NovelToon NovelToon

Menjadi Istri Pelampiasan (I Love You Gara)

Bab—01. Awal Mulanya

****

Siang ini Gara memutuskan untuk menjemput kekasihnya dirumah sakit, tanpa sepengetahuan wanita itu. Ia ingin membuat sebuah kejutan dengan membawa sebuket bunga ditangannya.

Saat ini ia berada dirumah sakit milik keluarganya, yang kini dijalankan oleh sang adik atau kembarannya sendiri. Gionza Albaret namanya, yang sebentar lagi akan menyandang sebagai pemilik rumah sakit itu selanjutnya.

Sebab sang papa, Zeen Albaret, selaku pemilik rumah sakit itu. Sudah memutuskan untuk pensiun dan ingin menikmati masa tua bersama sang istri. Kebetulan kekasih Gara bekerja sebagai asisten dokter, yaitu dokter tersebut adiknya sendiri.

Kekasihnya itu masih magang, dan belum bekerja sebagai dokter tetap. Itu sebabnya kekasihnya masih membutuhkan bimbingan dari senior-senior dokter disana. Dan Gara lah yang memperkenalkan kekasihnya sendiri kepada adiknya. Dan meminta sang adik untuk menjadikan kekasihnya itu sebagai asistennya.

“Selamat siang pak Gara ....”

Para dokter disana menyapa dirinya. Tentu semua yang ada dirumah sakit itu tahu siapa dirinya sebenarnya.

Gara berjalan sedikit cepat kearah ruangan sang kekasih. Ia berjalan dengan senyum ceria.

Saat sudah sampai ditempat yang ia tuju, ia menyentuh gagang pintu itu yang anehnya pintu tersebut sedikit terbuka.

“Serlin–” perkataan Gara terhenti saat melihat sang kekasih sedang berhadapan dengan Gio, adiknya.

“Aku Mencintaimu Gio.”

Mata Gara melotot saat mendengar itu. Apakah benar itu adalah suara kekasihnya sendiri? Gara masih berdiri ditempatnya untuk memastikan.

Kemudian, kedua bola matanya kembali melebar saat melihat kekasihnya memeluk adiknya.

“Aku benar-benar mencintaimu, Gio,” ucap Serlin.

Gio melepaskan pelukan itu dengan wajahnya yang terlihat terkejut. “Apa maksud ucapan mu ini Serlin? Kamu ini sudah punya pacar! Dan pacar kamu itu adalah kakakku!”

Serlin tempak menggelengkan kepala. “Aku sudah tidak tahu lagi Gio! Aku sudah tidak bisa berlama-lama lagi, menahan perasaan ini.”

Tubuh Gara terasa lemas, ingin ambruk saat itu juga. Namun Gara berusaha untuk menahan tubuhnya itu.

“Hatiku saat ini hanya untuk dirimu, setelah ini aku akan melepas Gara. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.” Serlin kembali memeluk tubuh Gio sambil tersenyum cantik.

Gara yang sudah tak tahan, meninggalkan tempat itu dengan berjalan sempoyongan. Bunga yang tadinya berada ditangannya, sudah ia buang ke tong sampah. Padahal bunga itu akan ia persembahkan kepada kekasihnya untuk memperingati hari jadi mereka, yang ke 6 tahun. Sekaligus ia berniat untuk melamar wanita itu.

*****

Gara sampai pada kantornya, saat sudah berada didalam ruangan, ia melampiaskan segala emosinya pada benda-benda yang ada di sana. Segala sesuatu yang ia lihat akan ia hancurkan dan membantingnya ke sembarang arah.

Kericuhan yang ia buat, tentu membuat sebagian karyawan kantor merasa takut, sebab suara-suara itu begitu kencang hingga terdengar dari luar ruangan.

“Ada apa ini?”

Sinta, yang merupakan sekretaris Gara, tampak kebingungan saat salah satu karyawan di sana memanggilnya dan membawa dirinya ke depan pintu ruangan sang atasan.

