Setiap orang pasti punya lukanya sendiri, luka karna dirinya sendiri atau luka karna ulah orang lain. Tak banyak dari mereka yang bisa mengobati lukanya masing-masing terkadang juga mereka menambah luka lain karna kecerobohannya sendiri.Seperti halnya hazel ia memendam lukanya sendiri yang terasa begitu menyakitkan setiap ia mengingat kenapa luka itu Sampai ada. Luka yang ditorehkan oleh pamannya sendiri pelecehan seksual, kekerasan, serta ia yang dipaksa berpisah dengan kakaknya sendiri karna alasan yang tidak ia ketahui.
Hidupnya kini hanya tentang melayani dan mengabdi pada pamannya, ia yang hidup sebatang kara ayah ibunya telah berpulang saat ia berusia tujuh tahun. insiden tak terduga yang menimpa ayah dan ibunya sangat membuat ia terpuruk begitupun saudara laki-lakinya.
Saat ia dan saudaranya tengah kebingungan bagaimana nasib mereka kedepannya, datanglah pamannya yang tak lain adalah adik tiri dari sang ayah. Kesan pertama yang mereka lihat dari sang paman adalah kesan yang baik karena saat pertama kali pamannya Semar Sutisna datang ia memperlakukan hazel dan saudaranya sangat baik dan lembut ia akan memberikan uang jajan pada mereka meski tak banyak tapi itu cukup untuk mereka berdua.
Setelah hampir tiga bulan pamannya mengantikan peran seorang ayah untuk mereka tiba-tiba pamannya pulang membawa seorang perempuan dan laki-laki paruh baya yang menatap saudaranya penuh harap.
"Gadis ini saudaranya?" Tanya si ibu yang tidak hazel ketahui namanya.
"iya Bu, lebih tepatnya saudara kembar. Jika ibu berminat saya akan memberikannya juga, namun ibu juga pasti paham kan?" Jawaban pamannya membuat kedua saudara itu bingung apa arti kata "memberikannya" yang Semar katakan
"owhh tidak.." tolak si laki-laki paruh baya itu "kami hanya butuh anak laki-laki" tambah si ibu dengan senyumannya.
Setelah percakapan itu hazel dan hazam dibawa masuk ke kamar oleh pamannya dengan hati-hati pamannya menyampaikan niatan kedua paruh baya itu.
"dengar paman hazam. kamu sekarang bereskan baju-bajumu kedalam tas ini" titah paman seraya memberikan tas yang ukurannya cukup besar.
"hazam mau kemana paman?" Tanya hazel dengan wajah khawatirnya.
"kenapa cuman aku yang harus memasukan baju ke dalam tas? Apa hazel tidak?" Tanya hazam penasaran.
"tidak, hazel akan tetap disini" sontak hazam kembali bersuara "kenapa?... Jika hazam pergi dengan siapa hazel nantinya!, lagipula aku tidak mau berpisah dengan hazel" ucapnya lantang.
Semar yang mendengar suara anak itu meninggi dengan sigap mengisyaratkan agar mereka tidak berisik "dengarkan paman dengan baik, paman tidak punya banyak uang untuk menyekolahkan kalian disekolah umum biasa, Uang yang paman miliki hanya cukup untuk memasukan kalian ke sekolah khusus perempuan atau laki-laki. Dan kebetulan paman dan bibi diluar itu merupakan pengurus sekolah khusus laki-laki dan paman mendapatkan bantuan untuk para anak yatim-piatu dengan potongan harga tiap anaknya"
Mereka yang mendengarnya saling menatap "bagaimana dengan hazel?" Tanya hazam cemas
"hazel juga akan dijemput lusa oleh pihak sekolah, tolong mengerti ya paman ingin kalian memiliki masa depan yang cerah dengan mendapatkan pendidikan. Paman janji paman akan menjenguk kalian setiap satu bulan sekali" Semar yang terus meyakinkan mereka bahwa perpisahan mereka adalah untuk kebaikan mereka juga.
