Tiit.....
Seorang gadis berusia 22 tahun berkali-kali membunyikan klakson agar mobil hitam di depannya berjalan. Gadis tersebut turun dari motor dan terlihat begitu kesal karena si pemilik kendaraan tidak juga memindahkannya.
Alesha Queenza, itu adalah namanya. Meskipun hidupnya tak seperti ratu namun ia sangat bangga dengan nama tersebut yang merupakan pemberian kedua orang tuanya. Alesha mengetuk kaca jendela mobil dengan kuat sehingga membuat si empunya menurunkan kacanya dan menatapnya sinis.
"Ada apa, Nona?" tanyanya dengan nada datar sembari membuang wajahnya.
"Bisakah anda menggeser mobil ini? Saya mau lewat, kendaraan anda menghalangi jalan," kata Alesha, mengarahkan jari telunjuknya ke motornya.
"Jalanan ini sangat lebar, pakai sedikit isi kepalamu itu!" lagi-lagi berucap tanpa menoleh.
Alesha menghela napas, ia berusaha sabar dan tidak tersulut emosi.
"Aku sedang menunggu seseorang, menjauhlah dari mobilku!" usirnya sembari menaikkan kembali kaca mobil.
Alesha dengan cepat memundurkan langkah kakinya. Alesha yang hampir terlambat, bergegas mendekati motornya dan memaksa mengendarainya melewati jalanan sempit karena terhalang badan mobil.
Alesha sudah berhati-hati, namun motornya berhasil membuat bagian depan mobil pria angkuh itu tergores. Tak mau disalahkan, Alesha gegas melajukan kendaraannya.
Pria itu keluar dan memeriksa keadaan mobilnya, matanya membulat melihat kendaraan kesayangannya lecet. Ia mengepalkan tangannya, menatap kejauhan motor yang dikendarai Alesha. "Awas saja kalau kita bertemu lagi!" geramnya.
Alesha memperhatikan dari kaca spionnya bahwa mobil pria itu tak mengejarnya. "Siapa suruh berhenti di depan gang!" gerutunya.
Alesha tiba di toko kue, sesampainya di sana ia dimarahi oleh manajer toko karena datang terlambat. "Berapa kali kamu selalu telat begini?" bentaknya.
"Maafkan saya, Bu. Tadi ada mobil di depan gang mengganggu perjalanan saya," jelas Alesha.
"Alasan saja!" sentaknya.
"Saya berkata jujur, Bu!"
"Pandai sekali kamu mencari alasan agar saya memaafkanmu!" omelnya.
Alesha hanya diam tertunduk lesu.
"Ini kesempatan terakhir kamu, jika terlambat lagi maka saya akan memecat kamu!" wanita itu memberikan peringatan.
"Iya, Bu."
"Kembali ke dapur, hari ini kita banyak mendapatkan pesanan!" perintahnya.
Alesha mengangguk kemudian melangkah ke dapur.
-
Tiga jam menyiapkan kue pesanan, Alesha diminta untuk mengantarkannya ke salah satu rumah pelanggan. Alesha mengendarai motornya melaju ke sebuah rumah yang sangat mewah. Alesha sempat terkesima bangunan itu.
Seorang pria yang bertugas sebagai penjaga keamanan menyapanya, "Cari siapa, Nona?"
"Apa benar ini kediaman Bapak Hadinan Kusuma?" Alesha balik bertanya.
"Iya, Nona."
"Saya dari toko kue Lezat mau mengantarkan pesanannya," kata Alesha.
"Kalau begitu, silahkan masuk!" Pria itu membuka pagarnya.
Alesha kemudian masuk bersama dengan motornya, memarkirnya lalu melangkah ke dalam rumah. Ia menyerahkan pesanan kue kepada salah satu pelayan.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Alesha kemudian menghampiri motornya dan bersiap pergi. Mobil merah memasuki halaman, seorang pria tampan dengan tinggi 180 cm keluar dari kendaraan mewah itu.
Ia menyipitkan matanya ketika melihat motor yang membuat mobilnya tergores. Tak mau membuang kesempatan, gegas ia mendekatinya. Ia lalu menepuk bahu gadis itu dan berkata, "Mau kemana lagi?"
