Di pagi hari, rerumputan masih basah karena embun di atasnya. Sinar matahari sedikit demi sedikit mulai menghangat. Gerbang sekolah pun mulai dipenuhi rombongan siswa siswi yang baru saja tiba.
Seorang gadis muda dengan sosok tubuh sedikit berisi di bagian tertentu dan masih tetap ramping di bagian yang seharusnya, baru saja datang melewati gerbang sekolah. Rambutnya hitam disanggul dengan sedikit berantakan, tapi bukannya terlihat jelek, dia malah nampak sangat cantik sekali.
Beberapa orang yang lewat tak bisa menahan diri untuk berhenti dan menyapanya.
Fioni hanya tersenyum sopan menanggapinya. Meski hanya senyum tipis, nampaknya semua orang sudah sangat puas.
"Ahh, di tersenyum padaku."
"Dia semakin cantik saat tersenyum begitu."
"Semakin hari dia semakin cantik saja."
Pujian demi pujian dilontarkan, bagi Fioni Anastasia itu adalah hal yang biasa. Sejak SMP semua orang selalu memuji nya. Memiliki wajah yang cantik dengan otak pintar, menjadikannya idola semua orang.
Mungkin karena sikapnya yang selalu baik, tidak sombong meski memiliki kelebihan, baik dari kalangan pria maupun wanita menjadikan Fioni sebagai idola di hati mereka.
Jujur saja dalam hati, Fioni benar-benar sudah lelah. Harus selalu bersikap ramah saat menghadapi orang orang. Berbicara dengan lemah lembut setiap saat. Bahkan bersikap layaknya orang jujur tanpa kejahatan.
Terkadang Fioni sendiri ingin bertindak biasa. Marah saat sesuatu tak sesuai keinginannya, mengeluh saat lelah, dan hal sepele seperti menikmati cemilan ringan.
Namun, dia tak bisa bertindak begitu. Hidupnya telah diatur sedemikian ketat oleh sang ibu. Untuk bertindak layaknya kalangan kelas atas.
Dulunya sang ibu tak begini, saat keluarganya masih utuh dan ayahnya masih hidup. Ibunya begitu memanjakannya.
Saat Fioni masih sd sang ayah meninggal karena kecelakaan. Membuat ibunya banting tulang seorang diri demi menghidupi keluarga. Ibunya masihlah baik seperti sebelumnya tak ada yang berubah sedikitpun.
Sampai akhirnya sang ibu menikah dengan keluarga kaya. Untuk diakui dalam keluarga itu. Sang ibu pun akhirnya berubah sikap.
Ibu yang dulunya begitu ramah, lembut dan penuh kasih sayang, mulai menuntut Fioni ini dan itu. Fioni diharuskan berubah menjadi seperti yang sang ibu inginkan tanpa bisa menolaknya.
Dan dengan banyak siksaan, ibunya akhirnya berhasil mengubah dia sepenuhnya. Namun, hal itu hanya di hadapan banyak orang, karena dalam hati Fiona sendiri, sebenarnya dia adalah gadis pemberontak.
Saat ini Fioni berusia 17 tahun, sebentar lagi dia akan lulus dari sekolah menengah dan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Dan itulah waktu yang paling dia tunggu-tunggu. Karena dengan begitu dia bisa lepas di cengkraman sang ibu. Dia bisa bebas melakukan apapun yang dia mau tanpa harus takut lagi.
Flashback
Saat pertama kali Fioni masuk ke sekolah menengah pertama. Sang papa tiri telah berbicara padanya.
"Nanti setelah lulus kamu bisa memilih untuk tetap tinggal di rumah atau tinggal di apartemen. Papa akan membelikan sebuah apartemen yang dekat dengan sekolahmu seperti kakak mu yang lain," kata Rama tegas.
Rama Sagara papa tiri Fioni adalah sosok yang peduli pada keluarga meski tak pernah tinggal lama di rumah.
Berbeda dengan Syahnaz Maharani sang ibu yang selalu menuntut Fioni. Sebagai papa tiri rama tak pernah menuntut apapun, tentunya asal Fioni tak membuat malu keluarga, Rama akan membebaskannya melakukan apapun.
"Tapi, ibu mungkin tak akan setuju," ucap Fioni ragu ragu.
"Biar aku yang bicara pada ibumu lakukan apapun yang membuatmu nyaman. Belajarlah dengan giat dan masuk universitas pilihanmu," balas Rama kebapakan.
