Lamborghini Urus berwarna kuning itu tampak kehilangan kendali, dengan kecepatan diatas rata-rata membuat sebagian penonton menjauh dari area balap. Detik kemudian terlihat mobil mewah itu membanting setir menabrak pembatas lintasan.
Hanya butuh satu kedipan mata mobil itu sudah meledak, kumpulan asap hitam dan api yang kian membesar membuat malam ini semakin mencengkam.
Tidak ada yang tahu bagaimana nasip sang pengemudi, kejadian itu terjadi begitu cepat.
Puluhan bahkan ratusan penonton melihat tidak percaya. Mobil itu adalah milik sang Ratu Jalanan.
Semuanya panik,
Tidak lama kemudian datang mobil polisi dan mobil pemadam kebakaran. Suasana tambah ricuh. Malam ini, jam ini dan detik ini adalah peristiwa yang tidak akan bisa mereka lupakan.
Tanpa di sadari banyak orang ada seorang wanita tampak tersenyum tipis dikumpulan para penonton. Memasang tudung jaketnya, wanita itu berbalik meninggalakan area balap. Merasa misinya sudah selesai.
“Selamat tidur, Ratu Jalanan.”
...----------------...
Gadis dengan seragam putih abu-abu itu tampak berjalan santai di koridor yang sudah sepi. Bel masuk sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Namun, gadis itu terlihat berjalan santai dengan permen karet di mulutnya. Kirana Anatasya, gadis remaja yang kini telah menduduki kelas XI SMA.
“Hei! Mau kemana kamu?” suara indah nan merdu itu menghentikan langkah Kirana. Bu Dian sang guru tercinta Kirana sudah berkacak pinggang dibelakang Kirana.
Kirana menepuk dahinya pelan, “Mampus! Ketahuan gue,” perlahan Kirana memutar tubuhnya ke belakang, “Eh, Ibu apa kabar?”
“Kamu lagi, kamu lagi.” Tangan Bu Dian sudah berpindah ke telinga Kirana, “Astaga hobi banget telat!”
Kirana mengadu kesakitan, “Jangan di jewer atuh Ibu, nanti kuping Kirana melar.” Rontanya berusaha melepas tangan Bu Dian, “Ibu mau Kirana jewer juga?”
Bukannya melepas Bu Dian semakin semangat menjewer Kirana, “Berani ya kamu, bosen ibu liat kamu mulu.”
“Berkah kali Bu liat muka manin nan menggemaskan Kirana.” Ucapkan sambil mengelus telinganya, Bu Dian sudah melepas tangannya dari telinga Kirana, “Ibu seharusnya bersyukur bias liat Kirana pagi-pagi, temen sekelas Kirana aja gak pernah loh bu.”
“Iyalah gak pernah, kamu aja telat terus masuk kelas setelah istirahat selesai.” Omel Bu Dian, “Emangnya di rumah kamu gak ada jam, gak masang alarm, kamu ini tidur apa pingsan sih?!”
“Jangankan alarm bu, ada konser di kamar aja Kirana gak akan denger. Dan lagi Kirana sama kasur saling mencintai.”
Bu Dian menggelengkan kepala, “Ibu bingung mau kasih kamu hukuman apalagi.”
“Saran Kirana sih gak perlu dikasih hukuman bu.”
Bu Dian tersenyum manis, “Kalo gitu keliling lapangan sepuluh kali.”
Kirana melotot, “Sepuluh kali? Kurangin lah bu,”
“Oke duapuluh kali.”
“Oke sepuluh kali Kirana berangkat sekarang.” Dengan berat hari Kirana menuju lapangan dengan lemas, sepuluh kali keliling akan sangat menguras tenaga ditambah lapangan SMA Purnam tidak sekecil itu, butuh lima menit untuk bisa melewati satu putaran.
...----------------...
Setelah melaksanakan hukuman Kirana tidak langsung kembali ke kelas melainkan ke kantin. Tidak perlu waktu lama bagi Kirana sampai ditempat tujuan. Alunan musik Alan Walker menemani Kirana sendirian.
“Mang Tuk, seperti biasa ya.” Pesan Kirana yang sudah akrab dengan penjual bakso itu. Menurut Kirana bakso buatan Mang Tuk tidak ada duanya. Apalagi kalau gratis.
“Hari ini dihukum apa, neng ?” Tanya Mang Tuk sambil meletakkan semangkok bakso dan jus jeruk dihadapan Kirana.
Kirana terkekeh, Mang Tuk sampai hafal dengan rutinitas tiap paginya. “Biasa keliling lapangan lagi,”
“Sekali-kali atuh neng jangan telat,”
“Aduhh susah Mang, udah bawaan dari lahir ini.”