“I-itu bu Sinta, didalam kayaknya pak Gara sedang marah deh. Soalnya terdengar suara pecahan didalam ruangannya pak Gara,” ucap salah satu karyawan wanita. Tampak takut-takut ketika menjelaskan.

“Apa kamu tidak salah dengar?” tanya Sinta, dan mendapati gelengan kepala oleh karyawan itu. “Perasaan tadi suasana hatinya sedang bagus?” gumam Sinta merasa heran. Sebab ia tahu jika atasannya itu akan melamar kekasihnya dan itu membuat sang atasan berseri-seri sejak tadi pagi. Tapi kenapa sekarang ia mendapatkan informasi yang sebaliknya?

Saat tengah berfikir, Sinta dibuat kaget saat mendengar suara pecahan yang cukup keras didalam sana.

“Bagaimana ini, bu? Dua jam lagi kan masih ada rapat?”

Sinta memijit kepalanya sejenak, kemudian menyuruh para karyawan untuk melanjutkan pekerjaan, karena ia yang akan mengurus Gara didalam sana.

“Siap bertempur, untuk kesekian kalinya!”

Kemudian Sinta berjalan masuk kedalam ruangan itu dengan keberanian yang sudah terkumpul. Saat masuk, Sinta langsung disuguhi pemandangan yang cukup mencekam. Bagaimana tidak jika ruangan itu sekarang terlihat seperti kecelakaan pesawat?

Sinta begitu menyayangkan benda-benda yang cukup berharga di sana, sebab benda yang ada didalam sana memiliki nilai yang fantastis. Sulit untuk mendapatkannya karena benda itu keluaran terbatas.

“Ehem. Pak Gara!” Sinta memanggil pria itu yang masih membanting benda-benda yang tersisa. Namun tampaknya pria itu tak mendengar suaranya.

“Pak Gara! Pak! Hentikan pak! Nanti bapak bisa terluka!” teriaknya.

Ucapan Sinta langsung menjadi kenyataan, pasalnya tangan Gara langsung tergores serpihan kaca yang ada pada meja.

Sinta langsung berlari menghampiri pria itu dan segera menghentikan aksi itu. Walau sangat kesusahan, namun pada akhirnya Sinta dapat menenangkannya, Sinta memiliki jurus jitu untuk melunakkan pria keras kepala itu dan hanya dirinya saja yang bisa melakukannya. Sebab karyawan lain pun tak bisa menghadapi sikap keras kepala atasannya itu.

Sinta mengiring Gara untuk duduk di sofa, pria itu tampak diam dengan tatapan kosong. Sinta pun segera mengobati tangan Gara yang sempat tergores.

Setelah selesai, Sinta menghela nafas panjang saat melihat ruangan itu berantakan kacau balau.

“Aku tak bisa berkata-kata lagi. Tak biasanya pak tua ini, bersikap seperti ini?” gumam Sinta tampak menggelengkan kepala. Kemudian ia berjalan mendekati pria itu dan duduk didepannya.

“Pak Gara. Bapak sebenarnya ada masalah apa? Apakah rencana lamaran tak berjalan lancar?”

Tatapan dingin langsung didapati oleh Sinta, Sinta langsung membungkam mulutnya dan menepuknya.

“Sepertinya aku salah bicara.” Gumam Sinta.

Tiba-tiba Gara berdiri, membuat Sinta ikut berdiri.

“Ikuti saya!”

Kemudian Gara berjalan meninggalkan Sinta.

“Ha? Pak Gara! Bapak mau kemana? Kita masih ada rapat!” teriak Sinta, yang terpaksa mengikuti langkah pria itu.

*****

Jantung Sinta berdebar-sebar bukan karena sedang jatuh cinta. Melainkan karena takut jika ia akan mati terkena serangan jantung. Sebab saat ini Gara membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi dan hampir menabrak orang yang sedang berjalan.

Beberapa kali Sinta berteriak, namun pria itu tak mendengarkan. Akhirnya mobil itu berhenti tepat disebuah bar besar yang selalu pria itu kunjungi, tentu Sinta sangat tahu bar itu. Karena jika atasannya itu sedang mengalami stres, pria itu akan selalu ada di sana. Untuk menyalurkan rasa stresnya.