Alesha terkejut saat bahunya ditepuk, ia lalu menoleh dan membulatkan netranya.
Pria itu melipat tangannya, "Akhirnya kita bertemu lagi?" menunjukkan tatapan tajam.
Alesha tersenyum nyengir.
"Kamu harus bertanggung jawab!" katanya dengan tegas.
"Tanggung jawab apa, Tuan?" tanya Alesha gugup.
"Mobilku rusak karena motormu!" jawabnya.
"Tuan yang bersalah karena parkir sembarangan," jelas Alesha tak mau disalahkan.
"Jangan berkelit! Jelas-jelas aku yang dirugikan!" Pria itu tak mau kalah juga.
Alesha mencari akal lagi agar terlepas dari pria dihadapannya itu.
Pria itu memperhatikan seragam yang dikenakan Alesha dengan saksama.
"Tuan, saya harus balik ke toko!" kata Alesha beralasan.
"Berikan kartu namamu!" pria itu mengulurkan tangannya.
"Saya tidak punya kartu nama, Tuan." Kata Alesha.
"Kalau begitu siapa namamu?" tanyanya.
"Aidan!" panggil seseorang dari kejauhan.
Pria itu lalu menoleh ke arah suara, "Iya, Ma!" padahal Alesha belum sempat menjawab pertanyaannya ia sudah dipanggil.
Tatapan Aidan kini kembali menatap Alesha, "Jangan kabur lagi, tetap di sini!"
Alesha tak mengiyakannya.
Aidan Hadinan Kusuma, 24 tahun, berjalan menghampiri ibu kandungnya yang memanggilnya.
Alesha yang mendapatkan kesempatan, dengan cepat menyalakan mesin motor dan kabur.
Mendengar suara motor berderu, Aidan hendak mengejarnya namun ibunya menarik lengannya, "Mau ke mana, Nak?"
"Aku mau mengejar dia, Ma!" tunjuk Aidan ke arah motor yang melaju.
"Dia siapa?" tanya sang mama.
"Itu gadis pegawai toko roti yang sudah membuat mobilku rusak," jawab Aidan menerangkan alasannya sembari menunjuk kendaraannya.
"Coba Mama lihat mobil kamu!" wanita berusia 50 tahun itu melihat ke arah bagian mobil yang di tunjuk putranya.
"Aku mau minta tanggung jawab dia, Ma!" kata Aidan.
"Hanya tergores kecil. Mama rasa tidak menjadi masalah," ucapnya.
"Ma, tapi dia harus tanggung jawab!" kata Aidan.
"Gaji dia takkan sanggup untuk membayar perbaikan mobil kamu. Sudahlah, jangan di perpanjang," ujarnya agar Aidan berhenti menagih orang kecil.
"Mama, bukannya membela aku!" protes Aidan.
"Sayang, daripada kamu capek terus mengejarnya lebih baik masuk dan temui papa dan kakakmu," katanya.
Aidan mengangguk mengiyakan.
Sementara Alesha mengelus dadanya dengan tangan sebelah kiri. "Huh, syukurlah!"
Sepanjang jalan, Alesha berharap tak bertemu dengan pria tadi kapanpun dan di manapun.
***
Esok paginya...
Alesha mengelap steling kaca sebelum memasukkan dan menyusun aneka kue dan roti. Hari ini dirinya tak datang terlambat, manajer toko pun memujinya.
Sejam berlalu, Alesha sudah menyusun beberapa kue dan roti di dalam steling. Ia lalu menyusun kotak yang telah dibentuk rekan kerjanya.
"Sha, ada yang mencarimu!" ucap Bu Manajer.
"Siapa, Bu?" tanya Alesha.
"Pria tampan dan kaya," jawabnya. "Cepat temui dia sana!" titahnya.
Alesha pun mengiyakan. Alesha lalu menghampiri tamu yang dikatakan manajer toko di parkiran. Alesha memperhatikan tubuh pria itu dari belakang, ia masih berpikir siapa gerangan yang mencarinya.
"Permisi, apa Tuan mencari saya?" tanyanya dengan sopan dan ramah.
Pria itu membalikkan badannya dan tersenyum.