Mang Tuk hanya tertawa dan pamit kembali ke kedai baksonya.
Kirana kembali menikmati suasa kantin yang damai, angin pagi memang sangat sejuk, Kirana baru menyadarinya sekarang. Tidak butuh waktu lama Reva dan Elsa datang dengan tidak tenangnya.
“Woi lo tau gak sih?!” heboh Reva ketika sudah sampai di depan Kirana, gadis dengan rambut pendek itu dengan cepat mengambil jus jeruk Kirana dan meminumnya hampir setengah.
“Heh?! Anoa! Jus gue jangan dihabisin!” protes Kirana lalu merampas gelas jus jeruk itu dari Reva.
Reva hanya menyengir lebar, “Sori, lari butuh banyak tenaga ternyata.”
“Lagian siapa suruh lari-lari.” Cibir Kirana menjauhkan jus jeruknya dari Reva. “Mana Elsa? Kalian gak bareng?”
Mendadak wajah Reva ditekuk, “Bocah sialan emang dia.” Geramnya, “Udah tau gue takut kucing malah dikejar sambil bawa anak kucing.”
Tawa Kirana pecah, bukan hal umum lagi jika Reva sangat takut dengan kucing. Gadis itu punya trauma terhadap hewan berbulu lucu itu. Waktu usia Reva 5 tahun ia pernah di kejar kucing sampai masuk got, hanya karena itu Reva mempunyai trauma pada kucing. Tapi ada kejadian yang membuat Reva sangat takut dengan kucing, dulu setelah insiden dirinya masuk got. Sepupunya yang seumuran dengan dirinya pernah digigit kucing dan 3 bulan kemudian meninggal dunia. Setelah diselidiki ternyata kucing yang menggigit sepupunya itu terkena rabies.
“Kucing gemoy kek gitu bisa-bisanya lo takut.” Ejek Kirana.
“Bodoamat! Pokoknya gue takut sama makhluk itu.” Keukeuh Reva. “Apa lo hah?” sewotnya ketika Elsa datang dengan cengiran lebar.
“Kucingnya udah gue buang kok tenang.” Elsa duduk disamping Reva.
“Jauh-jauh dari gue!” Reva mendorong Elsa agar menjauh. “Lo banyak kuman.”
“Astaga Reva tadi itu kucingnya Salma anak IPS 2.” Ujar Elsa, “Tadi ada praktek cara memandikan hewan yang benar.”
“IPS praktek memandikan hewan?” Tanya Kirana.
Elsa mengangguk, “Heran kan, noh sekelas anak ips heran semua. Tapi mau heran ini tugas bu Selen. Lo tau sendiri tuh guru gimana.”
“Maniak banget sama hewan.” Reva bergidik ngeri.
“Mau makan apa lo gue pesenin.” Ujar Elsa pada Reva.
“Wih tumben.”
“Kelamaan mikir hangus.”
“Bakso sama es teh.” Jawab Reva cepat, “Udah cuci tangan belum lo!”
“UDAH ASTAGA!” setelah mengatakan itu Elsa berjalan menuju kedai bakso Mang Tuk meninggalkan Reva yang tertawa puas.
“Segitu takutnya lo sama kucing?” Tanya Kirana sambil menggigit baksonya.
Reva mengangguk, “Bukan Cuma kucing sih sebenernya gue takut sama semua hewan.”
“Karna sepupu lo kena rabies?”
“Iya. Dari situ gue jadi takut megang-megang hewan.” Jelas Reva.
“Pantes lo waktu praktek mutilasi kodok pingsan.”
Reva menyengir lebar, memang benar waktu praktek memahami bagian kodok Reva pingsan. Padahal gadis itu hanya memegang tangan kodok.
“Ini pesananya Tuan Putri Reva.” Elsa datang dengan dua mangkok bakso dan dua es teh. “Btw, lo di hokum apa, Na?”
“Keliling dunia.” Asal jawab Kirana tapi kedua temanya langsung mengerti.
Elsa meminum es tehnya, “Sekarang lo langganan keliling dunia ya.”
Kirana cemberut memakan baksonya kasar, “Tau tuh beruang kutub sekarang ngasih hukuman keliling dunia mulu padahal dulu bersiin toilet.”
Reva terkekeh, “Beruang kutub udah tau otak jahat lo. Paling lo bakal minta tolong pak somat buat bersin toilet trus lo ngadem dikantin. Iyakan.”
Tebakan Reva tepat sasaran karena dulu Kirana melakukan hal itu. Pak Somat adalah tukang kebun di sekolah dan sangat akrab dengan Kirana. Tapi hal itu ketahuan bu Dian dan membuat Kirana selalu mendapat hukuman keliling lapangan.
