Assalamu'alaikum readers tercinta... akhirnya Mom luncurkan juga karya ke empat ini, semoga cerita kali ini juga bisa menghibur dan disukai semua ya, happy reading... 😘
.
.
.
.
.
Di sebuah rumah cukup mewah, terdengar perdebatan yang cukup menegangkan. Suasana mencekam dan suara tangis tersebut terdengar dari arah ruang keluarga. Di sanalah Pak Heru Herlambang bersama kedua putri dan juga istrinya berada. Mereka tak lain dan tak bukan adalah pemilik rumah tersebut. Setelah kurang lebih 22 Tahun Pak Heru dan sang istri menempati rumah tersebut, baru kali ini lah mereka merasakan suasana menegangkan seperti malam ini.
"Pa, kenapa harus aku yang Papa nikahkan dengan cucu rekan Papa itu? bukannya Luna lebih baik dari aku, Papa selalu memaksakan kehendak padaku, sementara Luna, dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan!" Protes Alula pada sang Papa.
Alula adalah putri pertama dari Pak Heru Herlambang, putri sulungnya ini memang sedikit berbeda dengan putri bungsunya yang selalu patuh dan penurut. Namun meski begitu, Alula tak kalah baik dan penyayang seperti sang adik.
"Lulu, Mama tau kamu masih belum menerima perjodohan ini, tapi Mama dan Papa cuma ingin yang terbaik buat kamu, sayang!" Sahut Bu Santi, Mama Alula seraya mengusap punggung putri sulungnya.
"Apanya yang terbaik, Ma? aku bahkan gak pernah mengenal pria itu sebelumnya, apa Mama sama Papa pikir aku bisa bahagia hidup dengan pria asing? lagi pula, aku sudah memiliki pacar, Ma, Pa! aku juga benar-benar sangat mencintai dia!" Ucap Alula berderai air mata.
"Cinta kamu bilang? anak ingusan seperti kamu mengerti apa soal cinta, hah? paling, kalian cuma menyalurkan nafsu kalian semata yang bisa saja sewaktu-waktu menjadi bom yang akan meledak memporak-porandakan," Hardik Pak Heru.
"Jimmy gak seperti yang Papa kira, Jimmy selalu melindungi aku, Pa! dia sangat menghormati aku sebagai pacarnya. Bahkan, dia tidak berani menyentuhku tanpa seijin dariku!" Sahut Alula membela sang pacar.
"Iya! awalnya memang tak berani menyentuh! tapi setelah kau terbujuk dan mengijinkannya, Papa yakin kalau kau tidak akan mendapatkan sebuah sentuhan saja!".
"Lulu, Papa juga seorang pria! Papa tau apa kebutuhan hasrat pria seumuran kamu. Rasa keingintahuan mereka sangat tinggi, tapi mereka tak pernah memikirkan resiko yang akan mereka dapat! bahkan tak banyak dari mereka yang enggan bertanggung jawab setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan!" Sahut Pak Heru melembut.
"Papa benar, Kak! apa Kakak tau, apa alasan Papa menyetujui aku pindah Sekolah dari Sekolah sebelumnya?" Sahut Aluna yang tak lain adik kandung Alula. Mereka hanya terpaut usia tiga tahun.
"Kau ingin mencari suasana baru, kan?" Jawab Alula enteng. Seketika Aluna menggelengkan kepalanya dan merubah raut wajahnya menjadi sendu.
"Lulu, sebenarnya adikmu pindah Sekolah bukan karena alasan itu, tapi dia..." Sang Mama mencoba membantu Aluna menjawab, namun nyatanya lidahnya ikut kelu, tak berani melanjutkan perkataan.
Mama Santi menghampiri sang putri bungsu dan memeluknya erat-erat. Entah apa yang selama ini Alula tidak tahu tentang adiknya itu.
"Lulu, adikmu sudah tidak perawan lagi! dia di perkosa oleh anak kepala Sekolahnya sendiri. Tapi beruntungnya, bocah brengsek itu masih sedikit cerdik dengan menggunakan pengaman saat melakukan pemerkosaannya!" Tutur Pak Heru yang akhirnya buka suara.
"A...apa? I...ini gak mungkin, kan Lun? kenapa kamu gak pernah cerita sama Kakak? lalu, apa Papa sudah meminta pertanggungjawaban mereka?" Lulu terkejut bukan main. Pantas saja setelah Luna pindah Sekolah, perhatian Mama dan Papanya kian besar pada sang adik, ternyata inilah alasan mereka berlaku demikian.
