Perjalanan hidup manusia seperti roda yang berputar, kadang berada di atas untuk merasakan kenikmatan, dan terkadang di bawah merasakan kesusahan dan hinaan.
Itulah yang sekarang dirasakan Dahlia, seorang gadis berusia 20 tahun. Cobaan hidupnya di mulai saat perusahaan tempat Ayahnya mengalami kebangkrutan, oleh karena itu Ayah diberhentikan oleh perusahaan karena memang kondisi perusahaan yang memilukan. Karena faktor ekonomi, Ibunya pergi meninggalkan Ayah dengan seseorang yang lebih mapan. Mereka bercerai dan meninggalkan Dahlia hidup bersama ayahnya.
Ayah bekerja siang malam membanting tulang tanpa memperhatikan kesehatannya sendiri, apa saja Ayah kerjakan demi menyambung hidup dan biaya sekolah Dahlia. Dan di siang hari yang sangat terik, Ayah dengan sepeda tuanya ingin pulang ke rumah karena merasa tidak enak badan. Karena tubuh tuanya tidak dapat lagi menahan sakit Ayah tidak fokus dan sebuah mobil menabraknya.
BRAAKKKK! Ayah meninggal di tempat.
Orang yang menabrak Ayah sangat bertanggung jawab. Dia membiayai pemakaman dan juga biaya hidup Dahlia.
Belum kering air matanya, ia sudah dibuat sedih dengan kenyataan bahwa orang yang membiayai hidupnya tega merebut kesuciannya.
Malam itu, ketika Dahlia ingin memejamkan mata seseorang mengetok pintu rumahnya. Ternyata orang yang membiayai hidupnya yang datang.
"Pak Abyan, ada apa malam-malam kemari?" tanya Dahlia.
Abyan tidak menjawab, matanya memerah dengan sempoyongan dia berjalan ke arah Dahlia. "Tolong, tolong. Aku akan bertanggung jawab padamu."
Abyan mendekati Dahlia, akal sehatnya hilang, entah apa yang merasukinya dia dengan paksa membuka pakaian Dahlia, kancing baju Dahlia terlepas bagian tengah dada Dahlia nampak terlihat. Abyan semakin berhasrat, dengan ganasnya Abyan mendorong Dahlia masuk kedalam kamarnya dan merebahkannya.
"Pak Aby sadar, jangan begini! Sadar Pak!" teriak Dahlia. Dengan penuh tenaga Dahlia berontak.
Dahlia mendorong, menendang tubuh Abyan agar menjauh, Abyan semakin tidak bisa dikendalikan, kekuatannya lebih besar daripadanya. Abyan menahan dan menekan kedua tangan Dahlia di samping kepalanya. Abyan melancarkan ciuman yang membabi buta. Meninggalkan bekas merah dimana-mana. Dahlia semakin berontak. Semua di luar kuasanya, parahnya lagi tubuhnya merespon sentuhan Abyan.
"AAAGGHHH!" Dahlia tidak dapat menahan betapa sakitnya sesuatu yang menekan dan merobek bagian bawahnya.
Abyan tidak perduli, terus melakukan aksi bejatnya. Sampai akhirnya Abyan lemas dan tidak sadarkan diri.
Dahlia mendorong tubuh Abyan hingga jatuh ke lantai. Dahlia mengganti pakaiannya. Dengan berbanjirkan air mata, dan sakit di sekujur tubuh, terseok-seok langkahnya, Dahlia pergi meninggalkan rumahnya di malam sepi, mencekam.
Dahlia terus berlari, sampai lah Dahlia di jalanan sepi. Dia berdiri di atas jembatan. Pikirannya saat ini kalut dia sangat sedih, terluka, merasa terhina karena diperlakukan sekotor dan serendah ini. Mengapa hidup begitu pahit, sampai kapan derita ini berakhir. Dahlia memejamkan matanya dan bersiap untuk melompat. Tiba-tiba tubuh Dahlia ditarik oleh dua pasangan suami istri yang lebih tua dari Ayahnya.
"Nak, jangan lakukan Itu dosa." Kata Bapak.