“Btw, gue tadi gak sendiri pas dihukum. Ada cowok ganteng tapi mukanya datar kayak papan gilesan.” Kirana mencerikan waktu dirinya di hukum tadi.
“Seganteng apa?” Elsa penasaran.
“Kek Manu Rios.”
“Demi apa?!” beo Reva, “Kalo ada cowok seganteng itu disekolah pasti gue udah tau ya monyet!’
“Berarti lo kurang update.” Celetuk Elsa.
“Murid baru paling, udahlah makan aja dulu. Gibahnya nanti lagi.” Ujar Reva menyuap bakso dengan ukuran besar.
“Gak bakal gue minta itu bakso!”
...----------------...
Bel masuk sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Kegiatan belajar mengajar kembai berlangsung. Kirana duduk dibangkunya sambil mencoret-coret buku menggunakan pulpen pink kesukaannya.
Entah karena apa Kirana merasa bosan dikelas. Mungkin karena guru didepan tengah menjelaskan materi bab minggu lalu. Pasalnya Kirana sudah memahami bab itu diluar kepala.
Jangan remehkan otak Kirana meskipun dia rada gila tapi otaknya lumayan encer. Apalagi dibidang Kimia Kirana sangat jago dan patut diacungi jempol karena sudah beberapa kali menyumbangkan piala untuk SMA Purnama. Oleh karena itu Kirana masih bertahan disekolah ini.
Jika bukan karena otak cerdasnya Kirana pasti sudah angkat kaki dari SMA Purnama. Sekolah mana yang mau menampung siswa bermasalah yang sulit untuk dijinakkan. Untungnya ada yang bisa dibanggakan dari Kirana. Otak cerdasnya.
"Bosen gue yang dibahas itu itu mulu, guekan udah bisa." Keluh Kirana pada teman sebangkunya, Reva.
"Lo emang udah bisa tapi yang lain belum, bego!" Cetus Reva.
"Bodo amat. Gue laper pengen baksonya mang ucup."
"Makanan mulu otak lo."
"Manusia bisa mati kalo gak makan. Gue mau ketoilet kebelet." Gadis itu berdiri dan meminta ijin untuk ketoilet.
"Dasar bocah, tadi bilangnya laper sekarang kebelet mana yang bener. Ada dua kemungkinan, satu dia beneran ketoilet dan kedua dia nyasar ke kantin."
Kirana berjalan dengan santai dikoridor sekolah. Tujuan saat ini adalah kantin perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Padahal tadi ia sudah makan, mungkin ini karena tamu bulanannya datang membuat nafsu makan Kirana menanjak drastis.
Ketika hendak berbelok kekantin Kirana mengehentikan langkahnya dan merapatkan tubuhnya di dinding. Dilihatnya Bu Dian tengah berpatroli di sekeliling kantin dengan penggaris kayu yang setia ditangan kanannya.
Senjata kebanggan Bu Dian.
"Yaelah, tuh singa ngapain sih berkeliaran disini? Nggak tau apa kalo gue laper? Karena gue lagi nggak mood buat bikin masalah sama si singa. Mending gue ke toilet cuci muka. Suntuk gue dikelas."
Seharusnya Kirana tidak perlu jauh-jauh ke lantai dasar hanya untuk ke toilet. Karena dilantai dua juga ada toilet. Jangan heran dengan Kirana, ia sengaja menuju toilet lantai dasar hanya untuk jalan-jalan.
Bukankah tadi Kirana bilang ia suntuk dikelas.
Dengan langkah riang Kirana terus menyusuri setiap koridor sekolah sambil bersenandung. Satu belokan lagi ia akan sampai ditoilet.
Sepertinya Tuhan berkata lain.
Saat Kirana berbelok ada seseorang yang menabraknya. Sehingga bokong indah Kirana mencium lantai koridor yang mulus.
"****! Pantat gue." Umpat Kirana. "Patah tulang nih pasti." Lanjutnya sambil mengusap-ngusap bokongnya.
"Jalan juga butuh mata. Jangan ngandelin kaki doang." Suara seseorang yang menabrak Kirana tadi.
"Buset!! Gue dimarahin. Guekan korban disini." Batin Kirana.
Kirana bangun dari posisinya yang terduduk dilantai. Kemudian mendongakkan kepalanya agar bisa melihat orang yang menabraknya tadi.
Mulut Kirana jatuh kebawa seketika. Umpatan yang sudah siap keluar ia telan lagi. Kulit putih, hidung mancung, alis tebal, bibir berwarna merah seperti memakai lisptik, rahangnya yang keras dan jambulnya yang cetar membahana dikepalanya serta postur tubuh yang tinggi dan sixpack.