"Papa sudah menemui bocah brengsek itu dan keluarganya. Awalnya mereka tidak mengakui perilaku bejat putra brengsek mereka, tapi setelah mereka melihat bukti yang Papa bawa dari Rumah Sakit tentang hasil visum Aluna, mereka mulai percaya dan menghukum putranya saat itu juga!" Tutur Pak Heru menjelaskan.
"Apa Papa tidak menuntut ganti rugi lainnya? Pa, Luna pasti terguncang mentalnya, dia pasti trauma dengan kejadian ini!" Lulu menatap sang adik yang masih dalam pelukan sang Mama. Dia semakin merasa bersalah karena sudah menuduh sang adik yang selalu mencari perhatian lebih dari kedua orangtuanya.
"Sebelum Papa mengajukan tuntutan, mereka sudah mengajukannya terlebih dulu sebagai bentuk pertanggungjawaban, mereka bilang mereka akan membiayai Aluna untuk pemulihan traumanya pada psikiater terbaik di Kota ini. Selain itu, mereka juga akan membiayai pendidikan Aluna hingga dia lulus kuliah," Ucap Pak Heru.
"Hanya itu? apa Papa tidak mengajukan hal lainnya lagi? seperti memenjarakan bocah brengsek itu misalnya?" Ucap Alula terlihat tak puas.
"Lulu, mereka juga seorang orangtua yang tak pernah ingin melihat anaknya sengsara. Seburuk apa pun perilaku anaknya, orangtua pasti tidak akan tega melihat mereka menderita." Tutur Pak Heru.
Lulu terlihat menghela nafas dan bersimpati pada sang adik. Di dekatinya tubuh mungil sang adik yang di peluk sang Mama. Tak terasa bulir bening pun kembali menetes di ujung kedua matanya.
"Kakak gak tau kamu begitu menderita Lun, maafkan Kakak ya! selama ini Kakak udah banyak salah sangka sama kamu!" Ucap Alula seraya mengusap punggung sang adik.
Mama Santi dan Aluna pun melerai pelukan mereka dan menghadap Alula yang masih berdiri di hadapannya.
"Jadi, apa sekarang kamu sudah setuju untuk menikah? Mama gak mau kamu mengalami hal yang sama seperti yang adik kamu alami, Lu!" Lirih sang Mama kembali membahas pernikahan.
"Maafkan Lulu, Ma, Pa! Lulu tetap gak bisa menikah dengan pria asing itu, Lulu yakin kalau Jimmy gak seperti pria brengsek yang kalian ceritakan, Lulu juga bisa menjaga diri Lulu sendiri, kalian tidak perlu khawatir!" Tegas Lulu.
"Dasar anak tak tau di untung, akhh..." Pekik Pak Heru seraya menjatuhkan dirinya ke atas sofa dan mere*mas dadanya yang tiba-tiba terasa sesak.
"Papa!" Sontak Mama Santi dan Aluna menghampiri Pak Heru dan memeriksa keadaannya.
"Lulu, cepat telepon ambulan! sepertinya Papa kamu terkena serangan jantung!" Jerit Mama Santi yang kian panik karena melihat Pak Heru yang kehilangan kesadarannya.
"Pa, Papa! Papa harus bertahan, Pa!" Ucap Aluna tak kalah panik.
Dengan secepat mungkin, Alula mengubungi salah satu Rumah Sakit untuk meminta ambulan. Tak menunggu lama, akhirnya ambulan pun tiba dan membawa tubuh Pak Heru yang sudah tak sadarkan diri.
Tiba di Rumah Sakit, Alula termenung sendiri di sudut ruangan tunggu. Dia begitu takut sekaligus cemas jika sang Papa tak dapat tertolong. lain halnya dengan Aluna dan sang Mama yang terus saling merangkul dan menguatkan seraya berdoa, agar orang yang mereka sayangi dapat terselamatkan di dalam sana.
Ceklek...
"Keluarga pasien atas nama Tuan Heru!" Seru salah satu Suster yang baru saja keluar dari ruang tindakan.
"Kami, Sus! bagaimana keadaan suami saya, Sus?" Cecar Mama Alula.