Sinta langsung mengejar atasannya, dan mendapati pria itu tengah minum dan menghabiskan satu botol alkohol. Kemudian kembali meneguk satu botol lagi, hingga menjadi dua botol yang dihabiskan.

Sinta tak habis pikir, bisa-bisanya pria itu menghabiskan alkohol dalam waktu yang singkat?

Saat akan mengambil botol yang lain, Sinta langsung merebutnya dan menyingkirkan botol itu.

“Sudah pak, ini tak baik untuk kesehatan bapak. Apakah anda ingat? Orang tua anda selalu melarang anda untuk minum-minum seperti ini. Anda akan mendapat hukuman, jika ini diketahui oleh orang tua anda.”

Gara hanya menatap wajah Sinta dalam diam dan tak ada niatan untuk menjawab. Pria itu berniat mengambil alkohol lain, namun Sinta segera mencegahnya. Kemudian pandangan pria itu beralih kearah lain, saat ponsel pria itu bergetar.

Pesan dari kekasihnya muncul dilayar utama.

(Serlinku♡) :

|Sayang, kamu dimana? Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Karena sepertinya besok kita tidak bisa bertemu. Sebab besok pagi aku akan ada perjalanan dinas bersama adikmu. Kemungkinan selama dua minggu.|

|Sayang! Mari kita bertemu! Aku sudah merindukanmu sekarang ♡|

Gara meremat ponselnya dengan kuat. Kemudian mengambil dengan paksa alkohol yang ada di tangan Sinta, dan meneguknya dengan sekali tegukan.

Saat itu, Gara langsung terpejam akibat pengaruh alkohol yang sangat kuat.

****

Sudah baca kan? Jangan lupa selipkan komentarnya😉

Bab—2. Sikap Gara

****

“Tak biasanya dia seperti ini ...,” gumam Sinta saat sudah selesai membaringkan Gara ketempat tidur.

Saat Gara tak sadarkan diri, Sinta langsung saja membawa pria itu ke apartemen milik atasannya itu. Sinta yang sudah menjadi sekretaris selama lima tahun tentu tau segalanya tentang Gara. Dimulai dari kebiasaan, keras kepalanya pria itu, lalu nomor pin untuk masuk kedalam apartemen pria itu.

Kadang hal sekecil apapun itu selalu Sinta yang mengerjakan. Jadilah Sinta tak akan merasa canggung, karena mereka sudah sangat dekat dan mengenal satu sama lain.

“Serlin ....”

Sinta menatap wajah pria itu yang tengah menggumamkan sesuatu. Wanita itu lantas mendekat dan mendengarkan suara yang tak begitu jelas itu.

“Katakan pak, apa anda membutuhkan sesuatu?” tanya Sinta.

“Serlin ... kenapa kamu begini Serlin, Serlin ....”

Sinta menghela nafas panjang, kemudian kembali menegakkan tubuhnya.

“Ada masalah apa lagi ... sebenarnya?” gumam Sinta tampak tak habis pikir.

Tak ingin terus berpikir, akhirnya Sinta menarik selimut untuk menutupi tubuh Gara. Kemudian setelahnya ia berjalan menjauh dari pria itu dan meninggalkan tempat itu.

****

Beberapa menit kemudian, sampailah Sinta didepan rumahnya. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari sudah larut malam. Tak langsung masuk ke rumah, Sinta diam sambil menatap bangunan tua itu yang telah lama menjadi tempat tinggalnya.

Selama pulang sehabis kerja, Sinta selalu melakukan hal tersebut. Tak langsung masuk dan hanya berdiam diri selama beberapa menit, setelah merasa puas barulah ia masuk kedalam rumah.

Sinta lantas menghela nafas panjang, kemudian membuka gerbang rumah itu, lalu masuk kedalam.

“Aku pulang ....”

Satu hal yang selalu menyambutnya untuk pertama kali, yakin serpihan kaca yang hampir mengenai kakinya. Jika pagi lantai rumah itu akan terlihat bersih, namun saat malam serpihan itu akan ada lagi dan lagi.