Kirana mengelengkan kepalanya sedangkan cowok yang ada dihadapannya mengerutkan dahi bingung.
"Eh, lo yang nabrak gue. Malah lo yang marah-marah. Bukannya minta maaf malah ngomel. Kalo seandainya pantat gue luka gimana? Trus gue lumpuh gimana? Gimana?" Ucapa Kirana penuh emosi dengan nafas memburu, wajahnya pun sudah memerah karena menahan kesal.
"Cuma seandainya kan? Lo juga nggak lumpuhkan." Ucap cowok itu dingin.
Wajah Kirana semakin memerah ingin rasanya ia mencakar wajah cowok itu, menarik jambulnya dan membakarnya.
Cowok yang tidak dikenal itu hanya mengangkat bahunya tidak peduli dan berlalu begitu saja tampa mengucapkan sepata katapun.
"WOI, EMANG YA MANUSIA ITU NGGAK BISA NGUCAPIN DUA KATA. MAAF DAN TERIMAKASIH. DAN GUE MAKASIH SAMA LO KARNA LO UDAH NGEBUKTIIN ITU SEMUA." Teriak Kirana menggelegar diseluruh koridor.
"Awas aja, ketemu lagi gue jotos tuh muka, gue botakin tuh rambut biar tau rasa."
Mood Kirana benar-benar hancur kali ini. Ia tidak jadi ke toilet. Jadi ia putuskan untuk kembali ke kelas.
Kirana berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya, nafasnya memburu seperti akan memakan orang. Tapi ada sesuatu yang menganjal dipikiran Kirana.
"Kok gue kayak pernah liat ya tuh muka? Dimana? Kayaknya nggak asing di mata gue." Ujar Kirana sambil mengingat-ngingat sosok lelaki tadi. Kirana menjentikan jarinya. "Ah, gue inget. Dia kan cowok yang dihukum bareng gue tadi pagi."
Ganteng
Tinggi
Putih
Rahang tegas
Sangat sempurna bukan?
Alex Navagio cowok dengan sejuta pesona, incaran para siswi SMA Permana. Banyak yang bilang Alex itu cowok tak tersentuh. Tidak pernah terkena skandal kencan dengan siapapun.
"Mimpi apa sih gue semalem? Sial mulu perasaan." Kesal Alex langsung menutup buku yang sedari tadi digenggamnya. "Cewek tadi siapa sih. Kok wajahnya agak familiyar gitu ya. Alah, bodo amat. Namanya juga satu sekolah."
Sepertinya selama bersekolah disini selama hampir dua tahun Alex baru pertama kali ini bertemu dengan gadis yang dia tabrak di koridor tadi. Wajahnya sedikit familiar di matanya.
"Eh, jomblo! Ngelamun aja, sendirian lagi kerasukan baru tau rasa lo." Celutuk Ibay yang baru datang bersama Daniel.
"Bacot lo!" Balas Alex ketus.
"Ist, jomblo mah gitu, baperan. Dedekan nggak bisa dikasarin." Ujar Ibay dramatis. Alex hanya memutar bola matanya malas.
"Luis sama Reza mana?" Tanya Alex.
"Lo kayak nggak tau tuh anak berdua palingan lagi mojok dikantin." Jelas Daniel.
"WOI, DIEM-DIEM BAE! NGOPI NGAPA NGOPI." Teriak Reza yang baru datang dengan Luis dibelakangnya serta membawa makanan dimasing-masing tangannya.
"Reza kampret! Bantuin bego!" Kesal Luis pada Reza karena hanya ia yang membawa bawaan sedangkan Reza tidak membawa apa-apa. Kata Reza nanti takut tangannya pegal trus memar merah-merah. Alay.
"Lo laki bukan sih, bawa gitu aja ngeluh."
Ingin rasanya Luis melempar Reza ke pantai selatan biar hanyut sekalian.
Luis menghampiri keempat sahabatnya sambil menghentak-hentakkan kakinya pertanda bahwa ia sedang kesal. "Awas lo Za iku makan!" Ancam Luis setelah meletakkan bawaannya di depan Daniel.
Melihat ada makanan datang mata Daniel langsung berbinar seperti mendapatkan kupon satu milyar.
"Yaelah, baperan lo jadi cowok."
"Selamat makan." Teriak Ibay semangat.
"Siapa yang nyuruh lo makan, monyet!" Tanya luis sambil menjauhkan makanannya dari tangan Ibay.
"Tapikan dedek laper. Perlu makan. Kalo dedek mati kelaparan gimana?" Jawab Ibay memulai dramanya.