"Terima kasih. Aku pasti akan berusaha," ucap Fioni penuh syukur.
Sejak saat itu, hari kelulusan adalah yang paling ia nantikan.
Tak peduli dengan main bersenang-senang dengan teman, atau bahkan urusan cinta, hari-hari Fioni dipenuhi belajar, belajar, dan belajar.
Karena dia ingin diterima di universitas terbaik, yang ada di kota besar, dan pastinya letaknya akan sangat jauh dari rumah.
****
Fioni masuk ke kelas seperti biasa, tanpa berniat mengobrol dengan teman sekelasnya, dia hanya duduk dan kembali membuka buku pelajaran. Semua teman sekelas Fioni sudah sangat hafal dengan kebiasaan Fioni. Bagi mereka memang begitulah orang jenius bekerja.
Detik berlalu, waktu kelas berakhir dengan damai. Fioni masih harus mengumpulkan tugas dari ke kelasnya ke ruang guru. Yahh, karena pintar dan pentolan murid yang tak pernah berbuat nakal. Fioni selalu dipercaya untuk mengumpulkan kertas ujian atau tugas rumah seperti ini.
Selepas dari ruang guru, dia pun hendak beranjak ke gerbang sekolah, menemui sopir yang biasa menjemputnya. Namun, belum jauh dia melangkah ponselnya telah berbunyi terlebih dahulu.
"Hallo."
"Ah, tapi bapak tidak apa-apa bukan."
"Syukurlah, kalau begitu. Tak apa, pak Udin bisa mengurusnya dulu. Aku akan menunggu."
"Aku yang akan bicara pada ibu nanti kalau masih ada urusan di sekolah."
"Iya, pak hati hati."
Menutup sambungan telpon nya, Fioni hanya mampu mengelas nafas pelan. Dia sudah cukup lelah harus membawa buku yang berat ke ruang guru. Dan sekarang waktunya pulang, dia masih harus menunggu, karena sang sopir tak sengaja menabrak seseorang.
Tanpa bisa mengeluh Fioni hanya menghilangkan kelelahan nya dengan duduk di salah satu kursi yang terletak di pinggir lapangan. Waktu berselang lama, Fioni menjadi sedikit bosan, dan memutuskan berkeliling sembari menunggu sopirnya.
Bara Altair Johnson seorang yang sangat populer di sekolah, parasnya yang tampan meski memiliki sikap yang buruk, membuatnya digilai banyak wanita. Bara baru saja kembali dari luar sekolah.
Seperti biasa dia membolos di saat jam pelajaran, dan kembali saat pulang untuk mengambil tas nya.
Ketika dia melihat seorang gadis berjalan ke arahnya, dia kembali mendengus kesal, berpikir bahwa ini hari sialnya lagi. Dia mengira gadis itu akan menghampirinya dan akan mulai mengganggunya.
"Ck, gadis ini cukup cantik. Tapi tetap saja dia pasti akan merepotkan sama seperti yang lainnya," gumam Bara.
Namun, berbeda dengan apa yang Bara pikirkan. Gadis itu hanya melewatinya bahkan tanpa meliriknya sedikitpun.
Bara menghentikan langkahnya dan tanpa sadar berbalik, melihat punggung gadis itu. Ini adalah pertama kalinya seorang gadis bahkan tak repot-repot menatap wajahnya.
Entah kenapa bukannya senang bara malah merasa frustasi. "Apakah pesonanya telah pudar," batinnya heran.
Tak bisa dipungkiri gadis itu telah menarik sedikit perhatian dari Bara.
Fioni sendiri tak terusik dengan apa yang dipikirkan bara tentangnya. Bukannya sengaja mengabaikan Bara, tapi Fioni memang tak mengenalnya.
Di pikiran nya memang sedikit terbesit bahwa pria itu cukup tampan diantara pria yang telah ia temui. Namun, hal itu hanya terjadi ke sepersekian detik saja. Di otak kecilnya malah memikirkan mengenai latihan soal.
"Haruskah aku membeli bahan latihan baru. Mungkin membeli bahan latihan untuk ujian nasional bukan pilihan buruk. Atau haruskah aku membeli materi tahun kemarin dan mencoba mengerjakannya. Sepertinya aku tak bisa memutuskannya. Baiklah, lebih baik aku beli semuanya."