Kemudian matanya terarah pada satu sosok yang selalu menghadang pintu masuk, yaitu ayahnya. Ayahnya akan selalu tiduran di sana sambil memegang botol alkohol, pria itu selalu mabuk-mabukan setiap malam. Namun jika pagi hari pria itu akan menghilang.

Begitulah ayahnya sejak dulu, menjadi pecandu alkohol dan judi sejak ia masih kecil. Dan sampai sekarang pria itu masih menjadi sosok yang pemalas.

Sinta hanya bisa menghela nafas panjang saat itu.

Kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju ke kamarnya.

Namun baru saja akan masuk, matanya tak sengaja melihat sosok adik perempuannya tengah selonjoran membersihkan lantai menggunakan kain basah. Hal itu membuat Sinta langsung berlari kearah gadis kecil itu.

Sinta lantas merebut kain itu, lalu membuangnya.

“Kak Sinta?”

Gadis itu mendongak dan menatap Sinta.

“Kakak kan sudah bilang, jangan pernah melakukan itu! Kenapa bandel sekali kalau dibilangi?” ucap Sinta dengan nada tinggi, mungkin karena kelelahan membuatnya menjadi tak bisa mengontrol emosi.

Sosok gadis itu hanya menunduk dalam diam. Membuat Sinta hanya bisa menghela nafas panjang.

“Ayo berdiri,” kemudian Sinta membantu sang adik untuk berdiri dan membawa gadis itu ke kursi roda.

Adik Sinta memiliki keterbatasan sejak kecil, tak bisa menggunakan kedua kakinya seumur hidup. Itu sebabnya adik Sinta hanya bisa merangkak ketika membersihkan lantai.

Setelah itu Sinta membawa sang adik kedalam kamarnya, kemudian ia berjalan menghampiri sosok wanita paruh baya yang tengah makan bersama dengan putranya, adik pertama Sinta.

Tanpa aba-aba, Sinta langsung menendang meja kecil yang berisikan makanan di sana. Membuat kedua manusia itu melotot kearahnya.

“Sudah ku bilang! Jangan suruh adikku seperti itu lagi!!” teriak Sinta dengan suara bentakan.

Wanita paruh baya itu tampak santai saja, sambil menggaruk giginya.

“Aku sudah sangat lapar. Menunggumu pulang itu sangat lama, itu sebabnya aku menyuruh gadis itu untuk memasak. Jika tidak, aku akan mati kelaparan.” Ucapnya dengan sikap acuh.

Sinta mengepalkan kedua tangannya tampak emosi.

“Benar kak, tidak ada lagi yang bisa memasak, selain kakak dan adik.” Timpalnya, sosok adik laki-laki Sinta.

“Dasar benalu!” gumam Sinta, kemudian berjalan meninggalkan tempat itu dan langsung masuk kedalam kamarnya. Sambil membanting pintu itu.

Bahkan Sinta membiarkan mereka yang tengah berteriak, karena perkataan Sinta barusan.

Sinta yang sudah berada didalam kamar, langsung berlari memeluk tubuh adiknya. Ia mengelus tubuh kecil itu dengan sayang.

“Maaf ... kakak sudah membentak mu tadi.”

Gadis itu tersenyum. “Tidak apa kak .... ”

Sinta melepas pelukannya. “Kamu sudah makan?” tanya Sinta sambil mengelus pipi tirus gadis itu.

Gadis itu menjawabnya dengan ceria. “Sudah kak.”

“Besok kakak akan bawakan makanan enak untukmu, sekarang sudah malam, bobo sekarang ya?” tanyanya dengan suara lembut.

“Oke kak!”

Sinta mengendong gadis kecil itu, lalu meletakkannya di atas kasur. Tak lupa Sinta mengecup singkat kening itu.

“Selamat tidur peri kecil ....”

Beberapa menit berlalu, setelah menemani sang adik sampai tertidur. Kini tinggallah Sinta tak kunjung tidur dan hanya memandangi bingkai foto yang ada ditangannya. Foto itu adalah dirinya bersama dengan sang adik kecilnya. Keduanya tampak tersenyum didalam foto itu.

