NovelToon NovelToon

Suami Berondongku Ternyata CEO

Bab 1 : Putus Cinta berjuta rasanya

"Let.... " sapaan mommy Vita masuk ke dalam telinga Letta.

Dengan senyum manis Letta menatap mommy nya yang duduk di depannya menemaninya sarapan.

"Daddy belum bangun mom?" tanya Letta sengaja memotong ucapan mommy nya Letta sudah tebak arahnya.

"Daddy udah keluar jalan pagi, um.... Let, kamu jadi kan mau ngenalin mommy dengan pacar kamu?" Mau seberapapun Letta menghindar pasti pertanyaan itu lagi yang diajukan mommy kepadanya.

Dengan nafas sengaja ditahan, tak mungkin kan Letta menggusah nafas kasar di depan mommy yang begitu ia hormati.

Sudah nasib sebagai anak pertama yang belum menikah pasti orang tuanya ingin ia segera menyusul adeknya yang telah lebih dulu menemukan pendamping.

Padahal umur Letta juga masih dua puluh lima tahun, untuk kebanyakan anak sekarang, umur segitu itu belum terlalu tua untuk dikejar menikah.

Tapi mau bagaimana lagi Letta harus sadar kalau mommy nya benar-benar khawatir dengan nasibnya, apalagi mommy itu orang Jawa yang merasa bahwa kakak perempuan itu pamali apabila didahului menikah oleh adiknya, apalagi adiknya laki-laki.

Letta bukannya jomblo, Letta punya pacar, hanya saja pacarnya itu berada di kota lain dan belum bisa datang untuk berkenalan dengan kedua orang tuanya.

"Profesor Herlambang kemarin mau ngejo... " Mommy Vita belum selesai bicara tapi Letta lebih dulu memotong kalimatnya.

"Maaf mom, aku pagi ini ada Meeting dengan jajaran direksi yang lain, aku pamit dulu ya." Letta menyambar tas nya tak lupa memcium pipi mommy Vita dan pergi menghambur keluar.

Di pintu keluar Letta berpapasan dengan daddy Mamat, mencium pipi pria itu lalu buru-buru pergi dengan mobil mininya.

"Yang... " panggil Mamat pelan, melihat Vita sedang terbengong di meja makan, Mamat bisa menebak kenapa anak gadisnya memilih kabur dari hadapan sang istri.

Mamat mengambil duduk disebelah Vita dan mengelus kepala yang telah ditumbuhi rambut putih itu dengan sayang.

"Jangan diburu-buru hmmm, kasihan Letta," tegur Mamat lembut.

"Kamu tahu nggak sih yang aku pikirin? Aku tuh takut Hun, gimana kalo Letta.... " kalimat kekhawatiran Vita itu hanya bisa tersangkut di tenggorokan.

"Nggak bakalan kenapa-napa, itu hanya mitos, kita doain yang terbaik untuk anak-anak kita." Mamat mengecup pipi Vita dengan sayang.

Untung Mamat itu selalu bisa meredakan apa yang menjadi kegelisahan Vita tentang banyak hal, termasuk ketakutan Vita kalau Letta akan jadi perawan tua karena Vetsa sudah menikah duluan.

"Mending ngurusin kebun hidroponik kamu, aku pengen dimasakin tumis kangkung," lanjut Mamat pelan.

Dan ya pada akhirnya Vita membuang jauh-jauh pikiran buruknya.

Di sisi lain, Letta yang sedang bad mood karena pagi-pagi sudah ditanya macem-macem sama mommy nya, hanya bisa menelan kemarahannya di dalam dada saja.

Ini tak enaknya masih tinggal satu atap dengan orang tua, siap menerima ocehan, siap menerima tekanan, siap apa saja deh pokoknya.

Letta juga tahu bahwa orang tuanya begitu berharap dia segera menikah, tapi.... menikah itu kan tidak semudah membalikkan tangan, apalagi pacarnya belum siap bertemu mommy dan daddy.

Apalagi alasannya kalau bukan minder. Minder karena dari keluarga sederhana, minder karena jabatannya di bawah Letta, minder karena dari kampung..... padahal orang tuanya bukan orang yang gila harta, asal mereka saling cinta dan mau berjuang bersama itu udah cukup.