Sontak, Alesha membulatkan matanya. "Kamu!" ucapnya terbata.
"Kamu pikir dapat kabur dari aku," kata Aidan tersenyum menyeringai.
"Tuan, maafkan saya!" Alesha menunjukkan wajah sedihnya.
"Kenapa baru minta maaf?" Aidan menatap sinis Alesha.
"Saya tidak punya uang untuk membayar ganti rugi."
Jawab Alesha ketakutan.
"Jika tak mampu, jangan mencari masalah!" omelnya.
"Saya minta maaf, Tuan. Lain waktu saya tidak akan melakukannya lagi!" Alesha tersenyum dan merapatkan jari manis dan telunjuk lalu mengangkatnya.
"Kamu pikir aku mau bertemu denganmu lagi!" kata Aidan angkuh.
"Saya juga, Tuan!" ucap Alesha terus terang.
"Makanya kamu harus ganti rugi atau aku akan melaporkanmu!" ancam Aidan.
Alesha memegang tangan Aidan, "Jangan tahan saya, Tuan!" mohonnya.
Aidan menghentak tangan Alesha.
"Saya tidak memiliki apa-apa untuk membayar ganti rugi!" kata Alesha dengan mata berkaca-kaca.
Aidan melihat keseluruhan barang yang dikenakan Alesha. "Berikan kalungmu itu!"
Alesha dengan cepat memegang lehernya.
"Kalung itu akan menjadi jaminan kamu!" kata Aidan.
"Jangan, Tuan. Kalung ini sangat begitu berharga bagi saya!" Alesha menyentuh kalungnya.
"Aku tidak peduli, cepat berikan!" ujar Aidan tegas.
"Tapi Tuan...."
"Cepat! Aku tidak memiliki waktu lagi!" desaknya.
Alesha terpaksa membuka kalung pembelian ayahnya 3 tahun lalu dan memberikannya kepada Aidan.
"Siapa namamu?" tanya Aidan tetapi matanya tertuju pada kalung di genggamannya.
"Alesha, Tuan."
"Jika kamu sudah memiliki uang, maka kalung ini akan saya kembalikan!" kata Aidan lalu memasukkan benda tersebut ke dalam saku celananya.
Alesha tak dapat berbuat apa-apa, ia hanya menghela napas pasrah.
Aidan masuk ke dalam mobil dan berlalu.
Sepulang kerja, Alesha dijemput oleh kekasihnya yang sudah bersama dengannya selama 2 tahun. Ya, kekasih Alesha bernama Daka Bimantara. Dia seorang pengacara, meskipun hubungan mereka tak restui orang tuanya Daka namun keduanya tetap menjalankan hubungan secara diam-diam.
"Hari ini aku sangat kesal sekali!" ucap Alesha sembari menyeruput es jeruk kesukaannya di sebuah kafe.
"Kesal kenapa?" Daka mengelus punggung tangan kekasihnya.
"Pria aneh itu datang ke toko dan mengambil kalung pemberian ayahku," jawabnya dengan wajah cemberut.
"Buat apa dia mengambilnya?"
"Katanya untuk jaminan, kamu tahu 'kan kalau kalung itu kenang-kenangan sebelum ayah meninggal."
Daka mengangguk paham.
"Aku harus bagaimana, sayang?" rengeknya.
"Berapa yang dia minta?"
"Aku juga tidak tahu, dia tak menyebutnya."
"Apa kamu menyimpan nomor ponselnya?"
"Tidak."
"Bagaimana aku bisa menemuinya," kata Daka.
"Aku tahu alamat rumahnya," ucap Alesha.
"Di mana?"
Alesha lalu menyebut alamat rumah yang kemarin ia datangi saat mengantarkan kue.
Daka yang mendengarnya terdiam.
"Apa kamu ingin ke sana menemani aku untuk mengambil kalung itu?" tanya Alesha.
Daka tak menjawab.
"Sayang.."
"Itu rumah pengusaha terkenal dan kaya raya. Apa kamu yakin putranya yang mengambil kalungnya?"
"Buat apa aku berbohong, sayang."
"Jika ada waktu, aku akan ke sana mengambilnya!" janji Daka.