Sinta mengelus foto itu. “Setelah persiapan kakak selesai, kakak berjanji akan membawamu pergi dari sini. Dan kita akan hidup berdua tanpa harus bergantung lagi dengan benalu-benalu itu.” Gumamnya.

****

Esok paginya, jam 8 pagi Sinta sudah berada didalam apartemen milik atasannya. Sinta sudah siap dengan setelah pakaian rapi yang selalu ia kenakan. Kini dirinya sedang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya atasannya, yang kala itu masih tidur pulas. Namun tidur itu seketika terganggu saat suara deringan jam yang cukup keras didengar.

Hal itu berhasil membuat pria itu terbangun. Kemudian dengan susah payah menggerakkan tubuhnya dan berhasil mendudukkan diri di atas kasur.

Hal pertama yang dilakukan pria itu adalah melihat ponselnya, wajah pria itu tampak datar ketika melihat pesan yang ada dilayar pipih itu. Pesan dari sang kekasih yang sudah melakukan perjalanan dinas bersama sang adik, tadi pagi sekali.

(Serlinku♡) :

|Sayang, kemana saja kau kemarin? Aku menunggumu ditempat biasa sampai larut malam:(|

|Sayang. Aku sudah berangkat ke Surabaya untuk perjalanan dinas. Maaf tak bisa menemui untuk berpamitan, karena aku berangkatnya pagi sekali, jadi tidak ada waktu yang tersisa.|

|Garaku:( jika melihat pesanku ini, jangan lupa dibalas ya?|

Tiga pesan yang ia baca, namun Gara sama sekali tak ada niatan untuk membalas pesan itu. Ia lantas meletakkan ponselnya ketempat semula.

“Apa saja jadwal hari ini?” tanya Gara kepada Sinta, namun tak menatap wajah wanita itu.

Sinta mulai menggulir layar tablet nya. “Anda akan melakukan wawancara pukul 9 pagi, rapat bersama para karyawan pukul 10:30, bertemu dengan para pemegang saham disebuah villa. Kemudian–”

“Batalkan semua jadwal itu.”

“Apa?” Sinta menatap pria itu dengan mata melebar.

“Batalkan semuanya.” Ucap Gara dengan ekspresi datarnya.

“Mohon maaf pak Gara, anda tak bisa membatalkan itu begitu saja karena masalah pribadi anda. Masalah pribadi tak bisa dibawa dalam sebuah pekerjaan.”

Gara menoleh dan menatap sekretarisnya.

“Batalkan semua, kecuali pertemuan dengan tuan Jof.”

Jof adalah klien Gara yang berasal dari Singapura.

Sinta menghela nafas panjang. Jika sudah seperti itu ia tak bisa melakukan apa-apa lagi. Semua ada ditangan yang mulia Garandra Albaret.

****

Jangan lupa komennya 😗

Bab—3. Menikahlah Dengan Saya

****

Setelah menyelesaikan pertemuan dengan klien dari Singapura. Mereka berdua memutuskan untuk segera pergi dari tempat pertemuan karena Gara yang memintanya. Saat itu hanya ada Sinta dan pria itu didalam mobil, dengan Sinta yang duduk didepan untuk menyetir mobil itu dan Gara yang duduk dibelakang bak seorang majikan. Karena sejak lima tahun posisi mereka memang hanya seperti itu.

Memang keduanya mengenal sejak lama, bahkan merintis perusahaan yang didirikan oleh Gara itu selalu melakukan bersama. Bisa dibilang Sinta menemani Gara sejak pria itu hanya memiliki perusahaan kecil dan tak memiliki karyawan. Hingga sampai Gara mengembangkan perusahaannya yang sudah sangat besar itu, sampai sekarang.

Sinta dan Gara pertama kali bertemu dan saling mengenal, saat mereka masih seorang mahasiswa/i di kampus ternama.