Sampai di kantor, Letta langsung menghubungi Febianto, pacar sekaligus anak buahnya yang menjabat manager di resort milik Mamat di Tawangmangu sana.

"Halo Yang," sapa Letta setelah panggilan telepon nya diterima Febian.

"Halo babe, tumben pagi-pagi udah telpon aku?" Suara berat nan seksi khas cowok itu menyapa Letta, membuat perasaan gundahnya tiba-tiba menguar.

"Aku lagi kesel!" Letta mengadu, memang bukan hal aneh untuk Letta menyampaikan keluh kesahnya kepada sang pacar yang usianya lebih tua dua tahun itu darinya, karena Febian itu dewasa sekali cara berpikirnya.

"Kenapa hmm?" Tuh kan suara itu begitu lembut dan menenangkan jiwa.

"Kamu kapan mau ke Jakarta yang, aku risih setiap hari ditanyain mommy terus."

Yang disana terdiam, tak bisa menjanjikan apa-apa, Febian begitu mencintai Letta tapi mengingat siapa Letta, jujur Febian takut dan minder untuk meminta gadis itu kepada orang tuanya.

Berulang kali diyakinkan oleh Letta bahwa orang tuanya tak pernah mempermasalahkan pangkat, harta kedudukan or whatever the name is, tapi Febian tetap tak bisa melangkah lebih.

Dengan menghela nafas panjang akhirnya Febian berkata."Sabtu ini aku mau Ke Jakarta, aku pengen ngobrol sama kamu."

Satu kalimat pendek yang begitu Letta nantikan akhirnya ia dengar juga.

"Bener?" tanya Letta memastikan.

"Iya."

***

Letta menunggu Febian di pintu keluar stasiun Gambir, rasa rindu yang teramat dalam kepada sosok sang kekasih itu membuat Letta tak sabar untuk segera bertemu.

Satu hal yang membuat Letta semakin cinta dengan Febian adalah.... cowok itu tak pernah mau menerima fasilitas yang ditawarkan oleh Letta, dia tak pernah memanfaatkan kekayaan Letta demi ambisinya semata.

Cowok ganteng dengan kulit sawo matang itu tampak keluar dari pintu kedatangan.

Dengan sedikit berlari Letta menghampiri lalu menubruk tubuh jangkung itu dan memeluknya erat.

"Aku kangen," bisik Letta parau.

Febian tampak mengusap punggung Letta lembut.

"Malu diliatin orang Let." Febian mengurai tangan Letta lembut.

Letta sempat mengeryit mendengar Febian memanggilnya tanpa embel-embel 'Yang' seperti biasa.

"Langsung ke hotel aja atau makan dulu?" tanya Letta lembut seraya menggandeng tangan Febian menuju mobilnya.

"Makan aja," jawab Febian, karena rencananya Febian tidak akan berlama-lama di Jakarta.

Ia harus menyampaikan sesuatu kepada Letta dan rencananya nanti malam langsung kembali ke Solo lagi menggunakan kereta malam.

Letta membawa Febian menuju ke resto yang banyak bertebaran di sekitaran Sabang, sudah sore dan terlalu memakan waktu kalau mereka mencari lokasi lain.

Setelah memesan menu, dengan mata berbinar Letta menatap sang pujaan hati yang sialnya terlihat keren dan macho meskipun hanya memakai kaos lengan pendek.

Mereka menikmati makan siang mereka yang ketelatan itu sambil sesekali berbincang menanyakan kabar masing-masing.

Makanan mereka sudah tandas, tanpa Letta sadari Febian terlihat sering salah tingkah dan menatap Letta dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Lett..... " Here we go, saatnya semua diungkapkan.

"Hmm." Letta yang sedang mennyedot minumannya mendongakkan kepala, menatap wajah Febian yang terlihat salah tingkah.

"Ayo kita akhiri aja hubungan ini." Satu kalimat Febian mampu membungkam dan menusuk jantung Letta hingga berhenti berdetak.

"Kenapa?" Hanya satu kata yang bisa keluar dari bibir Letta.

"Anggap aja aku cowok brengsek yang nggak pantas mendampingi kamu," jawab Febian dengan suara lirih.

