percaya ada orang yang namanya Gulla.
Apa gadis ini penipu? Lalu kenapa kau menolongnya Ibrahim jika kau tahu gadis itu hanya akan menipumu batin Ibrahim bergejolak.
"Kamu pasti berpikir ini lelucon yah, namaku Reina Gulla Kristiani," ucap gulla sambil tersenyum manis.
Ibrahim menatap Gulla tidak berkedip entah kenapa ia menyukai senyum gadis itu. Namun Ibrahim langsung menggelengkan wajahnya, sambil mengucapkan Istiqfar beberapa kali. Ini kali pertama Ibrahim tertarik dengan seorang wanita, ini tidak boleh terjadi godaan wanita itu sama beratnya dengan syaitan. Ia harus bisa mengendalikan diri sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Ibrahim," ucap Ibrahim dengan singkat.
Gulla mengerutkan keningnya, ia awalnya tidak mengerti namun baru ia sadari jika polisi ini memperkenalkan dirinya. Astaga singkat, jelas dan padat, tipe pria yang menyebalkan apa semua polisi bersikap seperti ini. Gulla menatap Ibrahim sebal.
"Kamu mau pergi kemana?" tanya Ibrahim.
"Tidak tahu," ucap Gulla sambil menatap langit dari jendela. Ia bingung harus kemana, ia tidak memiliki siapa-siapa lagi. Setelah memutuskan keluar dari rumah itu, Gulla tidak mempersiapkan ia harus kemana, ia tidak tahu arah mana yang ia tuju, yang terpenting baginya adalah keluar dari tempat mengerikan itu.
Ibrahim menepuk jidatnya pelan, dengan spontan ia menghentikan mobilnya membuat kepala Gulla menubruk dashboard mobil. Gulla mengaduh.
"Bisa bawa mobil ngak sih," ucap Gulla sambil menyentuh dahinya yang kesakitan.
"Seharusnya saya yang marah sama kamu, dimana kamu tinggal." Ujar Ibrahim.
"Aku tidak punya tempat tinggal di sini," Gulla menjawab apa adanya.
"Maksudnya?" Ibrahim seakan tidak mengerti maksud gadis itu.
"Aku kabur dari rumah suamiku,"
"APA?????" Ibrahim menatap gulla tidak percaya, astaga dosa apa yang telah ia perbuat membawa istri orang pergi bersamanya. Ini tidak boleh dibiarkan, ibunya pasti akan menggoroknya kalau ia tahu.
"Dimana alamat rumah suamimu?" tanya Ibrahim tidak sabaran.
"Jangan bawa aku ke sana," pinta Gulla dengan nada sedih.
"Aku mohon, aku tida ingin kembali kesana." Pinta Gulla ia menatap Ibrahim berkaca-kaca.
"Kenapa?"
"Karena aku tidak bisa hidup dengannya."
"Kalian bisa menyelesaikan masalah kalian dengan baik-baik. Untuk apa kalian menikah jika pada akhirnya kalian seperti ini. apa kalian tidak mempikirkan dampak dari pernikahan?" Sungguh Ibrahim tidak ingin ikut campur permasalahan rumah tangga orang.
Kenapa sekarang ia harus terlibat dalam kisah cinta sepasang suami istri? Ini bukan salah satu impiannya.
Ibrahim mendesah keras. Ia sudah pusing dengan tugasnya yang belum selesai dan sekarang ia direpotkan dengan masalah yang baru, membawa kabur istri orang.
"Ini rumit," Gulla memutus ucapannya, matanya berkaca-kaca menatap jalan raya. Sungguh dari segala hal yang dia tidak inginkan adalah kembali ke rumah itu. Rumah yang telah memberinya ribuan luka baik secara fisik maupun batin.
"Dan aku tidak punya banyak waktu untuk menceritakannya sekarang." Ujar Gulla cemas.
"Jika aku tetap di sana aku akan diperlakukan seenaknya olehnya."
"Tapi dia suamimu," elak Ibrahim sambil menatap Gulla tajam. Dia sangat tidak suka wanita yang tidak menghargai suaminya, ia tumbuh dari lingkungan yang sopan, dimana ibunya Savira sangat menghargai dan mencintai ayahnya Rakan.
