Sebelum membaca cerita ini, author sarankan untuk membaca cerita sebelumnya yang berjudul Love Of My Life agar tau dengan alurnya yaa..
Happy reading❤️❤️❤️
Ini adalah kisah lanjutan dari cerita yang berjudul Love Of My Life. Kisah cinta tentang seorang penyanyi terkenal dan penulis buku yang menyembunyikan identitasnya namun membuka diri setelah bertemu dengan orang yang dia cintai. Hingga akhirnya mereka menjalani kehidupan setelah menikah.
Rory Ace Jordan. Salah satu personil dari grup yang biasa di sebut FM. Dan menjadi sosok terpenting dari grup itu. Sosok yang menjadi tiang penyangga dari berdirinya grup itu.
Selain bakatnya dalam menyanyi dan menjadi personil dengan suara vokal terbaik, dia jugalah yang menciptakan semua lagu yang mereka nyanyikan.
Kehidupannya yang semula terasa kosong baginya karena dikhianati kekasihnya berubah total saat ia bertemu dengan sosok wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Wanita yang pada awalnya ia hanya tau dia seorang pekerja biasa, tak pernah menyangka bahwa ternyata wanita itu adalah seorang penulis yang sangat dikenal dangan nama samarannya NYLOES. Salah satu penulis yang memiliki pengemar dengan jumlah yang hampir sama dengan dirinya yang sebagai penyanyi.
Dia adalah Nayrela Louise. Wanita sebatangkara, dan memiliki sisi kehidupan yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang. Hanya beberapa orang yang tau tentang siapa dia sebenarnya dan bagaimana kehidupannya.
Grup yang mereka namai FM terdiri dari lima orang, dan satu orang yang menjadi manager meraka adalah hubungan persahabatan yang telah terjalin ketika mereka masih berstatus sebagai seorang pelajar.
-Rory Ace Jordan.
Teman-temannya memanggilnya Rory, dan dikenal sebagai penyanyi dengan nama Ace, namun orang tuanya selalu memanggilnya dengan nama Jo, dan istrinya memanggil dengan nama Roy atau Mon Chérie (Sayang dalam bahasa prancis).
Kelebihann yang dimilikinya, menciptakan lagu, bermain gitar, dan kemampuan bernyanyi yang berada di posisi terbaik dibandingkan yang lain. Namun dia adalah penari/dancer terburuk dalam tim, dan sering mengacaukan koreografi dalam latihan.
-Kevin Marc Jordan.
Kakak dari Rory. Semua orang memangggilnya Kevin, suka posesif terhadap adik iparnya sendiri hingga di sebut arogan. Namun tidak pernah tersinggung ketika adik iparnya bersikap seenaknya sejak insiden yang hampir merenggut nyawa adik iparnya. Dan berubah bucin akut terhadap adik ipar.
Kelebihanya, dia satu-satunya terbaik dalam koreografi. Menangkap lebih cepat apapun gerakan tari/dance yang dipelajari, namun berada di posisi terbawah dalam vokal.
-Ethan dan Nathan
Si kembar yang paling sering mencairkan suasana. Kembar identik namun memiliki sifat yang sangat jauh berbeda.
Ethan si gila makanan, dan banyak bicara. sementara Nathan pecinta buku dan tanaman, terlebih lagi jika itu mengenai bunga. Dia bagaikan gudangnya informasi yang mengetahui apa arti dari setiap bunga.
-Thomas
Sosok penengah dan paling bijak diantara yang lain dan dia orang pertama yang sudah menikah. Sering menjadi tempat curahan hati teman-temannya karena dia bisa memberikan saran dari berbagai sudut. Menyukai buku dan sering berdebat dengan istri Rory tentang filosofi yang tidak di mengerti oleh mereka yang di sekitarnya selain mereka berdua.
-Martin.
Suara sarkasnya selalu tajam, namun menciut ketika berhadapan dengan istri Rory setelah insiden yang pernah terjadi. Satu-satunya yang menjadi manager mereka.
-Nayrela Louise Jordan.