“Saya akan mengantar anda ke apartemen.” Ucap Sinta sambil melirik Gara dari spion mobil. Karena pria itu hanya diam saja, jadi ia yang berinsiatif sendiri.

“Jangan ke apartemen, kita singgah dulu ke butik sebentar,” ucap Gara.

“Anda mau melihat gaun yang dibuat untuk nona Serlin?” tanya Sinta. Namun Gara tak menjawab dan kembali diam melihat jalanan diluar.

'Mungkin memang ingin melihat gaun ...,' gumam Sinta.

****

Beberapa menit mereka sudah sampai di butik, tentu butik ternama yang mereka kunjungi.

“Anda masuklah lebih dulu, saya akan menyusul setelah memarkirkan mobilnya.” Ucap Sinta.

Tanpa menjawab ucapan itu, Gara langsung keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam butik. Para karyawan di sana menyambut Gara dengan ramah, karena mereka tahu siapa itu Gara.

Gara tampak duduk di kursi sofa sambil membaca majalah, ia tengah menunggu sang sekretaris yang sudah beberapa menit berlalu tak kunjung menyusulnya. Bahkan para karyawan di butik itu selalu menawarinya minum, namun ia tolak dengan wajah datar. Ada juga sosok karyawan wanita yang sempat menggodanya dengan menggunakan tubuh seksinya. Tapi Gara tak pernah menggubrisnya dan membuat karyawan wanita itu merasa malu sendiri.

Barulah sosok yang ditunggu Gara datang, dengan berlari tergesa.

“Maaf pak Gara, sempat terjadi insiden di parkiran, jadi saya sedikit terlambat.” Ucap Sinta.

Gara berdiri dari duduknya dan menatap sekretarisnya. “Tidak apa, sebaiknya kamu cepat keruang ganti sekarang.”

“Keruang ganti?” bingung Sinta.

Gara tak menjawab dan malah memanggil pengurus butik itu.

“Mari nona, silahkan ikuti saya.”

Sinta menatap Gara dengan ekspresi kebingungan, namun Gara malah memberinya kode untuk segera melakukan perintahnya.

Mau tak mau Sinta melakukannya dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan. Mengikuti pengurus butik itu sampai ketempat khusus berganti gaun pengantin.

'Apa dia menyuruhku untuk mencoba gaun kekasihnya? Karena ukuran tubuh kita sama, jadi dia menyuruhku untuk mencobanya?' gumam Sinta dalam hati. 'Tapi kenapa dia tak menyuruh kekasihnya saja?' lanjutnya yang masih ter bingung-bingung.

“Ini gaun yang anda pesan, sudah jadi dengan sempurna siap untuk dipakai pengantin wanitanya.”

Sinta melihat pengurus butik itu yang tampak tersenyum kepadanya. Lalu melihat gaun yang tampak berkilau itu didepannya.

Gaun itu sungguh mengagumkan, karena Sinta tau, jika Gara lah yang memilihkan gaun itu untuk calon istrinya.

“Cantik,” gumam Sinta tanpa sadar.

“Ya, jika gaun ini anda pakai mungkin terlihat lebih cantik lagi.”

Sinta berdehem sebentar. “Bisa anda bantu saya untuk memakainya?” tanya Sinta kepada pengurus butik itu.

“Ya, karena itu sudah tugas saya.”

Karyawan lain yang bertugas membantu itu, mulai mendekati Sinta, kemudian Sinta mulai dirias. Tentu membutuhkan waktu yang lama karena gaun itu cukup rumit untuk dipakai.

Hingga saat sudah selesai, Sinta baru bisa keluar untuk menunjukan gaun yang ia kenakan itu kepada Gara.

“Tuan Gara, mempelainya sudah siap.” Ucap salah satu karyawan di sana. Membuat Sinta meringis saat mendengar kata mempelai.

Gara yang tengah membaca majalah itu langsung mengalihkan pandangan ketika mendengarnya. Kemudian menatap Sinta dalam diam untuk waktu yang cukup lama, sekitar lima menit berlalu.

Membuat para karyawan di sana saling berbisik dan tertawa kecil, ketika melihat Gara yang tak melepaskan pandangan dari Sinta.