****
Hari berikutnya.
Meski waktu telah berlalu, pikiran Bara masih terbayang mengenai bagaimana Fioni mencampakkan nya.
Gadis itu benar-benar menarik minat Bara, dia bahkan sampai mencari tahu siapa namanya, dan darimana kelasnya berasal.
Rupanya tak jauh berbeda darinya, Fioni juga siswi popular. Namun, berbeda dengan dirinya yang terkenal akan sikap buruk, membolos, dan memiliki nilai buruk.
Gadis itu nampak begitu sempurna, dia sangat cantik, memiliki sikap yang baik dan pastinya memiliki nilai terbaik.
Semakin memikirkan gadis itu semakin membuat jantung Bara berdebar-debar. Tanpa sadar dia bahkan tinggal di kelas menanti kehadirannya.
Sebuah kebetulan yang menyenangkan, karena saat bara mencari tahu mengenai Fioni, rupanya mereka berada di kelas yang sama.
Bara benar-benar merasa menyesal telah meninggalkan kelas begitu lama sehingga dia tak tahu seorang bidadari ada di sana.
Fioni masuk ke kelas seperti biasanya, membuka tasnya, dia mencari buku latihan, dan mulai mengerjakannya. Dia tak sedang berpura-pura agar terlihat baik.
Meski pintar semua itu tak luput dari kerja kerasnya selama ini. Jika dia sedikit saja mengendur, nilainya pasti akan turun, dan sang ibu pasti akan marah padanya.
Apa yang dilakukan Fioni adalah hal biasa bagi teman sekelasnya. Tapi, kehadiran seorang Bara Althair Johnson adalah sebuah kejutan yang luar biasa.
Bisa dihitung berapa kali pria itu masuk ke kelas. Bahkan saat masuk kelas dia biasanya hanya akan hadir di tengah atau akhir pelajaran.
Jika bukan karena keluarga besar Johnson sudah pasti Bara sudah lama dikeluarkan.
Namun, entah apa yang tiba-tiba merasukinya, hari masih begitu pagi dan pria itu sudah ada di bangkunya.
Fioni sendiri tak tahu masalah teman-temannya. Dia tak pernah memperhatikan sekitarnya. Fioni masih begitu bersemangat mengerjakan soal latihan di depannya.
Matanya berbinar setiap kali menemukan jawaban, saat menemui kesulitan tanpa sadar dia akan menggigit bibir bawahnya.
Dan bagi Bara semua tingkah Fioni terlihat sangat imut. Matanya tak pernah lepas menangkap setiap gerak gerik Fioni. Semakin menatapnya semakin Bara ingin menyentuhnya.
Bukannya Fioni melakukan tindakan menggoda, dia bahkan memakai setelan sekolah yang rapi, dengan atribut paling lengkap selain topi. Tapi, otak Bara seakan mendidih, saat melihat kulit putih gadis itu, dengan garis halus di lehernya.
Bara sendiri sebenarnya bukanlah orang mesum.
Meski berkelahi dan mabuk-mabukkan sudah biasa baginya. Dia tak pernah sedikitpun main wanita. Mengingat sang ibu yang telah merawatnya.
Bagi Bara kehormatan wanita adalah garis bawah yang hanya akan dia sentuh saat sudah menikah.
Namun, melihat Fioni malah membangkitkan sesuatu yang tak pernah Bara alami sebelumnya.
Entah itu nafsu atau cinta dia benar-benar tak bisa membedakannya.
Bara benar-benar tinggal sepanjang kelas hari ini. Namun, dia tak memperhatikan kelas sedikitpun. Bara begitu asyik memandangi Fioni yang ada didepannya. Sudut bibir Bara bahkan tak turun sedikitpun, senyumnya hanya semakin dalam setiap detiknya.
Dan itu adalah hal paling menakutkan bagi semua orang. Bahkan guru yang sedang mengajar pun merasa ada yang salah. Namun, mengingat siapa Bara, dia juga tak berani menegur.
Fioni pun akhirnya juga merasakan perasaan aneh. Tingkah teman sekelasnya benar benar tak biasa sejak tadi pagi, bahkan semua guru terlihat kikuk dalam mengajar.
Apalagi sejak tadi, Fioni merasa ada seseorang yang menatapnya. Dia sedikit merasa merinding memikirkan apakah itu hantu. Namun, dia membuang segala pikiran buruk itu. Dan kembali fokus pada buku pelajaran di depannya.