"Jangan Nak, jika tidak ada yang peduli denganmu kami bersedia menjadi orang tuamu." Kata Ibu.
Dahlia meraung sejadi-jadinya, menumpahkan semua yang ada dihatinya. Pasangan tersebut membawa Dahlia ke rumah mereka.
Setelah malam itu, Dahlia diangkat anak oleh pasangan itu. Mereka memang sampai sekarang belum dikaruniai anak. Mereka bernama Pak Ridwan dan Bu Marni. Dahlia menceritakan semua yang terjadi dari keluarganya sampai kejadian dengan Abyan.
Sebulan berlalu, Dahlia dinyatakan positif hamil. Dahlia merasa malu karena tidak memiliki suami. Namun Bapak dan Ibu memahami, mereka mengatakan kepada tetangga suami Dahlia merantau ke Negeri orang untuk mencari rezeki. Bapak dan Ibu selalu memberikan semangat dan menguatkan Dahlia agar menjaga kandungannya. Karena anak yang berada di dalam rahimnya tidak bersalah dan itu adalah darah dagingnya.
Apa yang terjadi dengan Abyan. Semenjak malam panas itu, Abyan menyesali perbuatannya. Pagi harinya Abyan baru mengingat kejadian yang sangat di luar kuasanya. Abyan sedih melihat bercak noda merah di sprei Dahlia. Abyan hampir tiap hari menunggu kepulangan Dahlia. Dia ingin menjelaskan dan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Namun Dahlia tidak menampakkan keberadaannya.
Di malam sebelum kejadian itu Abyan mengadakan makan malam dengan relasi bisnisnya. Dari awal Abyan sudah mencium ada hal yang aneh dengan relasi bisnisnya. Dia datang bersama dengan wanita cantik yang sungguh menggoda. Berkali-kali Abyan digoda, dan wanita itu memberikan minuman kepadanya.
Tubuh Abyan bereaksi, sesuatu terasa panas menjalar di tubuhnya. Dia tergoda melihat wanita cantik itu, tapi Abyan berhasil keluar dari restoran dan meminta Assistennya mengantarnya ke rumah Dahlia.
Dan malam itu pun terjadi, Abyan sungguh tidak pernah menyangka dia akan melakukan hal itu untuk pertama kalinya dengan Dahlia, seseorang yang selama ini diberikan tanggung jawab oleh Ayahnya untuk menjaganya.
"AAAGGHHH! Dahlia dimana dirimu!" teriak Abyan.
"Bos, ada seseorang yang melihat Dahlia di sebuah desa." Kata Daffa Assistennya.
"Ayo kita segera ke sana!" perintah Abyan.
Mereka akhirnya tiba di sebuah desa yang di maksud.
"Di sana Bos." Tunjuk Daffa.
Abyan menatap dari kejauhan, Dahlia masuk ke dalam rumah yang sangat sederhana, jantungnya berdetak kencang. Ada rasa rindu dan juga rasa takut kalo kehadirannya ditolak Dahlia.
"Permisi, saya ingin bertemu Dahlia. Rumahnya dimana ya?" tanya Daffa.
"Anda keluarga Dahlia ya?" tanya Ibu-ibu.
"Iya." Jawab Daffa sambil menundukkan kepalanya.
"Akhirnya suami Dahlia sudah pulang, kasian Istrinya Mas, hamil 4 bulan sering mual, muntah sendirian. Bapak dan Ibunya bertani di sawah. Rumahnya di sana Mas." Kata Ibu itu.
"Iya Bu, makasih. Mari." Daffa masuk ke dalam mobil dan menceritakan kepada Abyan.
"Apa! Hamil! Itu pasti anakku!" Abyan keluar dari mobilnya, dengan membuang segala rasa malunya, dia ingin bertemu Dahlia.
TOK! TOK!
"Iya tunggu sebentar." Dahlia membukakan pintu. Betapa terkejutnya dia melihat Abyan berdiri di depan matanya.
"Dahlia, maafkan aku. Izinkan aku memberikan penjelasan padamu." Abyan berlutut di depan pintu rumah Dahlia.