Ibunya rela memberikan nyawanya pada ayahnya, bahkan tidak pernah menuntut ayahnya. Demi Ridho surga-Nya. Mendengar jawaban Gulla, membuat Ibrahim berpikir jika gadis ini, gadis pembangkang dan tidak tahu sopan santun.
Bukannya menjawab gulla malah membuka kancing bajunya, Ibrahim melotot menatap gadis itu tidak percaya. Apa-apaan gadis ini ingin menggodanya apa, tidak tahukah dia jika dia juga seorang laki-laki yang bisa khilaf. Ya tuhan cobaan macam apa ini, pikiran buruk telah menghantui Ibrahim, namun ketika kesadarannya kembali matanya berubah menjadi sendu. Ia menatap ngeri melihat goresan luka cambuk di pundak gadis itu.
Ibrahim tidak bisa membayangkan betapa perih dan sakit yang diterima gadis itu. Bahkan luka itu belum mengering, masih ada beberapa darah yang menetes dari luka itu. Rahang Ibrahim mengeras entah kenapa ia ingin membunuh suami gadis itu, bisa-bisanya gadis kecil yang rapuh ini diperlakukan seperti itu.
Ketika gulla merasa Ibrahim sudah melihat lukanya dengan cepat ia memakai bajunya kembali dengan cepat. Lalu gulla menatap Ibrahim sendu. Ia berharap Ibrahim berubah pikiran.
"Bagaimana pak polisi, bisakah kamu menolongku?"
"Bukankah tugas seorang polisi itu memberikan perlindungan kepada warganya."
"Aku mohon bawa aku kemanapun dengan perlindunganmu," Ujar Gulla.
BAB 2
PACAR IBRAHIM
Mobil Ibrahim berhenti di sebuah rumah mewah. Gulla menatap kagum bangunan itu, walau dulu ia juga hidup mewah. Tapi ia tidak pernah melihat bangunan yang indah seperti ini karena ada beberapa ukiran kaligrafi arab di bangun itu dengan model nuansa asia-eropa klasik. Pasti pemiliknya sangat kaya sekali. Rumah suaminya saja tidak sebagus ini.
"Ini rumah kamu?" tanya gulla.
"Ayo masuk," balas Ibrahim dengan nada dingin.
Gulla mengerutkan kening, mendengar perubahan nada Ibrahim yang menjadi dingin.
Apa salahnya?
Kenapa pria ini berubah menjadi dingin, apa ia melakukan kesalahan?
Gulla membuka pintu mobil sebal, lalu ia mengikuti Ibrahim. Gulla tidak berhenti menatap rumah itu kagum.
"Bagus banget," puji Gulla.
"Ayahku seorang arsitektur," ucap Ibrahim.
Ucapan Ibrahim menghentikan langkah Gulla, hingga ia menubruk punggung Ibrahim.
"Aww," desis gulla.
"Ceroboh,"
"Apa kau bilang?" gulla tidak terima dengan ucapan Ibrahim, baru saja ia ingin membalas. Ada suara lembut seorang wanita menghentikannya.
"Kamu sudah pulang baim?" wanita berkerudung panjang itu mendekat, gulla menaksir umurnya masih sekitar 40 tahunan. Sangat cantik dan terlihat lembut seperti malaikat. Apakah itu Ibu Ibrahim?
"Kamu bawa pacar kamu Baim? Bundakan bilang ngak boleh pacaran langsung nikah kalo udah nemu calonnya." Ucap Savira memarahi Ibrahim, sambil mengamati gadis di samping Ibrahim. Ia menandang Ibrahim penuh selidik.
"Dia bukan pacar aku bun," Savira menarik nafas pelan, pasti ada yang disembunyikan putranya. Karena seperti yang ia tahu anaknya itu tidak pernah dekat dengan wanita manapun akhir-akhir ini.
Savira menyunggingkan senyum paling tidak anaknya normal karena mencintai seorang wanita, dengan cepat ia menarik tangan Gulla untuk mendekatinya.