Istri Rory yang kini dikenal dengan nama Nayrela Jordan. Penuis buku dengan nama Nyloes dan telah membuka identitasnya setelah selama ini di tutupi. Rory selalu memanggilnya dengan sebutan Ma Chérie( sayang dalam bahasa prancis). Bisa membuat lagu dan bermain gitar. Menjadikan gitar dan menyanyi sebagai penghilang stres ketika dia butuh inspirasi untuk buku barunya.
-Adrian dan Vania.
Asisten Nayla. Sosok yang selalu di sebut sempurna oleh Nayla karena bisa memahami Nayla dengan sangat baik. Sedangkan Vania, ahli dalam peretasan dan termasuk sahabat Nayla.
-Bob dan Sean.
Sopir pribadi dan pengawal pribadi Nayla. Namun diperlakukan layaknya keluarga hingga terkadang menjadi bahan candaan dan tidak ada yang tersinggung.
segala hal yang terjadi di kehidupan mereka berubah ketika Rory kembali jatuh cinta pada Nayla. Pertemuan yang terjadi tanpa sengaja membawa mereka kedalam hubungan yang terus berlanjut hingga pernikahan.
Kasih sayang Rory bertambah setelah pernikahan mereka. Hingga kabar yang membuatnya sangat bahagia ketika ia tau istrinya tengah mengandung.
Kehamilan Nayla membuat mereka menjadi lebih protekif dalam segala hal, namun mereka juga tidak membatasi apapun yang diinginkan Nayla.
Bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari?
Bagaimana jika masalah kembali menghampiri mereka?
Akankah ada perubahan dari sikap mereka?
Bagaimana jika seseorang mencintai mereka dalam diam meski tau mereka telah menikah?
' KRINCINGG,,,,!'
Suara lonceng di atas pintu cafe terdengar ketika seorang wanita dengan pakaian santai mendorong pintu dan melangkah masuk kedalam, berjalan menuju meja dimana seorang pria telah duduk disana.
"Kevin,," desisnya.
"Vania? Apa yang kau lakukan disini?" pria bernama kevin balas bertanya.
"Nayrela memintaku untuk kemari menemuinya dengan alasan ada yang ingin dia bicarakan mengenai buku," jelasnya.
"Dan, kau?" Vania menatap Kevin dengan alis terangkat.
"Nayla memintaku menemaninya membeli sesuatu, tapi ingin makan di cafe ini sebelum berangkat," jelas Kevin.
"Dia sengaja mempertemukan kita lagi?" geram Vania seraya duduk.
"Kurasa sudah saatnya kita mengatakan padanya bahwa semua rencananya gagal," ucap Kevin.
"Aku setuju," sambut Vania.
Sejujurnya Vania menyukai Kevin sejak lama, dan Nayla menyadarinya. Awalnya, Kevin juga tertarik padanya, namun entah kenapa sikap Kevin berangsur-angsur berubah, seolah perasaan yang semula ada dihati Kevin lenyap tanpa bekas
Kevin menjadi bersikap datar pada Vania, apalagi setelah tau bahwa Nayla beberapa kali dengan sengaja membuat mereka berdua bersama.
Hingga pada akhirnya Vania berusaha menghilangkan perasaannya terhadap Kevin. Dan tentu saja itu berhasil karena Vania memilih membuka hatinya untuk seseorang yang mencintainya, dan masih berusaha membalas cinta orang itu.
"Haruskah aku tanyakan padanya dimana dia sekarang?" tanya Vania.
"Biar aku saja," sambut Kevin seraya mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
Namun gerakan Kevin terhenti, dan beralih menatap Vania.
"Kita temui langsung saja dia. Aku yakin dia ada di apartemen sekarang," ucap Kevin.
"Kau yakin?" tanya Vania.
"Rory mengatakan padaku bahwa buku yang ada di apartemen akan di pindahkan ke perpustakaan, dan kau tau bagaimana Nayla bukan?" ujar Kevin menaikkan alisnya disertai seringai dibibirnya.
"Ah,,, aku mengerti. Dia tidak mungkin tidak mengawasi mereka yang memindahkan buku miliknya," sambut Vania.