Dahlia ingin menutup pintu tapi tiba-tiba perutnya kram, Dahlia terduduk menahan sakit.
"Dahlia apa yang terjadi?" Abyan ingin berdiri membantu.
"Jangan mendekat! Aku tidak Sudi disentuh olehmu!" Dahlia sambil memegang perutnya.
"Dahlia ada apa Nak?" Pak Ridwan dan Bu Marni datang dari sawah dan melihat Dahlia yang kesakitan dan seorang Pria berlutut di hadapannya.
"Bangun Nak." Pak Ridwan membantu Abyan berdiri.
"Kenapa perutmu Nak?" Bu Marni memegang perut Dahlia.
"Sakit Bu." Kata Dahlia.
Bu Marni memperhatikan Pria yang di depan Dahlia. Setelah melihat apa yang terjadi, Bu Marni baru mengerti.
"Nak coba letakkan tanganmu di atas perut Dahlia." Kata Bu Marni.
"Bu." Dahlia menggelengkan kepala.
"Mari Nak." Pak Ridwan menuntun Abyan ke arah Dahlia dan meletakkan tangannya ke atas perut Dahlia.
Perut Dahlia terasa lega, rasa kram, mual, berangsur hilang. Dahlia merasa anak yang di dalam kandungannya merasakan kehadiran Ayahnya. Dan tiba-tiba Abyan merasakan tangannya ditendang dengan kuat oleh anaknya.
"Wah tendangannya kuat." Abyan kegirangan dan menatap lembut ke arah Dahlia. Sekejap Abyan terdiam karena Dahlia menatap dingin terhadapnya. Abyan melepaskan tangannya.
"Siapakah Anak ini. Dan apa tujuannya datang kemari?" tanya Pak Ridwan.
"Nama saya Abyan, saya kemari ingin menjelaskan sesuatu kepada Dahlia, meminta maaf dan ingin bertanggung jawab sekaligus ingin melamar Dahlia." Abyan dengan kesungguhannya.
"Dahlia, apa kamu menerima lamarannya?" tanya Pak Ridwan.
"TIDAK!" jawab Dahlia tegas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Perasaan di dalam hati Abyan hancur lebur ketika mendengar penolakan tegas dari Dahlia. Sakitnya Abyan tidak sebanding bila dibandingkan sakit hati, penghinaan yang dirasakan Dahlia. Abyan sangat-sangat mengerti.
"Maaf Pak, perkenalan nama saya Abyan Athar. Enam bulan yang lalu, Assisten saya merasakan sakit di kepalanya dan tidak sengaja menabrak seorang Bapak yang sedang menyebrang jalan dengan sepedanya. Bapak itu sebelum meninggal sempat meminta saya untuk menjaga putri satu-satunya, dan beliau mengatakan ini bukan kesalahan Assisten saya. Saya bertanggung jawab dan saya berjanji untuk menjaga anak beliau dan menanggung semua biaya hidupnya, orang itu adalah Dahlia. Dan setelah diperiksa ternyata Bapak itu meninggal karena serangan jantung. Kemudian suatu malam saya makan malam dengan relasi bisnis di sebuah restoran, seseorang menaruh sesuatu di dalam minuman saya, tubuh saya bereaksi, panas dan ingin melampiaskan sesuatu, mungkin Bapak dan Ibu memahami. Entah kenapa saya teringat Dahlia dan terjadilah." Abyan menundukkan kepala penuh dengan penyesalan.
"Maaf Pak, Bu, Nona Dahlia. Ini ada rekaman CCTV di dalam restoran malam itu. Silakan dilihat." Daffa meletakkan sebuah Tab di atas meja dan memutarnya.
Pak Ridwan, Bu Marni dan Dahlia menyaksikan video itu.
"Saya menunggu dan mencari Dahlia untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas semua yang saya lakukan. Saya harap Bapak, Ibu dan Dahlia mau menerima. Karena saya tidak ingin Dahlia melahirkan tanpa suami dan bagaimana nasib anak kami di masa depan." Kata Abyan.