Sampai akhirnya bell pulang sekolah berbunyi semua orang merasa lega. Hampir setiap orang merasa telah melakukan pekerjaan yang sangat berat hari ini, tentu saja kecuali Fioni.
Sejak Bara datang mereka selalu was-was bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, bahkan saat istirahat pun mereka tak bisa tenang menikmati makanan.
Untungnya sampai jam pelajaran berakhir tak terjadi apapun.
Fioni yang telah selesai membereskan barang barang, melangkahkan kakinya keluar dari kelas.
Hari ini dia memiliki kelas tambahan. Ibunya sangat ingin membuat nyonya tua terkesan. Jadi, Fioni mesti mengikuti beberapa kelas bakat.
Dia berjalan melewati banyak ruang kelas, tanpa tahu seseorang telah mengikutinya dari belakang.
Saat ini Bara benar-benar terlihat seperti penguntit mesum. Dia terus mengikuti di belakang Fioni tanpa berfikir bahwa tindakannya salah sedikitpun.
Sebenarnya, Bara benar-benar baru dalam hal seperti ini. Jika saja teman-temannya melihatnya menguntit seorang gadis seperti ini, mereka pasti akan mengejeknya habis-habisan.
Selama berjalan Fioni terus saja merasa ada orang yang mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekeliling tak ada yang aneh. Semua orang masih sama, beberapa siswa yang lewat, dan sesekali mengaguminya. "Sepertinya dia kelelahan belajar, itulah mengapa dia mulai berhalusinasi." batin Fioni.
Kelas tambahan yang biasa Fioni ikuti tidak jauh dari sekolah. Itulah mengapa dia hanya perlu berjalan kaki. Sedangkan sopir yang biasa mengantarnya bisa menjemputnya saat dia pulang les nantinya.
Bibirnya sesekali menyenandungkan sebuah lagu untuk menghilangkan bosan.
Saat melihat sebuah kedai makanan ringan, Fioni pun bergegas membelinya. Inilah kenapa dia memilih untuk jalan kaki ke tempat les saat ditawari oleh sang papa tiri. Hal itu memudahkan nya menjalani hobi kuliner nya.
Fioni suka sekali menikmati makanan makanan pinggir jalan. Namun, semenjak pindah ke rumah Sagara. Segala jenis makanan yang dia makan harus diatur. Bahkan saat di sekolah untuk mempertahankan sikap orang kaya. Dia hanya boleh makan-makanan mahal. Dan Fioni benar-benar tak menyukainya.
Kelas tambahan yang akan Fioni ikuti kali ini adalah kelas musik. Fioni memilih biola sebagai alat yang akan dia mainkan. Kelas berlangsung selama satu jam lamanya.
Namun, satu hal yang Fioni sangat puas, mengikuti kelas ini itu berarti dia tak harus berlama lama berada di rumah, dan menemui ibunya yang selalu mengawasinya.
Bara yang mengikuti Fioni pun baru pulang saat gadis itu masuk ke kediaman sagara. Dia tak merasa lelah sedikitpun dan malah semakin segar. Dengan senyum tersungging di bibirnya, Bara pun kembali dengan perasaan bahagia.
****
Kelakuan Bara masih terjadi hingga saat ini. Teman sekelas yang awalnya ketakutan pun menjadi terbiasa akan kehadirannya. Hanya Fioni seorang diri yang masih tak tahu bahwa seseorang telah memperhatikannya diam diam.
Tindakan Bara semakin hari pun semakin parah. Tak cukup mengikuti Fioni saja, dia mulai mengambil gambar gadis itu diam-diam. Hampir semua informasi mengenai Fioni, Bara sudah mengetahuinya.
Bahkan tindakan ibu Fioni yang buruk pun dia sudah tahu, dia begitu marah saat pertama kali mengetahuinya, dan rasanya ingin segera membawa pergi gadisnya.
Tapi untungnya dia tidak sebodoh itu, karena jika dia melakukannya, maka sudah dipastikan Fioni lah yang menderita. Kemudian Bara hanya diam diam mulai menjaga Fioni dari dalam bayangan.
Fioni sebenarnya tak memiliki teman dekat di sekolah. Namun, tak jarang beberapa murid laki-laki dan perempuan sering menemuinya hanya untuk sekedar menanyakan penyelesaian sebuah soal. Tapi, Fioni tahu mereka hanya modus saja.
