NovelToon NovelToon

SENJA DI MEKAH

Pria Tampan di Paris

Paris, awal bulan Januari.

Cuaca sangat dingin. Inilah puncak musim dingin di Paris.

Delisha duduk di salah satu meja kafe mini sambil meneguk minuman hangat.  Pandangannya terarah ke luar, menatap keindahan kota Paris, tak bosan meski setiap hari inilah yang menjadi pemandangannya.

Merasa tubuhnya sudah lebih hangat, Delisha bangkit.  Namun dua lelaki berambut pirang yang berjalan di gang dekat mejanya berhenti hingga membuat tubuh Delisha terhuyung mundur.  Ia mempertahankan kakinya supaya tetap tegak berdiri.

“Hei, Nona cantik.  Mau lewat?  Silakan, lewatlah!” Pria berperawakan kurus dan tinggi itu menunjuk jalan di depannya yang sempit.

Seharusnya pria itu segera menyingkir dan pergi jika ingin memberi jalan untuk Delisha.  Tapi dia terlihat sengaja melakukannya hanya untuk menggoda Delisha.

“Apa kabarmu, Nona Cantik?  Aku suka dengan wajahmu.  Kau cantik dan… Indah.”  Pria gondrong bertubuh agak pendek menatap tubuh Delisha dengan liar.  Dia menyenderkan lengannya ke pundak temannya.

“Jaga bicaramu!”  Delisha menatap tajam.

“O wow... Dia marah.  Aku takut sekali.”  Lelaki gondrong mengejek.  Tak juga menyingkir dari pandangan Delisha, salah satu tangannya malah terjulur ke arah Delisha hendak melecehkan.

Kesal, Delisha meraih gelas dan memecahkannya di meja, lalu mengarahkan bekas pecahan pada pria itu.

“Pergi atau kutusuk kau dengan ini!” Delisha megancam.

Lelaki bertubuh kurus maju dan meraih lengan Delisha dengan gesit sebelum sempat Delisha berkelit.

Kegaduhan membuat sejurus pandangan penghuni kafe menoleh ke sumber suara.

“Stop!  Tolong lepaskan!” Seorang lelaki dengan perawakan tegap, kulit sawo matang muncul.  Di kepalanya mengenakan penutup kepala berwarna putih, sering disebut kopiah.  Jelas dia adalah seorang muslim.

Dua lelaki berambut pirang yang merupakan warga Negara Belanda itu menatap sinis.  

“Siapa kau?  Beraninya mengguruiku, hm?” Lelaki kurus melangkah maju mendekati pria lelaki berkulit sawo.  “Apa kau berani padaku?  Kau ingin menunjukkan kekuatanmu?”

“Dalam ajaranku, dilarang menyelesaikan masalah dengan kekerasan.  Tindakan anarkis dan kekerasan hukumnya terlarang.  Karena itu akan mendatangkan berbagai macam fitnah dan huru-hara.  Tidak akan mungkin akan tercipta perdamaian bila terjadi tindakan anarkis."

Dua lelaki pirang bertukar pandang. 

"Anda bersikap kasar dan tidak sopan pada wanita," sambung lelaki badan tegap.

"Kenapa kau ikut campur?" Si kurus hendak melayangkan tinju.

"Anda akan dikenai sanksi besar saat membuat keributan. Lihat peringatan di pintu masuk!" Si pria bertubuh tegap menunjuk pintu, dimana ada peringatan jelas melarang pengunjung membuat keributan karena akan dikenakan denda.

Sontak si kurus menghentikan layangan pukulan. Uangnya tidak cukup jika untuk membayar denda.

"Aku bisa membunuhmu kalau aku mau, aku hanya sedang tidak minum alkohol saat ini sehingga mengalah," geram si kurus yang gengsi bila mengakui kesalahannya.

"Jika Anda membunuh seorang manusia bukan karena peperangan membela diri, maka seakan- akan Anda telah membunuh manusia seluruhnya. Hindari itu!" Pria berkulit sawo matang berbicara tegas.

Kalimat itu mampu membekuk lawan bicaranya hingga lawannya itu terdiam, kemudian kedua pria pirang itu melangkah pergi. 

Begitu mudah si pria kulit sawo matang menyelesaikan masalah dengan kata- kata sederhana. 

Delisha membeku di tempat menatap wajah tampan pria di depannya. Beberapa minggu lalu ia pernah bertemu pria itu sebelumnya, sudah dua kali si lelaki menyelamatkannya. 