Alex yang dari tadi diam hanya memutar bola matanya malas melihat kelakuan sahabatnya. Diambil satu buah kaleng minuman bersoda dari dalam keresek yang ada digenggaman Luis, dilanjutkan dengan Daniel dan Reza yang sama-sama mengambil makanan ringan. Ibay yang melihat itu langsung melotot.
"Kok mereka boleh makan." Ucap Ibay kesal.
"Emang tadi gue bilang mereka nggak boleh makan?" Tanya Luis.
"******!"
"Udah sih, nih makan!"
"Nggak mau? Yaudah gue habisin sama yang lain."
"Gue doain lo keselek. Trus mati"
"Trus lo orang pertama yang gue gentayangi."
"Gue bakal nabur garam disetiap rumah biar lo nggak bisa masuk."
"Gue bersiin tuh garam gue sapu biar ilang trus gue masuk."
"Gue ba-" Ucap Ibay terpotong karena mulutnya disumpeli roti oleh Daniel.
"Diem kan. Gemes gue daritadi. Pengen nabok." Geram Daniel.
"Eh, Lex." kata Luis membuat Alex menoleh. "Tadi gue lihat cewek kayaknya satu angkatan sama kita."
Daniel menjitak kepala Luis kasar. "He bangsul lo pikir Alex mata keranjang kayak lo. Sampai lo kasih tau hal beginian."
"Heh, kadal anoa! kalo orang belum selesai ngomong jangan dipotong dengerin dulu." cibir Luis.
"Cantik gak?" tanya Ibay merapatkan diri pada Luis.
Luis mengangguk. "Dimata gue semua cewek cantik."
"Termasuk mbak wati."
"Astaqfirullah Ibay ngomongnya." kata Luis. "Tapi Lex wajahnya tuh kayak ngingetin gue sama dia."
...----------------...
Kirana bangun dari tidurnya pukul empat sore. Ia duduk lalu menguap memegang perutnya yang berbunyi sejak tadi. Ia turun dari kasur dan berjalan semboyongan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah urusannya selesai dikamar mandi ia turun kebawah mencari makanan yang bisa dimakan.
Dibukanya kulkas, Kirana menatap datar kulkas itu karna hanya ada botol air mineral, ia lupa belum membeli bahan-bahan untuk masak karna pembantunya sedang pulang kampung guna merayakan pernikahan anaknya.
Mau tidak mau harus Kirana sendiri yang membeli semuanya. Di rumah sebesar ini hanya Kirana yang menempati sendiri sementara orang tuanya sibuk kerja dan jarang sekali pulang, kalau pulang pun mungkin hanya tidur itupun malem ketika Kirana sudah tidur.
Kirana melangkah menuju kamarnya dilantai dua mengambil jaket dan dompetnya lalu beranjak keluar rumah.
"Pelangi-pelangi alangkah indahmu merah, kuning, hijau dilangit yang biru.."
Kirana berjalan dengan santai sambil bersenandung riang. Jarak antara rumah dan minimarket lumayan jauh tapi Kirana memilih berjalan kaki itung-itung menghirup udara segar disore hari.
Beberapa menit kemudian Kirana sampai di minimarket, diambilnya keranjang dan berjalan mencari-cari apa yang akan ia beli. Gadis mengambil beberapa makanan ringan dan permen karet lalu berjalan menuju rak cokelat.
Kirana hanya membeli cemilan karna ia akan delivery untuk makan malam karna ia malas memasak, bukan malas masak tapi Kirana memang tidak bisa masak.
Dulu pernah Kirana masak dan berakhir membakar dapur. Setelah semuanya selesai dan tidak ada yang terlewatkan Kirana pergi ke kasir untuk membayar.
"Eh, lo ngapain disini." Tanya Kirana pada cowok disebelahnya. Alex. "Lo yang nabrak gue tadikan."
"Siapa nama lo." Kesekian kalinya Kirana bertanya tapi tidak ada yang dijawab sekalipun.
"Lo punya mulut gak sih. Jawab kek." kesal Kirana dan Alex hanya memutar bola matanya malas.
"Gak penting." Jawab Alex ketus. Lalu berlalu begitu saja meninggalkan Kirana.
"Sialan tuh cowok." Umpat Kirana.
"Maaf kak ini belanjaannya udah." Ujar mbak-mbak kasir dihadapannya.
"Oh iya mbak makasih." Ucap Kirana ramah setelah membayar semuanya.
Kirana keluar dari minimarket berjalan menuju halte ia berencana pulang naik bus karna kakinya sudah tidak mau berjalan lagi. Langit perlahan berubah menjadi gelap mungkin sebentar lagi akan hujan.
Kirana terus menegok kanan kiri guna melihat busnya datang. Sudah hampir tiga puluh menit Kirana menunggu tapi tidak ada bus yang berhenti. Melihat jam putih ditangan kirinya pukul setengah enam dan langit mulai gelap. Hujan perlahan turun dengan deras.