"Tuan Heru sudah melewati masa kritisnya, tapi untuk tau lebih lanjut bagaimana kondisinya, Nyonya dan Nona bisa langsung menemui Dokter yang menanganinya, saya hanya ingin memberikan formulir ini untuk segera di selesaikan di bagian administrasi!" Tutur sang Suster seraya menyerahkan selembar formulir pembayaran Rumah Sakit pada Mama Santi.
"Terimakasih banyak, Sus! kalau begitu saya akan urus administrasinya dulu sekarang!" Sahut Mama Santi.
"Ma, biar Lulu saja yang pergi ke bagian admin!" Ucap Alula mencegah sang Mama yang hendak ke ruang admin.
"Tidak perlu, Lu! sebaiknya kalian tunggu Mama di ruangan Dokter saja, nanti Mama akan menyusul kalian setelah urusan pembayarannya selesai!" Seru Mama Santi.
Tanpa membantah lagi, akhirnya Lulu dan sang adik menghampiri ruangan sang Dokter setelah bertanya pada Suster. Kurang-lebih 15 menit, Mama Santi menghampiri mereka yang ternyata masih belum masuk ke dalam ruangan Dokter.
"Kenapa kalian masih berdiri di sini? apa Dokternya tidak ada, ya?" Tanya Mama Santi.
"Ada ko Ma, tapi kita berdua sengaja menunggu Mama dulu, kalau gitu kita masuk sekarang ya!" Sahut Aluna memimpin.
"Ya sudah, ayo!" Sahut Mama Santi.
Setelah ketiganya masuk ke dalam ruangan Dokter. Mereka bertiga di beri penjelasan tentang kondisi Pak Heru saat ini, ketiganya mendengarkan dengan seksama mengenai hal-hal yang harus mereka ingat dan waspadai demi kesembuhan Pak Heru. Setelahnya, ketiga perempuan berbeda generasi tersebut menemui Pak Heru di ruangan rawat inap nya.
"Ma, Luna pulang dulu ya, Luna mau ambilkan pakaian ganti dan beberapa keperluan Papa dan Mama dari rumah!" Seru Aluna setelah mereka bertiga berada di dalam ruangan rawat Pak Heru.
"Ya sudah, kamu hati-hati, ya!" Sahut Mama Santi.
"Kakak temani ya, Lun!" Seru Alula.
"Kami pamit dulu ya Ma!" Ucap Alula seraya mencium tangan sang Mama bergantian.
"Hm... hati-hatilah," Gumam Mama Santi.
"Haa... Ya Tuhan, semoga kedua putriku selalu dalam lindungan-Mu!." Ucap Mama Santi seraya menatap kepergian kedua putrinya.
Seketika, kedua kelopak mata pria paruh baya yang sejak tadi terbaring pun terbuka lebar, membuat sang istri tercinta terkejut bukan main.
"Astaga, Papa bikin Mama kaget aja, deh!" Omel Mama Santi seraya mengurut dada.
"Hehe... maaf Ma, anak-anak sudah pada pergi, ya?" Tanya Pak Heru seraya mendudukkan diri di atas tempat tidur pasiennya.
"Pa, Papa jangan terlalu banyak gerak dulu, Dokter bilang, Papa harus banyak istirahat!" Cegah Mama Santi.
"Mama tenang aja, Papa baik-baik aja, ko! sini duduk dekat Papa!" Seru Pak Heru seraya menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Ko, Papa kaya orang yang engga sakit, sih? apa jangan-jangan..." Tebak Mama Santi seraya menyipitkan kedua matanya ke arah sang suami.
"Papa sengaja bersandiwara Ma, Mama juga percaya ya kalau Papa beneran sakit?" Pak Heru nampak terkekeh melihat ekspresi sang istri yang ternyata ikut terbuai oleh tipu muslihatnya.
"Haist! sebenarnya Mama juga kurang yakin tadi, Pa! soalnya pas Mama ke bagian Admin, Mama cuma di suruh bayar biaya kamarnya aja, ternyata begini ceritanya ya?" Tutur Mama Santi.
"He... iya Ma, Papa cuma berusaha membujuk Lulu untuk yang terakhir kalinya, Ma!" Kekeh Pak Heru.
"Hm... tapi Pa, apa Papa yakin dengan cucunya Pak Satrio itu? meski anak itu adalah pengusaha yang sukses dan berperilaku baik, tapi apa dia juga mau menerima perjodohannya? jangan-jangan dia juga sama seperti Lulu, menolak perjodohan kita?" Ucap Mama Santi sedikit ragu.