"Nama kamu siapa?" tanya Savira lembut. Melihat Gulla ia seperti melihat cerminan dirinya dulu.
"Gulla tante,"
"Namanya lucu sekali yah, ayo ikut bunda kamu pasti capekkan. Bunda antarkan ke kamar tamu." Savira dengan Ramah menyambut gulla, namun diam-diam Savira melirik Ibrahim untuk memberikannya penjelasan setelah ia mengantarkan Gulla.
Savira menuntun Gulla menaiki tangga menuju kamar tamu, ia tidak henti-hentinya tersenyum. Ketika ia mengetahui jika Gulla ini memiliki kesamaan dengannya, namun bedanya gulla lebih berani dari pada dirinya. Dirinya dulu gadis pemalu dan tidak berani untuk membela dirinya sendiri.
"Kamu butuh mukena tidak untuk sholat isya." Tanya Savira ramah.
"Maaf tante saya bukan islam, saya kristen." Gulla tersenyum kikuk.
"Maafkan sayang bunda tidak tahu hehe, tapi panggil aja bunda jangan tante yah." Pinta Savira.
"Iya tante, eh bunda. Bunda tidak marah."
"Untuk, apa bunda marah?"
"Karena saya Kristen,"
"HAHAHA, kamu itu lucu sekali. tidak lah bunda tidak marah, bunda menghormati semua agama." Savira menatap gulla senang, ia benar-benar seperti melihatnya waktu muda dulu.
"Kalau begitu kamu mandi terus istirahat yah bunda mau berbicara sama Baim." Savira pergi meninggalkan Gulla, sekarang ia harus mengintrogasi anaknya.
****
Ibrahim baru saja ingin menenggak air putih, bundanya sudah datang menatapnya dengan banyak pertanyaan. Ibrahim mendesah , jujur ia tidak ingin membicarakan hal ini sekarang. Tapi melihat wajah garang bundanya Ibrahim tidak bisa menolak kemauan nona besar. Ibrahim menaruh air putih yang ia pegang lalu duduk di kursi makan mengikuti isyarat bundanya.
"Jadi siapa gadis itu?" tanya Savira dengan wajah penuh selidik. Siapa yang tidak syok putranya yang single belum menikah membawa anak gadis ke rumah.
"Baim menolongnya di jalan, ia sedang bertengkar dengan suaminya." Jelas Baim dengan lancar, seakan-akan jawabanya bukanlah sebuah masalah besar.
Savira melotot mendengar ucapan anaknya, bilang saja ia tuli atau tidak jika anaknya sedang membawa istri orang lain pergi bersamanya.
"Kamu waraskan Baim?" Savira memegang dahi anaknya, Ibrahim menyentuh tangan bundanya lalu menggenggamnya lembut.
Ia sudah mengira reaksi bundanya untung saja bundanya bukan tipe wanita yang suka marah-marah dan berteriak keras. Bundanya tipe wanita yang lembut, Ibrahim jadi ingin sekali memiliki pendamping seperti ibunya.
"Baim masih sehat bunda." Ujar Ibrahim ia mengecup lembut tangan bundanya.
"Baim murni menolongnya karena kasihan bunda. Baim melihat luka cambuk yang diberikan suaminya disekujur tubuh gadis itu dan Baim tidak bisa menolak keinginan gadis itu yang memintaku untuk menolongnya. Lagi pula itu juga kewajiban seorang polisi menolong seseorang dari kejahatan," Savira menutup mulutnya tidak percaya, jika gadis rapuh tadi memiliki luka seperti itu. Jujur dulu Savira juga memiliki kenangan yang pahit, disaat Rakan tidak mengakuinya sebagai istrinya, namun Rakan tidak pernah melukainya Rakan tidak pernah bermain fisik padanya, Savira tidak bisa membayangkan rasa sakit yang diterima gadis itu. Savira jadi kasihan dengan Gulla.
"Keputusan kamu benar Baim, bunda mendukung kamu."
"Kamu harus melindungi Gulla bagaimanpun caranya."
"Terimakasih bun," lalu Baim ingin minum, ia bingung harus menjawab apa yang terpenting bundanya tidak berpikiran aneh, namun Savira membalasnya dengan perkataan yang membuatnya tersedak oleh air yang diminumnya.
