NovelToon NovelToon

Pelayan Antagonis

Bab 1. Menjadi Pelayan Antagonis

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun tertunduk, pakaiannya terlihat berkelas menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Tangannya tertutup kemeja lengan panjang, dipenuhi oleh luka memar.

Brak!

Kali ini tubuh kecilnya ditendang oleh sang bibi."Anak sial! Jangan pernah bicara apapun pada ayahmu! Hubungi dia! Minta tambahan uang! Katakan kamu ingin diantar dengan mobil baru seperti teman sekelasmu!"

Anak itu menggeleng, sejenak berfikir kala rotan itu kembali mengayun di sekujur tubuhnya. Mencari titik yang berbalut pakaian. Sang bibi tidak ingin tindakan kekerasan yang dilakukannya ketahuan.

"Ini sakit, lenganku tidak dapat bergerak. Sakit... tolong..." batinnya menahan air mata agar tidak mengalir.

Tapi tidak juga dapat menghentikannya. Setetes air matanya pada akhirnya tidak tertahankan. Mengalir bermuara pada dagunya.

"Berani-beraninya anak haram sepertimu menangis!" Bentak sang bibi.

Kursi diayunkan pada tubuh kecilnya.

"Aku membenci bibi, aku benci ibu, aku benci ayah, membenci samua yang ada di dunia ini... lebih baik kalian mati, menjadi kepingan daging---" Kalimat dalam batin anak itu terhenti, kala menyadari dirinya tidak terkena pukulan.

Brak!

Kursi kayu itu mengenai punggung pelayan wanita di kediamannya. Bukan pelayan, lebih tepatnya anak pelayan. Edward, itulah nama sang anak laki-laki berusia 10 tahun membulatkan matanya. Menatap anak perempuan berusia 8 tahun yang terluka karena melindunginya.

Menyakitkan? Sudah pasti punggung anak perempuan itu dipukul dengan kencang. Tapi anehnya anak perempuan itu tersenyum pada Edward, hanya tersenyum. Kursi tersebut tidak hancur, hanya saja sudah pasti sangat menyakitkan, kala terkena pukulan benda keras.

Pupil mata Edward bergetar, membulatkan matanya, dalam air mata yang mengalir. Benar! Setetes air matanya kembali mengalir.

"Tuan muda bersabarlah..." Ucap anak perempuan itu lirih dengan bibir kecilnya.

"Berani-beraninya anak pelayan sepertimu! Aku sedang memberi pelajaran pada keponakanku!" Wilmar (bibi Edward) menarik rambut sang pelayan, benar-benar kencang.

"Nyo... nyonya, saya akan membujuk tuan muda. Tolong jangan pukuli lagi. Jika bekas lukanya terlalu banyak---" Kalimat sang anak berusia 8 tahun itu terhenti, kala Wilmar menghempaskan tubuh kecilnya ke lantai.

"Bujuk Edward! Kalian sama-sama anak sial! Pasti akan saling memahami." Wanita itu menatap sinis berjalan pergi meninggalkan anak laki-laki dan pelayan kecilnya itu.

"Tuan muda tidak apa-apa? Ingat! Jangan pernah menyimpan dendam. Hiduplah dengan semangat seperti bunga matahari." Pinta sang anak perempuan yang berusia dua tahun lebih muda darinya.

Anak yang menahan sakit di punggungnya. Memeluk Edward erat."Tuan muda boleh menangis jika ingin. Jangan menahan segalanya sendiri. Ada saya disini."

Perlahan air mata mengalir dari anak laki-laki berusia 10 tahun itu. Tubuhnya gemetar, bagaikan hanya memiliki pelayannya. Seorang anak pelayan yang sakit-sakitan dengan tubuh benar-benar rapuh.

*

Malam semakin menjelang, mereka saling mengobati, tersenyum bersama. Hingga kala Rachael (sang anak pelayan) akan meninggalkan kamar Edward. Edward memegang jemari tangannya.

"Aku takut, tidurlah disini..." Gerutu Edward ingin Rachel tidur di kamarnya.

Rachel mengangguk, tidur berdampingan dengan Edward kecil yang malang, tokoh antagonis dalam novel favoritnya.

*

Tunggu dulu! Tokoh dalam novel favoritnya? Apa yang sebenarnya terjadi?

