NovelToon NovelToon

Penyihir Aurora

Prologue #1 : Sebuah Perubahan

[10 TAHUN YANG LALU : TOILET PEREMPUAN DI SEKOLAH DASAR]

Aku menunduk, menahan tangis. Air mata mengalir di pipiku yang penuh bintik-bintik. Aku duduk di lantai, merasa hina dan tak berdaya. Di sekelilingku, mereka tertawa terbahak-bahak, mengejek wajahku dengan kata-kata yang menyakitkan.

"Dasar jelek! Kau memangnya tidak pernah merawat wajahmu apa? Hahaha"

"Hahaha, Mukamu penuh dengan bekas gigitan serangga! Pasti kau sering tidur di luar!"

Aku ingin bangkit, ingin pergi dari sini. Tapi, sebelum aku bisa bergerak, seorang anak perempuan menarik rambutku dengan kasar. Aku merasakan sakit yang menusuk di kepala.

"Hey, kau mendengar kami tidak? Mukamu itu jelek, kau mengakui itu tidak hah!???" Dia membentak dengan marah.

"Sakit.....sakit....Tolong lepaskan. Iya, iya aku mengakui itu." Aku merintih kesakitan.

Dia tidak peduli. Dia malah menarik rambutku lebih keras, lalu menendang wajahku dengan kejam. Aku terpental ke belakang, kepalaku membentur dinding dengan keras. Aku merasakan darah mengucur dari hidungku, mataku memar.

"Sakit......Ke-ke-kenapa kalian begitu kejam kepadaku? Apa salahku?"

Mereka tidak berhenti tertawa. Mereka malah mengejekku lebih keras.

"Salahmu? Salahmu ialah menjadi jelek hahaha!"

Aku menangis lebih keras. Aku merasa tidak ada yang peduli padaku. Aku merasa sendirian.

Tiba-tiba, aku mendengar suara teriakan.

"Hey kalian! Aku akan melaporkan kalian kepada guru!"

Aku mengangkat kepala. Aku melihat seorang anak perempuan berdiri di pintu. Dia adalah Aiko, temanku satu-satunya.

"Gawat, itu Aiko. Lari semua!"

Mereka pun berlari meninggalkan aku yang masih terkulai di lantai.

"Mereka merundungkanmu lagi Kyoko?"

Aku hanya mengangguk lemah. Aku tidak bisa bicara.

Dia menghela nafas kasihan. Dia berkata, "Mari kita ke UKS!"

Dia membantuku berdiri dan mengantarku ke UKS. Di sana, aku berbaring di tempat tidur. Aiko mengobati luka di hidung dan mataku dengan hati-hati.

"Kamu tahu kan kamu tidak bisa selalu seperti ini, Kyoko."

Aku hanya terdiam. Aku tidak tahu harus bagaimana.

Dia menghela nafas sedih. Dia berkata, "Kamu harus berubah Kyoko, kamu tidak bisa selalu dirundungkan seperti ini. Kamu harus bisa melawan atau setidaknya berteriak meminta tolong, jangan diam saja!"

Aku masih terdiam. Aku tidak punya keberanian untuk melawan.

"Kamu dengar tidak!?" Dia sedikit membentak. Dia ingin aku sadar.

"I-iya aku dengar Aiko."

Dia lalu tersenyum lembut. Dia berkata, "Baguslah kalau begitu. Baik sudah beres." Dia telah selesai mengobatiku.

"Terima kasih Aiko."

Aiko lalu memelukku dengan erat. Dia berkata, "Dengar Kyoko. Kamu harus berubah, aku yakin kamu bisa melakukannya. Kamu bisa berjanji itu padaku?"

Aku membalas pelukannya. Aku benar-benar mendengar perkataannya. Aku merasa ada harapan. Aku berkata, "Aku janji, Aiko."

Kyoko benar-benar menerima perkataan dari Aiko secara harfiah. Maksudku, benar benar secara HARFIAH.

[10 TAHUN KEMUDIAN]

"Peringkat ketiga, Sato Eri dengan nilai 87."

Pada pagi yang dingin, seorang guru berdiri di depan kelas: ia membacakan hasil ujian akhir semester matematika pekan lalu. Kimura Kyoko duduk di bangkunya yang berada di sudut kelas. Gadis itu memiliki rambut hitam potongan pendek dan mata biru keabu-abuan. Dia tampak santai namun tegap saat memperhatikan guru. Sedangkan siswa lainnya, mereka sangat serius mendengarkan pengumuman itu. Mereka ingin tahu nilai ujiannya karena mereka telah belajar keras untuk mata pelajaran tersebut.