"Apakah kamu mencintai gulla?"
"Bunda bicara apa sih?"
"Bunda serius,"
"Itu tidak mungkin terjadi, ini murni rasa kasihan Baim pada Gulla bukan rasa cinta bunda."
"Baim tegaskan bunda, ini semua juga karena Baim seorang polisi jadi melindungi seseorang dari kejahatan adalah sebuah kewajiban,"
"Baim bunda akan katakan suatu hal ke kamu, gulla saat ini merasakan trauma dan rasa sakit, dia sedang konflik dengan suaminya lalu disaat itu kamu datang. Mau tidak mau hati gulla akan menerima rasa simpati yang kamu berikan, lalu lama kelamaan rasa simpatimu itu akan tumbuh menjadi cinta. Suatu saat nanti kamu akan merasa, dirimu adalah orang yang harus berada di samping gulla, dan kamu akan merasa kehilangan disaat gulla mempunyai tempat perlindungan lain selain kamu."
"Iman baim kuat, bun. Baim tidak akan terlampau jauh, apalagi gulla sudah menikah. Baim tidak mungkin merusak pernikahan mereka. Baim sadar akan hal itu."
"Kamu bisa bilang kamu punya iman yang cukup kuat untuk menahan rasa itu. bagaimana dengan gulla? apakah gulla punya iman yang kuat untuk tidak jatuh cinta padamu, Baim? Terlebih dia berbeda agama dengan kita, dan itu akan membuatnya mudah terpesona oleh akhlaqmu Baim."
"Pesona keluarga Al-fatih sulit untuk di tolak wanita manapun." Goda Savira pada anaknya. Ibrahim mendengus, ia tahu sekali, dan memang perkataan itu seakan membenarkan mulai dari kakek dan ayahnya memiliki pesona yang tidak bisa ditolak wanita manapun.
"Bukannya karena agama kami yang berbeda itu malah akan lebih sulit membuatnya jatuh cinta pada Baim dan itu bisa menjadi alasan baim untuk tidak menikahinya jika suatu saat nanti Baim mencintai Gulla." Baim berusaha mengelak pernyataan bundanya, ia tidak akan mudah jatuh cinta. Bahkan sampai saat ini ia tidak pernah goyah dalam godaaan wanita, bahkan wanita sholehpun tidak bisa membuatnya tertarik apalagi wanita yang berbeda agama dengannya. pasti tidak akan mampu menaklukan hatinya, Baim mempercayai itu ini murni kasihan tanpa rasa cinta.
"Jatuh cinta itu fitrah baim, baik kalaupun kalian berbeda pandangan itu lebih baik lagi. itu bisa menjadi ladang dakwah kamu."
"Bunda jangan buat Baim bingung," Baim mengacak rambutnya frustasi.
"Kalaupun nanti kamu jatuh cinta padanya bunda akan mendukungmu karena kamu dan gulla juga pantas bahagia." Terang Savira.
"Maksud bunda?"
"Suatu saat nanti kamu juga tahu, lagi pula bunda bisa melihat jika kamu tertarik dengan gadis itu."
"Bunda tolong jangan buat Baim pusing,"
"Baim belum siap menikah."
"Hahaha, yasudah kamu istirahat aja sekarang yah."
"Tidur yang nyenyak."
Ibrahim terdiam mencerna setiap ucapan bundanya, bundanya tidak salah. Bundanya hanya mengingatkannya, ia ingin terbaik untuknya.
Ibrahim menghela nafas, matanya menatap langit-langit dapur. Malam ini akan menjadi malam yang panjang baginya.
Apalagi ia tidak bisa mengelak perasaan yang datang pada dirinya. Apakah bundanya benar ia tertarik pada Gulla? Tidak mungkin bukan ia bisa jatuh cinta hanya karena pandangan pertama.