Nama aslinya adalah Rania, wanita berusia 25 tahun penggila novel romansa. Seorang wanita yang bekerja keras untuk menjadi dokter, harus bekerja sambilan, sebagai pengantar paket, paginya bekerja sebagai pengantar koran dan susu.

Hanya tidur empat, terkadang tiga jam sehari untuk membiayai pendidikannya.

Hiburannya hanya satu, membaca novel online kesayangannya. Novel yang selalu ditunggu updatenya setiap hari, sebuah novel online berjudul, Gairah CEO Penggoda.

Tapi ceritanya tidak semenyenangkan judulnya. Tokoh utama prianya bernama Alfred Russel, seorang CEO tampan, seperti tokoh utama novel pada umumnya, kaya, berkelas, diincar banyak wanita, seorang Casanova sejati.

Bertemu dengan tokoh utama wanita bernama Alira. Wanita sederhana yang benar-benar cantik. Seperti novel romantis komedi pada umumnya, Alfred Russel jatuh cinta pada Alira yang hanya wanita biasa.

Wanita yang menarik baginya, karena kecantikan, kebaikan hatinya, serta terlihat tidak tertarik dengan Alfred, berbeda dengan wanita lain pada umumnya. Cinta yang berasal dari kata keramat novel atau komik romansa 'menarik,' berakhir dengan perasaan menggebu-gebu. Pertemuan ranjang dengan pemaksaan yang mendebarkan.

Sedangkan Edward merupakan antagonis sekaligus second male lead, jatuh cinta pada Alira karena Alira menjadi satu-satunya orang yang peduli dengannya. Edward dari awal berasal dari keluarga kaya, banyak mengalami penganiayaan di masa kecilnya. Hingga memiliki kelainan mental, psikopat, dapat dikatakan seperti itu.

Membunuh setiap orang yang membuat masalah dan dekat dengan Alira, terobsesi ingin memiliki dan membahagiakannya.

Alira yang polos dan sederhana di perebutkan dua orang predator.

Namun seperti akhir dari antagonis atau second male lead pada umumnya, akhirnya cinta Edward tidak berbalas, Alira mencintai Alfred. Sedangkan Edward berakhir mati bunuh diri di usianya yang ke 28 tahun, di hadapan Alira dan Alfred. Serta pihak kepolisian yang ingin menangkapnya, atas berbagai kejahatan pembunuhan yang dilakukannya.

Sebagai pembaca novel ini tidak adil bagi Rania. Semua pembaca mengatakan Edward pantas mati karena menghalangi perjalanan cinta Alfred dan Alira, dengan berbagai pembunuhan dan cara yang keji.

Tapi siapa yang tidak akan menjadi gila jika mengalami kekerasan yang intens di masa kecilnya?

Rania menangis membaca adegan saat Edward mati menembak pelipisnya sendiri dengan senjata api di bagian ending novel. Walaupun semua pembaca lainnya mengutuk Edward, dirinya malah berkomentar.

'Aku akan memeluknya Edward yang malang. Author br*ngsek, tidak punya rasa perikemanusiaan!'

Melawan para netizen, bahkan Rania memaki author, penulis novel online ini. Setelah menangis seharian membaca endingnya.

Semalaman tidak bisa tidur, ditambah dengan beban materi kuliah dan pekerjaan yang menumpuk. Tiba-tiba kepala Rania terasa sakit, hingga mengendarai motornya tidak stabil. Sebuah motor yang terjatuh dari jembatan gantung pada akhirnya.

Terjatuh ke dalam air sungai yang dalam. Beginikah akhir hidup Rania? Memejamkan matanya, tidak dapat bernapas lagi dalam air yang dingin. Hanya menatap ke arah sinar bulan yang samar.

Namun.

Tiba-tiba Rania terbangun di tempat yang tidak dikenalnya, dengan wajah dan usia yang berbeda.

Ketika mencari tahu apa yang terjadi, Rania menyadari satu hal, dirinya bertransmigrasi masuk dalam novel kesayangannya. Sebagi Rachel, tokoh yang hanya ada satu bait saja dalam cerita.

Rachel, seorang pelayan Edward yang mati pada usia remaja akibat penyakit yang dideritanya.

Benar! Rania masuk ke dalam novel yang dibacanya, sebagai Rachel kecil berusia 8 tahun. Sedangkan usia Edward, sang antagonis saat ini 10 tahun.

Pada awalnya depresi, itulah perasaan Rania yang masuk ke dalam novel sebagai tokoh bernama Rachel.