"Peringkat kedua, Nakamura Aiko dengan nilai 99."

Aiko, seorang gadis berambut pirang panjang bergelombang dengan mata hijau cerah, memalingkan wajahnya ke arah Kyoko dengan mata menghina. Dia mengangkat satu tangannya untuk menyembunyikan mulutnya yang sombong seperti seorang putri, sementara tertawa dengan nada sinis.

"Hahaha, Kyoko, kamu mendengar itu? Sepertinya kamu tidak akan bisa mengalahkanku kali ini."

Kyoko hanya diam dan tersenyum lembut, tidak terpengaruh oleh ejekan Aiko.

Aiko menatap Kyoko dengan kesal, merasa tidak dianggap.

"Ada apa denganmu? Kau menertawakan aku?"

"Tidak, sama sekali tidak."

Guru yang selama ini memperhatikan Aiko akhirnya berkata,"Aiko, tolong jangan ribut." Dia berbicara dengan nada tegas dan sabar.

"Baiklah untuk peringkat pertama......"

Para murid sedang mendengarkan dan memperhatikan dengan serius.

"Peringkat pertama Kimura Kyoko dengan nilai 100, selamat Kyoko!" Guru memuji Kyoko dengan bangga dan bertepuk tangan. Beberapa murid ikut memberi tepuk tangan dan ucapan selamat, sementara beberapa lainnya menatap Kyoko dengan iri dan cemburu. Teman sebangku Kyoko menoleh ke arahnya.

"Selamat Kyoko!" Dia tersenyum lebar dan riang sambil bertepuk tangan.

"Terima kasih!" Dia tersenyum lembut dan malu-malu.

Mai menghela napas "Andaikan aku bisa sehebat kamu dalam matematika." Dia mengeluh dengan sedikit iri.

Mai adalah seorang gadis yang berambut coklat keemasan dengan potongan ponytail, yang memiliki mata berwarna hitam tajam. Ia adalah salah satu sahabat Kyoko.

"Baiklah begitu informasinya. Ibu akan meninggallan ruangan kelas untuk menghadiri rapat yang berkaitan dengan penutupan semester ini. Hingga waktu istirahat tiba, kalian bebas melakukan aktivitas apapun. Permisi." Ia lalu meninggalkan ruangan kelas.

Mai menatap lembar nilai ujiannya dengan wajah murung. Dia hanya mendapat nilai 40. Dia harus mengulang ujian minggu depan.

"Belajar untuk minggu depan?" Kyoko mengejeknya dengan sinis.

"Aku tidak bisa, Kyoko. Matematika itu terlalu rumit untuk kupahami sendiri. Tolong bantu aku belajar, ya. Aku mohon." Mai memelas dengan mata berkaca-kaca. Dia benar-benar butuh bantuan.

"Aku akan pikir-pikir dulu."

"Pikir-pikir apa? Kamu tidak mau membantuku?" Dia terkejut dan kecewa.

Saat mereka sedang asyik berbincang, Aiko mendekati mereka dengan langkah cepat. Ia menyorot mereka dengan tatapan sinis, yang menunjukkan rasa tidak suka. Ia meletakkan satu tangannya di pinggang, sementara tangannya yang lain mengibaskan rambutnya dengan angkuh.

"Hmph, selamat deh. Tapi, cuma beda satu poin kok."

Kyoko tersenyum lembut. "Terima kasih. Tapi, maksudmu apa?" Dia agak bingung dengan ucapan Aiko.

Aiko mengepalkan tangannya dan menoleh. "Maksudku, kita sama-sama pintar."

Kyoko tertawa kecil dan tersenyum puas. "Tidak segampang itu."

Aiko menyipitkan matanya. "Apa? Apa maksudmu?"

Kyoko tersenyum puas. "Kamu dapat nilai 99 karena itu batas kemampuanmu. Aku dapat nilai 100 karena itu batas nilai maksimal. Kalau nilai maksimalnya 101, pasti itu nilaiku. Dan seterusnya." Dia lalu tertawa kecil.

Setelah mendengar pernyataan sombong Kyoko, Aiko membanting meja Kyoko dengan keras. Ia menyindir Kyoko dengan tatapan tajam, yang memancarkan rasa kesal dan muak. Semua orang kaget mendengar suara dentuman meja itu, yang membuat ruangan menjadi sunyi sejenak.