Maafkan part ini yang semakin akwarrd
BAB 3
Aku Ingin Memastikannya
Setelah kejadian malam itu, Ibrahim menjadi gelisah. Ia berangkat pagi-pagi sekali agar tidak bertemu Gulla. Ia tidak ingin terjebak dalam ilusinya, entahlah mungkin perasaaanya pada gadis itu hanya sebatas tertarik dan semu sebentar lagi akan hilang. Tapi Ibrahim membenarkan jika rasa tertariknya pada gadis itu begitu kuat, karena ini yang pertama untuk Ibrahim. Sebab itulah Ibrahim menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaaan saat ini.
Ibrahim membaca lembaran data hasil laporan kasus tindak korupsi yang dilakukan salah satu anggota parlemen tapi Ibrahim tidak bisa menyeret pelaku itu ke dalam penjara karena bukti yang kurang kuat yang menunjukan orang tersebut salah.
Kasus yang ia tangani adalah sebuah suap penyelundupan senjata illegal dan narkoba. Jujur ini adalah kasus terberat yang dialami Ibrahim, karena semuanya samar. Ibrahim malik hanya mampu menangkap 4 pengedarnya waktu penangkapan, dan sialnya satu diantara mereka bunuh diri. Ibrahim *** rambutnya frustasi, bukan hanya masalah ini namun masalah gadis bernama Gulla itu juga ikut membebaninya. Gadis itu terus membayangi pikirannya akhir-akhir ini.
Ibrahim baru saja ingin bangkit, namun ketukan pintu membuatnya berhenti sejenak. Ia mentatap bingung seorang laki-laki yang masuk ke dalam ruangannya. Laki-laki itu terlihat tampan dan gagah, Ibrahim menyipitkan matanya melihat itu, ia tidak mengenali sosok laki-laki yang menatapnya tajam itu.
"Selamat siang, anda Ibrahim Malik," ucap orang itu sambil menjabat tangan Ibrahim.
"Iya, saya Ibrahim. Silahkan duduk." Ibrahim menyapa pria itu ramah.
"Saya Reindra," Reindra tersenyum kemudian memperkenalkan diri pada Ibrahim.
"Ada perlu apa mencari saya?" tanya Ibrahim pada Reindra sopan.
"Tadi malam saya melihat anda membawa pergi istri saya," Ibrahim menatap tajam pria itu, apakah pria ini adalah suami gulla? Batin Ibrahim.
"Maksud anda apa saya tidak mengerti," Ibrahim pura-pura tidak mengerti ucapan pria ini, ia tidak ingin gulla dalam bahaya bisa saja pria ini melukai gulla dan Ibrahim tidak ingin itu terjadi.
"Anda jujur saja dengan saya, istri saya kabur dari rumah membawa bayi saya." Reindra menggertakan giginya, ia benci dengan sikap Ibrahim yang pura-pura tidak mengerti, atau Ibrahim memang tidak mengerti dan anak buahnya salah lihat.
"Bayi?"
"Maksud anda apa, saya tidak mengerti ucapan anda." Ibrahim berusaha tenang, ia tidak ingin berburuk sangka pada Gulla. Ia harus memastikan kebenarannya terlebih dahulu, ia tidak suka dipermainkan.
"Istri saya pergi membawa anak saya yang berada di dalam kandungannya," Ibrahim seperti tersengat listrik mendengar ucapan itu.
Ia tidak tahu jika Gulla sedang mengandung. Gadis itu membawa bayi suaminya, apa karena ini gulla mendapatkan luka cambuk ditubuhnya. Ibrahim mendesah, ia menatap langit-langit sebentar lalu ia menatap Reindra kembali.
"Bapak jangan menyembunyikan gulla dari saya, ia bukan hanya merebut bayi saya tapi ia juga mencuri harta saya yang paling berharga. Gadis itu seorang pencuri dan harus dihukum mati," ucap Reindra sambil menatap Ibrahim.
"Saya tidak bersama siapapun tadi malam," Ibrahim mencoba melindungi Gulla, Ibrahim yakin gadis itu tidak bersalah, mana mungkin gadis serapuh ini melakukan hal seperti itu. gadis itu begitu polos, tidak mungkin gadis itu menipunya. ia bisa melihat ketulusan dari gadis itu.
"Jangan membohongi saya Ibrahim, anak buah saya melihat kau membawa istri saya tadi malam dengan mobil sedan hitam anda."