Tapi melihat kekerasan yang dialami Edward kecil. Hatinya terketuk untuk mengubah masa kecil sang psikopat, untuk menjadi anak normal.

Rencana yang matang disusunnya. Dirinya akan tinggal bersama Edward, hingga Edward dewasa. Menjadi pelayan kesayangan sang tuan muda, agar mendapatkan biaya sekolah dan perawatan hingga sembuh dari penyakitnya. Kemudian ketika Alira muncul di dalam hidup Edward, dirinya tinggal menjodohkan Edward dengan Alira. Melihat anak itu bahagia dengan wanita yang dicintainya.

*

Tapi apa benar segalanya dapat terjadi dengan mudah sesuai rencana?

Dirinya perlahan berbaring di samping anak laki-laki manis yang tidak terlihat berbahaya tersebut. Dua orang anak yang berbaring di ranjang besar bersama-sama. Sang pelayan dan tuan mudanya.

Tidak terlihat seperti penjabaran dalam novel aslinya. Pria dingin yang tersenyum setiap membunuh orang, itulah Edward dewasa yang tertulis dalam novel, Edward kecil terlihat manis, benar-benar imut.

"Rachel, jangan pernah pergi meninggalkanku ya?" Pinta Edward kecil pada anak perempuan yang lebih pendek darinya.

Rachel mengangguk."Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi. Sekarang tidurlah..." Jawaban dari sang anak berusia 8 tahun memeluknya.

Sepasang anak yang tidur bersama-sama. Namun, mata Edward perlahan terbuka, wajahnya tersenyum."Akan bersama selama-lamanya..." gumam sang anak laki-laki yang kesepian sepanjang hidupnya, tidak ingin kehilangan Rachel. Satu-satunya orang yang peduli padanya.

Alur cerita yang telah berubah dari awal. Bagaimana psikopat ini akan tumbuh dewasa nantinya?

Bab 2. Ucapkan Jangan Dipendam

...Cinta pertama bagaikan lolypop, terasa manis dan lengket. Diinginkan dalam waktu lama, mengobati hati kecilku yang terluka....

...Sedangkan cinta lainnya bagiku, hanyalah sayuran hambar....

Edward.

Kala itu dirinya mulai membuka mata, sekujur tubuhnya masih terasa sakit. Tirai tipis yang menutupi balkon telah terbuka.

Seorang gadis pelayan kecil itu berada disana."Selamat pagi tuan muda. Saatnya kita sekolah..." ucapannya telah berpakaian rapi.

Edward perlahan tersenyum, berjalan mendekati Rachel yang tengah menata meja makan. Anak berusia 10 tahun yang duduk disana, pandangan matanya hanya tertuju pada pelayannya.

"Kenapa dia melihatku? Apa di masa ini Edward sudah menjadi seorang psikopat? Dia akan memenggal kepalaku, lalu membawa mayatku menggunakan koper ke tengah hutan?" Itulah yang ada dalam fikiran Rachel, masih berusaha tersenyum memperlihatkan beberapa giginya yang sudah tanggal.

"Katakan pada bibi, aku akan menghubungi ayah. Meminta kiriman uang agar diantar menggunakan mobil baru." Kalimat dengan nada tenang darinya.

Rachel membulatkan matanya, dalam karya aslinya, Edward digambarkan sebagai sosok pendiam, tapi pemberontak. Mengapa sekarang menjadi penurut? Selain itu dalam karya aslinya, sasaran pertama pembunuhan yang dilakukan Edward adalah bibinya. Itu terjadi saat usia Edward 12 tahun.

Jika tidak salah ada adegan dimana Edward dewasa tersenyum sambil meminum wine, mengingat bagaimana dirinya meracuni sang bibi hingga mati tanpa meninggalkan bukti. Tapi ini? Kenapa jadi penurut begini?

Anak berusia 10 tahun itu masih tetap tersenyum, menatap ke arah Rachel."Makanlah bersama..." kalimat darinya.

Rachel berusaha tersenyum, kembali pada misi awalnya. Dirinya akan membuat masa kecil Edward yang kelam menjadi lebih baik. Kemungkinan menjodohkannya dengan tokoh utama wanita. Baru setelahnya dirinya dapat hidup bebas, menjadi seorang dokter di tempat ini.

Rachel mulai duduk, matanya menelisik. Jiwa seorang psikopat belum terbentuk sama sekali. Anak ini masih terlihat normal.