Sampai akhirnya hazam pergi dan tentunya dengan tangisan hazel serta kesedihan hazam, namun setelah hari itu tidak ada lagi orang yang datang seperti yang pamannya katakan. Hazel yang selalu bertanya kapan ia akan dijemput hanya mendapatkan bentakan dari pamannya, bukan karna itu saja ia dibentak oleh pamannya terkadang hanya Karna hal kecil atau kesalahan kecil saja ia akan dimarahi bahkan sampai dicubit. Belum lagi semenjak hari itu urusan rumah diberikan kepadanya mulai dari beres-beres rumah Sampai memasak susah menjadi rutin nitasnya.
Tahun yang terus berganti juga terus menambah umur hazel, kini hazel sudah menjadi seorang gadis remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan pubertas seperti halnya anak perempuan diluaran sana hazel juga mendapat perubahan bentuk yang signifikan di beberapa bagian tubuhnya.
Hal itu ternyata tak luput dari pandangan dan pengawasan pamannya, saat usianya 16 tahun perubahan itu semakin terlihat ia yang nampak lebih menarik dan cantik membuat pamannya menyimpan perasaan yang tak seharusnya untuk keponakannya itu.
Hazel yang memang seorang anak yang pendiam bahkan nyaris tak pernah keluar rumah dan hanya bisa menghabiskan waktunya dirumah atau didalam kamarnya membuat ia tak pernah tau banyak hal atau perkembangan pengetahuan yang lambat. Hal itu membuat ia tidak pernah menyadari perbuatan pamannya yang kurang ajar.
Mulai dari pamannya yang sering bersentuhan dengannya atau kontak fisik sampai pamannya yang selalu membelikan ia pakaian yang bisa dibilang pendek. Namun ia tidak bisa perotes karna pamannya selalu mengatakan bahwa pakaian-pakaian tersebut adalah pemberian dari tetangga dan pamannya bilang itu memang pakaian model sekarang.
Namun ternyata hal itu tak membuat pamannya puas!, Sampai suatu malam pamannya dengan berani memasuki kamarnya dan mulai mel****kannya. hazel yang kaget karena sentuhan dari pamannya mulai memberontak karna sebodoh bodohnya ia, ia tau bahwa yang dilakukan pamannya adalah tindakan pel***han.
Dengan kesadaran dan keinginan untuk lepas dari pamannya memberikan kekuatan untuk mendorong pamannya sampai kedepan pintu kamar ia yang panik dan takut disertai air mata yang membasahi pipinya melontarkan ancaman pada pamannya.
"jika paman tidak keluar maka aku akan teriak agar semua orang tau siapa paman" karna ancaman hazel itu mau tak mau pamannya keluar dari kamar hazel dengan kejadian yang menimpa hazel ia menjadi lebih waspada dan menghindari pamannya.
Kembali pada kehidupan sekarang hazel tengah menyiapkan makanan untuk makan malam dengan lauk pauk seadanya.
"Setelah makan lap sepatuku hazel" titah pamannya hazel yang mendengarnya tak sedikitpun berniat menjawab. Seperti perintah dari pamannya hazel membersihkan sepatu yang akan dikenakan pamannya.
Semar yang melihat keponakannya membersihkan sepatu didepan pintu menuju dapur tersenyum aneh "kau tetap tidak mau menikah denganku?" Ya pertanyaan ini lah yah akhir-akhir ini pamannya tujukan untuk hazel,
"tidak, aku tidak mau. Apa kata tetangga nanti" ucap hazel dengan tenang "mereka tau aku dan kamu tidak memiliki hubungan darah jadi sah sah saja jika kita menikah"
Tak ada lagi jawaban atau suara dari hazel gadis itu memilih untuk pergi ke dapur setelah ia meletakkan sepatu pamannya.
Disisi lain pemuda berusia 16 tahun yang tengah duduk di atas kasurnya dengan secarik kertas berisi deretan Nomor telepon palsu yang diberikan oleh pamannya membuat ia meneteskan air mata, pikirannya terus tertuju pada saudaranya bagaimana hazel sekarang dimana ia tinggal apa dia baik Baik saja apa dia sudah makan dan banyak lagi.
POV HAZEL
"Aku kesepian kak, aku benar-benar kesepian aku sudah lupa rasanya bahagia itu seperti apa" aku terduduk lemas diujung ranjang tempat tidurku mendekap erat potret bahagia keluargaku.