"Papa yakin, Pak Satrio pasti bisa membujuk cucunya itu, Mama kan tau sendiri seperti apa watak cucunya Pak Satrio itu saat bertemu kita kemarin, dia benar-benar terlihat tenang dan menerima segala keputusan Kakeknya!" Tutur Pak Heru.
"Iya sih, Pa! tapi kenapa Mama masih ragu ya? apa karena Lulu masih menentang perjodohan ini ya?" Gumam Mama Santi seraya bersandar di dada bidang suaminya.
"Mama tenang saja, Papa yakin, kali ini dia pasti akan menerima perjodohan kita!" Ucap Pak Heru seraya mengecup pucuk kepala istrinya.
.
.
.
.
.
Semoga suka dengan ceritanya ya, dan jangan lupa jadikan favorit, beri rate, vote, like dan juga giftnya ya guys. See you next bab... 😘
"Tapi bagaimana caranya, Pa?" Tanya Bu Santi seraya mendongakkan wajahnya ke arah wajah sang suami.
"Papa akan pura-pura sekarat, Ma! dengan begitu, Lulu pasti tidak akan menolak permintaan terakhir Papa!" Ucap Pak Heru yakin.
"Hm... masuk akal juga sih, tapi apa kita gak berdosa ya Pa bohongin Lulu seperti ini?" Tanya Bu Santi.
"Semoga aja engga, Ma! lagi pula, kita melakukan ini semua juga demi kebaikan Lulu," Sahut Pak Heru.
Setelah keduanya berbincang panjang lebar dan beristirahat, Pak Heru kembali berbaring karena mendengar suara bising yang mirip dengan suara kedua putrinya di depan pintu.
"Kak, sepertinya Mama sudah tidur, sebaiknya kita langsung kunci pintunya saja ya!" Seru Aluna seraya menutup kembali pintu ruangan rawat Papa nya.
"Iya, Kakak akan menaruh pakaian Mama sama Papa di sudut," Sahut Lulu seraya berjalan jinjit agar tak membangunkan kedua orangtuanya.
"Lulu, kalian udah kembali ya?" Tanya Bu Santi terbangun. Padahal sedari tadi beliau belum tertidur sedikit pun.
"Aihh, Mama bikin kaget Lulu aja!" Ucap Lulu dengan suara sepelan mungkin.
"Ya maaf, kalian sudah makan malam?" Tanya Mama Alula. Lulu pun menganggukkan kepalanya seraya duduk di salah satu sisi tempat tidur Pak Heru.
"Ma, gimana keadaan Papa? Papa bakal sembuh lagi, kan?" Lirih Lulu bertanya. Bu Santi terlihat menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan putri sulungnya.
"Barusan, Dokter baru saja memeriksa Papa. Katanya, Papa mengidap penyakit jantung serius, umur Papa..." Bu Santi merubah raut wajah menjadi sendu, bahkan kedua mata beningnya sudah mulai berembun nampak menangis.
"Enggak? Dokter pasti salah periksa, Ma! Lulu gak percaya. Jelas-jelas Papa itu orang yang rajin olah raga dan menjaga pola makan, Lulu gak percaya kalau Papa di vonis penyakit itu!" Sangkal Lulu.
"Tapi, itu yang Dokter katakan, Lu! umur Papa akan semakin singkat kalau Papa banyak pikiran!" Isak Bu Santi.
"Ko, aku ragu ya sama apa yang Mama omongin? atau..." Batin Aluna setelah mengunci pintu ruangan rawat Papa nya.
"Lu, Papa sempat siuman tadi, katanya satu-satunya permintaan terakhir Papa adalah melihat kamu menikah, Mama sempat membujuk Papa, tapi Papa malah kembali tak sadarkan diri setelah mendengar ucapan Mama yang membela kamu, jadi Mama sarankan kalau Papa kamu bangun nanti, kamu turuti saja keinginannya, ya! Mama mohon sama kamu, Lu! Mama masih ingin hidup bersama Papa, kamu juga gak mau kan kehilangan Papa!" Tutur Bu Santi. Seketika beliau melirik ke arah Aluna yang berdiri di belakang Lulu yang tengah sendu menatap Pak Heru.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Ma?" Tanya Aluna dengan isyarat mulutnya tanpa sepengetahuan Lulu.
Bu Santi hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai kode. Hal tersebut ternyata mampu membuat Aluna paham atas jawaban sang Mama.