"Kau tahu orang yang kau sembunyikan adalah seorang pencuri." lanjut Rendra menghasut Ibrahim.
"Saya tidak bersamanya, lebih baik kita bicarakan ini lain kali." Jelas Ibrahim sambil mengisyaratkan Reindra untuk keluar.
"Lagi pula saya juga tidak mengenal istri anda."
"Kalau begitu saya permisi, tapi asal anda tahu saja Pak Ibrahim. Jika ucapan saya benar saya tidak akan segan-segan membawa gadis itu dari kehidupan anda." Reindra menatap Ibrahim penuh kebencian, jujur ia masih tidak terima diperlukan seperti ini. tapi mau bagaimana lagi, ia tidak mungkin berbuat keributan di tempat seperti ini.
Reindra pergi berlalu meninggalkan Ibrahim, namun selang beberapa menit muncul Arga memasuki pintu. Arga menatap Ibrahim panik.
"Itu bukannya Reindra Alexander," Arga menunjukan foto Reindra kepada Ibrahim.
"CEO dari Alexander Group pengusaha property terbesar di Jakarta."
"Kenapa memangnya?"
"Dia terlibat dalam kasus yang kita tangani," Arga dengan muka serius mengucapkan itu, ia masih syok melihat Reindra di depan matanya.
"Apa? Mana mungkin." Ibrahim mengerutkan keningnya, ia sedikit kaget namun ia merubah raut wajahnya.
"Dia memiliki hubungan dengan salah satu tersangka kita. Menurut laporan yang aku bawa mereka sering bertemu." Arga menunjukan buku laporan yang dipegangnya tadi pada Ibrahim. Ibrahim mengamatinya dengan teliti, ada sedikit ketertarikan menggali informs lebih dalam ketika membaca itu.
"Urusan bisnis seperti apa di antara mereka berdua, lagi pula Reindra seorang pembisnis property. Lalu apa hubungannya dengan salah satu dewan parlemen itu." jika Reindra terlibat dalam kasus ini, kemungkinan Gulla juga mengetahui kasus ini. Karena tidak mungkin seorang suami mencari seorang istri yang hilang seperti mencari seorang buronan. Pasti Gulla juga memiliki hubungan di dalam kasus ini. ia juga ingin membuktikan apa gadis itu berbohong padanya atau tidak, jujur rasa ragu itu timbul.
Arga tiba-tiba membisiki Ibrahim. "Dia memiliki bisnis gelap, aku juga baru dengar dari kata orang. Tapi repurtasinya dia tidak bisa masuk penjara dengan mudah, ia memiliki koneksi dengan Ketua MK dan MA"
"Menarik juga," Ibrahim berdiri dari kursinya melangkah menuju jendela kantornya dan menatap jalan raya. Ia rasa ia tahu alasan Tuhan mempertemukannya dengan gadis itu.
"Kau punya urusan apa sama dia, sampai dia mendatangimu." Arga menatap Ibrahim curiga, pasti ada hal yang disembunyikan Ibrahim darinya. Arga penasaran dengan Ibrahim, karena sahabatnya ini tidak mempunyai hubungan apapun dengan Reindra.
"Bukan apa-apa." Elak Ibrahim. Ia ingin menyelidiki hal ini terlebih dahulu ia tidak ingin salah bertindak.
"Kau harus berhati-hati dengannya Ibrahim, dia bukan orang sembarangan. Aku takut kau masuk ke dalam masalah bahkan lebih parahnya kau terseret dalam masalah yang ia buat." Arga mencoba memperingatkan Ibrahim.
Ibrahim tersenyum misterius, Arga menyipitkan matanya melihat senyum itu. arga tahu maksud senyum itu. senyum yang akan muncul disaat Ibrahim penuh dengan rasa penasaran.
"Jangan bilang kau akan. . ." Arga memutuskan ucapannya. Ia menatap Ibrahim curiga, Ibrahim mungkin sudah gila, akan membiarkan dirinya masuk ke dunia hitam itu. Karena bukan hanya jabatan yang jadi taruhan tapi keluarga dan nyawanya.
"Aku rasa kau sudah Gila Ibrahim."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!