"Lihat ayah lihat ibu, rumah ini bukan lagi milik kita. Tak ada potret masa kecil tak ada potret pernikahan kalian, tidak ada kenangan kita yang tersisa ayah, laki-laki tua itu sudah melenyapkannya" air mataku menetes membasahi bingkai foto entah sejak kapan tanganku mulai gemetar.
"Aku hanya bisa menyelamatkan ini, maaf kan aku....." Aku tak tau harus apa "aku hanya ingin pergi menemui mu hazam, tidakkah kamu mau pulang dan menjemput adikmu ini hazam" pikiranku kosong udara taklagi bisa aku rasakan, sakit yang terus aku rasakan setiap harinya sudah seperti hidangan untukku.
Tiada hari tanpa air mata, tiada hari tanpa rasa sakit ayah bisakan engkau datang dan memeluk erat tubuh rapuh putrimu ini, peluk aku seperti dulu kamu memeluku dan selalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. tak apa jika semua hanya kebohongan setidaknya aku merasakan lagi kasih sayang.
Sakit rasanya sakitt....dikurung bak burung dihina seperti anjing bahkan jika dibandingkan anjingpun lebih mulia dari aku ibu. Putrimu terus dilecehkan ibu aku tidak bisa menjamin bahwa aku tidak akan mendapatkan hal yang lebih buruk dari hari sebelumnya.
POV END
Setiap sudut kamar hazel dipenuhi Isak tangis yang menyayat hati menggambarkan betapa pilunya hidup gadis ini.
Tak berselang lama setelah menangis hazel tertidur dengan lelapnya, tuhan tau ia kelelahan. Setelah bangun dari tidurnya sekitar tengah siang saat matahari tepat berada di atas kepala, Hazel berdiri didepan jendela rumahnya ohh bukan tapi rumah pamannya. Setelah ia benar-benar memikirkan matang-matang rencana pelarian dari penjara pamannya ini.
Mengingat rumah ini berada dipedesaan yang jauh dari pemukiman tepatnya rumah villa yang dikelilingi kebun teh dan karet, rumah dipedesaan yang jauh dari suasana perkotaan yang sesak. Ia berjalan melihat kaca besar didepannya meski kaca itu terlihat tebal tapi ia yakin kaca ini pasti akan pecah jika mendapat tekanan yang kuat dari benda tajam atau tumpu.
Hazel mengambil balok kayu dan kapak besi dari gudang rumahnya ia tidak tau dimana pekakas rumah disimpan oleh pamannya, mungkin pekakas itu ada digarasi yang terpisah dari rumah tapi ia bersyukur bisa mendapatkan kapak dari gudang rumahnya.
Saat sudah didepan kaca ia mulai memberikan ancang-ancang untuk menghantam kaca rumahnya, ayunan keras kapak ditangannya tidak membuat kaca rumah pecah hanya ada retakan panjang pada kaca mungkin jika ia hantam sekali lagi menggunakan balok kaca akan terbuka atau pecah semua.
Hantaman kedua yang berasal dari balok kayu itu mampu memporak porandakan kaca rumah itu, dengan senyum puasnya hazel meraih tas besar yang berisi pakaian dan benda berharga yang ia curi dari kamar pamannya. Berlari tanpa arah sampai ke pemukiman desa didekat kebun teh ia berjalan dengan senyuman dan air mata yang tertahan harapannya untuk bebas sudah sangat dekat.
Disepanjang perjalanan banyak mata menatapnya mungkin karna ia nampak asing bagi warga disana.
"maaf neng, dari mana mau kemana?" Mendengar pertanyaan itu hazel gugup ia benar-benar gugup tapi dengan sedikit keberaniannya ia membuka mulut.
"saya mau ke kota pak" ucapnya gugup dengan wajah sedikit menunduk.
"Eneng ini siapa? Maaf saya banyak tanya soalnya saya kaya kenal sama Eneng ini" hazel yang mendengarnya memaklumi karna ia juga akan melakukan hal yang sama jika melihat orang yang ia rasa pernah dekat dengannya "saya hazel pak anak almarhum pak bagus, saya mau kekota mau susuk kakak saya" bapak dan beberapa warga yang mendengarnya sedikit kaget pasalnya Semar mengatakan bahwa kedua keponakannya disekolahkan dikota
"loh bukannya kamu sama kakakmu sudah lama pergi ke kota untuk sekolah?" Hazel yang belum sempat menjawab sudah mendengar perkataan warga yang membuat ia Panik warga itu berkata akan menyusul Semar ke ladang agar ia bisa kekota dengan diantar Semar.