Alesha tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
-
Alesha lalu diantar pulang oleh Daka. Di perjalanan menuju rumah, ponsel Daka terus berbunyi.
"Kenapa tidak diangkat?" Alesha mengarahkan pandangannya kepada kekasihnya.
"Aku lagi menyetir."
"Kita berhenti, lalu kamu jawab teleponnya," saran Alesha.
"Nanti saja aku telepon balik lagi jika sudah mengantarkanmu!" kata Daka.
Alesha pun tak berbicara lagi.
Begitu sampai, Alesha lalu turun dan Daka menghubungi kembali nomor yang sedari tadi membuat ponselnya berdering.
Alesha masuk ke rumah tak lupa mengucapkan salam, ia mencari keberadaan sang ibu yang tak ada di dapur. Lalu ia melangkah ke kamar dan melihat wanita paruh baya itu tergeletak di ranjang dengan wajah pucat.
Alesha berlari kecil menghampirinya, raut cemas terpancar di wajahnya. "Ibu sakit lagi?"
Wanita itu mengangguk pelan.
"Kita ke rumah sakit, ya!" ajak Alesha.
"Tidak usah, Sha. Besok juga Ibu sudah sehat," tolaknya.
"Kenapa Ibu selalu menolak aku ajak ke Dokter atau rumah sakit?" tanya Alesha.
"Karena Ibu tidak mau menyusahkan kamu," jawabnya.
"Bu, aku tidak merasa di susahkan atau repot. Ibu sehat saja itu lebih dari cukup!" kata Alesha.
"Lebih baik uang kamu ditabung buat masa depanmu!"
"Masa depan aku adalah Ibu, harta paling berharga hanya Ibu tak ada yang mampu menggantikannya!" kata Alesha dengan mata berkaca-kaca.
Sang ibu lalu menarik tubuh Alesha dan memeluknya.
"Aku menyayangi, Ibu. Aku ingin Ibu sehat, aku hanya mau itu, Bu!" ucap Alesha terisak.
"Ibu juga menyayangimu, Nak. Ibu mau kamu bahagia meskipun Ibu tak di sampingmu!" katanya lirih.
Alesha melepaskan pelukannya dan menatap ibunya yang terbaring. "Ibu harus selalu ada di sampingku dalam keadaan apapun. Aku tidak bisa bila tanpa Ibu!" air mata Alesha kembali tumpah.
"Nak, Ibu tak selamanya di sampingmu. Sekarang saatnya kamu menentukan kebahagiaanmu."
"Kebahagiaan aku hanya bersama Ibu," ucap Alesha.
Karena sang ibu tak mau diajak ke dokter, maka Alesha memilih membeli obat di apotik sesuai resep lama ketika setahun lalu mereka berkonsultasi.
Entah obat itu sesuai dengan penyakit yang dialami ibunya atau tidak. Selama meminumnya, kesehatan Ibu Alesha berangsur membaik.
Dari apotik, ia lalu mengendarai motornya ke sebuah warung nasi goreng. Di sana ia akan membelikan makanan untuknya sendiri karena sang ibu tadi sudah makan.
Setelah dari warung nasi goreng, Alesha melajukan motornya menuju rumah. Terlihat kejauhan, mobil pria yang mengambil kalungnya berhenti di pinggir jalan.
Alesha lalu mendekatinya, ia turun dari motor dan menghampirinya. Seketika ia tertawa melihat wajah Aidan berkeringat.
Aidan menoleh ke arah Alesha.
"Kenapa mobilnya, Tuan?" singgung Alesha.
"Kenapa kamu di sini?" tanyanya dengan nada kesal.
"Kebetulan saya lewat di sini dan melihat Tuan Muda nan tampan berdiri di pinggir jalan," jawab Alesha dengan menyindir.
"Pergilah, jangan ganggu aku!" usirnya.
"Apa perlu bantuan?" Alesha menawarkan diri.
"Tidak perlu, kamu juga takkan mengerti tentang ini!" omelnya.
"Apa Tuan tahu jika ini adalah balasan karena sudah mendzalimi saya," ucap Alesha.
"Hei, siapa juga yang mendzalimi kamu. Harusnya aku berada di posisi itu karena di sini aku dirugikan!"