"Hm... benar saja, ternyata Mama hanya sedang berakting!" Batin Aluna.
"Apa aku benar-benar harus menikah? tapi bagaimana dengan Jimmy? aku sudah berjanji padanya akan menunggunya sukses, dan melamar ku!" Batin Lulu.
"Kak, kalau Luna bisa gantikan Kakak, Luna pasti akan gantikan dengan senang hati, karena bagi Luna kesehatan Papa adalah yang paling terpenting!" Ucap Aluna seraya mengusap kedua bahu Kakaknya.
"Memangnya benar-benar gak bisa di gantikan ya, Ma? Lulu udah terlanjur janji sama Jimmy akan menunggunya sukses dan melamar Lulu, Ma!" Tutur Lulu.
"Tapi sampai kapan kamu mau menunggunya, Lu! kesuksesan itu sangat sulit di raih untuk orang-orang tertentu. Bukan Mama mau merendahkan atau menilai jelek tentang Jimmy, tapi menurut Mama, dia itu masih labil dan tak menganggap serius hubungan kalian!".
"Beberapa kali Mama bertemu dengan dia, Mama sama sekali gak pernah di buat terkesan," Ucap Bu Santi panjang lebar.
"Tapi Lulu mencintainya, Ma! Lulu pasti butuh waktu yang lama buat lupain dia kalau Lulu menikah dengan cucu rekan, Papa!" Lulu terdengar terisak di balik kepalanya yang menunduk.
Seperti dugaan, Bu Santi paling tak tega melihat putrinya terisak seperti itu. Hampir saja, Bu Santi mengalah atas rencana yang sudah di susun suaminya itu. Tiba-tiba, Pak Heru berakting kejang-kejang, dan membuat ketiga perempuan itu kembali panik.
"Pa! Papa kenapa, Pa? Ya Tuhan, Luna cepat panggilkan Dokter, nak!" Seru Bu Santi.
"I...Iya, Ma!" Jawab Aluna seraya bergegas keluar dari ruangan Ayahnya.
"Pa, Papa gak akan tinggalin Lulu kan, Pa! Pa! Lulu janji, Lulu akan menikah dengan cucu rekan Papa itu, tapi Lulu mohon Papa harus sembuh, Papa jangan seperti ini!" Isak Lulu seraya mengguncang tubuh Pak Heru.
Sejurus kemudian, Pak Heru terlihat mulai tenang dan membuka kedua matanya. Di tatapnya mata sembab sang Putri tersayang. Beliau tersenyum penuh kemenangan, namun tentunya hanya di dalam hati.
"Lulu... maafkan Papa, Papa tidak akan memaksa kamu lag...i untuk menikah, mungkin Papa memang ditakdirkan untuk meninggal sebelum melihat kamu menikah, nak! ha... Papa... Pa...p..." Ucap Pak Heru tersengal-sengal.
"Pa! Papa gak boleh bicara seperti itu! Lulu mau, ko menikah dengan cucu rekan Papa itu! iya kan, Ma! Lulu bersedia ko, Pa! Papa harus sembuh ya! Lulu gak mau di tinggalin Papa," Oceh Lulu seraya memeluk perut Pak Heru yang terbaring.
"Benarkah begitu? apa Papa tidak sedang bermimpi? Ma, Papa masih hidup, kan? kenapa Papa bahagia sekali mendengar ucapan Lulu? rasanya Papa sedang bermimpi indah saat ini!" Ucap Pak Heru melirik sang istri yang menahan tawa.
"Papa gak bermimpi, Pa! Lulu benar-benar akan menikah dengan pria asing itu, Papa tenang saja, sebaiknya Papa sekarang istirahat lagi, ya!" Seru Lulu seraya menyelimuti tubuh Pak Heru.
Sedangkan di luar ruangan Pak Heru, Aluna terharu menatap sang Kakak di celah pintu yang sengaja tak dia tutup rapat. Aluna sebenarnya juga tidak tega, tapi dia juga harus ikut bersandiwara, karena keadaan perusahaan Pak Heru saat ini sedang kurang stabil.
"Sepertinya aku harus masuk sekarang, Kakak bisa curiga kalau aku terlalu lama di luar ruangan!" Gumam Aluna dalam hatinya.
Ceklek...
"Mana Dokternya, Lun? kenapa kamu masuk lagi cuma sendiri?" Cecar Lulu.