Letta menatap tajam Febian, dia bukan tipe perempuan yang menghiba kepada seorang lelaki hanya untuk mengemis cinta dan mempertanyakan alasan sang pria yang ingin pergi.

Letta menghela nafas sekali lalu berkata,"Baik aku terima keputusanmu."

Bab 2 : Tawuran

Brandon merangkul pundak Devano lalu membisikan sesuatu.

"Yakin lo?" tanya Devano pelan.

"Yakinlah bro, gimana? Serang nggak?" tanya Jason sambil menaikan satu alisnya.

"Hajarlah, nggak bisa didiemin, ntar mereka ngelunjak." Bukan Devano yang menjawab tapi Brandon sang tangan kanan dan juga kakak sepupunya yang mengusulkan kalimat itu.

"Kita kumpulin anak-anak, kita serang sekolah mereka, sebelum istirahat kedua kita bergerak," ucap Devano dingin.

Lima pentolan bad boy di sekolah Pelita yang tak lain adalah Devano sebagai ketua geng, dengan circle terdekatnya yaitu Brandon, Jason, Ali dan Monty itu mulai menyusun strategi penyerangan ke sekolah tetangga yang jadi musuh bebuyutan mereka.

Devano memberi arahan kepada empat temannya itu dan mereka melanjutkan ke teman-teman lain yang termasuk sebagai anggota kelompok mereka di sekolah itu.

Anak-anak tanggung yang berjumlah lebih dari dua puluh orang itu sudah nangkring pada motor masing-masing dengan saling berboncengan.

Dari arah koridor sekolah Freya yang dikenal sebagai pacar ketua geng mereka berlari menghampiri Devano.

"Kak.... " panggilnya dengan nafas ngos-ngosan karena lari tergesa dari kelasnya.

Devano yang ada di boncengan Brandon hanya mengeryitkan kening dari balik helm full face nya, mata elangnya menatap tajam gadis cantik itu.

"Hati-hati." Hanya itu yang keluar dari bibir tipis sang gadis.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Devano berlalu dari hadapan Freya dengan diikuti segerombolan anak berseragam putih abu itu.

Mereka konvoi dengan sepeda motor menuju ke sekolah yang menjadi target penyerangan kali ini.

Sesampainya di depan sekolah Swarna, Devano dan teman-temannya langsung menyerang siswa sekolah itu tanpa banyak bicara, kebetulan gerbangnya sedang terbuka karena sedang waktunya istirahat.

Mereka menyerang siapa saja yang mereka temui di sana, tak peduli dia target yang mereka cari, yang penting orang itu memakai seragam dengan atribut SMA tersebut langsung saja mereka tonjok.

Bhuk....

Bhuk....

Prang....

Adus jotos itu berlangsung tak lebih dari setengah jam, tapi efeknya sungguh luar biasa, Devano dan pasukannya itu memang terkenal sangar, suka membuat lawan mereka terkapar meski tak sampai kehilangan nyawa.

Setelah melakukan penyerangan itu, anak-anak tanggung penikmat kebebasan itu membubarkan diri, Devano dan pasukan intinya memilih bersembunyi di rumah Monty yang sudah pasti aman.

Rumah besar tanpa penghuni, karena hanya Monty yang tinggal disana, papa mama dan kakak satu-satunya menetap di London sana.

Devano memeriksa wajahnya yang terdapat beberapa luka memar, namanya tawuran pasti kena bogem juga kan, Devano kan bukan superman yang kebal tinju dan pukulan.

"Mampus lo Dev, alamat diomelin om Satria lagi lo." Tanpa akhlak Brandon yang merupakan anak dari kakak mamanya Devano itu tertawa puas.

"Anji** lo bukannya prihatin temen kena tonjok, malah lo ketawain." Ali mentoyor kepala Brandon dengan gemas.

Tanpa sepatah katapun, Devano kembali mengendarai motornya dan memutuskan untuk pulang sebelum papanya sampai rumah.

"Hei Dev, mau kemana lo?" teriak Jason melihat Devano membleyer motornya dan berlalu dari hadapan teman-temannya.

Devano mengendarai motornya dengan ugal-ugalan, dia tak mempedulikan makian pengguna jalan lain yang merasa terganggu dengan ulahnya.