"Coba saja Tuan mau mengembalikan kalung itu, pasti kejadian ini takkan terjadi!"
"Ini tak ada hubungannya dengan kalung murahanmu itu!"
"Jangan menghina kalung saya, Tuan!" bentaknya.
"Kalung itu di jalanan banyak dijual, tak ada berharganya!" ucap Aidan.
"Jika tidak berharga, maka kembalikan!" Alesha membuka telapak tangannya.
"Kalung itu tidak bersamaku lagi!"
"Apa! Jadi Tuan menghilangkannya!" Alesha tanpa sadar menarik kerah baju Aidan.
Aidan mendorong tubuh Alesha. "Nanti aku akan menggantinya!"
"Aku mau kalung itu!" ucap Alesha lantang.
"Ribet banget jadi kamu!"
"Tuan harus mencarinya sampai dapat!"
"Aku tidak bisa berjanji!" kata Aidan santai.
Alesha yang sangat begitu kesal, naik ke motornya dan mengklakson panjang sehingga memekakkan telinga Aidan.
"Jika kita bertemu lagi, Tuan harus mengembalikan kalung itu!" teriak Alesha.
"Iya, berisik!"
Alesha kemudian melesat ke rumahnya.
Begitu sampai ia terus menggerutu, sehingga ibunya bertanya, "Kenapa, Sha?"
"Tidak ada, Bu."
"Dari tadi kamu mengomel, apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, Bu." Jawab Alesha.
"Jangan menyimpan masalah kamu sendirian, coba ceritakan pada Ibu."
"Aku tidak memiliki masalah, Bu. Sekarang Ibu waktunya minum obat, " Alesha mengeluarkan tablet dan sirup dalam kantong plastik kecil.
Alesha tidak mungkin menceritakan pada ibunya bahwa kalung pemberian sang ayah diambil orang lain. Hal itu akan membuat sang ibu menjadi sedih.
Aidan terus memarahi asisten ayahnya yang datang terlambat.
"Kalian ini bagaimana,'sih?"
"Maafkan kami, Tuan. Tadi saya ada rapat."
"Apa tidak bisa menjawab telepon dariku sebentar saja?"
"Tuan Besar akan marah, Tuan."
"Memang rapat apa yang dilaksanakan malam-malam?"
"Ini permintaan dari ayahnya Nona Mella, Tuan."
"Kalian selalu saja menuruti permintaan dia," umpatnya.
"Kami hanya menjalankan perintah saja, Tuan!" kata asisten Hadinan bernama Gio.
Satu bulan berlalu, Aidan tak pernah muncul di toko tempat Alesha bekerja. Hal itu membuat gadis itu semakin kecewa karena harapannya mendapatkan kalungnya kembali semakin jauh.
Sampai saat ini, ibunya belum mengetahui kalungnya dirampas orang tak dikenal.
Alesha mengerjakan pekerjaannya seperti biasanya, malam ini Daka berniat datang ke rumah ibunya untuk membahas masalah pernikahan.
Tentunya Alesha begitu senang akhirnya dirinya akan menikah dengan pujaan hatinya.
Jam 5 sore, Alesha pulang kerja. Gegas membantu ibunya membersihkan rumah dan memasak makan malam.
Jam 7 malam, Daka datang membawa sebuket kecil bunga mawar dan sekotak martabak telur kesukaan calon mertuanya.
Alesha menerima bunga dan mengucapkan terima kasih. Begitu juga dengan ibunya Alesha. Ketiganya duduk bersama menikmati makanan yang tersaji di meja.
Daka lalu mengutarakan niatnya untuk melamar Alesha.
"Bibi senang kamu memiliki niat serius dengan Esha. Tapi bagaimana kedua orang tuamu?" tanya wanita itu.
"Saya akan berusaha mengejar restu kedua orang tua, Bi." Jawab Daka.
"Bibi ingin kalian menikah jika diantara dua belah pihak saling merestui," ucapnya.
"Bibi tenang saja, kedua orang tua saya pasti merestui hubungan kami," kata Daka.
Wanita itu manggut-manggut.