Mereka duduk sebentar setelah memesan minuman, menikmatinya sedikit dan pergi meninggalkan cafe. Vania duduk satu mobil bersama Kevin dalam keheningan panjang. Hingga saat mereka sampai diapartemen Nayla, mereka justru mendapati Martin, Thomas dan si kembar Ethan, Nathan juga berada disana termasuk Adrian.
Nayla duduk di sofa dengan tangan terlipat, dan menatap Martin. Lagi-lagi memasang wajah cemberut. Satu hal yang kurang bagi Kevin adalah, Rory tidak terlihat.
"Ada apa ini?" tanya Kevin mengejutkan mereka.
"Dia merusak gitarku," papar Nayla menunjuk Martin seolah tengah mengadu.
"Aaa_,,,?" kening Kevin berkerut menatap Martin yang tampak terpojok.
Bahkan tiga teman disampingnya tampak tidak bisa menolongnya. Seolah mengatakan Martin memang melakukan kesalahan. Dan yang menjadi masalah adalah saat ini Nayla sedang dalam mode sensitif, dimana ia tidak bisa tersentuh dengan satu kesalahan kecil.
"Aku sudah bilang padanya untuk memainkan gitar putih saja, jangan yang coklat, tapi dia tidak mendengarkanku," adu Nayla.
"Dan sekarang, senarnya benar-benar putus," imbuhnya.
"Aku benar-benar tidak sengaja, Nay," sesal Martin.
"Itu karena kamu keras kepala," sambut Nayla kesal.
"Hey,,, sudahlah,, aku akan mencarikan senar gantinya," bujuk Kevin.
"Senar yang ini sulit untuk mendapatkannya, aku bahkan mencarinya selama beberapa bulan dan tetap tidak mendapatkannya," jawab Nayla.
Nayla semakin memajukan bibirnya, membuat Martin mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Merasa lucu namun juga merasa bersalah.
Hal baru bagi Martin saat ini adalah melihat sikap manja Nayla yang pertama kalinya, seperti menghadapi anak kecil yang es krimnya di rebut olehnya.
"Kalau begitu, aku belikan gitar yang baru, kamu bisa memilih gitar mana saja yang kamu mau," bujuk kevin lagi.
"Ini bukan tentang gitarnya, tapi kenangannya," tukas Nayla.
Kevin mulai mengaruk kepalanya, bingung bagaimana membujuk Nayla yang menyalakan mode merajuknya.
"Ma Chérie, Aku membawakanmu sesuatu,"
Suara Rory muncul diambang pintu, membuat mereka serentak menoleh kearahnya.
Rory sedikit terengah-engah dengan keringat membasahi wajahnya. Satu tangannya membawa sebuah paper bag coklat yang ia pamerkan kepada Nayla.
"Kapan kau datang?" tanya Rory pada Kevin.
"Baru saja, dan ada drama disini," jawab Kevin kembali beralih pada Nayla.
"Apa itu?" sela Nayla menyambut Rory.
"Puding Toffee," jawab Rory.
Nayla segera menerimanya dengan mata berbinar, dan mengeluarkan isinya.
"Tidak dingin," komentar Nayla.
"Masukan dulu saja ke lemari pendingin sebentar," saran Rory.
Nayla mengangguk, lalu beranjak dari duduknya. Ingin meletakkan puding ditangannya ke lemari pendingin. Memunculkan tatapan bingung diwajah mereka yang berada disana.
"Kok bisa?" celetuk Nathan dengan wajah bingung.
"Dia menginginkan puding itu sejak kemarin, tapi aku gagal mendapatkannya," terang Rory.
Nathan mengangguk mengerti.
"Dia masih marah?" tanya Rory beralih menatap Martin.
"Yah,,, karena aku juga bersalah, wajar saja dia marah," desah Martin.
"Semenjak dia hamil, dia benar-benar sensitif," celetuk Ethan.
"Itu karena pengaruh hormonnya," sela Thomas.
"Dan Martin yang selalu menjadi korban," timpal Nathan menahan tawa.
Serentak mereka melakukan hal yang sama, menahan tawa mereka, ketika kembali mendengar suara Nayla.