"Yah hujan, Ini bus pada kemana sih? Pada gak dibayar ya makanya mogok semua." Gumahnya.
"Mana udah gelap lagi."
Sebuah mobil berhenti dihadapan Kirana. Kaca mobil dibuka dilihatnya Alex tengah menatapnya datar sedangkan Kirana menaikan sebelah alisnya.
"Naik."
Kirana menegok kanan kiri memastikan jika Alex berbicara padanya.
"Gue." Ujar Kirana sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi. Lo bego kebangetan ya."
Gadis itu mendengus kesal melipat kedua tangannya didada. Dasar beruang kutub.
"Buruan naik! Gue tinggalin nih."
"Lo nawarin gue?"
"Masuk."
"Iya."
Setelah Kirana masuk Alex langsung menancap gasnya tanpa mengucapkan apapun. Kirana diam nggak tau apa yang harus dilakukan. Ini kali pertama Kirana satu mobil dengan seorang cowok selain kakaknya.
"Lo nggak bakal nyulik gue kan." Tanya Kirana pada Alex yang fokus menyetir.
"Gak guna gue nyulik lo." Jawab Alex datar tampa mengalihkan pandangannya.
"Kok lo baik."
"Dimana rumah lo." Tanya Alex.
"Diperempatan itu belok kanan trus rumah warna hitam putih." Jelas Kirana. "Lo belum jawab pertanyaan gue."
"Kenapa lo selalu tanya padahal lo udah tau jawabanya." ketus Alex.
"Buset nih cowok. Galak banget sih banget sih."
Mobil Alex berenti didepan rumah Kirana. Kirana segera turun dan berjalan menuju gerbang, Kirana berbalik melupakan sesuatu diketuknya kaca mobil Alex. Kaca mobil terbuka menampakan Alex menatap Kirana dingin.
"Makasih ya." Ucap Kirana.
"Hmm." Balas Alex dingin.
"Gak mampir dulu." Tawar Kirana.
“Gak."
"Yaelah, lo ngomong singkat banget perasaan."
Alex menaikan kembali kaca mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan Kirana.
"Woy! Nama lo siapa?" Teriak Kirana yang disadari mobil Alex sudah tidak ada dihadapannya.
"Bego! Kenapa gue nggak tanya tadi pas dimobil sih." Gumah Kirana.
"Bodo amat. Besok juga bakal ketemu disekolah." Kirana masuk kedalam rumahnya dan tak lupa mengunci pintu agar tidak ada maling masuk.
"Kata orang rumahku istanaku, kalo bagi gue rumahku kuburanku. Sepi banget berasa dikuburan. Ngeri gue kadang-kadang." Ucap Kirana sambil naik kelantai dua dimana letak kamarnya berada."
Disisi lain Alex menghentikan mobilnya tidak jauh dari rumah Kirana. Cowok itu melihat Kirana dari spion mobil lalu bibirnya tersenyum tipis.
...****************...
ALEX sudah berdiri di depan penjual nasi goreng dekat rumahnya. Sehingga ia hanya perlu berjalan kaki sambil menikmati udara segar. Itung-itung mengurangi polusi udara dan menghemat bensin.
"Mau beli nasi goreng berapa bungkus, den?" Tanya penjual nasi goreng ramah. Pak Tuka
"Sebungkus aja kayak biasa." Jawab Alex tak kalah ramah.
"Iya, pasti aden lagi males masakkan. Makanya dateng kesini." Tebak penjual Pak Tuka, dan tebakkanya mengenai sasaran. Jangan heran kenapa penjual Pak Tuka tau semua itu, karena Alex sering membeli nasi goreng disini. Bisa dikatakan Alex pelanggan setia Pak Tuka.
Alex tengah sibuk memerhatikan Pak Tuka dengan serius, pria berusia kurang lebih 50 tahun itu dengan lincah mencampurkan semua bumbu tanpa ragu seperti tangannya bisa menimbang takarannya. Sampai suara langkah kaki yang berjalan mengalihkan perhatian Alex dan Pak Tuka.
"Mau beli nasi goreng, neng ?" Tanya Pak Tuka.
"Enggak. Mau beli mie ayam ada gak?" Alex menoleh kearah sosok yang berbicara itu. "Ya saya mau beli nasi gorenglah pak, ngapain saya kesini kalo gak beli nasi goreng." Lanjutnya, terkekeh pelan. Alex kaget melihat siapa yang berbicara dengan tidak sopan, dia adalah gadis yang ia tabrak kemarin. Kirana sih cewek jadi-jadian.
"Iya juga sih, neng. Yaudah neng mau beli berapa bungkus?" Tanya Pak Tuka.