"Tuan muda tidak mandi dulu?" tanyanya menatap Edward menikmati sarapan.

"Nanti saja setelah sarapan. Karena kamu akan meninggalkanku saat aku mandi bukan?" Anak laki-laki itu tersenyum ramah padanya, masih memakai setelan piyamanya.

Ini gila! Bagaimana anak semanis ini di masa dewasanya dapat menjadi pria keji. Pembunuh berantai, yang memiliki kekayaan dan kekuasaan.

Rachel mengangguk, mengambil satu buah apel. Dengan cepat dimasukkan ke kantongnya."Saya sudah mengambil apel, saya sarapan di sekolah saja," ucapnya, hendak berjalan pergi.

"Ucapkan perpisahan pada teman-teman di sekolahmu. Aku akan meminta ayah agar kita satu sekolah." Satu lagi kalimat demi kalimat tanpa senyuman, yang tiba-tiba saja pudar.

Rachel kembali berbalik, menggunakan dua jari telunjuknya, menaikkan sudut bibir Edward."Jika ingin berteman katakan saja! Banyak-banyaklah tersenyum. Aku suka jika kamu tersenyum."

"Aku akan tersenyum..." Ucap Edward pada akhirnya. Menatap Rachel berjalan meninggalkan ruangan.

Sejenak ruangan itu kembali hening. Edward terdiam sejenak, matahari belum terbit sama sekali. Mengigit bagian bawah bibirnya sendiri, membenci hal yang dilakukannya. Dirinya harus merengek pada ayah yang mengacaukannya, agar sang bibi tidak memukulinya. Dulu dirinya akan menolak.

Tapi semalam benar-benar menyenangkan baginya. Memiliki seseorang yang peduli padanya.

*

Berada di sekolah yang berbeda dengan Rachel, yang masuk ke sekolah negeri. Dirinya bersekolah di sekolah swasta. Tidak ada teman atau hal yang menarik baginya.

Berjalan melewati satu persatu lorong. Beberapa siswa dan siswi hanya mengamatinya dari jauh, seperti biasa. Semua orang mendekat pada orang yang ramah. Tidak seperti dirinya yang malas menghadapi dunia.

Ibunya seorang wanita penghibur yang mati saat melahirkannya. Ayahnya terlalu sibuk dengan bisnisnya, pengasuh? Dirinya pernah memiliki seorang pengasuh. Tapi hanya cubitan dan suruhan keras menahan tangis yang didapatkannya.

Jadi manusia tidak boleh menangis? Apa manusia hanya seonggok daging yang dapat berjalan? Itulah yang ada dalam fikirannya.

Tidak ada yang berani menggangunya di tempat ini, ayahnya memiliki status tinggi penyebabnya.

"Kamu harus lebih banyak tersenyum." Kalimat Rachel diingatnya. Dirinya perlahan berusaha tersenyum, mungkin dalam fikirannya hanya Rachel adalah manusia sesungguhnya. Yang lainnya hanya sesuatu yang tidak berarti.

*

Sudah waktunya pulang dari sekolah. Nilai? Semua nilai dalam mata pelajarannya selalu sempurna. Beberapa anak memamerkan nilai mereka yang hanya 80.

Apa yang harus dibanggakan? Ini hanya kertas kosong. Edward melipat kertas nilainya yang bertuliskan angka 100, menjadi origami berbentuk bangau putih. Tidak peduli lembaran itu sedikit robek.

"Dia yang mendapatkan nilai tertinggi." Ucap salah seorang siswa menunjuk ke arah Edward.

Salah seorang orang tua siswa mendekatinya."Nak, anakku mendapatkan nilai yang rendah. Mungkin jika berteman dan bergaul denganmu."

Edward menatap tajam, kemudian tersenyum."Nilainya buruk? Itu bagus! Karena jika semua orang nilainya sama 100, kecerdasanku tidak akan diakui."

Orang tua siswa itu hanya dapat menghela napas kasar. Berusaha bersabar menghadapi anak ini. Ini hanya anak kecil, mungkin itulah yang ada dalam pemikirannya.

Sedangkan wajah Edward kembali tanpa ekspresi menunggu jemputannya datang. Ingin segera meninggalkan tempat membosankan ini. Tempat dimana semua orang bebas tertawa.

*

Sifat Rachel yang pendiam belakangan ini memang berubah baginya.