“Ehem, saya tau jika anda tengah terpesona dengan kecantikan pengantin anda. Tapi mohon dikondisikan dulu, sebab saya ingin meminta pendapat anda mengenai gaun yang sudah kami rancang. Apakah masih ada kekurangan dari gaun ini?”

Sinta tampak gugup, karena sejak tadi ditatap begitu tajam oleh Gara. Ia sedikit merasa malu karena mengenakan gaun yang sedikit terbuka, terlihat tak nyaman baginya karena tak terbiasa dengan pakaian yang terbuka seperti itu.

“Maaf, tapi saya ingin memperbaiki ucapan anda barusan. Saya bukan pengantinnya, melainkan sekretarisnya.” Ujar Sinta.

“Ha?” pengurus butik itu bingung mendengarnya.

“Gaun itu sudah bagus, dan cocok dengannya, saya akan mengirim jumlah harga gaun itu. Kau tuliskan saja nanti nominalnya.” Ucap Gara kemudian berdiri dari duduknya. Lalu berjalan mendekat kearah Sinta. Tak lupa mata tajamnya terus menatap Sinta.

“Baik tuan, saya akan menuliskan nominalnya,” ucap pengurus butik itu tampak tersenyum. Dan melupakan ucapan yang dilontarkan Sinta tadinya.

Saat berada didepan Sinta, Gara tampak diam dengan wajah datarnya.

Sinta yang masih merasa tak nyaman itu, mencoba menutupi bagian depannya yang terlihat sedikit terbuka.

“Bolehkah saya berganti baju sekarang, pak? Sepertinya ini sudah cocok untuk dikenakan oleh nona Serlin–”

“Sinta Anjani!”

“Hah?” Sinta terkejut saat mendengar namanya disebut oleh pria itu, ia refleks mendongak keatas untuk menatap pria yang jauh lebih tinggi darinya.

“Menikahlah dengan saya.” Lontaran kata itu keluar dari mulut Gara dengan ekspresi datarnya.

Membuat Sinta diam, dengan pikiran yang mendadak kosong.

Para karyawan butik yang tengah menonton mereka, bersikap heboh saat mendengar lontaran yang dikatakan oleh Gara.

“Sinta Anjani! Lakukan perintahku ini. Menikah denganku, atau gaji mu yang akan saya potong!” ucap Gara dengan tegas, yang mengulangi perkataannya namun diselingi dengan ancaman.

'Aku ra popo mas!!' jerit Sinta dalam hati. Namun ia mengira jika ia sedang diprank sekarang.

“Saya tau jika anda sedang belajar untuk melamar nona Serlin, kan?” tanya Sinta mencoba bersikap santai, walau jantungnya sekarang sedang tak baik-baik saja.

“Apa wajahku terlihat sedang bercanda?”

“Hah?”

“Apa wajahku terlihat seperti seorang pembohong?”

Sinta tak dapat berkata-kata lagi sekarang.

“Saya akan menemui keluargamu dan melakukan lamaran secara resmi di rumahmu.” Ucap Gara, setelah itu mengalihkan pandangan kearah lain.

“Kalian semua, tata dengan rapi gaun yang dikenakannya. Lalu kirim gaun ini saat tanggal pernikahan,” perintah Gara kepada para karyawan itu dan membiarkan Sinta yang masih diam dengan kebingungannya.

“Baik tuan, saya akan menatanya dengan rapi, anda tenang saja.” Jawab pengurus butik itu.

“Dan satu hal lagi.” Gara mengalihkan pandangan pada seorang wanita yang tadi sempat menggodanya. “Kau didiklah dengan benar bawahan mu itu. Jangan sampai menjual tubuh ke sembarang orang, tidak semua orang menginginkan tubuhnya.”

Ucapan tajam itu membuat karyawan yang tadi menggoda Gara, merasa malu dan langsung diseret keluar oleh pengurus butik itu. Lalu terdengar suara teriakan yang artinya karyawan tersebut tengah dimarahi.

****

||Jangan lupa selipkan komen dan vote nya😍||

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!