"Lalu, bagaimana dengan gitarku,"
Nayla kembali mengingat tentang gitarnya, menatap Martin meminta jawaban.
"Heii,, ayolah,,, lepaskan saja untuk kali ini," bujuk Rory menghampiri Nayla.
"Tapi kan_,,,"
"Lihat wajahnya, dia bahkan seperti orang yang akan melahirkan, kenapa kamu terus mendesaknya?" ucap Rory tanpa beban.
"Hei,,, apa maksudnya itu?" sembur Martin tidak terima dengan perkataan Rory.
"Lihat kan? Dia sekarang marah, dia juga menjadi lebih sensitif dibandingkan denganmu," ujar Rory lagi.
Rory merangkul Nayla, dan menariknya mendekat kearahnya. Sementara mereka yang mendengarkan ucapan Rory gagal menyembunyikan tawa mereka.
"Aku akan mencarikan senar gantinya, hanya saja perlu waktu jika ingin medapatkan yang sama persis, jadi, lepaskan saja Martin untuk kali ini," bujuk Rory.
"Lagi pula dia tidak sengaja, dan dia juga sudah meminta maaf padamu," imbuhnya.
Nayla menurut meski wajahnya masih cemberut.
"Permisi Nyonya, maaf menganggu,"
Suara ramah pria menyela mereka membuat mereka serentak menoleh.
Seorang pria dengan topi di kepalanya membungkukkan sedikit badannya dan tersenyum ramah pada mereka. Pakaian mereka yang khas dengan tulisan jasa kirim di punggungnya.
"Ya?" sambut Nayla.
"Semua buku sudah bisa di pindahkan, anda bisa memeriksanya lebih dulu untuk memastikannya," ucapnya sopan.
"Tidak perlu, aku percaya pada kalian, kalian bisa membawanya," jawab Nayla.
"Baik," jawabnya.
Pria itu pun pergi, tak lama berselang muncul lagi dengan kotak besar ditangannya. Dua temannya mengikutinya dari belakang dengan kotak ukuran sama dan meletakkannya di depan pintu apartemen.
Mereka kembali masuk untuk mengambil kotak lain, sementara salah satu dari mereka pergi keluar untuk mengambil troli barang.
"Aku akan ikut bersama mereka untuk memantau semua bukumu. Alvis akan kesulitan jika melakukannya sendiri," ucap Adrian memecah keheningan.
"Tapi itu di luar pekerjaanmu," sanggah Nayla.
"Apa maksudmu di luar pekerjaanku? Aku bahkan selalu melakukannya disini," sambut Adrian tertawa.
Yah,, selama ini yang merapikan ruang kerja Nayla memang Adrian, akan tetapi setelah Nayla menikah ia memindahkan semua buku-bukunya ke gedung yang dibelikan Rory untuknya dan menjadikannya perpustakaan.
Semua buku karyanya pun berada di sana dan disusun di ruangan yang berbeda, dimana orang-orang bisa meminjam buku itu hanya dengan di baca di sana, dan mereka yang meminjam untuk dibawa pulang, memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi dan memiliki batas waktu lebih sedikit dibandingkan dengan buku lain.
Mereka yang melanggar diharuskan untuk membayar denda, dimana uang denda yang terkumpul akan didonasikan ke sekolah terdekat.
Sekolah itu juga diperbolehkan untuk meminjam buku di perpustakaan Nayla. Hingga akhirnya Nayla memperkerjakan orang untuk mengelola perpustakaan.
Seseorang yang telah di pilih Nayla secara pribadi setelah Rory merekrut tiga puluh orang, dan hanya empat yang di pilih Nayla, salah satunya yang terbaik adalah Alvis.
"Kalau begitu, aku ikut," sela Vania.
"Itu lebih baik, akan lebih cepat selama kamu ikut," sambut Adrian senang.
"Kamu juga pergi, Vani?" tanya Nayla dengan wajah memelas.
"Jangan beri aku tatapan seperti itu, lagi pula kamu tidak sendirian disini," sungut Vania.
Selesai mengatakan itu, Vania melangkah keluar bersama Adrian.
"Kita dapat undangan lagi," ucap Martin setelah Vania tidak lagi terlihat.