"Tuan muda! Selamat ulang tahun!" Teriaknya membawa cup cake paling murah yang dapat ditemukannya. Bahkan tanpa hiasan lilin sama sekali.

"Yang penting kue! Anak-anak suka kue! Nak! Kalau sudah besar nanti jadilah orang normal dan hiduplah bahagia dengan Alira." Batin Rachel yang sejatinya lebih muda dua tahun dari Edward.

"Ini untukmu..." Edward tersenyum, walaupun senyuman itu terlihat kaku, memberikan lipatan origami berbentuk bangau pada Rachel.

"Bagusnya!" Ucap Rachel berusaha terlihat kagum. Tidak ingin wajah manis itu kecewa.

Menerbangkan origami bangau, walaupun tidak dapat terbang. Membuat Edward tertawa kecil.

Namun, cup cake di tangan Edward direbut seseorang.

Prang!

Piring kecil itu pecah. Tubuhnya didorong oleh Tamtam sepupunya, hingga membentur sudut meja. Kepalanya sedikit mengeluarkan darah.

"Cuma segitu saja jatuh!" Tamtam mengalihkan pandangannya. Hanya cup cake jelek tanpa hiasan. Melempar kemudian menginjaknya."Aku fikir kue enak, ternyata cuma makanan pinggir jalan yang murah."

Edward hanya tertunduk diam saat itu. Memikirkan bagaimana manusia dapat begitu merusak dan menjijikan. Dirinya ingin lepas dari tempat ini, apa jika sepupunya mati suasana akan lebih tenang?

Menggigit bagian bawah bibirnya sendiri, ini benar! Manusia hanya tumpukan daging yang dapat bergerak. Jika menghalangi jalan, menyayatnya juga bukan hal yang buruk.

Namun, Rachel yang lebih pendek bergerak cepat, mendorong tubuh Tamtam hingga tersungkur.

"Kamu ini menumpang! Berani-beraninya pada tuan muda!" Teriak Rachel pada akhirnya, tidak tahan melihat adegan pembullyan.

"Gendut! B*bi! Serakah! Tamak!" Teriakkan Rachel kembali terdengar.

"A...apa yang kamu katakan!?" Bentak Tamtam, tersungkur di lantai. Setelah didorong oleh anak pelayan yang bertubuh lebih kecil.

"Tuan muda! Jika kesal katakan saja! Jika mereka sampah, balaslah lebih buruk dari sampah!" Suara Rachel terdengar. Anak itu mengepalkan tangannya, haruskah berteriak pada seonggok daging yang kebetulan dapat berjalan (Tamtam) ini. Tapi dirinya tidak ingin mengecewakan Rachel, menelan ludah memikirkan umpatan yang sesuai.

"Or... orang gemuk." Hanya itulah kata yang keluar, membuat Rachel dan Tamtam diam tidak percaya. Apa anak ini tidak dapat berkata kasar sedikitpun?

Bab 3. Blood

...Kelopak mawar merah yang jatuh ke atas darah. Itulah caraku mencintaimu....

...Tidak peduli tetesan darah, yang menyerupai merahmu. Makna indahnya tidak akan berkurang....

Edward.

Cup cake itu ditatapnya. Hadiah ulang tahun yang didapatkannya secara langsung untuk pertama kali. Ayahnya selalu menitipkan pada sang sekretaris. Tidak ada perayaan khusus untuknya. Anak perempuan di sekolahan hanya cekikikan, begitu berisik, meletakkan hadiah di mejanya.

Tapi hadiah ini dari Rachel? Dirinya terdiam, senyuman menyungging di wajahnya.

"Dia hanya seonggok daging yang kebetulan dapat berjalan. Tidak penting dalam hidupku." Itulah yang ada dalam otak Edward saat ini, memungut cup cake yang sedikit hancur itu. Tamtam? Bukanlah hal yang penting baginya.

"Rachel, ayo kita ke kamar dan menyalakan lilin." Ucapnya tersenyum, anak yang dapat tersenyum tulus.

"Emmm!" Rachel mengangguk, tersenyum mengikutinya.

"Edwardku yang manis! Saat dewasa nanti kamu tidak akan menjadi pembunuh berantai seperti dalam novel. Astaga! Betapa dewasa dan baiknya anak ini! Bahkan berkata-kata kasar saja tidak bisa!" Batin Rachel, ingin berteriak rasanya. Mengubah alur dan sifat tokoh kesayangannya.