Selesai makan, ibunya Alesha pergi ke kamar dan Daka pamit ke kamar mandi. Ponsel yang ditinggalnya di meja berbunyi. Alesha melirik nama si penelepon.
Tertera nama Hani di ponsel milik kekasihnya.
Alesha ingin menjawabnya namun bunyi ponsel tersebut tiba-tiba berhenti.
Daka pun muncul.
"Ada telepon untukmu," ucap Alesha.
"Nanti aku akan telepon balik lagi dia," kata Daka.
"Siapa Hani?" tanya Alesha tanpa basa-basi, karena ia ingin mendapatkan kejelasan.
"Dia klien aku," jawab Daka.
"Oh," ucap Alesha singkat.
Tepat jam 9 lewat 30 menit, Daka pamit pulang dari rumahnya Alesha.
Sepulangnya kekasihnya, Alesha terus memikirkan nama si penelepon. Bukan hanya sekali dirinya melihat nama tersebut menghubungi Daka. "Apa seorang klien sesering itu menghubunginya?" batin Alesha.
"Tidak. Aku pernah mendengar nama itu terucap dari mulut Mama-nya Daka. Siapa sebenarnya Hani? Apa Daka sedang merahasiakan sesuatu padaku?" gumamnya.
Beberapa minggu lalu, ketika Alesha diajak ke rumah orang tuanya Daka saat ulang tahun calon adik iparnya. Wanita yang melahirkan kekasihnya itu mengatakan meskipun Alesha di dandanin begitu rupa takkan mampu menandingi Hani.
"Aku harus bertanya siapa sebenarnya Hani? Ada hubungan apa diantara mereka?" Alesha membatin.
***
Esok harinya, Alesha mendatangi kantornya Daka. Di sana pria itu terkejut dengan kehadirannya.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau mau ke sini?" tanya Daka dengan wajah tersenyum.
"Aku ingin memberikan kamu kejutan," jawab Alesha.
Daka tersenyum senang. Menarik tangan kekasihnya dan menyuruhnya duduk. "Kamu ingin minum apa?" tawarnya.
"Teh saja."
"Sebentar ya, aku akan suruh OB membuatnya," kata Daka, kemudian keluar ruangan.
Alesha mengangguk mengiyakan.
Daka kembali dan duduk dihadapan kekasihnya.
Alesha tampak diam memandangi Daka, ia begitu ragu untuk bertanya.
"Sayang, kamu kenapa? Apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Daka lembut.
"Aku minta maaf jika pertanyaan ku sangat lancang," jawab Alesha.
"Kamu ingin bertanya apa?"
Alesha melontarkan pertanyaan yang sama ketika Daka berada di rumahnya kemarin malam.
Daka menjawab sama. Yaitu, seorang klien yang memakai jasanya.
"Apa kamu dapat berkata jujur?" Alesha menatap bola mata kekasihnya yang sepertinya berbohong.
Daka melihat tatapan kekasihnya.
"Kamu ingin bicara jujur atau aku cari sendiri," ucap Alesha.
Daka menarik napas lalu dihembuskannya.
Daka lalu menjelaskan siapa sosok Hani sebenarnya. "Hani adalah temannya klien aku. Hani datang ke sini untuk menemaninya karena terlibat sebuah masalah. Dari sana Hani mengetahui nomor ponselku," tuturnya.
"Kamu melayani telepon dan pesannya sampai Tante Riri begitu memuji dia?" singgung Hani.
"Tidak, sayang. Hani kebetulan kenal karena tante dia teman semasa sekolah mama aku. Mereka bertemu ketika acara reuni dan aku yang mengantarkan mama ke sana."
"Kebetulan yang sangat tepat sekali!" sindir halus Alesha.
Seorang OB mengetuk pintu dan menyajikan teh pesanan Daka di meja. Pembicaraan mereka kembali lanjut setelah OB pergi.
Daka menarik lembut telapak tangan Alesha dan menggenggamnya lalu berkata, "Aku tidak memiliki perasaan kepada Hani. Hanya dia selalu menghubungi dan mengejarku."
"Jadi dia menyukaimu?" tanya Alesha.
Daka mengiyakan.
Alesha menahan napas sejenak lalu ia hembus.