"Undangan?" ulang Kevin.
"Ya, tapi kali ini mereka berharap Nayla ikut," jelasnya.
"Kenapa?" sambut Nayla.
"Acara yang sekarang sama seperti siaran langsung saat itu (Saat dimana Nayla mengungkapkan identitas aslinya)," terang Martin.
"Dan sepertinya kita juga akan melakukan tour selama empat bulan," jelas Martin mengecilkan suaranya lalu menatap Nayla.
"Kenapa menatapku? Aku tidak ikut jika itu tour kalian," tukas Nayla.
"Maksudku, itu artinya, Rory harus ikut juga," jelas Martin.
"Ehhh,, kenapa dia harus ikut?" protes Nayla.
Martin kembali mengaruk kepalanya dengan putus asa, bingung dengan bagaimana cara menjelaskannya.
"Karena dia leader, Nay. Tentu saja dia harus ikut," sela Kevin menjelaskan.
"Semua lagu, dia memiliki andil terbanyak, bagaimana jadinya kalau dia tidak ikut?" imbuhnya.
Nayla terdiam, baru saja menyadari sesuatu yang tidak ia tangkap sebelumnya.
"Kamu bisa saja ikut, tapi kami juga khawatir kalau kamu tidak sanggup dalam perjalanan dengan keadaan kamu sekarang," jelas Kevin hati-hati.
"Kapan?" tanya Nayla.
"Bulan depan," jawab Martin.
Nayla hanya mengangguk lesu, tersenyum beberapa saat lalu pergi ke ruang kerjanya tanpa mengatakan apa-apa.
Meski Nayla tidak tidak mengatakan apapun, mereka tau, terasa sulit bagi Nayla harus kembali terpisah dari Rory.
...@@@@@@@@@@@...
###malam harinya...
Rory baru saja mengunci pintu apartemen setelah semua temannya pulang. Ia menghela nafas panjang setelah pembicaraan yang terasa berat baginya hari ini telah berakhir meski hatinya justru menjadi gelisah karenanya.
Membahas tentang hadir dalam acara, juga tentang tour yang akan dia berserta teman-temannya jalani, dan itu memakan waktu beberapa bulan.
Rory menghempaskan tubuhnya di sofa, duduk menengadah dengan tangan menutupi sebagian wajahnya.
"Hahh,,," desah Rory.
"Memikirkan semua kemungkinan yang bisa saja terjadi membuat kepalaku terasa mau meledak," sambungnya.
"Aku tidak mungkin tidak ikut, tapi bagaimana dengan_,,,"
Rory tersentak, tidak menyelesaikan kalimatnya dan segera mengangkat tangan dari wajahnya, lalu bergegas masuk kedalam kamar.
Saat ia masuk kedalam, Nayla sudah berbaring dengan posisi membelakangi tempat dimana biasanya ia tidur disebelahnya.
"Ma Chérie, kamu sudah tidur?" tanya Rory.
Nayla bergeming, membuat Rory menghampirinya untuk memeriksa Nayla apakah sudah tidur atau belum.
Rory naik keatas tempat tidur dengan sedikit merangkak, lalu melihat Nayla sudah memejamkan matanya.
Menghela nafas lega, Rory mundur dengan perlahan dan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur.
Setelah beberapa menit kemudian, Rory keluar dari kamar mandi hanya dengan celana pendek yang menempel di tubuhnya. Satu tangannya mengosok rambutnya yang basah dengan handuk.
Rory kembali masuk kedalam kamar mandi dengan pengering rambut ditangannya, memilih mengeringkan rambutnya di kamar mandi karena tidak ingin menganggu tidur istrinya.
Setelah selesai, ia naik ke tempat tidur dan masuk kedalam selimut yang sama dengan Nayla.
"Fais de beaux rêves, Ma Chérie, [[Mimpi indah, sayang]]," ucap Rory lembut seraya mengecup pipi istrinya.
Rory berbaring sembari memeluk Nayla yang masih membelakangi dirinya, lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Namun, Nayla justru membuka matanya tanpa melakukan pergerakan. Sejak awal, Nayla memang belum tidur, dan berpura-pura sudah tidur dengan alasan tidak ingin membuat suaminya terbebani dengan apa yang ia pikirkan.