Berjalan mengikutinya, langkah demi langkah.

Hingga.

Brak!

Tamtam yang emosi melempar asbak, namun sedikit meleset hampir mengenai bahu Rachel."Ka...kamu hanya pelayan! Dan satunya lagi anak haram! Berani-beraninya kalian padaku!" teriaknya.

Asbak yang terjatuh di lantai. Senyuman menyungging di wajah Edward. Anak itu tertawa kecil memungut asbak. Suasana hening sejenak, entah kenapa Tamtam menelan ludahnya kasar.

"Hutang harus dibayar cepat atau lambat..." kalimat yang diucapkan Edward dengan darah yang mengalir dari pelipisnya. Akibat benturan sudut meja yang sebelumnya dialaminya. Tapi anehnya kala darah itu mengalir, sudut bibirnya masih terangkat.

"E... Edward ayo kita ke kamar, sekalian obati lukamu. Ingat kamu boleh mengumpat atau berkata-kata kasar. Tapi tidak boleh menyimpan dendam." Kalimat manis dari Rachel. Dijawab dengan anggukan oleh Edward.

Sementara entah kenapa Tamtam gemetar, menelan ludah kasar. Mungkin sebuah insting untuk bertahan hidup. Dirinya yang melukai Edward, tapi entah kenapa dirinya sendiri yang ketakutan.

*

"Rachel, ini menyakitkan..." Ucap Edward kala Rachel mengobati pelipisnya.

"Betapa manisnya! Boleh aku mencubit pipimu!" Ucap Rachel gemas, tangan kecilnya yang baru saja mengobati luka Edward, mulai bergerak mencubit pipinya pelan. Rasanya benar-benar kenyal dan lembut. Ini gila! Tidak mungkin anak ini tumbuh menjadi seorang psikopat.

"Berbaringlah!" Edward menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Diikuti oleh Rachel.

"Kita adalah teman. Teman tidak akan saling meninggalkan. Jadi kamu tidak boleh meninggalkanku sama sekali!" Ucap anak laki-laki berusia 10 tahun itu, memeluk anak berusia 8 tahun erat.

Rachel mengangguk."Kita adalah teman, teman tidak akan meninggalkan temannya. Kecuali kamu sudah memiliki pasangan untuk hidup bersama."

"Jadi teman memiliki batas waktu untuk bersama?" pertanyaan dari Edward. Sedangkan Rachel memeluknya menepuk punggungnya. Berharap dapat menenangkan pemeran antagonis yang memiliki kehidupan masa kecil yang buruk ini.

Rachel mengangguk, berucap tidak sesuai usianya. Ingat! Dirinya hanya Rania pembaca novel yang entah bagaimana dapat terjebak dalam dunia di novel yang pernah dibacanya."Memang memiliki batasan. Suatu hari nanti kamu akan menemukan orang yang kamu cintai seperti pangeran menemukan putri yang cantik. Aku juga sama, saat dewasa nanti aku akan menemukan seorang."

Anak laki-laki itu hanya terdiam, mengeratkan pelukannya. Tidak ada kalimat yang diucapkan olehnya.

*

Hari ini Rachel memecahkan celengannya. Dirinya merupakan anak pelayan di tempat ini. Ibunya yang merupakan seorang pelayan melarikan diri dua tahun yang lalu, meninggalkannya di rumah besar ini. Sedangkan ayahnya seorang supir di kediaman ini, sudah meninggal tiga tahun yang lalu.

Dirinya sebatang kara, sudah bagus tidak dititipkan di panti asuhan. Jadi hal yang dilakukan saat ini, sebagai tokoh sampingan penuh perencanaan adalah, menempel di kaki tokoh antagonis (Edward).

Sudah dua bulan dirinya terjebak dalam dunia novel yang baginya aneh ini. Novel yang sejatinya berlatarbelakang dunia modern. Tapi mengingat cerita novel seharusnya dimulai ketika Alira (tokoh utama wanita) bekerja. Jadi saat ini, masih merupakan jaman dimana teknologi belum begitu maju.

Jangankan smart phone, bahkan warnet saja tidak ada. Karena itu untuk mendapatkan tunjangan pendidikan, kemewahan sebagai pelayan, uang jajan yang banyak. Eh, salah! Maksudnya demi menyelamatkan nyawa banyak orang yang akan dibunuh Edward di masa depan, serta demi masa kecil Edward yang bahagia. Dirinya harus menghubungi ayah kandung Edward yang tinggal di luar negeri.