"gak perlu pak gakpapa saya bisa sendiri ko ke kotanya lagian paman sedang sibuk, kalo begitu saya pamit pak Bu permisi" dengan tergesa-gesa ia berjalan menyusuri jalan kearah kota beberapa warga merasa ada yang janggal.
Hampir satu jam ia berjalan di jalanan tanpa ujung ini, panas dan dahaga kini semakin mendominasi dirinya dengan kelelahan ia duduk di tepi pembatas jalan dan jurang yang dibawahnya tepat hamparan dauh teh yang hijau. Lama terduduk, ia mendengar suara kendaraan yang mendekat tapat dikejauhan ia melihat mobil pickup menuju arah tujuannya dengan ragu ia melambaikan tangan ke arah mobil, ohh ayolah bagaimana cara menghentikan mobil ini.
Usahanya tak menghianati hasil mobil itu berhenti ia berjalan menuju pintu mobil nampak disana ada dua pria paruh baya dan satu wanita paruh baya yang perkiraan umurnya lebih tua dari kedua pria itu.
"Kenapa?..." Tanya pengemudi "butuh bantuan neng?" Sambung perempuan paruh baya itu, hazel yang mendengarnya menganggukan kepalanya.
"saya mau kekota, tapi belum menemukan angkutan umum pak. Boleh saya menumpang?" Tuturnya ramah semua orang yang mendengarnya bingung pasalnya mobil sudah penuh tidak mungkin jika menambah satu tubuh lagi.
"aduh neng mobil penuh ga bisa kalo ditambah satu orang lagi, memangnya kota mana yang mau Enang tuju?" Hazel diam ia tidak tau kemana ia akan pergi namun ia pernah mendengar bahwa kakaknya dibawa ke ibu kota.
" ibu kota paman saya mau kesana" jawab hazel mantap "arah tujuan kita sama neng, kalo mau kamu bisa ikut tapi duduk dibelakang ditempat sayuran" hazel menganggukkan kepalanya dengan tersenyum ia mengucapkan terimakasih.
"saya mau pak terimakasih banyak sudah membantu".
Hazel duduk diantara tumpukan sayuran ia diarahkan agar tetap berada disana dengan tubuh yang ditutup kain terpal bersama sayuran-sayuran itu ia tak keberatan selama ia bisa bebas dari pamannya.
Perjalanan kekota memakan waktu hampir lima jamnya dengan kelelahan hazel sempat tertidur untuk beberapa jam sampai suara kendaraan yang padat dan riuh membangunkannya, ingin rasanya ia membuka penghalang untuk melihat kendaraan apa yang suaranya begitu besar seolah membuat getaran karna kuatnya suara itu.
Ia mendapat celah untuk mengintip keluar pandangannya menyapu suasana diluar sana betapa terkejutnya ia begitu banyak kendaraan besar dengan roda yang banyak mobil yang diangkut oleh mobil lagi dengan panjang mobil pengangkut yang tidak pernah ia bayangkan, gedung menjulang tinggi sampai ia tidak melihat perkampungan disana.
"Jadi ini ibu kota" bisiknya pelan, apa mungkin ia bisa bertahan hidup di ibu kota sebesar ini.
Tak lama setelahnya mesin mobil berhenti terdengar dentuman dari pintu mobil yang terbuka lalu tertutup perlahan kain terpal yang menutupinya terbuka perempuan paruh baya itu tersenyum.
"sudah Samapi Jakarta, kami hanya bisa membantu sampai sini" hazel dibantu turun oleh perempuan itu dengan mata yang menyapu sekeliling hazel bertanya.
"Bu ini dimana?" Ibu itu tersenyum "ini ada di terminal kampung rambutan Jakarta timur, Eneng jalan aja kesana nanti disana bakal ada angkutan umum neng" mendengar itu hazel menganggukkan kepalanya.
" makasih ya Bu atas bantuannya, maaf saya ga bisa kasih apa-apa " hazel memiliki sejumlah uang yang ia curi dari kamar pamannya tapi ia ragu uang itu akan cukup atau tidak untuk biaya hidupnya selama belum mendapatkan pekerjaan. "Tidak papa kami ikhlas ko".