"Thank you!" ucap Delisha.  Jaket tebal melapisi tubuhnya, ia nyaris seperti penguin, dibungkus pakaian khas musim dingin, sepatu boot melapisi kaki lengkap dengan kaus kaki, kaus tangan, dan topi yang melapisi kepala sampai ke telinga.  Hampir seluruh tubuhnya tertutup, hanya wajah saja yang kelihatan. 

"Aku orang Indonesia.  Santai saja berbahasa Indonesia!" Lelaki itu berkata sopan.

Senang sekali Delisha bertemu orang Indonesia di negeri itu, nyaris seperti bertemu tetangga, padahal mereka baru bertemu dua kali.

Bersambung

Malaikat

“Sebagai ucapan terima kasih, ijinkan aku mentraktirmu makan!” ucap Delisha dengan senyum ramah.

“Aku tidak makan.”

Delisha mengangkat alis.  "Ayolah, ini tempat makan, bukan tempat bermain kan? Kalau kau tidak makan, kenapa kamu ada di kafe ini? ”

“Untuk membeli ini.”  Lelaki itu mengangkat dua kotak makanan.  “Bukan untukku, tapi untuk sepasang suami istri yang tidak berpuasa karena sudah tidak kuat lagi menjalankan ibadah puasa.  Ini bulan ramadhan, dan aku sedang berpuasa.”

“Oh… ya ya, aku mengerti. Bagaimana aku bisa lupa bahwa ini bukan ramadhan?”  Delisha mengangguk.  "Kamu mau keluar, kan? Ayo, kita keluar sama-sama." Delisha melangkah duluan.

"Maaf, ijinkan aku yang berjalan di depan." Lelaki itu menahan langkah Delisha dengan kata-katanya itu. 

Meski mengernyit heran, namun Delisha menyingkir untuk memberi akses jalan pada Danish. Ia tidak mengerti dengan jalan pemikiran pria itu, kenapa lelaki malah memilih berjalan di depan wanita? 

Lorong antara meja yang sempit tidak memungkinkan mereka berjalan berdampingan.

"Bukankah lebih baik perempuan yang berjalan di depan? Lelaki akan dengan mudah menjaga perempuan saat dia berjalan di belakang perempuan, sebab dia akan langsung tahu bahaya apa yang ada pada si perempuan." Delisha berusaha mendapatkan penjelasan. Ia melewati pintu yang dibuka oleh pria itu.

"Perempuan merupakan makhluk yang terjaga kehormatannya. Adab yang benar adalah perempuan berjalan dibelakang laki-laki, bukan untuk menjadikan wanita sebagai makhluk yang tak pantas terdepan, tapi justru adab ini memuliakan wanita."

Delisha hanya tersenyum meski belum memahami. Apa maksud lelaki tampan ini?

Sebelum sempat kebingungan makin merajai, lelaki itu melanjutkan, "Sebab, saat laki-laki berjalan dibelakang wanita, maka tidak bisa dipungkiri, ia akan melihat lekuk tubuh wanita, dan akan memperhatikan bagaimana cara jalannya. Kemungkinan untuk terjadi kemaksiatan selanjutnya sangat besar. Adab ini menunjukkan bahwa Islam sangat memuliakan wanita. Pada masa jahiliyah, perempuan tidak ada harganya, namun islam datang membawa syariat bahwa wanita harus dimuliakan dan dijaga kehormatannya." 

Penjelasan sangat lengkap. Delisha mampu menangkap dengan takjub.

'Allahu Akbar Allahu Akbar...'

Adzan berkumandang, suaranya tidak jauh dari restoran, sebab memang restoran itu adalah restoran seorang muslim.

Tak tahu mengapa, Delisha mengikuti pria itu hingga berhenti di depan masjid.  Inilah kondisi saat ramadhan di Paris, masjid dipenuhi oleh kaun Adam yang berlomba menabung pahala.

“Di bulan suci ramadhan ini, yang benar- benar kami rindukan adalah masjid, doa, berbuka puasa, shalat malam dan semua kegiatan yang berkaitan itu.  Maaf, aku terlalu banyak bicara.”  Danish terlihat sangat antusias dengan ibadahnya hingga tanpa sadar mencurahkan perasaannya akan kedatangan bulan ramadhan.

"Ayo, masuk! Sudah adzan, nanti kau menjadi masbuk saat terlambat shalat." Pria itu mendesak sambil melangkah menuju area wudhu. Namun melihat Delisha yang hanya diam, pria itu berhenti dan mengernyit. "Apa yang kau tunggu? Cepat! Jangan melamun! Lebih awal akan lebih baik."

"Aku tidak shalat."

"Oh, maaf. Aku tahu wanita ada masanya dilarang shalat." Lelaki itu kembali berjalan.

"Hei, tunggu! Siapa namamu?" Delisha sedikit berteriak.