"Satu aja, gak usah dikasih nasi, pakek cinta dan kasih sayang aja jangan ditambah php karena di php-in itu gak enak." Ujar Kirana membuat orang yang mendengarnya cengo ditempat.
"Hahaha. Neng ada-ada aja." Pak Tuka tertawa renyah mendengar lelucon Kirana.
"Ada pak."
"Ada. Yaudah pak kasih sambelnya aja." Cetus Alex.
"Ah, iya juga den. Jadi maksud neng mau beli sambelnya doang gitu atau cuma mau beli bumbunya doang?" Ucap Pak Tuka bercanda.
"Gak gitu juga kali, pak. Saya beli nasi gorengnya satu bungkus, dikareti dua nanti takut nasinya pada terbang. Sedeng aja pedesnya. Jangan dikasih bawang. Dikasih cogan aja." Jawab Kirana
"Eh kok ketemu lagi sih? Jangan-jangan kita jodoh? Tapi gue gak mau jodoh sama lo. Orang yang pelit ngomong." Ucap Kirana menatap Alex.
"Ngelawak? Kok garing." Sahut Alex dingin.
"Anjir, inginku berkata kasar!" Kirana kesal juga lama-lama berbicara pada Alex.
"Silahkan nggak ada yang ngelarang."
"Gak ah. Dosa gue udah banyak. Tapi kok lo bisa ada disini? Lo ngikutin gue ya? Ayoloh ngaku?" Tuduh Kirana dengan pedenya.
"Yang duluan disini siapa kali. Yang ada lo yang ngikutin gue." kata Alex. "Kurang kerjaan ngikutin lo."
"Ya siapa tau. Lo nggak tanya gitu kenapa gue disini. Gak penasaran gitu. Secarakan rumah gue bukan dikomplek ini." Oceh Kirana Gak ada habisnya.
"Gak peduli." Jawab Alex ketus.
"Yaudah sih santai. Karna mood gue lagi bagus, gue kasih tau kenapa gue ada disini. Jadi gue lagi nemenin nyokap ke rumah tante gue diseberang situ." Kirana menunjuk rumah diseberang jalan.
"Nah karna gue laper, jadi gue kesini dan ketemu lo deh." Walaupun Alex meresponnya dengan tidak baik. Kirana tetap memberi tau alasan kenapa ia ada disini. Dan dengan cueknya Alex mengangkat bahu lalu mengambil nasi gorengnya dan melangkah pergi.
"Monyet," Umpat Kirana. "Kebiasaan ya tuh bocah, pergi tanpa ngomong."
"Pak dia sering ya beli nasi goreng disini?" tanya Kirana menunjuk Alex yang sudah berjalan jauh.
"Iya neng sering banget malah hampir tiap hari. Karena di rumah dia tinggal sendiri orang tuanya sibuk kerja." jelas Pak Tuka.
"Emang gak ada pembantu pak?"
"Ada neng tapi khusus bersih-bersih doang kalo masak gak ada."
Kirana hanya mengangguk paham tentang penjelasan Pak Tuka tentang Alex. Dia sudah mengetahui sedikit tentang cowok itu. Sedikit lagi informasi yang dia butuhkan akan lengkap.
...****************...
Bel istirahat sudah berbunyi lima belas menit yang lalu dan semua murid SMA Purnama sudah berserakan dimana-mana. Ada yang menuju perpustakaan hanya sekedar numpang wifi, bermain bola dilapangan indoor maupun outdoor, dan sebagian besar menuju kantin untuk mengisi perut.
Namun, lain lagi dengan Kirana ia tengah berlari maraton disepanjang koridor sekolah karena dikejar-kejar Bu Dian. Apalagi kalau Kirana tidak membuat ulah lagi.
"KIRANA BERHENTI KAMU!" Teriak Bu Dian menggelegar di sepanjang Koridor.
"Misi-misi cewek cantik mau lewat." Teriak Kirana terus berlari menghindari amukan Bu Dian, sampai akhirnya Kirana berbelok dan melangkah menuju taman belakang. Kirana membukuk dengan menjadikan tangan sebagai tumpuan dilututnya dan mengatur nafarnya yang ngos-ngosan.
"Eh kok gue lari kesini sih."
Kirana melihat sekeliling mencari posisi yang nyaman agar bu Dian tidak menemukannya. Sampai pandangan Kirana terjatuh pada cowok yang bersandar dipohon besar sambil membaca buku. Dia Alex.
"Ada cogan, samperin ah." Ujar Kirana berlari kecil menuju tempat Alex.