"Dahlia, pikiran anakmu. Apa jadinya jika dia lahir tanpa seorang Ayah. Bagaimana jika dia ditanya siapa Ayahnya." Kata Pak Ridwan.
"Kesampingkan egomu Nak. Demi anak kalian. Jarang ada Pria yang berani bertanggung jawab." Kata Bu Marni.
"Aku berjanji padamu Dahlia, tidak akan melakukan sesuatu yang akan melukaimu. Dan aku tidak memaksamu untuk menyukaiku. Biar aku yang mencintaimu." Abyan tidak berani menatap Dahlia hanya menunduk.
"Maaf Bapak, Ibu dan Nona Dahlia. Pak Abyan selama hidupnya tidak pernah pacaran. Karena dia sangat dingin terhadap wanita. Hanya kepada Nona Dahlia Pak Abyan merasakan degup jantungnya berdetak lebih kencang, gugup dan hampir pingsan." Kata Daffa.
Pak Ridwan dan Bu Marni tersenyum mendengarnya, kecuali Dahlia yang masih meragukan ucapan Abyan.
"AAAGGHHH!" lagi-lagi Dahlia merasakan kram di perutnya.
"Apa masih sakit Nak?" tanya Bu Marni.
"I...ya Bu." Dahlia memegang perutnya.
"Maaf Nak Abyan, bisa tinggalkan kami. Dahlia mungkin saat ini menolak kedatanganmu." Kata Pak Ridwan.
"Tapi Dahlia kesakitan Pak, siapa tahu pegangan saya bisa meringankan sakitnya." Abyan sangat khawatir melihat Dahlia yang kesakitan.
"Tidak, karena kalian belum sah." Pak Ridwan berdiri.
"Pak, Dahlia bagaimana?" tanya Bu Marni.
"Kita bawa ke Bidan." Jawab Pak Ridwan.
"Pak, saya menerima lamaran Abyan. Tolong pegang perut saya!" Dahlia merintih.
"Baiklah Nak Abyan, Bapak minta tolong pegang perutnya Dahlia." Pak Ridwan tersenyum karena berhasil membujuk Dahlia dengan caranya.
Seminggu kemudian pernikahan Abyan dan Dahlia dilangsungkan dengan sederhana di kediaman Abyan. Dan setelah menikah Abyan meminta Pak Ridwan dan Bu Marni untuk tinggal bersama Dahlia di kediamannya. Adapun alasan Dahlia memutuskan menerima lamaran Abyan karena rasa cintanya kepada anaknya. Dan anaknya yang di dalam perut juga sangat menyayangi Ayahnya.
Selama menikah Abyan memegang janjinya sama sekali tidak melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan suami-isteri pada umumnya. Sampai Dahlia siap menerimanya. Abyan dengan sabar selalu mengelus perut Dahlia meringankan rasa mual pada perutnya. Abyan juga menemani Dahlia untuk periksa kehamilan, dan bahagianya mereka melihat hasil USG ternyata anak mereka perempuan.
Lima bulan kemudian.
Mentari pagi tersenyum menyapa. Embun memandikan pohon-pohon. Daun-daun menari kegirangan tatkala semilir angin membelai tubuh mereka. Riuh nyaring kicauan burung memecah keheningan pagi.
Di dalam sebuah klinik bersalin sosok-sosok tak kasat mata berjubah putih berjaga-jaga di depan pintu kamar bersalin, mereka menetralkan keadaan sekitar dari gangguan makhluk yang ingin mengambil bayi yang ada dalam perut Dahlia. Karena di pagi ini akan lahir sepasang anak yang sangat istimewa.
"Terus Bu, tarik nafas dalam-dalam, buang perlahan dan dorong." Kata Bidan.
Dengan tenang dan sekuat tenaga Dahlia mengikuti arahan Bidan. Perlahan kepala bayi keluar dari organ intim Ibunya. Bidan menarik perlahan.
"Oe...oe...oe." Suara tangisan bayi menggema.
Orang berjubah putih mendekat dan mengangkat satu bayi kemudian menghilang.