"Suster bilang, Dokternya sedang melakukan operasi kak, jadi..." Aluna bingung sendiri mencari alasan, namun beruntungnya Lulu tak memperpanjang masalah tersebut, baginya saat ini yang terpenting Pak Heru sudah kembali stabil dan bisa beristirahat.
"Hm... ya sudah, kalau begitu aku keluar sebentar ya, aku mau membeli minuman, apa kalian mau titip? biar Lulu belikan sekalian," Tawar Lulu.
"Ah, Mama titip Teh hangat aja deh," Sahut Bu Santi.
"Aku titip air mineral, Kak!" Sambung Aluna.
"Ya sudah, kalian tunggu sebentar ya, aku belikan dulu minumannya!" Ucap Lulu seraya keluar dari ruangan sang Papa.
Sebelum Lulu membeli minuman ke kantin, Lulu terlihat singgah di sebuah taman Rumah Sakit yang begitu sepi karena memang sudah mulai larut malam. Dia mencoba menghubungi Jimmy, pacarnya. Namun setelah beberapa kali Lulu hubungi selalu di jawab operator.
"Ha... bahkan di saat seperti ini ponsel kamu gak aktif, Jim! aku harus gimana sekarang? aku benar-benar gak mau putus dari kamu, tapi aku juga gak mau kehilangan Papa! hik...hik..." Isak Lulu bergumam sendiri.
"Astaga, kenapa Kakek menyuruh aku menjenguk Om Heru jam segini, sih? mana serem banget lagi Rumah Sakitnya," Gumam seorang pria seraya berjalan mendekati taman.
"Tadi Susternya bilang belok kanan apa kiri ya? haduh... gini nih kalau terlalu horor, otakku yang encer pun berubah jadi beku," Gumamnya lagi.
Hik...hik....hik...
"I...itu suara apa, sih? ko, terdengar ngeri banget ya?".
"Huaaa..." (suara tangisan yang semakin kencang).
"Aaaa...... hantu!!" Jerit pria tadi seraya berlari.
"Haist! siapa sih pria tadi, ngagetin orang lagi sedih aja, deh!" Gerutu Alula yang memilih bangkit dan meninggalkan taman setelah puas menangis.
Setelah mendapatkan minuman yang di inginkan Mama dan adiknya, Lulu pun bergegas kembali ke ruangan Pak Heru. Namun saat dia hendak membuka pintu, pintu ruangan Pak Heru di buka lebih dulu oleh seseorang dari dalam.
"Eh, sepertinya ponsel ku berbunyi deh, aku angkat dulu ah, siapa tau telepon dari Jimmy lagi!" Gumam Lulu seraya tak jadi masuk ke ruangan Pak Heru.
"Aneh, jelas-jelas tadi aku mendengar perempuan yang berbicara di sini, tapi ternyata tidak ada siapapun. hi.... aku harus segera pulang sekarang, lama-lama aku bisa gila kalau terus diam di sini!" Gumam pria yang kabur dari taman tadi.
.
.
.
.
.
Jangan lupa beri dukungannya ya guys, See you next bab... 😘
"Ma, ini teh nya!" Ucap Lulu setelah kembali masuk kedalam ruangan sang Papa setelah kecewa menerima telepon yang ternyata hanya dari sahabatnya.
"Kenapa wajah Kakak di tekuk begitu? Kakak lagi dapet ya?" Tanya Aluna yang peka dengan perubahan raut wajah Kakaknya. Namun Lulu memilih mendengarkan musik kesukaannya menggunakan headset yang dia bawa dari rumah, ketimbang menjawab pertanyaan adiknya.
"Haist! kebiasaan deh, orang tanya juga!" Omel Aluna seraya menghampiri sang Kakak agar berbagi sofa di ruangan Pak Heru.
"Ma, Mama pulang aja gih, tidur di rumah, biar anak-anak aja yang tunggu Papa di sini!" Seru Pak Heru tak tega melihat sang istri harus meringkuk pegal di samping tempat tidurnya.
"Gak apa-apa, Pa! Mama tidur di samping Papa aja, deh," Sahut Bu Santi.
"Ma, Papa benar! sebaiknya Mama pulang aja, biar Luna sama Kak Lulu yang tunggu Papa di sini," Ucap Aluna menghampiri.
"Hm... ya sudah, kalian baik-baik di sini ya, besok pagi Mama bawakan sarapan untuk kalian dari rumah!" Sahut Bu Santi.