Nayla hanya diam, ia merasakan tangan Rory yang melingkar dipinggannya. Karena dirinya memang terbiasa tidur didalam dekapan suaminya, namun malam ini Nayla merasa berbagai macam pikiran bergelut dalam benaknya, dan memberontak untuk ditenangkan, memikirkan semua itu membuat ia tersenyum lesu.
'Aku tau itu penting untuknya, tapi rasanya sulit sekali membiarkan dia pergi,' batin Nayla.
"Sepertinya dugaanku benar, kamu belum tidur,"
Nayla sedikit tersentak saat Rory berbisik pelan didekat telinganya. Namun segera membalikkan badannya dan menghadap Rory yang kini menatapnya.
Rory tidak melepaskan dekapannya dari sang istri, sedangkan Nayla menatap Rory yang bertelanjang dada dan beringsut kedalam pelukannya, membenamkan wajahnya didada Rory.
"Apa yang membuatmu gelisah, hemm?" tanya Rory lembut, tangannya mengusap kepala Nayla.
"Aku tidak tau," jawab Nayla lirih.
"Apakah itu tentang tour?" tanya Rory lagi.
Nayla tidak menjawab, namun mengangguk pelan.
"Kamu tau jelas bahwa aku tidak memiliki tempat lain untuk kembali selain kembali padamu, bukan?"
Nayla hanya diam, namun tangannya melingkar dipinggang Rory. Seolah tidak ingin melepaskannya meskipun seseorang memaksanya, memberikan sebuah pesan bahwa tidak ingin Rory pergi.
"Sejauh apapun aku pergi, selama apapun itu, aku akan tetap kembali padamu. Karena kamu adalah rumah bagiku," ucap Rory.
"Aku tau, kamu selalu melakukan apa yang kamu katakan, hanya saja tidak tau kenapa aku merasa seperti ini," ucap Nayla pelan.
"Aku juga tau ini penting untukmu, untuk mereka, tapi tetap saja, aku merasa sangat berat untuk melepaskanmu kali ini," terang Nayla.
"Aku janji akan segera pulang setelah semuanya selesai, untuk bisa kembali bersamamu, bersama junior kita," sambut Rory tersenyum.
"Kamu berkata seperti itu seolah sudah tau bahwa dia laki-laki, padahal kita belum memeriksanya," jawab Nayla terkekeh pelan, mulai merasa tenang.
"Itu bisa dikatakan sebagai insting seorang ayah," sambut Rory tertawa kecil.
"Dan hanya instingmu yang berlaku, sedangkan aku tidak?" sambut Nayla.
"Hemm,, entah kenapa aku merasakan kamu akan mengatakan hal yang sama denganku," jawab Rory percaya diri.
"Dan kamu sudah menyiapkan nama untuknya?" tanya Nayla.
Nayla berbicara dengan tetap membenamkan wajahnya didada Rory, mendengarkan detak jantung Rory yang terasa menjadi melodi indah di telinganya. Sementara Rory menempelkan dagunya di kepala Nayla, sesekali membelai rambutnya.
Mereka saling berbicara dan menimpali tiap perkataan mereka dengan memejamkan mata.
"Ada satu nama yang terlintas dikepalaku jika memang dia laki-laki," ucap Rory.
"Dan apa itu?" tanya Nayla.
"Noel," jawab Rory.
"Bukankah itu nama yang akan sangat pas ketika lahir di hari natal?" tanya Nayla.
"Benar, tapi bukan berarti kita tidak bisa memberikan nama itu, anggaplah kehadirannya nanti akan memberikan kebahagiaan layaknya di hari natal, dan itu terjadi setiap hari," terang Rory. "Dan mungkin saja, dia akan lahir di hari natal nanti," imbuhnya.
Nayla sedikit menjauhkan wajahnya dari dada Rory lalu mendongak, menatap wajah suaminya yang senantiasa bersikap lembut padanya dengan tatapan sayu.
"Haiss,,, " desah Rory.