Kirana duduk disamping Alex, tapi sepertinya Alex tidak menyadari kedatangan Kirana. "Hai cogan, muka datar dan dingin kayak tembok raksasa di Cina tapi ganteng." Sapa Kirana.
Alex hanya melirik sekilas lalu kembali melanjutkan mambaca bukunya. Dia tidak akan menyia-nyiakan waktunya hanya untuk cewek tidak jelas ini.
"Dilirik doang nih." Goda Kirana
"Sekarang gue tau nama lo. Nama lo Alex kan. Hebatkan gue tau nama lo tanpa lo kasih tau. Kirana gitu loh." Kirana menghempaskan rambutnya kebelakang seolah-olah ia sedang pemotretan majalah.
Alex tidak menanggapi Kirana dan tetap fokus pada bukunya.
"Bukunya lebih cantik ya dari gue? Sampai cewek cantik disini dikacangi." Ucap Kirana dramatis.
"Berisik." Jawab Alex dingin.
"Nah, gitu dong dijawab jangan dianggurin mulu guenya." Ucap Kirana antusias sambil menepuk-nepukkan tangannya seperti anak kecil yang baru saja dibelikan balon kotak.
"Ngapain lo disini." Tanya Kirana.
"Duduk."
"Yaelah, gue juga tau kalo lo duduk." Ucap Kirana mengelus dadanya pelan ia harus sabar jika berbicara dengan Alex, ini tantangan berat. "Gak ke kantin?" Lanjutnya.
"Rame."
"Goblok! Namanya juga kantin ya pasti rame. Cari yang sepi dikuburan sana!" Kirana kesal setengah mati dengan Alex.
"Bacot."
"Bisa gak sih lo kalo ngomong lebih dari satu kata. Berasa kalo ngomong panjang di suruh bayar aja sih lo." Kirana kembali mengoceh.
"Gak."
"Tuh mulut nggak pernah digampar bolak-balik ya." Kirana memutar bola matanya malas, lalu kembali berucap. "Lo lagi baca buku apaan sih."
"Fisika."
"Suka amat sama fisika, sampek nggak berpaling sama tuh buku." Sindir Kirana sejak dari tadi Alex tidak mengalihkan pandangannya dari buku. Kan Kirana kesal, berasa patung Kirana disebelah Alex, tak dianggap.
"Setidaknya dia nggak berisik kayak lo."
"Pedes banget tuh mulut. Kebanyakan makan cabe-cabean ya gini nih."
Alex kembali diam dan Kirana kembali mengoceh. "Lo nggak tanya gitu ngapain gue disini?"
"Nggak penting."
"******! Males gue ngomong sama lo, bawaannya kesel mulu." Kirana menyerah mengajak Alex berbicara. Akhirnya ia mengeluarkan benda pipih dari saku seragamnya.
"Siapa suruh."
"Nggak ada." Setelah mengatakan itu Kirana fokus pada game yang ada di handphonenya. Kirana sibuk memencet-mencet layar ponselnya, sepertinya Kirana sedang memainkan piano tales kpop, yang menimbulkan suara bising.
"Ish, salah pencetkan." Kirana terus saja mengumpat disaat ia salah pencet dan itu sangat menggangu Alex yang ada disebelahnya.
"Berisik," Tegur Alex.
"Biarin! Daripada garing." Jawab Kirana asal.
"Bisa nggak kecilin suara handphone lo dan mulut lo juga!?" Alex menatap Kirana tajam.
"Nggak bisa."
"Lo ingin tau sebuah rahasia gak?" kata Kirana. "Gue kayak pernah liat lo dulu tapi dimana ya."
Pertama kalinya Alex tertarik dengan ucapan cewek itu. Diam-diam dia mendengarkan Kirana bercerita.
"Samar-samar ada dikepala gue. Di area balap? kayaknya gak mungkin deh gue aja gak punya motor. Markas? Markas apaan. Pokoknya wajah lo ada diingatan gue tapi gak tau dimana. Apa dimimpi ya." kata Kirana.
Alex membeku ditempat seketika wajahnya tegang tapi sedetik kemudian dia kembali menormalkan wajahnya.
"Bisa lo diam. Mending lo tidur lagi sana."
"Gak bisa."
Alex sudah jengah, akhirnya ia berdiri dan meninggalkan Kirana yang kembali fokus pada gamenya. Kirana sendiri tidak menyadari jika Alex sudah tidak ada disebelahnya.
"Kok nggak sewot-sewot lagi, capek ya?" Ujarnya dengan mata yang tetap fokus pada handphone. Sadar tidak ada jawaban, Kiraba menengok dimana Alex duduk namun sosok yang diajak bicara sudah tidak ada ditempat.
"Sialan! Gue ditinggalin lagi. Monyet ya tuh bocah." Umpat Kirana kesal.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!