"Iya, Ma! ayo aku antar sampai naik taksi!" Seru Aluna seraya menggiring sang Mama keluar dari ruangan Pak Haru. Sedangkan Lulu sama sekali tak tahu jika sang Mama pulang, karena sedari tadi dia sudah memejamkan mata dan mendengarkan musik.
Esok paginya, Lulu yang sudah terbangun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia masih belum sadar, jika sang Mama tidak ada di ruangan tersebut. Lulu pikir, Mamanya itu tengah keluar untuk membeli makanan dan minuman untuk mereka sarapan.
"Pa, siang nanti Luna tinggal kuliah dulu ya! Papa gak apa-apa, kan Luna tinggal sebentar?" Ucap Aluna seraya membenarkan posisi sang Papa yang masih berakting lemas di depan Alula.
"Kamu kalau mau kuliah pergi aja, Lun! Papa kan masih ada Kakak sama Mama yang jaga!" Sahut Lulu yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Emang Kakak gak ada kelas ya hari ini?" Tanya Aluna.
"Engga, ko! eh... iya, Kakak baru ingat, Lun! haduhhh jam 12 nanti kan ada kuisioner Mr. Bian! Pa, Papa gak apa-apa, kan Lulu tinggal juga?" Sahut Lulu yang baru teringat dengan jadwal perkuliahannya hari ini.
"Kakak kan ke kampusnya siang, sebaiknya Kakak tunggu Mama dulu aja ya! kasian kan Papa kalau nanti butuh apa-apa!" Ucap Aluna.
"Loh, memangnya Mama kemana?" Tanya Lulu.
"Semalam Mama pulang, Kak! Papa yang suruh Mama istirahat di rumah!" Tutur Aluna.
"Pantas saja, Kakak pikir Mama lagi pergi ke kantin buat beli sarapan! ya udah deh, karena kamu yang jadwalnya lebih pagi Kakak belakangan aja, sana gih berangkat!" Usir Lulu.
"Haist! dasar Kakak, emang gak pernah berubah ya sifat kekanak-kanakannya," Batin Aluna seraya berpamitan pada Pak Heru.
Pagi tergantikan siang, dan saat ini Lulu sudah siap berangkat ke kampusnya setelah pulang terlebih dahulu ke rumahnya untuk membawa persiapan.
"Haduh, aku telat gak ya! bisa mampus aku kalau Mr. Bian yang duluan masuk!" Gumam Lulu seraya berlari menuju kelasnya.
Bruk...
"Aduh... ya ampun, orang lagi buru-buru juga, malah tabrak sembarangan lagi!" Gerutu Lulu seraya menepuk bokongnya yang mendarat sempurna di atas lantai koridor kampus.
"Maaf, Den! Bapak barusan gak fokus jaga Aden! Aden baik-baik aja, kan?" Ucap salah seorang pria yang tengah berdiri di depan Lulu yang masih terduduk di atas lantai.
"Tidak apa-apa, Pak Jen! sebaiknya kita bergegas saja menemui Kakek!" Sahut Pria yang di panggil Aden.
"Siapa sih pria tadi, wajahnya sombong bin angkuh banget!" Gerutu Lulu seraya berdiri dan kembali bergegas ke kelasnya.
Sayangnya, keberuntungan tidak berpihak padanya hari itu. Lulu tak bisa mengikuti ujiannya karena terlambat tiga menit. Alhasil dia harus mengerjakan tugas sebagai gantinya.
"Tugas kamu adalah mengamati reaksi orang yang sedang menonton film horor, kamu harus bisa menjelaskan dengan detail setiap reaksi yang terjadi pada orang yang penakut dan pemberani saat menonton!" Ucap Mr.Bian di ruangannya setelah Lulu di panggil seusai jam kerja Mr.Bian.
"Apa tidak ada tugas lain yang sedikit ringan ya, Pak? eh maksud saya Mr.!" Tanya Lulu bernegosiasi.
"Astaga Alula, kamu ini sedang menantang saya, ya? ini itu sudah tugas yang paling mudah yang saya berikan, pokoknya saya tidak mau mendengar apa-apa lagi, segera selesaikan tugasmu itu sebelum Ujian semester bulan depan di mulai! kalau kamu tidak mengumpulkannya, saya tidak akan memberi kamu nilai, semester ini!" Tegas Mr.Bian.