Meski begitu siapapun yang mendatanginya Fioni dengan ramah meladeni semuanya. Namun, akhir-akhir ini tak ada yang menanyakan perihal pelajaran padanya lagi.
Beberapa gadis masih sering muncul, tapi murid pria tak lagi terlihat. Dalam hati nya pun menjadi bertanya-tanya apa yang telah terjadi.
Saat ini Fioni sedang berada di toilet, dia baru saja mencuci tangan, dan hendak keluar kembali ke kelas. Namun, samar samar dia mendengar suara isak tangis.
"Hiks hiks huuuuu hikkk-hikkk."
Bulu kuduk Fioni sedikit meremang, mengingat akhir-akhir ini kejadian aneh selalu menimpanya, dia menjadi was-was.
Netranya menatap ke satu demi satu pintu toilet, di sana terdapat satu pintu yang tertutup, dan suara tangis itu sepertinya berasal dari sana.
Dia berniat pergi meninggalkan tempat itu. Namun, karena langkahnya yang terburu buru dia pun tak sengaja menabrak sebuah tempat sampah.
Brukkkk
Suara jatuh menggema di penjuru ruangan, suara isak tangis pun berangsur-angsur mereda.
"Hiks, siapa?"
Suara seorang gadis bertanya dengan disertai isak tangis.
Menelan ludah dengan gugup, mencoba menenangkan diri dengan menarik nafas pelan, Fioni kembali ke tampilan anggun biasanya. Dan bertanya dengan ramah. "Aku Fioni. Bisakah kamu keluar." Melihat tak ada pergerakan apapun, dia kembali melanjutkan kata katanya, " Jika kamu tak keluar aku akan pergi."
Tiba-tiba sebuah gerakan terdengar. Seorang gadis keluar dari salah satu bilik dengan hati hati.
"Hal-lo, senior ma-maaf sudah mengganggumu. Sa-saya Gebi dari kel-as 10 MIPA 2," kata Gebi dengan suara tersendat sendat.
Meski tak ada seorang pun disini selain mereka berdua. Meski dalam hati Fioni tak ingin ikut campur, dia tetap harus bertanya walaupun hanya berbasa-basi.
"Apa yang terjadi, kenapa kamu menangis?" tanya Fioni.
"Senior aku hikss huuu. Harga diriku telah hancur hiks. Pria itu telah mengganggu ku dann-"
Dan mengalir lah sebuah cerita yang cukup panjang. Karena mendengarkan cerita itu, Fioni akhirnya terlambat mengikuti kelas terakhir.
Untungnya seseorang mengingatkan nya tadi dan karena dia murid yang hampir tak pernah melakukan kesalahan. Jadi, guru masih memakluminya karena ini kesalahan pertamanya.
Namun, sepanjang pelajaran pikiran Fioni tak bisa fokus. Dia mengingat bagaimana cerita gadis itu. Jika itu hanya perundungan biasa Fioni bisa memilih tak perduli dan mungkin hanya akan melaporkannya ke guru.
Tapi masalah nya seseorang telah melecehkan gadis itu. Dan lagi Gebi bilang dia merupakan anak dari donatur sekolah.
Fioni tak bisa sembarangan melaporkannya tanpa bukti. Yang ada dia hanya akan membawa masalah untuk dirinya sendiri.
Masalahnya Fioni telah membuat janji akan membantu gadis itu. Dan itulah yang membuat Fioni sakit kepala saat memikirkan kebodohannya. Sedangkan dia sendiri tak tahu harus bagaimana.
"Tidak biasanya kamu terlambat Fioni," tanya Risya gugup.
Dia adalah teman sebangku Fioni. Dia merupakan gadis manis yang pendiam dan hampir tak pernah mengajak bicara Fioni. Baru kali ini Fioni mendengar suaranya. Suaranya begitu halus dan enak didengar.
"Ah, ya tadi aku hanya sakit perut," balas Fioni berbohong.
Risya yang baru saja berbicara dengan Fioni senang. Dia juga merupakan fans berat Fioni, hanya saja dia sedikit pemalu.
Jadi, Risya biasanya hanya diam dan memperhatikan Fioni dari samping. Dia sangat beruntung menjadi teman sebangku idolanya.
"Owh, lalu apa kamu sudah meminum obat. Aku memilikinya disini," kata Risya perhatian.