"Jangan menatapku seperti itu," keluh Rory. "Aku selalu berusaha menahan diri ketika berada didekatmu meskipun itu sangat sulit bagiku. Jika kamu menatapku seperti itu, sama saja kamu mencoba untuk membunuhku," tambahnya.
"Jika bukan karena peringatan dari dokter, aku sangat ingin menyerangmu," ucap Rory mengeratkan dekapannya.
Nayla hanya mengulum senyum, tangannya bergerak keatas dengan perlahan dan menelusuri garis rahang Rory dengan jarinya.
Tangannya berhenti tepat di tengkuk Rory, lalu menarik wajah Rory mendekat kearahnya. Menyapukan bibirnya di bibir Rory, lalu tersenyum.
"Pernahkah aku mengatakanya padamu bahwa kamu adalah sosok suami yang sempurna dalam hidupku? Dan betapa beruntungnya aku kamu menjadi suamiku?" tanya Nayla.
Mendapatkan serangan halus dari Nayla, Rory segera membalikkan badan Nayla, lalu mengurung Nayla dalam kungkungannya.
"Andai ada kata yang lebih baik dari sempurna, aku akan menggunakan kata itu untukmu, Ma Chérie. Aku juga berharap bisa mendengar kata-kata itu dari bibirmu selama sisa hidupku," terang Rory.
Rory mengecup lembut kening Nayla, lalu turun ke kedua mata Nayla, beralih ke hidungnya, dan akhirnya Rory menemukan bibir Nayla. Mengulum, menghisap dan mengigit lembut bibir bawah Nayla, membuat Nayla membuka bibirnya. Membiarkan Rory menjelajahi apa yang ada didalammnya.
Rory menarik wajahnya, memandagi wajah Nayla yang berada didalam kungkungannya.
"Aku akan kesulitan untuk berhenti jika kita tidak berhenti sekarang," ucap Rory.
"Banarkah?" goda Nayla.
Nayla mengulurkan kedua tangannya, dan melingkarkan tangannya di leher Rory.
"Apakah kau berpikir aku tidak tau apa alasanmu menemui kak Chris tempo hari?" ucap Nayla dengan seringai kecil diwajahnya.
"Itu_,,,,"
Rory tidak bisa lagi mengelak. Dirinya memang menemui Chris untuk bertanya tentang hal ITU. Dan bagaimana cara melakukannya dengan aman tanpa mempengaruhi janin dalam kandungan Nayla.
Nayla terkekeh pelan menyadari Rory seolah tersudut dengan pertanyaan yang ia ajukan. Tangannya menarik Rory mendekat, dan mendekatkan telinga Rory di bibirnya.
"Aku menginginkanmu, Mon Chérie," bisik Nayla dengan suara menggoda.
Rory menggeram, lalu menghembuskan nafas dengan kasar. Menatap dalam mata Nayla yang juga tengah menatapnya.
Rory kembali membungkuk, kembali mencium Nayla dengan lembut. Ciuman yang semula lembut berubah menjadi lebih mendesak dan menuntut. Tangan Rory bahkan menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka.
Tanpa melepaskan pagutan bibirnya, tangannya mulai menelisik kedalam baju Nayla, dan perlahan mulai melepaskan pakaian yang menempel dibadan Nayla, termasuk satu-satunya kain yang menempel di badannya sendiri.
Rory melakuakan semuanya dengan hati-hati. Tidak ingin menyakiti Nayla ataupun membuat Nayla tidak nyaman. Hingga ketika Rory telah mencapai tujuannya, ia terbaring disamping Nayla dengan nafas terengah-engah.
Tangannya meraih selimut dan kembali menutupi tubuh polos Nayla, menariknya dalam dekapannya, lalu mencium keningnya.
Nayla tersenyum dan kembali membenamkan kepalanya didada Rory. Menjadikan suara detak jantung Rory sebagai lagu pengantar tidur baginya.
"Terima kasih, Ma Chérie, Aku sangat mencintaimu. Istirahatlah," ucap Rory dengan suara lembut dan kembali mencium kening Nayla sebelum akhirnya mereka sama-sama terlelap dalam tidur mereka.
...@@@@@@@@...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!