"Sayang, yakinlah. Aku hanya mencintaimu, aku tidak tertarik padanya," ucap Daka.
"Walaupun dia sangat cantik dan kaya?" Alesha menatap dalam kekasihnya.
"Iya. Bagiku, kamu itu lebih dari segalanya," Daka menjawabnya penuh cinta.
Alesha tersenyum kecil mendengarnya, entah kenapa dirinya tak yakin dengan ucapan kekasihnya.
"Kedatangan aku kemarin itu tanda keseriusan cintaku padamu. Jadi, ku mohon percaya padaku," kata Daka.
Alesha manggut-manggut dan tersenyum kecil.
Disela-sela obrolan mereka, pintu ruangan Daka di ketuk. Seorang pria mengatakan jika ada calon klien ingin bertemu dengan Daka.
Daka lalu izin pamit sebentar menemui calon kliennya. Tak lama kemudian ponsel Daka bergetar, sebuah notifikasi pesan masuk.
Alesha mengarahkan pandangannya pada benda tersebut. Ternyata 2 pesan dari Hani. Penasaran, Alesha membuka ponsel yang memiliki kata sandi tanggal jadian mereka.
Alesha membulatkan matanya ketika membaca isi pesan dari Hani. Di sana tertulis kalau wanita itu sedang berada di hotel ingin berjumpa dan mengatakan sangat penting dan kedua jika tak datang maka Hani akan mengakhiri hidupnya.
"Oh jadi ini akal-akalan dia untuk menjerat hati Daka," gumam Alesha.
Sebuah pesan kembali masuk, Hani mengatakan jika sejam lagi tak datang maka dia akan melaksanakan aksinya.
"Hmm, baiklah. Jadi dia ingin merebut hati kekasihku dengan cara licik seperti ini, aku akan menggagalkan aksinya dan niat buruknya mencuri Daka dariku," gumamnya lagi.
Alesha lalu mengambil ponsel kekasihnya dan memasukkannya ke dalam tas. Tanpa permisi, ia kemudian pergi dari kantornya.
Alesha yang awalnya datang tanpa mengendarai motor, menuju hotel menggunakan transportasi bus.
Sesampainya di sana, ia mendatangi kamar tempat Hani tulis. Pesan selanjutnya menyuruh Daka yang kini digantikan Alesha masuk karena pintu tak di kunci.
Alesha membuka pintu dan masuk ke dalam. "Permisi!"
Pandangannya ia edarkan ke sekelilingnya, namun sosok Hani tak ia temui.
"Dimana dia?" gumam Alesha.
Ketika membalikkan badannya, seseorang menutup mulut Alesha menggunakan sapu tangan. Alesha yang gelagapan karena tak bisa bernapas akhirnya pingsan.
-
Alesha membuka matanya ketika mendengar tubuhnya mendapatkan goncangan terlalu kasar.
"Dia sudah sadar!" pekik seorang pria.
Alesha mengucek matanya melihat beberapa orang dengan pakaian biasa dan seragam keamanan berdiri dihadapannya.
"Anda kami tahan!" ucap salah satu pria dari beberapa yang berpakaian seragam.
Alesha terkejut mendengar ucapan tersebut.
Dengan kasar tangannya ditarik dari tempat duduknya oleh dua orang wanita yang kini memegang tangannya.
"Kenapa kalian menahan ku? Apa salahku?" teriak Alesha ketakutan.
"Anda terbukti melenyapkan nyawa Nona Hani!" jawab salah satu pria menunjuk ke arah wanita yang telah terbungkus kain di lantai.
"Tidak, ini salah. Aku tak membu-nuhnya!" ucap Alesha lantang.
"Jelaskan nanti di kantor!" kata salah satu pria yang diyakini sebagai kepala keamanan.
Alesha terus memberontak dan menangis ketika tubuhnya ditarik paksa keluar dari kamar. "Aku bukan pelakunya! Aku tidak melakukannya! Lepaskan aku!"
...****************...
Hai Semua, Mami AL Membawa Karya Yang Dijamin Seru...
Jangan Lupa Dukungan Membuat Mami AL Agar Semangat Menulisnya..
Tinggalkan Jejak Terbaik..
Terima Kasih 😊 🙏🏼
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!