Berjalan gontai melihat bus bus yang berjejer ia tidak tau harus kemana dan dimana ia akan tinggal, hazel tidak mengenali siapapun dan tidak ada kerabat satupun. Ia pernah mendengar soal bibinya yang tinggal di ibu kota tapi masalahnya ia tidak punya alamat rumah bibinya. Mungkin ia akan mencari rumah disekitar sini yang disewakan dengan harga rendah.
"Apa tidak bisa jika kurang dari lima ratus ribu?" Hazel mencoba untuk mendapatkan harga sewa kos yang kurang dari lima ratus ribu karna yang yang ia curi dari pamannya saja hanya tujuh ratus ribu, jika diberikan Lima ratus ribu untuk sewa bagai mana untuk bekalnya nanti.
"Begini saja karna kamu pendatang baru dan masih belum punya pekerjaan....aku akan memberikan keringanan biaya untuk bulan pertama kamu hanya perlu membayar empat ratus ribu saja setelahnya biaya kembali normal lima ratus ribu"
Sedangkan disisi lain Semar mendapatkan kabar mengenai warga yang bertemu hazel yang hendak kekota, ia marah besar apalagi saat sampai dirumahnya kaca rumah yang pecah dan kamarnya yang berantakan membuat ia semakin naik pitam.
Beberapa orang telah ia utus untuk mencari hazel dengan imbalan yang besar, Semar benar-benar geram pada hazel yang telah berani meninggalkan rumah.
Hazel yang telah menyetujui tawaran dari Tante Siska mulai menempati kamarnya didalam kamar berukuran 2x3 ini terdapat satu lemari berukuran kecil dan satu kasur serta satu bantal dengan kamar mandi bersama diluar dan dapur umum juga.
Hazel mulai membenahi pakaiannya dan mengistirahatkan tubuhnya di ranjang, saat hari mulai malam perut hazel bergemuruh menandakan ia sudah benar-benar lapar,Ia beranjak dari ranjang menuju lemari dimana ia menyimpan sisa uang perbekalannya.
Setelah mengambil uang hazel keluar dari kamar kosnya hendak mencari makan malam, Ia berharap ada makanan yang dijual murah dikota ini.
Lama ia menyusuri jalanan yang masih padat pengendara namun belum juga ia menemukan pendatang yang sesuai dengan yang ia inginkan, ia ingin nasi goreng atau sesuatu yang padat. Lama setelah itu barulah hazel melihat ada penjual nasi goreng.
Saat sudah didekat penjual hazel membaca deretan menu diposter promosi ada nasi goreng telur, nasi goreng seafood, nasi goreng Pete dan masih banyak lagi.
"neng nya mau beli nasi goreng apa?" Tanya si penjual dengan ramah.
"saya mau nasi goreng biasa aja pak sama air mineralnya satu" si pedangang mengangguk sambil mulai memasak nasi hazel mencoba bertanya mengenai harga nasi gorengnya, sedikit terkejut mendengar harga nasi gorengnya yaitu dua puluh ribu ia tak terlalu heran kenapa bisa salah mengingat perkotaan yang padat penduduk dengan gedung gedung tinggi yang mengelilingi.
"Pak maaf saya boleh tanya ga?" Berdiri dengan was was takutnya ia menganggu pekerjaan bapak pedangang nasi goreng ini namun yang ia pikirkan mengenai orang-orang kota yang sombong ternyata salah bapak tadi mengizinkan ia banyak bertanya dengan tersenyum ramah.
"saya pendatang baru dikota ini pak" ucap hazel si bapak mengalihkan pandangan pada hazel.
" wah perantau toh, dari mana neng? Mau kuliah ya" hazel tersenyum lalu mengelengkan kepala.
" saya dari desa pak didaerah Bandung, tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari kakak saya pak" bapak penjual mendengarkan hazel sambil menyiapkan nasi goreng pesanan hazel.
"owalah cari kakaknya ya, ada alamatnya siapa tau bapak tau tempatnya" hazel menerima makanan yang penjual berikan ia menggelengkan kepala.
"gak ada pak kami berpisah sudah sangat lama bertahun tahun lalu" pedagang itu menganggukan kepala.