Bidan dan perawatnya kebingungan melihat ada dua ari-ari bayi dan dua tali pusat keluar dari organ Dahlia. Mereka berdua berpandangan. Dahlia kehabisan tenaga dan pingsan.
"Setelah Ibunya sadar, kita akan ceritakan bahwa bayinya yang satu menghilang." Kata Bidan.
Perawat membawa bayi ke ruangan anak. Bidan menyelesaikan tugasnya.
Dahlia di bawah alam sadarnya bermimpi, berada di sebuah ruangan serba putih. Dahlia perlahan bangun dari ranjangnya dan melihat perutnya sudah rata. Di hadapannya berdiri seorang wanita yang sangat-sangat cantik, kulitnya yang putih terawat, rambutnya yang panjang tergerai memakai sebuah mahkota dan perpakaian kerajaan, sedang menggendong seorang bayi perempuan.
"Anakmu akan aku pelihara dengan baik, dia nanti akan menjadi pelindung bagi keluargamu. Berikan dia nama, dan panggil dia di saat kalian membutuhkan. Jangan lupa terus berdoa kepada Tuhan." Putri itu tersenyum dan menghilang.
Dahlia terbangun terduduk dan mengedarkan pandangannya, dia berada di sebuah ruangan klinik bersalin dirabanya perutnya yang sudah mengempis.
"Alhamdulillah Ibu sudah sadar, ini bayi Ibu." Perawat memberikan bayinya kepadanya.
"Anakku sayang, kamu punya saudara Nak. Tapi dia tidak tinggal bersama kita. Dia berada di alam lain. Jangan khawatir Nak dia selalu ada bersama kita." Dahlia meneteskan air mata sambil memeluk bayinya.
"Jadi Ibu mengetahui bayi Ibu ada dua?" tanya Bidan.
"Iya Bu, saya baru saja berjumpa dengannya. Dia dirawat oleh seorang Putri dari alam ghaib." Kata Ibu.
"Dahlia, anak kita dibawa oleh seorang Putri dari Kerajaan ghaib." Abyan masuk ke dalam ruangan.
"Iya Nak, tadi Bapak, Ibu dan Nak Aby tertidur di depan. Dan kami semua bermimpi yang sama." Kata Bu Marni.
"Iya, saya juga bermimpi yang sama dengan kalian. Tidak apa Pah, anak kita aman bersama mereka." Dahlia dengan lembut menatap suaminya.
"Papah?" Abyan merasa Dahlia sudah mulai menerima kehadirannya. Apakah ini artinya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
"Alhamdulillah, Bapak dan Ibu senang mendengarnya." Pak Ridwan dan Bu Marni memeluk Dahlia.
Cahaya terang menyinari ruangan Dahlia. Untuk pertama kalinya Dahlia, Abyan, Pak Ridwan dan Bu Marni melihat dengan mata dan kepala mereka sendiri orang yang berdiri di depan mereka saat ini adalah orang yang sama yang mereka temui dalam mimpi mereka.
"Silakan lihat bayi kalian." Putri itu mempertemukan bayi Dahlia dengan kembarannya dan juga keluarganya."
"Oe...oe...oe." Mereka seolah menyapa satu sama lain.
"Izinkan saya memberikan nama untuk mereka. Sang Kakak yang digendongan saya ini bernama Aretha dan sang Adik di sana bernama Aira." Putri kemudian pamit membawa Aretha ke kerajaannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dahlia sudah diperbolehkan pulang dengan bayi Aira. Abyan merasakan double kebahagiaan, kelahiran putri kembarnya dan penantiannya berbulan-bulan membuahkan hasil. Berkat kesabaran dan ketulusannya, dinding hati Dahlia yang sekokoh karang di lautan akhirnya melapuk tersiram deburan ombak cinta Abyan. Tapi dari lubuk Abyan juga masih merasakan penyesalan yang teramat dalam karena pernah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Di saat Dahlia sudah membuka pintu hatinya, Abyan malah menjaga jarak. Abyan takut jika cinta untuknya akan berubah kembali menjadi kebencian.