Fioni tahu teman sebangku nya memperhatikannya, tapi Fioni tidak benar benar sakit perut. Jadi, dia hanya bisa menolaknya.
"Tidak perlu aku sudah baik baik saja," tolak Fioni halus.
"Ah, baiklah," kata Risya sedikit kecewa. Namun itu tak menghilangkan semangatnya telah bertukar kata dengan sang idola.
Melihat teman sebangku nya tak lagi bicara. Fioni memutuskan untuk kembali pada penjelasan guru matematika di depan.
Di sisi lain Bara menghelas nafas lega saat melihat Fioni telah kembali ke kelas. Dia sempat panik saat tahu gadis itu tinggal begitu lama di toilet.
Saat dia memerintahkan seorang gadis untuk memeriksanya. Gadis itu hanya mengatakan Fioni sedang berbicara dengan seorang adik kelas.
Anehnya, Bara sedikit merasa familiar saat melihatnya.Tapi, dilihat dari wajahnya, Bara yakin dia bukan salah satu anggota fans club fioni.
Benar, Bara telah menjadikan dirinya sebagai ketua club dari fans Fioni. Saat dia mengetahui beberapa murid sekolah membuat grub chat fans Fioni. Bara langsung saja meminta dimasukkan dalam grub itu tanpa merasa malu sedikitpun.
Grub itu bukanlah sesuatu yang aneh. Disana isinya hanya beberapa foto candid Fioni saja. Dan pembicaraan mengenai bagaimana luar biasanya Fioni setiap harinya.
Awalnya Bara hanya penasaran dan ingin diam diam bergabung. Namun, karena ide nya yang selalu baru berbeda dengan yang lainnya, hal itu menjadikannya terpilih sebagai ketua.
Dengan label ketua fans club Fioni, dia pun bisa dengan mudah memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang berhubungan dengan Fioni seperti tadi.
"Bukan kah itu gadis yang menembaknya sebelumnya. Apa yang dia lakukan dengan menemui Fioni, apa gadis itu ingin mati," gumam Bara dengan aura gelap.
Kringgggg
"Hmmm, sesuatu?"
"Ada hal menarik apa sampai aku harus kesana."
"Bukan urusanmu."
"Ck, baiklah aku akan kesana."
Memasukkan kembali ponsel di tangannya, melihat kembali ke ruang kelas nya, Bara memilih pergi dari sana.
Bara sampai di sebuah gang kumuh di daerah pinggiran, disana sudah ada beberapa teman Bara dari sekolah lain, dan juga beberapa orang lainnya yang berada di posisi berlawanan.
Sebenarnya Bara sendiri tak memiliki teman dekat dikota ini. Karena tindakan nakal nya sejak menginjak usia remaja. Sang ayah marah dan menghukum Bara untuk tinggal di kampung halaman bersama nenek nya.
Dia bersekolah di salah satu SMA milik ayahnya. Jadi di sekolah ini sebenarnya Bara adalah murid baru. Dengan tindakannya yang kerap absen. Wajar jika dia tak memiliki teman selain dari mereka yang satu tongkrongan.
Bara yang diabaikan pun memilih tak perduli, dan semakin memberontak setiap harinya. Seperti sekarang ini, dia hendak melakukan tawuran bersama teman-temannya.
"Heh, jadi ini yang ingin menantang ku," kata Bara sinis.
"Kenapa? takut. Tenang kita tak akan sampai membunuhmu. Pastinya babak belur sedikit tak masalah kan," ejek Gema pemimpin rombongan itu.
"Banyak omong," bentak Bara.
Tanpa menunggu balasan, dia langsung bergerak menyerang mereka, dan tentunya itu bukan pukulan ringan.
Pada akhirnya dua kubu saling menyerang habis habisan. Tanpa ada yang berniat mengalah sedikitpun.
Namun, jika dilihat lebih dekat, lebih seperti pemukulan sepihak dari kelompok Bara. Meski lawannya lebih banyak, Bara sendiri cukup melawan 3 orang sekaligus.
Bara menyerang dengan cukup ganas, sepertinya dia sedang dalam suasana hati yang buruk.
Benar saja baru sebentar mengenal Fioni efeknya sudah sebesar ini. Bara cukup kesal memikirkan apa yang telah dikatakan fans buruknya itu pada Fioni.