Pria itu menoleh singkat dan menjawab, "Danish."

Nama yang bagus. Delisha mengenang nama itu di pelupuk matanya. Sampai kini, sudah beberapa bulan berlalu, nama itu terus terngiang di telinganya. 

Danish seperti malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkannya.

Bersambung

Pertolongan

Beberapa bulan lalu, Delisha keluar dari night club tengah malam dengan keadaan berlari kencang, dikejar lelaki sekira umur empat puluhan tahun. 

Delisha tersandung dan terjatuh.  Ia mengira nyawanya akan berakhir malam itu juga.

Lelaki sangar yang mengejarnya itu pasti tidak akan mengampuninya.  Namanya Eshaq.  Membunuh adalah hal mudah baginya. Dia terkenal garang, atau bisa dibilang psikopat ulung. Delisha menyesal pernah berurusan dengan pria itu.

Sebelum sempat Delisha bangkit, tendangan dan pukulan dilayangkan ke tubuh Delisha. 

Jalan sangat sepi, tidak memungkinkan ada orang yang melihat kejadian itu. 

Lelaki itu menghunuskan pisau ke arah perut Delisha yang terbujur di tanah dengan leher dicekik tangan kekar pria itu. Namun pisau tertahan di udara, Danish muncul di waktu yang tepat. Dia menahan pisau itu.

"Bukan dengan membunuh maka masalah akan selesai!" Danish memegangi pisau yang juga dipegangi oleh lelaki bertopi hitam itu. Ujung pisau hampir mengenai leher Delisha saat lelaki bertopi menekan sangat kuat.

Danish menampik pisau dan berhasil terlepas dari pegangan lawannya.  Pisau terlempar dan tergeletak di tanah.

Dengan membabi buta, lelaki bertopi beralih melayangkan pukulan ke arah Danish yang dianggap sudah ikut campur.  Namun semua serangannya tidak ada yang mengenai lawannya.  Danish begitu gesit berkelit.

Emosi, lelaki bertopi menyambar senjata api dari balik jaketnya dan mengarahkan benda itu kepada Danish. Tembakan pertama, Danish berkelit dan langsung bersembunyi di balik mobil yang terparkir.  Berikutnya, senjata api diarahkan kepada Delisha.  

Menyadari bahaya mengancam Delisha, Danish berlari dan menarik lengan Delisha, lalu membawanya pergi.  Mereka berlari di tengah derasnya hujan tembakan.  Dan saat tersandung bersamaan, mereka tergelincir, keduanya menggelinding di lereng beralaskan semen.  Terjerembab di pinggir taman yang posisinya di bawah jalan.

“Where are you?”  Suara keras nan sangar lelaki di atas terdengar lantang.  Dia mengumpat sambil menyisiri jalan di atas.

Kondisi penerangan yang tak begitu terang membuatnya tidak bisa menangkap keberadaan Danish dan Delisha di bawah.  Bunga rimbun cukup menutup tubuh keduanya yang masih dalam posisi terbaring.

“Jangan bergerak!”  Danish berbisik dambil menutup mulut Delisha dengan telapak tangannya.  Gerakan ranting bunga yang rimbun itu akan mengundang perhatian lelaki jahat itu jika Delisha bergerak.  

Delisha terdiam mematuhi.  Jarak mereka begitu dekat sekali.  Posisi Danish berada tepat di atasnya. 

Danish berusaha menahan tubuh supaya tidak melekat di permukaan badan Delisha dengan mengangkatnya sedikit, sehingga mereka tidak bersentuhan meski tadi mereka jelas dalam posisi berguling bersama dan kondisi mendesak itu tak bisa dielakkan.  

Langkah kaki si lelaki jahat menjauh dan tak terdengar lagi.

Danish mengintip ke atas untuk memastikan keadaan, sudah aman.  Lelaki itu segera menjauh dari Delisha.  

“Maaf!”  Danish langsung berlalu pergi terburu- buru dengan menundukkan pandangan.

Delisha mengawasi kepergian Danish dengan kagum. 

Seharusnya lelaki itu bisa saja membiarkan dirinya di posisi yang rapat setelah mereka terguling bersamaan dan terdampar di sela bunga yang rimbun untuk menikmati sesuatu, namun lelaki itu memilih untuk memberikan jarak bahkan dengan kedua lengannya yang gemetar saat menahan tubuhnya sendiri di posisi yang tidak tepat.

Danish, sosok lelaki yang sangat menjaga kehormatan wanita.  

***

Bersambung

Silakan komen dan ramaikan. Ini cerita baru Emma Shu

Ajak teman- teman baca yaps. Kalau rame bakalan up banyak bab setiap hari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!