Dahlia menitipkan bayi Aira ke Bu Marni. Dahlia mendekati Abyan yang duduk di sofa kamar mereka.
"Pah, kenapa mukanya kusut?" Dahlia duduk di samping Abyan.
"Aku takut jika kamu mengingat kembali masa lalu kamu akan membenciku." Jawab Abyan.
"Apakah waktu lima bulan tidak cukup bagiku untuk menilaimu? Baiklah jika itu yang kamu mau. Aku akan memperpanjang masa benciku." Dahlia berdiri, Abyan menahan tangannya. Dahlia tersenyum kecil dan berbalik menatap Abyan.
"Jangan, cukup sudah. Aku sanggup menahan hasratku, tapi aku tidak sanggup di cuekin kamu. Dunia serasa runtuh melihat wajahmu yang membeku. Hatimu sedingin salju, sikapmu yang diam menusuk-nusuk jantungku sampai ke ubun-ubun." Abyan bak seorang pujangga menyampaikan isi hatinya.
Dahlia tertawa kemudian dia duduk di samping Abyan." Aku bukanlah seorang Penyair. Aku tidak pandai merangkai kata-kata puitis, aku hanya bisa menunjukkan hatiku dengan tindakan." Dahlia mendekatkan dirinya ke Abyan dan dengan penuh perasaan dia mendaratkan kecupan ringan di pipi Abyan.
Abyan merasakan aliran listrik mengalir di dalam tubuhnya. Jantungnya berdegup tidak beraturan, Abyan mencoba menahan diri dengan membalikkan punggungnya. Dahlia sangat mengerti Abyan.
"AAAGGHHH!" Dahlia memegang perutnya.
"Sayang, kamu kenapa?" Abyan membalikkan badannya, wajahnya dan wajah Dahlia posisinya sangatlah dekat.
Dahlia kembali melayangkan ciuman, tapi kini ke bibir Abyan. Abyan tidak membuang kesempatan, dia pun membalas ciuman Istrinya dengan penuh cinta.
Matahari kembali ke peraduannya. Bulan dan bintang bercumbu mengiringi malam yang sepi. Di atas langit-langit kamar Dahlia dan Abyan terdengar suara mengecap. Lama-lama semakin jelas.
"Ooeee...ooeee." Aira menangis histeris.
Dahlia, Abyan terbangun. Dahlia mengangkat Aira kedalam pelukannya. Abyan memperjelas indera pendengarannya, mencari sumber suara. Dari atas menetes lendir yang baunya begitu menyengat. Abyan dan Dahlia penasaran dan mendongak ke atas.
"AAAAAAAA!" mereka berteriak keluar kamar.
Bu Marni dan Pak Ridwan yang mendengar teriakan dan tangisan segera keluar kamar mencari tahu apa yang terjadi.
"Dahlia ada apa?" tanya Bu Marni.
"Bu, di atas kamar kami ada kepala yang bisa terbang tanpa badan." Kata Abyan.
"Kuyang!" Pak Ridwan berlari ke dapur mengambil sesuatu diikuti Bu Marni.
Setelah dapat apa yang mereka cari, mereka dengan berani mencari makhluk yang ada di dalam kamar. Benar saja, di atas langit-langit kamar ada kepala yang melayang dengan organ tubuh bagian dalamnya yang menjuntai bergelantungan.
"Keluar kau dari sini!" Pak Ridwan melempar tali ijuk ke arah kuyang.
Kuyang terjatuh, Bu Marni memukul-mukul kepala kuyang dengan sapu lidi. Pak Ridwan membuka jendela kamar. Kuyang dengan cepat melarikan diri.
"Awas kalo berani datang kemari!" teriak Pak Ridwan. Pintu jendela kamar ditutup, dan ditaruh tali ijuk di atasnya.
Bu Marni juga menaruh bawang merah yang ditusuk dengan jarum jahit, gunting kecil dan juga buku Yasin kecil yang dimasukkan ke dalam plastik opp, di samping tempat tidur bayi Aira. Menurut kepercayaan penduduk di sana, benda-benda tadi salah satu penangkal datangnya kuyang.