Disana tidak banyak yang membeli hanya ada hazel dan bapak pendangang itu " owwh iya pak, nama bapak siapa?" Penjual itu duduk disebrang meja yang hazel duduki "nama bapak Bejo kalo enengnya siapa?" Hanzel tersenyum "nama saya hazel pak" dengan mulut yang penuh nasi hazel menjawab ramah.
"Terus disini sama siapa neng?" Hazel diam sambil menundukkan kepala "saya sewa kamar kosan pak, kalo boleh saya mau minta tolong bapak untuk Carikan saya kerja atau bantu-bantu bapak disini jualan" pak Bejo yang mendengarnya meringis merasa prihatin pada anak gadis semuda ini.
"aduh neng bukannya bapak gak mau bantu tapi bapak juga sama susahnya neng jangankan untuk gaji karyawan buat biaya sewa pangkalan tiap bulannya saja bapak pusing" hazel memakluminya.
"iya pak gak papa saya juga paham pak". Makanan dipiring hazel sudah habis dia memberikan piringnya ke pak Bejo.
"pulang saja neng, Jakarta luas kamu saja belum tentu arah mau kemana mencari kakakmu" pak Bejo dengan hati-hati memberikan saran.
"saya gak punya tempat untuk pulang lagi pak, rumah di kampungpun sudah tidak ada" tolak hazel dengan suara rendah dengan kepala yang menerawang jauh kemasa lalu yang kelam.
"Jadi berapa pak?" Hazel mengeluarkan uang berwarna biru "dua puluh lima ribu neng" kembaliannya hazel simpan disaku bajunya "kalo Eneng mau, dipertigaan sana ada rumah makan yang cukup ramai pengunjung dan kebetulan bapak dengar mereka sedang mencari pekerja.
Keesokan harinya hazel datang ke rumah makan yang dimaksud oleh pak Bejo rumah makan ini cukup besar dan ramai pengunjung, ia masuk kerumah makan itu.
"maaf, apa benar rumah makan ini sedang mencari pegawai?" Tanya hazel pada salah satu pegawai yang sedang membersihkan meja.
Pegawai itu menatap hazel dari atas sampai bawah lalu mengangguk "kesana aja disana nanti tanya mana ruang Bu Tita" hazel mengangguk lalu menuju tempat yang pegawai tadi tunjukan saat sudah disana ada beberapa pegawai yang sempat meliriknya saat hazel melihat ada orang yang akan lewat ia kembali bertanya.
"maaf, ruangan Bu Tita dimana ya?" Orang itu melihat hazel sama seperti pegawai pertama melihatnya.
"saya tita, ada apa ya?" ujarnya.
Hazel tersenyum mekar "saya mau melamar kerja Bu" setelahnya hazel dibawa keruangan orang yang mengaku sebagai Bu Tita itu.
Setelah lama berbincang dengan pemilik rumah makan hazel diterima sebagai pekerja cuci piring di Restoran itu, ia akan bekerja dibagaian cuci piring dari pagi saat rumah makan akan dibuka sampai rumah makan tutup dan pastinya sebelum pulang semua peralatan dapur dan makan harus sudah bersih baru hazel boleh pulang. Untuk gaji sendiri ia diberi upah tujuh puluh ribu/hari dengan jatah malah siang satu kali serta tambahan makanan sisa penjualan jika tersisa boleh dibawa pegawai.
dan mulai hari ini ia sudah diperbolehkan untuk bekerja, hazel berharap ia bisa menyelesaikan pekerjaan tanpa masalah ia akan membangun silaturahmi yang baik dengan pekerja lain agar ia bisa bekerja dan memiliki teman.
saat tiba didapur ada pegawai yang memberikan sapu tangan untuk mencuci piring dan celemek anti air untuknya, saat tiba ditempat mencuci piring ia terkejut betapa banyak piring yang menumpuk disana padahal ini masih terlalu pagi untuk mendapatkan pengunjung sebanyak itu.
"sebagian piring cucian bekas pake kemarin, gak ada yang cuci" jelas salah satu pegawai yang tau keterkejutan hazel. owwh hari ini akan jadi hari yang melelahkan.
saat berjalan ke arah dapur ia diberikan sepasang sarung tangan untuk mencuci piring dan kain celemek.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!