Kyoko tertawa kecil dan menatap Aiko dengan santai. "Kenapa? Itu memang fakta, kan?"

Aiko menatap dengan penuh amarah dan berkata dengan nada yang dingin. "Ulangi lagi perkataanmu. Dasar wanita sombong!"

Kyoko tersenyum puas. "Aku hanya bercanda." Dia mengejek Aiko dengan nada sinis.

Mereka saling berhadapan, dengan jarak antara wajah mereka hanya sekitar 10 cm. Aiko menyorot Kyoko dengan tatapan tajam, yang memancarkan rasa tidak suka dan marah. Kyoko menggoda Aiko dengan tatapan santai, sambil mengejeknya dengan senyum puas di bibirnya. Suara napas mereka terdengar berat, seolah-olah mereka siap untuk bertarung. Aroma parfum mereka bercampur, menciptakan suasana yang tegang dan panas. Beberapa orang, seperti Mai, cemas melihat situasi saat ini, dan berharap agar tidak ada yang terluka.

Mai berbicara dengan rasa khawatir, "Eh, Ayo kita berhenti ya. Bertengkar itu tidak baik." Sambil mengibaskan tangan, dia mencoba menenangkan suasana.

Keadaan hati Aiko mulai menunjukan sedikit alih perasaan, namun tetap ada rasa kekecewaan dalam benaknya. Ia masih merasa tersinggung dengan isi ucapan yang diungkapkan oleh Kyoko. Dia mulai berdiri menjauh dari wajahnya.

Aiko melipat tangan di dada dan memasang wajah masam, "Hmph, terserah kamu saja." Dia berkata dengan nada kesal dan tidak peduli.

Aiko berjalan dengan cepat keluar dari kelas, tidak mau berlama-lama dengan mereka. Ia hampir sampai di pintu, ketika seseorang memanggilnya.

"Hei, kemana kamu?"

Aiko menoleh dengan wajah kesal. "Apa sih?"

"Aku mau ke kantin, kenapa?"

Kyoko tertawa kecil, "Kamu lupa ya?"

Aiko terlihat bingung, "Lupa apa?"

"Jangan pura-pura lupa."

"Ayo, cepat bilang!"

Kyoko tersenyum puas, tapi juga heran. Ia tidak kira Aiko benar-benar lupa.

"Wah, kamu serius ya? Baiklah, aku ingatkan lagi. Minggu lalu, sebelum ujian matematika, kita bertaruh. Jika nilaiku lebih rendah dari kamu, aku akan turuti permintaanmu. Tapi, jika nilaimu lebih rendah dari aku, kamu yang harus turuti permintaanku." Dia menatap Aiko dengan menantang.

Aiko merasa sangat terkejut mendengar perkataan tersebut. Barulah ia menyadari bahwa ia pernah melakukan taruhan dengan Kyoko minggu lalu. Keringat mulai mengalir di sekitar wajah Aiko.

Kyoko tersenyum lebar dan mengisyaratkan Aiko untuk mendekat dengan jari telunjuknya.

Aiko merasa berat hati, ia harus menghadapi Kyoko lagi. Ia berjalan dengan perasaan cemas, takut akan permintaan Kyoko. Ia pun berdiri di depan Kyoko dengan ragu-ragu.

Keringat dingin membasahi dahinya, ia sangat marah dan menyesali taruhannya dengan Kyoko. "Apa yang kamu mau?"

Kyoko tersenyum girang melihat wajah Aiko yang ketakutan. Ia sedang memikirkan apa yang akan ia minta kepada Aiko.

"Hmmm...Apa ya? Oh, sudah tahu." Ia lalu menaikkan satu kakinya dan menggerak-gerakkannya. "Sepatuku agak kotor, nih. Aku mau kamu bersihkan dengan menjilatnya." Ia lalu tersenyum lebar.

Aiko sangat terkejut mendengar hal itu. Matanya terbelalak. Ia terdiam tak percaya. Mai pun cukup terkejut mendengar hal itu.

"A-a-apa? Kamu serius minta itu? Jangan main-main!"

Mai terlihat bingung juga, "Kyoko?"

Kyoko tertawa terbahak-bahak dan menoleh ke Mai dan Aiko, "Tidak, tidak, maaf ya. Aku cuma bercanda kok. Maaf ya." Dia masih terkekeh-kekeh.