"Ja...jangan lah, Mr! Ok-ok, saya pasti kumpulkan tugasnya sebelum ujian semester nanti, kalau begitu saya permisi, Mr!" Ucap Lulu seraya beranjak.
Di luar ruangan Mr.Bian, Loli dan Karina sudah menunggu Lulu. Mereka berdua adalah sahabat-sahabat Alula semenjak mereka Sekolah SMA.
"Gimana-gimana? tugas apa yang Mr.Bian kasih?" Tanya antusias Loli.
"Aku di suruh bikin makalah pengamatan reaksi orang nonton film horor, Lol! huu... kalau orang yang berani sih aku pasti gampang cari tergetnya, kalian sama Luna juga bisa jadi contohnya, tapi buat yang penakut... aku harus cari kemana, ya?" Keluh Lulu dengan wajah lesunya.
"Hm... iya juga sih, secara di antara kita gak ada yang penakut, kan! malah kita favorit banget tuh nonton film horor," Sahut Karina.
"Ya udahlah, mending kita ke kantin dulu aja, yuk! aku lapar banget nih, semalam Papa masuk Rumah Sakit soalnya, jadi aku gak sempat makan malam. Sarapan aja tadi cuma roti tawar doang," Keluh Lulu.
"Om Heru sakit apa, Lu? ko, kamu gak kasih tau kita berdua, sih?" Tanya Loli seraya berjalan beriringan menuju kantin kampus mereka.
"Iya, bener Lu! Papa kamu sakit apa?" Sambung Karina.
"Papa kena serangan jantung ringan, Rin, Lol! untung semalam kita tepat waktu bawa dia ke Rumah Sakit, kalau engga, aku gak tau apa yang akan terjadi selanjutnya," Ucap Lulu menuturkan dengan raut wajahnya yang berubah sendu.
"Sabar, Lu! Om Heru pasti sembuh lagi, ko! tapi... kenapa Papa kamu bisa terkena serangan jantung? bukannya Papa kamu paling rajin olah raga, ya?" Tanya Karin penasaran.
"Hm... kamu benar, Rin! Papa sebelumnya memang sehat karena rajin olah raga.Tapi gara-gara aku, semalam Papa..." Tutur Lulu menggantung ucapannya.
"Gara-gara kamu, Lu? jangan-jangan gara-gara hubungan kalian gak direstui, ya?" Tebak Loli.
Alula menganggukkan kepalanya. Setelah mereka bertiga sampai di kantin, Lulu menceritakan semua yang terjadi padanya semalam.
"Apa? jadi kamu mau di jodohkan, Lu? astaga, aku pikir perjodohan kaya gitu udah gak akan ada di zaman modern gini. Kenapa Om Heru dan Tante Santi jadi kuno gini, ya?" Ucap Karina.
"Papa bilang, perusahaannya saat ini lagi di ambang kebangkrutan, cuma aku yang bisa bantu dia buat pulihkan lagi masalah itu dengan menikah dengan cucu rekan bisnisnya!" Tutur Lulu kian sedih.
Ketiganya saling merangkul, berpelukan. Menyalurkan semangat yang mungkin bisa membuat Alula merasa sedikit lega dengan kehadiran kedua sahabatnya itu.
Sore harinya, Alula kembali ke Rumah Sakit. Namun, saat dia membuka pintu ruangan rawat Pak Heru. Alula tak mendapati siapa pun di sana. Ruangannya sudah terlihat rapi tanpa jejak penghuni atau pasien seperti sebelumnya.
"Loh, Papa sama Mama kemana, ya?" Gumam Lulu setelah mengecek ruangan rawat Pak Heru. Tiba-tiba seorang Suster menghampirinya dan menyapa.
"Selamat sore, Kak! Kakak lagi cari siapa, ya?" Tanya Suster.
"Oh, saya cari Papa saya, Sus! tadi malam masih di rawat di ruangan ini, tapi sekarang ko sepi, ya? apa Papa saya di pindahkan ke ruangan yang lain, ya?" Cecar Alula memanfaatkan momen untuk bertanya.
"Apa yang Kakak maksud Tuan Heru, ya? kalau iya, beliau sudah di perbolehkan pulang sejak siang tadi, Kak!" Tutur Suster menjelaskan.
"Aihh! pantas saja kalau begitu! ya sudah, Sus! makasih untuk informasinya, ya!" Ucap Lulu seraya bergegas pulang ke rumahnya.
.
.
.
.
.
Dukungannya jangan lupa ya guys, See you next bab... 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!