Dengan mata kesal Bara melayangkan satu tendangan. Dan seketika lawannya terpental menabrak tembok.
Yang lain melihatnya dengan mata ngeri. Mereka yang ketakutan menghentikan aktivitas saling pukul dan bergerak untuk pergi dari tempat itu.
Teman-teman Bara yang tahu musuhnya telah menyerah pun tak berniat mengejarnya.
Dengan senang hati mereka kembali ke tempat tongkrongan mereka untuk merayakan kemenangan mereka.
"Kau terlihat cukup kesal, Bara. Apa yang terjadi?" tanya Mahesa.
Dia adalah teman baik Bara, sejak setahun yang lalu. Tapi dibandingkan teman yang lainnya.
Mahesa sangat mengenal Bara, bahkan identitas nya yang sebenarnya, hanya dia satu satunya yang mengetahuinya.
Yahh, memang dalam tongkrongan, Bara tak pernah menunjukkan siapa dia sebenarnya.
Yang lain hanya berfikir dia anak kaya yang memberontak. Tanpa tahu seberapa berpengaruh keluarga Bara.
"Bukan urusanmu," balas Bara singkat.
Mahesa memandang tak percaya dengan jawaban Bara. "Sudah terlihat jelas dia dalam suasana hati buruk masih saja mengelak," batin Mahesa tak paham.
Dengan kesal Bara mengambil sebotol air mineral dan mulai membersihkan bagian tubuhnya yang kotor.
Meski tak terluka, karena dia selesai bertengkar sudah pasti penampilannya akan berantakan.
Setelah memastikan semuanya bersih, Bara pun berniat meninggalkan tempat itu. "Aku pergi."
Bara tak menunggu balasan dan langsung berjalan pergi.
Mahesa yang sedikit terlambat bereaksi pun mengejarnya. Beruntung dia tak tertinggal jauh.
"Mau kemana?" tanya Mahesa terkejut.
Tanpa menoleh sedikitpun, Bara menjawab.
"Ck, sekolah," jawab Bara santai. Mengingat wajah manis Fioni, dia kembali mempercepat langkahnya, dan meninggalkan Mahesa yang terdiam mematung.
"Apa katanya tadi, sekolah?!" gumam Mahesa tak percaya. "Ah, pasti dia ingin memberi pelajaran pada salah satu orang. Itu sebabnya dia kembali ke sekolah. Pasti benar begitu," lanjutnya menyimpulkan dengan percaya diri.
****
Berbeda dengan apa yang dipikirkan Mahesa. Bara kembali ke sekolah untuk menunggu Fioni pulang.
Seperti biasa dia akan mengikuti gadis itu seperti penguntit. Saat ini Bara sedang berada di bawah pohon di bagian ujung sekolah.
Dari sini dia bisa memperhatikan setiap siswa yang menuju ke gerbang sekolah.
Dengan tenang Bara menyandarkan tubuhnya, sembari memakan sebuah permen loly.
Fioni melangkahkan kakinya keluar dari gudang sekolah. Dia baru saja selesai menaruh beberapa peralatan olahraga.
Saat tadi dia melewati lapangan, guru olahraga meminta tolong padanya, dengan temperamen yang telah dia bentuk. Fioni pun jadi tak bisa menolaknya.
Karena pergi ke gudang Fioni pun jadi melewati tempat yang berbeda dengan siswa lainnya.
Dalam perjalanannya pikiran Fioni pun sibuk memikirkan banyak hal. Tapi dia tak memikirkan perihal pelajaran seperti biasanya. Pikirannya tertuju pada masalah yang Gebi ceritakan.
Bara Altair Johnson sebuah nama yang bahkan belum pernah dia dengar sebelumnya.
Memang masalah besar yang dia miliki sejak dulu, Fioni tak pernah mengingat nama orang. Dia cenderung melupakan nya jika itu bukanlah hal penting.
Apalagi Bara yang sepertinya tak pernah dia dengar, bagaimana dia bisa mencari orang itu untuk membantu Gebi.
Dengan pikiran berkecamuk, Fioni pun jadi tak memperhatikan jalannya, tanpa sadar di pun tersandung sebuah batu.
Bara menarik tubuh Fioni, memeluknya dengan erat, dan mencegahnya untuk jatuh. Dia sudah memperhatikan gadis itu sejak dia berjalan ke arahnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Bara dengan nada khawatir.