Aiko merasa tersinggung diikuti oleh Mai yang merasa kebingungan dengan candaan yang dikeluarkan oleh Kyoko. Namun, mereka merasa lega ketika menyadari bahwa itu hanya sebuah candaan.

Kyoko menoleh ke Mai dan lalu ke Aiko. "Permintaanku adalah, aku ingin kamu membantu Mai belajar bersamaku. Temani dia sampai ujian remedial matematika nanti."

Mai merasa senang karena Kyoko mengingat permintaannya untuk dibantu belajar matematika. Itu adalah pelajaran yang paling sulit baginya.

Aiko melipat tangan di dada dan mengangguk. "Ya, kalau itu aku bisa membantumu. Tapi, kenapa kamu mau aku ikut? Bukankah kamu sudah cukup pintar?"

Kyoko tersenyum lembut. "Aku pikir akan lebih seru kalau kamu ikut. Aku ingin kamu ikut. Kamu kan sahabatku."

Aiko merona mendengar hal itu. Dia tidak menyangka Kyoko akan bilang begitu. "Aku tahu itu, bodoh. Kamu nggak usah bilang-bilang. Aku akan bantu." Dia lalu tersenyum lembut.

Kyoko merasa sangat bahagia. Dia berdiri dari kursinya lalu memeluk Aiko erat-erat. "Terima kasih, Aiko!"

Aiko sangat terkejut dengan Kyoko yang tiba-tiba memeluknya. Pipinya semakin merah. "Ughhhh, lepaskan. Apa-apaan sih." Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan, tapi tidak bisa. Kyoko memeluknya dengan kuat. Akhirnya dia menghela napas, menyerah dengan keadaan ini.

Kyoko masih memeluk Aiko dengan erat lalu tertawa kecil.

Mai melihat keduanya. Dia tertawa kecil dengan suara pelan. Dia heran dengan situasi yang terjadi. Padahal beberapa menit yang lalu, mereka berdua bertengkar.

Aiko akhirnya bisa lepas dari pelukan. Dia memalingkan muka dan pipinya masih merah. Dia cukup terkejut dengan pelukan itu.

Kyoko menatap Mai. "Bagaimana kalau kita mulai belajar sekarang? Masih ada waktu dua jam sebelum istirahat." Dia mengajak mereka dengan semangat.

Mai mengangguk dan tersenyum lembut. "Baiklah, aku tidak keberatan. Kita bisa mulai belajar sekarang."

Kyoko menatap Aiko dan Mai dengan antusias. "Bagaimana kalau kita ke perpustakaan? Di sana lebih tenang dan nyaman." Dia mengusulkan dengan semangat.

Mai mengangguk setuju, Aiko juga sama. Kyoko dan Mai berdiri dari meja mereka. Mai memegang buku teks dan catatannya. Lalu, mereka berjalan dengan langkah cepat ke arah pintu keluar kelas bersama-sama. Aiko mengikuti di belakang mereka.

PROLOGUE #2 : Kimura Kyoko

Kami bertiga berjalan menyusuri lorong sekolah menuju perpustakaan. Suasana sekolah cukup ramai, banyak murid yang keluar dari kelas mereka. Ya, wajar saja, karena minggu ini adalah minggu bebas *** setelah Ujian Akhir Semester. Aku mendengar beberapa obrolan para murid.

"Hey, Festival Budaya sebentar lagi, kan?"

"Iya, benar! Wah, aku sudah tak sabar."

"Aku juga."

Bagi mereka, ini adalah salah satu acara yang ditunggu-tunggu. Tapi, entah kenapa, bagiku sekarang ini acara itu biasa saja. Sejak kapan aku merasa begitu? Mungkin karena pikiranku yang sekarang dipenuhi materi sekolah. Cukup melelahkan, namun aku tidak membencinya.

Aiko mengerutkan keningnya melihat aku menghela napas. "Ada apa, Kyoko? Apa ada yang salah?"

Aku tersenyum kecil. "Tidak, tidak ada."

Kami bertiga terus berjalan melewati lorong sekolah. Hari ini cukup cerah, tapi tidak terlalu panas. Akhirnya kami sampai di perpustakaan, di sana cukup sejuk dan ruangan berbau buku yang khas. Aku melihat beberapa murid juga sedang belajar.

"Kita sudah sampai, ayo kita duduk di sana." Aku menunjuk ke arah meja bundar di sudut ruangan.

Kami berjalan menuju meja itu, lalu kami duduk. Aiko duduk dan menyandarkan mukanya ke telapak tangannya. Dia tampak serius untuk membantu. Mai menaruh buku paket dan catatannya di atas meja.