Mengatakan bagaimana Edward mendapatkan kekerasan dari bibi dan pamannya yang gendut dan serakah. Membawa setumpuk uang tabungannya yang sejatinya tidak seberapa. Berbekal nomor telepon internasional milik ayah Edward. Dirinya mendatangi wartel (warung telekomunikasi, mirip tempat telepon umum. Tapi tidak menggunakan koin, berbayar sesuai panggilan).

Dirinya mulai membuka salah satu bilik. Tangannya bergerak cepat menekan nomor tersebut tidak sabaran.

"Good afternoon, who is itu?" pertanyaan dari seseorang dari seberang sana.

"Saya pelayan Edward! Bisa bicara dengan tuan besar!?" tanyanya cepat, menelan ludah menatap cepatnya saldo yang berjalan.

"Tunggu sebentar." Kalimat yang diucapkan sang sekretaris. Hingga suara seorang pria lainnya terdengar.

"Ada apa?" Suara yang benar-benar berkharisma. Tapi sekali lagi, saldo yang terus berjalan membuat anak itu tercengang.

"Tuan! Ini saya pelayan Edward! Tuan muda dihajar! Dipukuli! Bahkan diminta mengatakan ingin mobil baru! Padahal mobil barunya digunakan oleh ayah dan ibunya Tamtam!" Kalimat singkat cepat super kilat dari Rachel, mematikan panggilan dengan cepat. Menghirup napas dalam-dalam. Ingin menangis rasanya, uangnya yang bertumpuk-tumpuk habis hanya menyisakan 700 rupiah. Hanya untuk panggilan internasional sialan.

"Uangku!" teriak Rachel menangis pada akhirnya. Gila! Betapa mahalnya komunikasi di jaman ini. Dengan cepat menghapus air matanya sendiri."Tidak boleh seperti ini. Ini namanya investasi! Setelah Edward berjaya, selaku lintah kecil yang menempel di kaki antagonis maka aku akan menjadi lintah gemuk."

Itulah yang ada dalam fikiran Rachel. Senyuman menyungging di wajahnya. Sudah dapat menerima dirinya bertransmigrasi ke dalam dunia pararel ini. Yang harus dilakukannya hanya hidup dengan baik. Menjadikan antagonis yang ditempelinya berjaya, menjodohkannya dengan pemeran utama wanita.

Setelah itu dirinya dapat hidup bahagia selama-lamanya. Walaupun dirinya tidak yakin, karena Rachel dalam cerita novel asli hanya terdapat dalam beberapa baris kalimat. Mati karena sakit parah saat masa remaja Edward.

Tapi dirinya dan Rachel dalam novel kan berbeda. Rachel dalam novel hanya anak pelayan pemalu, sedangkan dirinya adalah lintah yang menempel pada tuan muda. Apalagi dirinya di kehidupan sebelumnya merupakan calon dokter.

Senyuman menyungging di wajahnya. Dirinya membayar menggunakan banyak uang receh pada penjaga wartel. Kemudian membawakannya oleh-oleh untuk Edward.

*

Sementara di tempat lain.

Edward tersenyum dari balkon kala seekor anj*ng tetangga kebetulan lewat, sedangkan Tamtam tengah memakan donat di atas ayunan. Meniup peluit khusus, peluit yang tidak mengeluarkan suara.

Anehnya anj*ng yang kebetulan lewat itu bagaikan terganggu. Berlari ke arah Tamtam tanpa menggonggong.

"Agghhh! Sakit tolong aku!" teriak Tamtam, kala sang anj*ng menyerang dirinya.

"Errgh!"

"Errgh!"

Dua orang pelayan mencoba menyelamatkan Tamtam. Memukul anj*Ng itu menggunakan balok kayu.

Namun, cakaran, gigitan. Berapa jahitan yang akan diterima Tamtam! Entahlah anak itu hanya menangis dimasukkan ke dalam mobil. Hendak dibawa ke rumah sakit.

Sedangkan Edward hanya terdiam. Masih duduk di balkon kamarnya, wajahnya tersenyum kala angin lembut itu menyapa. Peluit khusus yang suaranya hanya dapat didengarkan anj*ng atau kelelawar, itulah yang baru saja dibunyikannya.

"Kalian boleh menyentuhku. Tapi tidak untuk menyentuh Rachel..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!