Fioni berdehem, melepaskan diri dari pelukan bara, dan berkata, "Aku tidak apa-apa, terima kasih."
Bara yang mendengarnya tak langsung percaya, menatap tubuh Fioni dari atas hingga bawah, memastikan tak ada luka apapun.
Fioni yang ditatap seperti itu, merasa canggung dengan kelakuan pria di depannya apalagi dia tak mengenalnya.
Namun, dia tak menunjukkannya dan dengan tenang tersenyum hangat. Menganggukkan kepala sebagai salam terakhir, Fioni pun meninggalkan tempat itu dengan jantung berdebar.
Tapi sudah pasti itu bukan perasaan cinta melainkan perasaan takut.
Baru setelah dia berada cukup jauh dan kembali ke keramaian, Fioni bisa menenangkan detak jantungnya.
"Dasar pria mesum gila. Aku akan menjauhi pria itu jika bertemu lagi," batin Fioni.
Seperti kata Fioni bahwa Bara adalah pria gila. Kelakuan Bara saat ini benar benar persis pria gila.
Sejak kepergian Fioni dia terus cengengesan dengan menciumi tangannya sendiri. Seolah dari tangan yang telah memeluk Fioni, masih tertinggal aroma manis dan lembut gadis itu.
Bara masih ingat persih bagaimana rasanya, begitu halus dan empuk, sangat pas berada di pelukannya. Kejadian kali ini membuat Bara semakin bertekad untuk memiliki gadis itu.
Otaknya kembali berpikir dengan keras, bagaimana bisa mendekatinya tanpa membuatnya takut. Apalagi bara tak pernah mendekati seorang gadis selama ini.
****
Fioni masuk ke dalam rumah, disana terlihat sang ibu tengah berkumpul dengan teman-temannya.
Meski dalam hati Fioni tak ingin menyapa. Dia tetap harus melakukannya jika tak ingin mendapat masalah.
"Salam, tante," ucap Fioni sopan dengan senyuman manis.
Banyak pasang mata yang melihat Fioni dengan berbagai pandangan.
Ada pandangan kagum, iri, bahkan yang biasa saja. Hampir semua orang dalam lingkaran tahu bagaimana background nyonya baru Sagara.
Dan banyak dari mereka yang iri melihat bagaimana Syahnaz memiliki anak yang luar biasa, bahkan mengalahkan anak mereka yang sudah di didik sedari kecil.
Farah yang memang tak memiliki pikiran buruk pun, angkat bicara, "Ah, Fioni sudah pulang kemari lah bergabung dengan kami."
Sebelum Fioni sempat menjawab, Syahnaz ibu fioni lebih dulu angkat bicara, "Kemarilah, duduk sebentar disini."
Mendengar titah sang ibu, Fioni pun tak jadi menolaknya. Dengan terpaksa dia pun duduk disana. Di bibirnya masih tersungging senyuman, sikapnya pun begitu anggun layaknya wanita bangsawan.
"Kamu sudah kelas 2 kan jika tante tak salah ingat. Apa kamu sudah memutuskan akan melanjutkan ke universitas mana," tanya Farah penasaran.
"Iya tante. Saya masih memikirkannya, lagipula masih setahun lagi," jawab Fioni patuh.
"Haha, anak ini pasti malu. Dia berniat ke Universitas nomor 1 di kota besar. Aku bahkan tak bisa melarangnya, padahal aku ingin dia tetap dekat disini. Tapi mengingat nilainya yang bagus, sayang bukan jika dia tak ke sekolah terbaik," kata Syahnaz dengan senyum sombong.
Fioni yang mendengarnya tak terganggu sedikitpun. Sedangkan, bagi yang lainnya itu merupakan hal luar biasa.
Bagaimanapun ini hanya kota kecil. Meski bisa dibilang mereka kaya. Tapi dibandingkan orang orang dari kota besar tentu saja.
Mereka yang tadinya tak antusias pun menjadi semangat untuk mendekati Syahnaz. Bagi mereka menjalin hubungan dengan sang ibu sama saja dengan dekat dengan Fioni.
Tapi tentunya pikiran mereka akan terbantahkan nanti. Karena saat Fioni sudah keluar dari rumah ini nantinya. Dia tak akan lagi peduli untuk berhubungan dengan sang ibu ataupun keluarga sagara.
Tentunya hal itu masih menjadi cerita di masa depan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!