Sampai di depan rumah bercat abu-abu muda itu, Devano membunyikan klakson dan tak berapa lama pintu gerbang itu terbuka untuknya.

Devano dapat bernafas lega karena mobil papanya belum nampak di garasi rumahnya, sengaja pulang buru-buru karena tak mau kepergok sang papa kalau habis tawuran, bisa-bisa dia mati bosan karena kembali diceramahi.

"Mama mana mbok?" tanya Devano ketika berpapasan dengan mbok Siti asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini.

"Ada di belakang mas," jawab mbok Siti.

Devano melangkah ke halaman belakang, melihat mamanya sedang asyik menyiram kebun sayurnya.

"Ma.... " panggil Devano lalu mengecup pipi sang mama dengan lembut.

Gelsey menajamkan matanya melihat memar yang kembali menghiasi wajah ganteng anak semata wayangnya itu.

"Berantem lagi?" tanya Gelsey santai terkesan tak ada beban.

Dengan pelan Devano menganggukan kepala, lalu duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempat mamanya berdiri.

"Bisa nggak sih kalo berantem itu jangan kena tonjok gitu? Kan sayang wajah ganteng kamu nggak mulus lagi Dev," ucap Gelsey terkesan santai dengan kenakalan anak gantengnya yang hobbynya berantem dan balap motor itu.

Devano tersenyum mendengar komplain dari mamanya yang absurd itu, mana ada berantem nggak kena tonjok juga kan.

Tapi sejauh ini Devano nyaman berinteraksi dengan mamanya yang lebih mengerti bagaimana jiwa anak muda itu yang ingin mengekspresikan diri dengan apapun yang ingin mereka tahu, bisa dibilang Gelsey adalah sekutu terbaik Devano di rumah ini.

Beda banget dengan Satria sang papa yang memiliki sifat tegas dan dingin, sejak awal Satria ingin Devano mempergunakan waktu untuk sekolah dan belajar bisnis sejak dini.

Karena sebagai satu-satunya anak yang mereka miliki, Satria berharap kelak Devano bisa memimpin perusahaan yang telah ia rintis sejak muda itu.

Tapi sayang, harapan Satria itu agaknya terlalu jauh untuk Devano, karena alih-alih menuruti keinginan sang papa, Devano justru memakai waktunya untuk membolos,berantem dan balapan liar.

Suara deruman mobil papanya membuat Devano segera beranjak dari duduknya dan berlalu untuk menyembunyikan diri di dalam kamarnya.

Sebelum tubuh tegap itu menghilang dari pandangan, Gelsey berteriak memanggilnya, "Konselor nya masih kan Dev?" tanya Gelsey.

"Masih ma!" teriak Devano lalu menghilang ke dalam kamarnya.

Gelsey mencuci tangannya lalu bersiap menyambut suaminya yang baru pulang dari kerja.

"Devano mana Cil?" tanya Satria setelah mendaratkan kecupan di kening Gelsey.

"Ada di kamar, kenapa mas?" tanya Gelsey menggiring suaminya ke kamar mereka.

"Tadi aku kayak lihat dia tawuran di depan SMA Swarna sana," jawab Satria sambil mencopot sepatu dan melirik sang istri yang sedang menyimpan tas kerjanya di meja.

"Masak sih? Jam berapa kamu liatnya?" tanya Gelsey santai, tak ingin Satria curiga kalau dia lagi-lagi menutupi kelakuan Devano yang pulang dengan muka babak belur.

"Kamu nggak sedang nutupin kelakuan anak kamu kan Cil?" Bukannya menjawab pertanyaan Gelsey, Satria langsung saja menuduh sang istri yang jadi sekutu anak lelakinya itu.

"Nutupin apa sih mas? Tadi aku lihat Devano pulang baik-baik aja kok," sahut Gelsey dengan muka judes.

"Panggil dia, aku ingin bicara," ucap Satria dengan tegas.

"Masssss..... " rengek Gelsey sambil memeluk perut Satria dengan erat, dia harus melindungi Devano biar nggak kena omel papanya lagi.

Satria menghela nafas panjang, melihat sang istri memeluknya dengan posesif, Satria tahu bahwa yang dilihatnya tadi seorang anak lelaki mengayunkan tongkat besi itu benar-benar Devano, meski Devano memakai helm untuk menutupi wajahnya tapi Satria hapal body anak gantengnya itu, apalagi melihat Brandon sang keponakan duduk anteng di atas jok menunggu Devano membabat habis lawannya.