"Kita bisa mulai belajar sekarang."

Aiko menghela napas dan menatap Mai. "Jadi, kamu tidak paham materi matematika yang mana?"

Mai tertawa gugup. "Sebenarnya... semua materi." Dia memainkan rambutnya dengan gelisah.

Aiko terkejut mendengar jawaban Mai. Alisnya terangkat. Aku juga merasa kaget.

Aku tertawa kecil. "Ini akan agak sulit."

Aiko menghela napas. "Iya, kamu benar."

Mai merona dan menunduk. "M-maaf ya."

"Tidak apa-apa, kamu tidak perlu minta maaf. Kami berdua akan bantu kamu, kan Aiko?" Aku tersenyum lembut.

Aiko mengangguk. "Ya, tentu saja."

Mai tersenyum lebar dan matanya bersinar. "Terima kasih banyak."

Aku memulai pembelajaran dengan santai, mengulang konsep-konsep dasar yang menjadi landasan materi matematika kelas 10. Aiko menjelaskan langkah-langkah perhitungan yang rumit dengan sabar, memberikan contoh yang jelas kepada Mai. Dia memastikan bahwa Mai mengerti konsep tersebut sebelum melanjutkan ke topik selanjutnya.

Ring.......Ring.....Ring bel istirahat berbunyi.

Aku menoleh ke Mai, "Kita harus cepat ke kelas."

Mai mengangguk, lalu Aiko berkata, "Aku juga ikut, aku lupa dompetku di kelas."

Mai menatap kami berdua, "Jadi kita akan belajar lagi di rumahku nanti?"

Aku mengangguk, "Ya, tentu saja."

"Aku juga tidak masalah." Ujar Aiko.

Kami bertiga berdiri dari kursi dan berjalan menuju kelas, meninggalkan perpustakaan. Kami berjalan menyusuri lorong sekolah yang ramai namun santai, suasana hangat dan nyaman menyambut kami. Tawa para murid terdengar di sepanjang lorong, menciptakan energi positif dan ceria. Langkah kaki kami ringan dan riang, serta bisikan-bisikan yang mengalun di udara mencerminkan suasana yang tidak tegang. Beberapa murid terlihat duduk, berdiskusi dengan penuh minat. Mereka saling bertukar pikiran dan membantu satu sama lain dengan ramah. Akhirnya kami sampai di kelas, beberapa orang sedang makan bekalnya masing-masing, ada juga yang menggabungkan meja mereka untuk makan bersama. Aiko pergi ke bangkunya. Aku dan Mai juga pergi ke bangku kami masing-masing lalu duduk. Brukk Meja di sebelahku bertabrakan dengan mejaku.

Mai tersenyum lebar, "Ayo kita makan bersama, Kyoko!"

Aku tertawa kecil, "Baiklah."

Aku mengeluarkan bekal dari tas ku, begitu juga dengan Mai, dan menaruhnya di atas meja. Kami berdua tersenyum kecil melihat isi bekal yang kami bawa. Aku memandang sandwich dengan isian ayam panggang yang ada di kotak makanku, menghirup aroma wangi dari daging yang terbungkus di antara roti yang lezat.

Aku menggigit sandwich dengan lahap. Suara renyah roti membuatku senang, dan paduan antara daging panggang yang gurih dan mayones yang lembut membuatku tergoda.

Di sampingku, Mai duduk dengan semangat menikmati nasi bento khas Jepang. Dia memandang semangkuk sup miso hangat yang menggugah selera. Mengambil beberapa suap nasi dengan sumpit, Mai mencicipi irisan daging sapi empuk yang menjadi lauk dalam bento-nya. Rasa harum dari sup yang mengalir di bibirnya membuatnya terhenti sejenak, menikmati kenikmatan gurih yang menghangatkan hatinya di pagi hari. Saat aku sedang makan, aku melihat Aiko yang masih berdiri di samping bangkunya. Tampaknya dia sedang membaca sebuah surat.

PROLOGUE #3 : Nakamura Aiko

"Surat?" Aiko bergumam.

Dia menghela napas. "Surat cinta lagi? Ini sudah yang kedua kalinya dalam minggu ini. Apa yang harus aku lakukan ya...Abaikan saja? Ah, biar aku lihat dulu." Dia membuka surat itu dengan hati-hati.