Pak Ridwan dan Bu Marni keluar dari kamar.
"Sudah Nak, Bapak dan Ibu sudah mengusir kuyang itu keluar." Kata Bapak.
"Apa itu kuyang Pak?" tanya Abyan.
"Kuyang itu manusia hantu yang suka menghisap darah bekas seorang ibu melahirkan, bahkan suka menghisap darah bayi yang baru dilahirkan. Tujuannya untuk hidup abadi dan supaya awet muda. Dia penganut aliran hitam biasanya perempuan." Jawab Pak Ridwan.
"Ih amit-amit Pak, semoga saja dia tidak datang lagi." Dahlia bergidik.
"Dia tidak akan datang lagi, Ibu yakin. Karena kami sudah menaruh penangkalnya di dalam kamar. Jangan lupa banyak berdoa Nak." Kata Bu Marni.
Sementara itu di luar rumah, ada cahaya merah melayang terbang disela-sela pepohonan. Cahaya merah itu terbang kesana kemari seperti mencari sesuatu. Terbang dari satu pohon ke pohon yang lain.
"Apa an tu?" salah satu satpam komplek perumahan menunjukkan sesuatu kepada dua orang temannya.
"Pesawat lampunya kedap kedip, Pak No." Jawab Udin.
"Gak mungkin lah itu pesawat. Gak ada suaranya." Kata Tito.
"Ayo kita cek." Pak No dengan senternya mengikuti cahaya merah itu.
"Gue merinding." Udin berjalan di belakang Tito.
"Pak No, coba lihat di dekat rumah kosong itu ada seseorang yang duduk." Tunjuk Tito.
Pak No mengarahkan senternya.
"Se...se...tan!" teriak Udin.
"Sssst bukan, itu orang." Kata Pak No.
"Tapi gak ada kepalanya." Udin menutup matanya.
"Ayo kita lihat." Pak No mendekati orang yang terlihat duduk dan benar tanpa kepala, dengan keberaniannya Pak No mengintip isi di dalam tubuhnya.
"Apa an Pak No?" Tito memegang tangan Udin tubuhnya bergetar.
"Gawat, komplek kita kedatangan kuyang." Muka Pak No berubah.
"Terus tubuhnya kita apakan?" Udin belum berani membuka matanya.
"Tubuhnya kita sembunyikan, esok pagi kita akan mengetahui siapa dia sebenarnya. Ayo bantu saya memindahkan tubuhnya." Pak No, Udin dan Tito bersama-sama mengangkat tubuh itu.
Mereka menyembunyikan tubuh kuyang di tempat yang mereka pikir aman. Mereka kembali duduk di pos Satpam.
"Permisi, maaf saya orang baru di tempat ini. Numpang nanya rumah suster Erna di mana ya?" seorang gadis kira-kira berusia dua puluh tahunan dengan koper di tangannya.
"Suster Erna yang bekerja di klinik persalinan itu ya?" tanya Udin.
"Iya betul." Jawabnya.
"Rumahnya lumayan jauh dari sini." Kata Tito.
"Bisa minta tolong saya diantarkan? Karena saya sama sekali asing di daerah ini." Pintanya dengan sopan.
"Tentu saja, mari kami antarkan. Sekalian kami patroli." Pak No berdiri.
"Oke, silakan." Udin mempersilakan gadis itu berjalan di depan.
"Kalo boleh tahu nama Mbaknya siapa?" tanya Pak No.
"Perkenalkan nama saya Siti, saya temannya suster Erna. Saya di sini ditugaskan membantu persalinan juga di klinik yang sama." Jawabnya.
"Nah di sini klinik bersalinnya Mbak." Tunjuk Tito.
"Lumayan besar ya kliniknya dan banyak juga yang datang ke sini." Siti melihat dari luar klinik.
"Pak No, coba lihat di atas pohon!" Udin mengarahkan senternya.
Nampaklah sesuatu yang menyangkut di dahan pohon. Kepala seorang perempuan dengan rambut panjang, usus terburai dan meneteskan darah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!