Saatnya Satria harus bertindak tegas sebelum semuanya terlambat.

Bab 3 : Rencana Perjodohan

Letta memeriksa setiap dokumen dengan perasaan tak menentu, lagi patah hati, lagi ingin nangis, tapi pekerjaannya sebagai direktur keuangan di PT Aurora Indah Persada ini tak mengijinkan dirinya untuk tenggelam dalam porak poranda hatinya yang lagi patah begini.

Tok Tok.....

Suara ketukan di ruang kerjanya membangunkan dirinya dari semua lamunannya.

Tak lama kepala Vetsa menyembul dari balik pintu yang terbuka itu.

"Kenapa dek?" tanya Letta melihat Vetsa ada di depannya.

"Nggak ganggu kan kak?" Vetsa duduk di depan Letta dengan mata menatap intens padanya.

Vetsa tak bisa menolak keinginan mommy nya yang memintanya untuk membujuk Letta agar mau dijodohkan dengan anak Profesor Herlambang yang berprofesi sebagai dokter, atau anak dari dokter Samuel yang berprofesi sebagai pilot.

"Lo kan tahu dokumen di depan gue lagi banyak bagaimana lo bisa bilang nggak ganggu?" dengus Letta kesal pada adik lelaki satu-satunya dan sekaligus sebagai CEO tempatnya bekerja.

Ya Letta dan Vetsa memang bekerja di perusahaan ini menggantikan daddy nya yang memutuskan pensiun dan menikmati hidup dengan mommy mereka.

"Gue atasan lo lho kak, jadi tinggalin dulu kerjaan lo itu," goda Vetsa membuat Letta melototkan mata tak suka.

"Tumben lo kesini? Mau ngapain?" tanya Letta memainkan bolpen di jarinya.

"Mommy tadi telpon.... "

"Jangan bilang lo disuruh mommy untuk ngebujuk gue untuk dijodohin sama anak salah satu temennya," potong Letta tahu tujuan Vetsa kemari.

"Lagian kenapa sih mommy buru-buru pengen liat gue nikah? Gue kan masih muda Sa, kalo pun gue lo langkahin kan nggak papa, lo kan udah ketemu jodohnya dulu, jangan disambungin sama mitos deh," lanjut Letta kembali membubuhkan tanda tangan di dokumen itu.

"Sekali aja temuin mereka kak, biar mommy lega, nanti tinggal bilang nggak cocok, beres kan?" bujuk Vetsa lagi, soalnya dia tak tega mendengar mommy yang selalu berkeluh kesah dengannya perihal kakaknya yang tak memiliki pacar itu.

Sampai seusia sekarang, Letta hanya pernah sekali berpacaran, dulu sewaktu awal kuliah, habis itu putus dan sampa sekarang belum juga memiliki pacar lagi.

"Sebenarnya..... gue baru putus beberapa hari yang lalu Sa." Akhirnya Letta mengakui juga status dirinya yang pernah punya pasangan itu meski sekarang kembali jomblo.

"Hah! Kok gue nggak tahu kak?!" Tentu saja Vetsa kaget, dia beneran tak tahu menahu perihal kakaknya yang punya pacar.

"Kita long distance Sa, ketemu juga jarang-jarang, mau gue kenalin ke mommy ama daddy eh dia milih mundur karena ngerasa nggak level ama status sosial kita, padahal gue udah bilang mommy daddy tuh nggak mikir gituan yang penting saling cinta dan tanggung jawab ya udah kan, tapi dia tetap milih mundur, ya udah kan anggep aja nggak jodoh," ucap Letta panjang lebar.

"Emang orang mana, kok lo nggak pernah cerita ke gue, ke mommy?" tanya Vetsa.

"Anak buah kita di Jawa sana," jawab Letta enteng.

"Hah!?" Vetsa hampir terlonjak dari duduknya.

"Gitu amat kagetnya Sa," tegur Letta kesal.

"Jelaslah kaget, lo becandanya keterlaluan," sahut Vetsa kesal.

"Gue nggak bercanda Sa, gue ngomong bener."