Hai Aiko,

Aku harap kamu dalam keadaan baik. Sudah lama aku ingin mengatakan betapa spesialnya kamu bagiku. Senyumanmu selalu membuat hatiku berbunga, dan percakapan denganmu selalu menginspirasi. Aku mengagumi kecerdasan dan kepribadianmu yang luar biasa. Kamu adalah sumber inspirasiku. Aku ingin lebih dari sekedar teman, aku ingin menjadi bagian dari hidupmu. Apakah kamu mau bersamaku? Aku akan menunggumu di belakang sekolah setelah pulang sekolah untuk jawabanmu.

Kazami Kanae

Aku tertawa kecil, "Ini surat apa? Ini surat cinta terindah yang pernah aku terima. Isinya lebih romantis dari semua surat yang pernah ada. Aku merasa bersalah untuk menolaknya. Kazami Kanae? Siapa itu? Aku tidak mengenal namanya."

Tapi, tunggu dulu, kenapa dia bilang, "Percakapan denganmu selalu menginspirasi." Aku tidak ingat pernah berbicara dengannya. Aku harus mencari tahu tentang ini. Aku merasa penasaran dan bingung.

[SEPULANG SEKOLAH]

Aku berjalan ke belakang sekolah untuk bertemu dengan dia.

Aku menghela napas. "Apa sebaiknya aku tidak datang saja ya? Ah, sudahlah."

Akhirnya aku melihat dia yang sedang menanti kedatanganku. Pria dengan rambut merah yang disisir ke samping dan mata merah pekat, tingginya melebihi rata-rata. Aku harus akui, dia cukup tampan.

"Kamu sudah datang." Dia tersenyum lembut.

"Jadi kamu Kazami Kanae?"

"Iya, itu namaku. Kamu sudah baca suratnya kan? Jadi apa jawabanmu? Aku ulangi lagi. Aku suka kamu, Nakamura!"

"Kenapa? Aku sama sekali tidak kenal kamu. Ngomong-ngomong, kenapa di surat kamu tulis seolah-olah kamu pernah ngobrol sama aku?"

"Oh, itu. Maaf, aku bohong ke kamu supaya kamu mau datang ke sini." Dia menunduk.

Aku tidak percaya. Belum jadi pacar, dia sudah bohong ke aku. Gimana kalau udah jadi? Ah, lupakan. Itu bukan alasan utama aku nolak dia.

Dia bicara lagi. "Jadi apa jawabanmu?"

Aku menatap matanya sebentar lalu. "Maaf, aku tidak mau."

Dia terlihat kaget dengan jawabanku. "Kenapa?"

"Aku ingin fokus belajar, aku tidak siap untuk memiliki seorang pasangan. Sebenarnya tidak ada yang salah denganmu, tapi kamu yang berbohong kepadaku, membuatku semakin yakin untuk menolak kamu. Maaf."

Aku ingin pergi meninggalkan dia. Tapi tiba-tiba dia megang tanganku.

"Tolong lepaskan tanganku, apa maksudnya ini?"

"Jangan gitu dong, aku bener-bener suka sama kamu. Kamu satu-satunya yang bisa bikin aku bahagia. Aku bakal buktiin, ikut aku." Dia tersenyum.

Dia mungkin senyum, tapi entah kenapa aku merasa ada yang aneh sama dia.

"Nggak, tolong lepaskan!"

Aku mebcoba pergi, tapi dia tetap memegang tanganku erat-erat.

"Berhenti, tolong lepasin aku!"

Dia tidak mendengarkan omongan aku, aku mencoba sekuat tenaga menarik tanganku dari genggamannya.

"Jangan takut, ini bakal seru, aku tahu kamu tinggal di mana, apa makanan favoritmu, dan apa yang suka kamu lakuin. Aku udah ngikutin kamu lama." Dia senyum lagi.

Aku kaget. Apa maksudnya itu? Apa maksudnya dia udah mengikuti aku sejak lama? Ini bener-bener menyeramkan.

Tiba-tiba dia memegang wajahku dengan dua tangannya, mencoba menciumku. Aku merasa takut dan marah. Dengan cepat, aku menampar wajahnya dengan keras.

Dia cukup kaget dan bengong sejenak.

"Kenapa kamu tampar aku? Aku bener-bener suka sama kamu, Nakamura."

"Enyah dari sini, dasar penguntit!"

Aku meninggalkab Kanae di sana. Kanae sangat kecewa dengan jawaban yang dia dapat.

Rasa kecewa di hatinya berubah jadi KEBENCIAN DAN AMARAH.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!