"Ya iyalah kak, dia minder, lo lupa siapa diri lo? Anak Mathew Alexandrio Praja pemilik resort dan agrowisata terkemuka di negeri ini dan juga cucu pemilik Sutama corp, astaga bisa-bisa nya pacaran dengan anak buah sendiri," ledek Vetsa sambil terkekeh melihat kakaknya sudah mode emosi tingkat tinggi.

"Heh Vetsa, lo lupa nyokap lo berasal dari mana? Lo juga lupa bini lo dari keluarga mana?! Keluarga kita nggak mandang status sosial ya!" bentak Letta sambil melempar bolpen asal.

Kesal banget asli, lagi patah hati bukannya dikuatkan justru sang adik meledaknya habis-habisan, menyebalkan memang.

Yang dimaki bukannya marah dan kesal justru tertawa terbahak-bahak, lalu dengan santai meninggalkan sang kakak yang semakin manyun itu.

Sebelum menghilang dari pintu, sebuah kalimat Vetsa semakin menaikan tekanan darah tinggi Letta.

"Kalo menurut gue sih kak, mending milih Raja anaknya dokter Samuel aja, orangnya keren udah gitu profesinya keren lho sebagai pilot."

Dengan mata nyalang Letta mengusir adiknya itu dari depannya, jujur mood Letta semakin tak terkontrol.

***

Sabtu pagi, Letta sengaja keluar dari kamarnya ketika hari menjelang siang, sengaja melewatkan sarapan agar tak bertemu dengan orang tuanya di meja makan.

Letta bingung menjelaskan hubungannya dengan sang pacar yang harus kandas di tengah jalan, padahal ia berharap banyak dengan Febian.

Rencana awalnya apabila mereka menikah, ia akan meminta Vetsa untuk menarik Febian ke pusat menggantikan salah satu GM yang akan memasuki masa pensiun.

Tapi rencananya itu gagal total karena dia dicampakkan dengan alasan klasik yaitu 'tak selevel' pyuh.

"Kak." Sapaan mommy nya membuat Letta tersenyum, meski sedikit dipaksakan.

"Kok tumben mommy nggak ngumpul ama tante Maureen? Biasanya Sabtu gini pada cludling di rumah oma kan?" tanya Letta lalu duduk mepet deket Vita.

"Mommy ama daddy mau kondangan ntar jam satu, makanya kumpul-kumpul kita ditiadakan dulu hari ini, um kak.... " Vita menjeda kalimatnya, ia tahu bahwa anak gadisnya tak ingin didorong-dorong untuk segera menikah, tapi..... Vita beneran khawatir dengan nasib Letta, ia takut Letta jadi perawan tua.

"Aku mau ijin nanti malem mau keluar ya mom," ucap Letta memotong apapun yang ingin disampaikan Vita.

"Mau kemana?" tanya Vita antusias.

"Mau ketemu temen?" tanya Vita lagi dengan wajah sumringah.

"Iya," jawab Letta cepat.

"Ketemu pacar?" tanya Vita lagi.

"Belum pacar mom baru mau deket, aku putus ama pacar aku beberapa hari yang lalu." Aku Letta jujur, ia tak ingin menyembunyikan apapun kepada orang tuanya.

"Ya ampun, kamu pasti sedih dong, udah sama anak kenalan mommy aja, pasti langsung cocok dan melenggang ke pelaminan," bujuk Vita lembut sambil mengusap kepala Letta dengan sayang.

"Yang..... nggak usah jodoh-jodohin Letta gitu, biar dia memilih pasangan sesuai dengan yang ia mau." Tiba-tiba saja Mamat duduk di samping Letta.

"Aku kan cuman mau bantuin anak kita Hun." Vita terlihat cemberut dan tak suka ditegur seperti itu.

"Aku janji mom, yang ini pasti sampai pelaminan," ucap Letta sekedar agar mommynya tak bersedih dan terus overthinking terhadapnya.

"Beneran kak?" tanya Vita penuh harap.

Letta mengangguk dengan mantap, dalam hati menyesali janji konyol yang ia ucapkan untuk menenangkan hati mommy nya

'Siapa yang mau gue ajak ke pelaminan? Pacar aja nggak ada' batin Letta ngenes.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!